Pertimbangan Indonesia Terkait Retaliasi dalam Kasus DS312

4.2. Pertimbangan Indonesia Terkait Retaliasi dalam Kasus DS312

4.2.1. Legalitas Pengajuan Permohonan Otorisasi Retaliasi oleh Indonesia

  Berdasarkan Pasal 22 DSU, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh negara anggota yang terlibat dalam sengketa perdagangan internasional, yaitu:

a. Adanya putusan Panel DSB yang tidak dilaksanakan dalam reasonable period of time (Pasal 22 ayat (2) DSU) 267 .

b. Defendant Party dan Complainant Party tidak mencapai kesepakatan mengenai jumlah kompensasi yang harus

  dibayarkan oleh Defendant Party (Pasal 22 ayat (2) DSU) 268 .

c. Objek yang akan diretaliasi masih termasuk dalam covered agreements (Pasal 22 ayat (5) DSU) 269 .

  Dalam praktiknya, Korea Selatan memang telah mengeluarkan Implementation Report (Public Notice No. 2006-105 of the Korean Ministry of Finance and Economy) namun terhadap laporan tersebut, Indonesia berpendapat bahwa implementasi Korea Selatan tersebut masih belum sesuai dengan ketentuan ADA. Atas keberatan Indonesia tersebut, Korea Selatan dan Indonesia kembali menjalani proses Panel dan putusan Panel DSB kembali memenangkan Indonesia dan sama seperti putusan Panel DSB sebelumnya, Korea Selatan tetap tidak menyesuaikan ketentuan anti dumpingnya dengan ketentuan ADA. terhadap tindakan Korea Selatan ini, Indonesia dan Korea Selatan melakukan pertemuan bilateral untuk mencari

  267 “If the Member concerned fails to bring the measure found to be inconsistent with a covered agreement into compliance therewith or otherwise comply with the recommendations and

  rulings within the reasonable period of time ... such Member, if so requested, ... may request authorization from the DSB to suspend the application to the Member concerned of concessions or other obligations under the covered agreements.”

  268 “...If no satisfactory compensation has been agreed within 20 days after the date of expiry of the reasonable period of time, any party having invoked the dispute settlement

  procedures may request authorization from the DSB to suspend the application to the Member concerned of concessions or other obligations under the covered agreements...” procedures may request authorization from the DSB to suspend the application to the Member concerned of concessions or other obligations under the covered agreements...”

  Apabila dikaitkan dengan ketentuan retaliasi dalam Pasal 22 DSU, Indonesia secara hukum memiliki hak untuk mengajukan permohonan otorisasi untuk melaksanakan retaliasi kepada DSB. Namun dalam pelaksanaannya, Indonesia tidak meminta otorisasi kepada DSB terkait pelaksanaan tindakan retaliasi. Mengenai analisis pertimbangan Indonesia untuk tidak melakukan retaliasi, akan dijelaskan dalam sub bab selanjutnya

4.2.2. Analisis Pertimbangan Indonesia Terkait Retaliasi dalam Kasus DS312

  Kasus tuduhan dumping produk kertas Indonesia oleh Korea Selatan merupakan salah satu contoh kasus sengketa perdagangan internasional yang melibatkan negara berkembang, yaitu Indonesia, sebagai penggugat dan negara maju, yaitu Korea Selatan, sebagai tergugat. Indonesia sebagai pihak yang dirugikan sekaligus sebagai pihak yang dimenangkan oleh Panel DSB, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) DSU, Indonesia memiliki hak untuk melakukan retaliasi terhadap Korea Selatan. Namun dalam praktiknya, Indonesia tidak melakukan retaliasi.

  Secara yuridis, retaliasi merupakan hak yang dimiliki oleh negara yang dimenangkan dalam sengketa perdagangan internasional oleh Panel DSB. Namun dalam pelaksanaannya, terdapat aspek non yuridis yang harus dipertimbangkan agar pelaksanaan retaliasi menjadi efektif atau setidak- tidaknya tidak merugikan retaliating country itu sendiri. Dalam kasus ini, aspek non yuridis yang harus dipertimbangkan Indonesia sebelum melakukan retaliasi adalah kekuatan Indonesia dalam perdagangan internasional secara umum dan dengan Korea Selatan secara khusus serta hubungan politik di antara Indonesia dan Korea Selatan.

4.2.3. Pertimbangan dari Aspek Kekuatan Perdagangan

A. Gambaran Perdagangan antara Indonesia dan Korea Selatan

  Presiden Indonesia dan Presiden Korea Selatan telah menandatangani The Joint Declaration di Jakarta pada tanggal 4-5 Desember 2006. Joint Declaration tersebut meliputi 3 (tiga) pilar kerjasama, yaitu kerjasama politik dan keamanan, kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi, serta kerjasama sosial budaya. Joint Declaration tersebut mendorong kedua negara untuk lebih mempererat persahabatan dan menciptakan kerjasama yang lebih kongkrit. Sejak terbentuknya Joint declaration, investasi dan perdagangan antara kedua negara terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi tersebut diwujudkan melalui pembentukan Indonesia-Korea Joint Task Force on Economic Cooperation (JTF-EC) yang telah menyelenggarakan pertemuan tahunan sejak tahun 2007.

  Kerja sama ini dapat dilihat melalui bentuk timbal balik yang saling menguntungkan, yaitu Korea Selatan sebagai negara yang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi di bidang teknologi, dapat membantu kebutuhan Indonesia akan teknologi dengan cara alih teknologi dan di sisi lain, Korea Selatan membutuhkan pasar untuk memasarkan hasil industrinya. Data dari Kementrian Perdagangan juga menyebutkan bahwa Korea Selatan adalah 10 (sepuluh) besar negara yang paling tinggi aktivitas ekspor-impor dengan Indonesia dan dari aktivitas tersebut, neraca perdagangan menunjukkan angka surplus bagi Indonesia. Selain kegiatan ekspor-impor, kekuatan perdagangan Indonesia juga dipengaruhi oleh investasi Korea Selatan di Indonesia.

a. Kegiatan Ekspor Indonesia ke Korea Selatan Kegiatan ekspor Indonesia dibagi ke dalam 2 (dua) sektor, yaitu

  migas dan non migas, di mana sektor non migas memiliki kontribusi lebih besar dalam kegiatan ekspor, yaitu sebesar 79,62 dari total migas dan non migas, di mana sektor non migas memiliki kontribusi lebih besar dalam kegiatan ekspor, yaitu sebesar 79,62 dari total

  kelompok 10 (sepuluh) 270 besar hasil industri yang paling banyak diekspor Indonesia ke seluruh dunia.

  Dalam kegiatan ekspor yang dilakukan oleh Indonesia, Korea Selatan merupakan mitra yang cukup diperhitungkan. Hal ini terlihat dari posisi Korea Selatan yang termasuk dalam kelompok 10

  (sepuluh) 271 besar negara tujuan ekspor Indonesia, sementara bagi Korea Selatan sendiri, Indonesia juga termasuk 10 (sepuluh) besar

  negara yang pengekspor ke Korea Selatan meskipun hanya berada dalam urutan ke-9 (sembilan) 272 . Terkait dengan komoditi yang

  diekspor oleh Indonesia, khususnya produk kertas, ke seluruh dunia, Korea Selatan masih menjadi 10 (sepuluh) 273 besar negara tujuan

  ekspor Indonesia meskipun secara persentase sangat kecil jika dibanding dengan negara tujuan ekspor kertas lainnya. Sedangkan secara khusus untuk total komoditi yang diekspor Indonesia ke Korea

  270 Produk kertas berada di posisi ke-8 besar produk yang banyak diekspor dari sektor industri setelah pengolahan kelapa kelapa sawit, karet, tekstil, besi, baja, dan otomotif, elektronika,

  pengolahantembaga dan timah, serta kimia dasar. (“Perkembangan Ekspor Indonesia Berdasarkan Sektor,” http:www.kemenperin.go.idstatistikperan.php?ekspor=1 , diakses tanggal 15 November 2014).

  271 Korea Selatan merupakan negara ketujuh terbesar negara tujuan ekspor Indonesia setelah Cina, Jepang, Amerika Serikat, India, Singapura, dan Malaysia. (“Perkembangan ekspor non migas (negara

  tujuan)

  periode

  2008-2013,”

  http:diskumdagdki.jakarta.go.idekspor-impor-indonesia176-

  perkembangan-ekspor-nonmigas-negara-tujuan-periode--2008-2013 , diakses tanggal 15 November 2014).

  272 Lihat Gambar 4.1.

  273 Ekspor produk kertas ke Korea selatan sebesar 4.32 (industri non migas). Hal ini menempatkan Korea Selatan ke dalam urutan ke-7 dari total negaratujuan ekspor kertas setelah

  Jepang (12.79), AS (11.61), Singapura (9.37), RRC (7.22), India (6.54), Malaysia (5.55). (“Statistik perdagangan luar negeri Indonesia, direktorat pengembangan pasar dan informasi ekspor, Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional (DJPEN) Kementrian Perdagangan Republik Indonesia 2013,” http:www.embassyofindonesia.eusitesdefaultfilesNP202013

  Selatan, kertas bukan merupakan komoditi utama Indonesia ke Korea Selatan 274 .

  Gambar 4.1.

  Komposisi Negara Utama Pengimpor Korea Selatan Tahun 2008

  (sumber: Laporan Atase Deperindag 2009, KBRI Seoul, Korea Selatan)

Tabel 4.1. Data Ekspor Non Migas Utama Indonesia ke Korea Selatan Periode 2003-2008

Nilai (US ribu)

  No Komoditi

  Kenaikan Trend

  2007-06 2004-08

  Total Ekspor Non Migas

  1 Udang

  2 Kopi

  3 Palm oil

  4 Coklat

  5 Karet

  6 TPTI

  7 Alas Kaki

  8 Elektronik

  Komponen

  9 otomotif

  10 Furniture

  Total

  Pangsa

  (sumber: Laporan Atase Deperindag 2009, KBRI Seoul, Korea Selatan) (sumber: Laporan Atase Deperindag 2009, KBRI Seoul, Korea Selatan)

  tahun 2006 hingga tahun 2011, kegiatan impor pada tahun 2008 merupakan masa dimana impor mulai mengalami peningkatan tajam sekaligus masa dimana volume impor terbesar dari seluruh kegiatan impor Indonesia. Hal ini terjadi karena perekonomian Indonesia paling besar bergantung kepada konsumsi domestik dan bukan pada ekspor. Ketika negara ekportir lain di dunia sedang mengalami resesi keuangan sehingga harus mengurangi volume impor, Indonesia justru mengalami sebaliknya.

  Impor Indonesia mengalami peningkatan di awal tahun 2008 hingga akhirnya mengalami penurunan di pertengahan 2008 yang disebabkan oleh fluktuasi harga dan fluktuasi permintaan terhadap produk impor utama yang secara signifikan berpengaruh terhadap neraca perdagangan Indonesia seperti minyak bumi dan bahan baku industri. Pada masa ini, 5 (lima) besar negara yang mengekspor barangnya ke Indonesia adalah Singapura, Cina,

  Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan 275 . Bagi Korea Selatan sendiri, Indonesia merupakan salah satu negara yang diperhitungkan sebagai tujuan

  ekspor meskipun secara persentase hanya 1,88 dari total seluruh ekspor yang dilaksanakan oleh Korea Selatan.

  Terkait dengan jenis produk, produk yang banyak diimpor oleh Indonesia dari Korea Selatan adalah produk hasil industri. Lima produk terbesar dari total produk yang diimpor dari Korea Selatan adalah tekstil besi baja, mesin, dan otomotif, alat elektronik, produk kimia dasar, serta

  produk hasil pengolahan timah dan tembaga 276 .

  275 Pusat Data dan Informasi Kementrian Perindustrian, “Laporan Impor Berdasarkan Katagori

  Barang Modal,”

  http:www.kemenperin.go.idDownload3217Impor-Menurut-Kategori-Ekonomi-Barang- Konsumsi-Bahan-Baku-Dan-Barang-Modal)-Periode-Januari-Oktober-2010-Data-Impor-Barang- Ooleh-Indonesia-Berdasarkan-Negara-2008.pdf , diunduh tanggal 15 November 2014.

  276 Persentase produk yang diimpor dari Korea Selatan: tekstil (77,07), alat elektronik (47,69), besi baja, mesin, dan otomotif (32,26), produk kimia dasar (18,95), serta produk

  hasil pengolahan timah dan tembaga (8,81) (“ Perkembangan Ekspor Indonesia Berdasarkan

  Gambar 4.2

  Komposisi Negara Utama Tujuan Ekspor Korea Selatan Tahun 2008

  (sumber: Laporan Atase Deperindag 2009, KBRI Seoul, Korea Selatan)

B. Pertimbangan Indonesia untuk Tidak Melakukan Retaliasi dari Aspek Kekuatan Perdagangan

  Dari diagram yang menunjukan kegiatan ekspor-impor antara Indonesia dan Korea Selatan di atas, dapat dilihat bahwa hubungan ekspor- impor antara Indonesia dan Korea Selatan adalah hubungan yang positif bagi Indonesia karena jumlah ekspor Indonesia ke Korea Selatan lebih besar daripada jumlah impor Indonesia dari Korea Selatan. Namun kondisi seperti ini harus disikapi dengan lebih hati-hati agar retaliasi tidak merugikan bagi Indonesia sendiri selaku Retaliating Country, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap komoditi lain, mengingat sifat retaliasi yang diskriminatif dan menimbulkan dampak injury bagi Non Compliance Country. Misalnya, Indonesia melakukan retaliasi dengan menarik semua produk kertas yang dijual ke pasar Korea Selatan. Terhadap tindakan ini, Korea Selatan justru membalas tindakan Indonesia dengan memberikan hambatan non tarif dengan membatasi kuota produk karet yang diekspor Indonesia ke Korea Selatan. Mengingat produk karet merupakan salah satu komoditi yang paling banyak diekspor ke Korea Selatan, maka pembatasan kuota tersebut akan merugikan Indonesia.

  Selain pertimbangan terhadap kerugian bagi komoditi ekspor-impor antara Indonesia dan Korea Selatan selain kertas, pelaksanaan retaliasi juga harus mempertimbangkan efektivitas dari pelaksanaan retaliasi itu sendiri yang dapat dilihat baik dari sudut pandang Indonesia dan dari sudut pandang Korea Selatan.

  Dari sudut pandang Korea Selatan, dalam tabel 4.1 mengenai data komoditi ekspor Indonesia ke Korea Selatan, dapat dilihat bahwa kertas bukan merupakan komoditi ekspor utama Indonesia ke Korea Selatan. Selain itu, berdasarkan data pasar ekspor produk kertas Indonesia ke seluruh dunia, Korea Selatan juga bukan merupakan pasar utama dari ekspor produk kertas Indonesia. Jika dikaitkan dengan tujuan retaliasi untuk memberikan keseimbangan ekonomi dengan pemberian ganti rugi, maka retaliasi Dari sudut pandang Korea Selatan, dalam tabel 4.1 mengenai data komoditi ekspor Indonesia ke Korea Selatan, dapat dilihat bahwa kertas bukan merupakan komoditi ekspor utama Indonesia ke Korea Selatan. Selain itu, berdasarkan data pasar ekspor produk kertas Indonesia ke seluruh dunia, Korea Selatan juga bukan merupakan pasar utama dari ekspor produk kertas Indonesia. Jika dikaitkan dengan tujuan retaliasi untuk memberikan keseimbangan ekonomi dengan pemberian ganti rugi, maka retaliasi

  Sedangkan dari sudut pandang Indonesia, dalam Pasal 22 ayat (3) huruf d (ii) DSU mensyaratkan bahwa:

“ in applying the above principles ... the broader economic elements related to the nullification or impairment ...”

  Rumusan pasal tersebut mensyaratkan adanya pertimbangan terhadap dampak kerugian ekonomi secara luas akibat tindakan dari non compliance country. Apabila dikaitkan dengan kasus ini, maka unsur ‘ broader economic elements related to the nullification’ tidak terpenuhi karena BMAD yag diberlakukan oleh KTC Korea Selatan hanya berlaku untuk 4 (empat) eksportir produk kertas Indonesia. Hal ini berarti bahwa eksportir produk kertas Indonesia selain 4 (empat) eksportir tersebut masih dapat mengekspor produk kertasnya tanpa dikenakan BMAD. Pengenaan BMAD memang memberikan kerugian bagi Indonesia, hanya saja kerugiannya tidak bersifat meluas sehingga tidak mempengaruhi ekspor kertas secara khusus maupun perdagangan dan perekonomian nasional secara umum.

4.2.4. Aspek Politik

A. Gambaran Hubungan Politik antara Indonesia dan Korea Selatan

  Sistem penyelesaian sengketa perdagangan internasional, khususnya retaliasi, sangat dipengaruhi oleh aspek politik terhadap penentuan efektif Sistem penyelesaian sengketa perdagangan internasional, khususnya retaliasi, sangat dipengaruhi oleh aspek politik terhadap penentuan efektif

  Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Korea Selatan telah dimulai sejak tahun 1973 sementara hubungan konsuler telah dibuka sejak tahun 1966. Kedua negara tersebut berupaya meningkatkan hubungan dan kerja sama, baik bilateral, regional, maupun multilateral. Hubungan dan kerja sama bilateral diarahkan kepada kerja sama strategis. Hal ini dibuktikan pada tahun 2006, Indonesia dan Korea Selatan menandatangani Joint Declaration on Strategic Partnership to Promote Friendship and Cooperation between Republic of Indonesia and the Republic of Korea (Joint Declaration). Di samping Joint Declaration, kedua negara tersebut . Di samping Joint Declaration, Kedua negara juga memiliki sejumlah forum dan atau modalitas dalam rangka kerja sama bilateral seperti:

   Pertemuan Working Level Task Force (WLTF);  Joint Task Force on Economic Cooperation pada tahun 2007;  Working Level Task Force Meeting (WLTFM ) pada tahun 2008;  Joint Economic Committee (WLTFM) Tingkat Menteri Ekonomi.

  Hubungan dan kerja sama politik yang difokuskan pada pertumbuhan ekonomi melalui investasi antara Indonesia dan Korea Selatan berjalan sangat baik dan dapat dikatakan hampir tidak ada permasalahan yang cukup serius. Peningkatan hubungan dan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan didukung antara lain oleh sifat komplementaritas sumber daya dan keunggulan yang dimiliki masing-masing serta proses kemajuan ekonomi dan politik kedua negara yang sangat baik yang membuka peluang kerja sama di berbagai sektor semakin terbuka lebar. Bagi Indonesia, Korea Selatan menawarkan peluang yang baik sebagai sumber modal investasi, teknologi dan produk-produk teknologi. Korea Selatan menjadi alternatif sumber teknologi khususnya di bidang heavy industry, IT dan Hubungan dan kerja sama politik yang difokuskan pada pertumbuhan ekonomi melalui investasi antara Indonesia dan Korea Selatan berjalan sangat baik dan dapat dikatakan hampir tidak ada permasalahan yang cukup serius. Peningkatan hubungan dan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan didukung antara lain oleh sifat komplementaritas sumber daya dan keunggulan yang dimiliki masing-masing serta proses kemajuan ekonomi dan politik kedua negara yang sangat baik yang membuka peluang kerja sama di berbagai sektor semakin terbuka lebar. Bagi Indonesia, Korea Selatan menawarkan peluang yang baik sebagai sumber modal investasi, teknologi dan produk-produk teknologi. Korea Selatan menjadi alternatif sumber teknologi khususnya di bidang heavy industry, IT dan

  Data menunjukkan bahwa nilai realisasi investasi Korea Selatan di Indonesia terus meningkat sejak tahun 2008 hingga tahun 2013 dan di akhir tahun 2013, nilai investasi dari Korea Selatan telah meningkat hingga

  mencapai US 2,2 miliar 277 . Nilai tersebut telah menempatkan Korea Selatan sebagai investor terbesar ke-4 setelah Jepang, Singapura dan

  Amerika Serikat.

  Investasi Korsea Selatan di Indonesia terutama pada sektor industri elektronik, telekomunikasi, konstruksi, otomotif, pertambangan, migas, air bersih, perbankan dan perhotelan. Beberapa investor besar dari Korea Selatan seperti POSCO, Hankook Tire, Lotte Group dan Cheil Jedang

  Group telah berinvestasi di Indonesia 278 . Hal tersebut membuktikan adanya kepercayaan yang tinggi dari para investor Korea Selatan kepada Indonesia.

  Investasi oleh perusahaan besar tersebut telah membawa perusahaan- perusahaan Korea Selatan lainnya untuk ikut berinvestasi di Indonesia.

B. Analisis Pertimbangan Indonesia untuk Tidak Melakukan Retaliasi dari Aspek Politik

  Dari data di atas, dapat dilihat bahwa hubungan politik antara Indonesia dan Korea Selatan berjalan sangat baik, bahkan hubungan baik tersebut masih tetap dijaga meskipun Indonesia dan Korea Selatan sedang menghadapi sengketa perdagangan internasional. Sifat diskriminatif serta luasnya dampak dari retaliasi merupakan hal yang dapat mengganggu hubungan politik antara Indonesia dan Korea Selatan yang pada akhirnya justru akan merugikan Indonesia. Politik Indonesia dan Korea Selatan yang berfokus pada investasi, menjadikan investasi sebagai sektor strategis. Kondisi ini di satu sisi menguntungkan Indonesia namun di sisi lain harus diperhatikan secara hati-hati agar tidak digunakan Korea Selatan untuk

  277 “Bilateral RI-Korsel,” http:kbriseoul.krkbriseoulindex.phpidindokor , diakses tanggal 15 November 2014.

  merugikan Indonesia. Terkait dengan pelaksanaan retaliasi, apabila Indonesia melakukan retaliasi terhadap Korea Selatan, maka akan mempengaruhi investasi Korea Selatan di Indonesia khususnya di bidang elektronik. Retaliasi yang dilaksanakan Indonesia akan menimbulkan injury bagi Korea Selatan sehingga tidak tertutup kemungkinan, untuk menutupi injury tersebut, Korea Selatan akan melakukan pembalasan dengan menarik investasinya dari Indonesia.

  Dari penjelasan mengenai analisis pertimbangan Indonesia untuk tidak melakukan retaliasi jika dikaitkan dengan tujuan retaliasi, dapat disimpulkan bahwa Indonesia sangat berfokus pada penggunaan retaliasi untuk tujuan rebalancing terhadap kerugian ekonomi yang diderita Indonesia dengan dikenakannya BMAD terhadap 4 (empat) eksportir produk kertas Indonesia ke Korea Selatan.

  Implikasi dari berfokusnya Indonesia pada tujuan rebalancing adalah pertimbangan yang diambil Indonesia dalam menentukan sikap untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan retaliasi, sangat dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi jangka pendek, seperti bagaimana retaliasi dapat mencapai penggantian atas kerugian yang diderita Indonesia selama diberlakukannya BMAD, bagaimana retaliasi tidak mengganggu kegiatan ekspor-impor komoditi- komoditi lain antara Indonesia dan Korea Selatan, serta bagaimana retaliasi tidak mengganggu hubungan Indonesia dan Korea Selatan yang akan berpengaruh pada langkah-langkah politik yang diambil oleh kedua negara, dalam ini politik antara Indonesia dan Korea Selatan difokuskan pada peningkatan ekonomi melalui investasi.

  Hal-hal tersebut memang perlu untuk dipertimbangkan mengingat posisi Indonesia sebagai negara berkembang serta kondisi perekonomian Indonesia tidak sebaik Korea Selatan. Namun terlepas dari pertimbangan tersebut, apabila dilihat dari segi hukum, posisi Indonesia sebenarnya lebih kuat jika dibanding dengan Korea Selatan, mengingat Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat dan sah Hal-hal tersebut memang perlu untuk dipertimbangkan mengingat posisi Indonesia sebagai negara berkembang serta kondisi perekonomian Indonesia tidak sebaik Korea Selatan. Namun terlepas dari pertimbangan tersebut, apabila dilihat dari segi hukum, posisi Indonesia sebenarnya lebih kuat jika dibanding dengan Korea Selatan, mengingat Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat dan sah