Implementasi Hasil Panel DSB WTO oleh Korea Selatan
3.7. Implementasi Hasil Panel DSB WTO oleh Korea Selatan
3.7.1. Sidang Panel Pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) DSU
Setelah Panel DSB memutuskan bahwa pengenaan BMAD oleh Korea Selatan tidak sesuai dengan ADA, Panel DSB meminta Korea Selatan untuk menyesuaikan ketentuan anti dumping dengan ADA. Panel menentukan bahwa Korea Selatan harus menyesuaikan ketentuan anti dumping tersebut
sampai tanggan 28 Juli 2006 213 . SMG dan Atase Perindustrian dan Perdagangan (Atperindag)
Seoul
menerima dokumen
KTC’s
Implementation Report (Public Notice No. 2006-105 of the Korean Ministry
of Finance and Economy) pada tanggal 27 Juli 2006 sebagai bentuk
implementasi Korea Selatan terhadap putusan Panel DSB. Terhadap laporan
212 Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementrian Perdagangan Indonesia, Kasus Pertama Tuduhan Dumping Copy Paper Indonesia oleh Korea Selatan, (Jakarta:
Subdit Pelayanan Pengaduan Direktorat Pengamanan Perdagangan, 2010), hlm. 5.
213 Korea – Anti-Dumping Duties on Imports of Certain Paper From Indonesia, 213 Korea – Anti-Dumping Duties on Imports of Certain Paper From Indonesia,
melaksanakan putusan Panel DSB 214 . Agreement tersebut telah ditandatangani oleh kedua pihak pada tanggal 17 Agustus 2006 dan telah
dimasukkan sebagai agenda sidang DSB pada tanggal 1 September 2006. Dalam sidang tersebut, Indonesia mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelaksanaan putusan Panel DSB oleh Korea Selatan sehingga Indonesia akan mengambil tindakan sesuai dengan Pasal 21 ayat (5) DSU. Terhadap permintaan tersebut, Ketua DSB WTO menyetujuinya dan pada tanggal 5 Februari 2007, DSB membentuk Panel dengan komposisi yang sama dengan Panel awal. Sidang Ppanel tersebut dilaksanakan pada tanggak 24-25 April
Berbeda dengan sidang sebelumnya, sidang ini hanya dilaksanakan sekali di Jenewa. Inti permasalahan yang diajukan oleh Indonesia adalah perihal keengganan KTC untuk menggunakan interest rate AF selaku trading company bagi Riau Andalan Kertas, sebagai data sekunder untuk CMI selaku trading company bagi Indah Kiat dan Pindo Deli, dalam menghitung Constructed Value. Indonesia berpendapat bahwa dasar penggunaan interest rate AF sama dengan CMI sehingga tidak tepat apabila
214 Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementrian Perdagangan Indonesia, loc.cit. hlm. 6
margin dumping yang dihasilkan akan de minimis sehingga pengenaan BMAD harus dihentikan 217 .
Korea Selatan membantah bahwa dikarenakan Pindo Deli dan Indah Kiat tidak menyampaikan laporan keuangan CMI, maka KTC tidak mengetahui aktivitas CMI yang sebenarnya, yaitu apakah CMI hanya sebagai trading company atau juga sebagai produsen. Oleh karena itu, adalah hal yang sah apabila KTC menggunakan Best Information Available (BIA) dengan interest rate dari AF saat memperlakukan CMI sebagai trading company dan interest rate dari Riau Andalan Kertas saat memperlakukan CMI sebagai produsen. KTC juga menambahkan bahwa KTC memperoleh bukti yang didapat dari laporan Dataindo Inti Swakarsa
(DIS) bahwa CMI juga beraktivitas sebagai produsen 218 . Dalam sidang Panel ini, Panel memutuskan untuk kembali memenangkan pihak Indonesia
namun Korea Selatan tetap tidak melaksanakan hasil Panel DSB tersebut dan tetap mengenakan BMAD sebesar 7,72 bagi AF dan SMG 219 .
3.7.2. Tindak Lanjut Hasil Panel Pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) DSU
Melihat kondisi Korea Selatan yang tetap tidak mau melaksanakan hasil Panel DSB, maka diadakan sidang kedua dan pada tanggal 22 Juni 2007, Ketua Panel DSB WTO kembali memenangkan pihak Indonesia terkait dengan penerapan anti dumping oleh Korea Selatan. Laporan Panel dari sidang tersebut diterbitkan tanggal 28 September 2007 yang pada
216 Indonesia berpendapat bahwa penggunaan interest rate Riau Andalan Kertas sebagai dasar perhitungan constructed value bertentangan dengan Pasal 2 ayat (2) ADA tentang
perhitungan dumping dan Pasal 6 ayat (8) ADA serta Annex II ADA tentang penggunaan Best Information Available.
217 Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementrian Perdagangan Indonesia, loc.cit., hlm. 6.
218 Ibid.
intinya menyatakan bahwa KTC telah menyalahi ketentuan ADA dalam menghitung margin dumping untuk Indah Kiat dan Pindo Deli 220 . Setelah
keluarnya hasil Laporan Panel DSB WTO, Indonesia dan Korea Selatan melaksanakan pertemuan bilateral untuk membahas hasil Laporan Panel DSB WTO dan Indonesia dalam pendapat hukumnya menyatakan bahwa Indonesia perlu untuk meminta otorisasi dari DSB terkait dengan
penggunaan hak untuk retaliasi sesuai dengan Pasal 22 ayat (2) DSU 221 .
Pada akhirnya, Menteri Perdagangan RI dalam surat Nomor 200M DAG22008 perihal tindak lanjut hasil panel sengketa dumping Indonesia- Korea Selatan, menyampaikan pertimbangannya agar Indonesia tidak mengajukan permohonan untuk mendapatkan otorisasi dalam penggunaan
hak retaliasi tersebut 222 . Namun, menanggapi sikap Indonesia tersebut, Korea Selatan dalam Report on Implementation of WTO Compliance Panel
Decision justru semakin gencar dalam melakukan pengenaan BMAD terhadap produk kertas Indonesia. Terhadap laporan Korea Selatan tersebut, Indonesia melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP), melakukan konsultasi dengan Advirsory Centre on WTO Law (ACWL) perihal apakah Indonesia masih memiliki hak untuk melakukan retaliasi dan sejauh mana efektifitasnya. Hasil konsultasi dalam surat kepada Dirjen KPI dengan
Nomor 366DPP-1XI2008 adalah sebagai berikut 223 :
a. ACWL menyarankan agar pemerintah Indonesia dan SMG tidak perlu menanggapi hasil Report on Implementation of WTO Compliance Panel Decision karena laporan tersebut tidak mengurangi hak Indonesia sebagai pihak yang dimenangkan. Ada 2 (dua) alternatif yang dapat dilakukan Indonesia, yaitu Indonesia masih memiliki hak untuk meminta Panel melakukan sidang pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) DSU atau Indonesia masih berhak
220 Ibid.
221 Ibid., hlm. 7.
222 Ibid.
untuk membawa kasus ini ke badan Arbitrase WTO untuk pelaksanaan retaliasi.
b. Apabila Indonesia memilih untuk melaksanakan sidang Panel, maka pelaksanaan sidang akan sama seperti sidang Panel pada tahun 2007 sedangkan apabila Indonesia memiliki untuk retaliasi, maka badan Arbitrase yang ditunjuk DSB harus mengkaji ulang Report on Implementation of WTO Compliance Panel Decision.
c. Jika Indonesia memilih untuk retaliasi, maka pelaksanaannya harus segera setelah hasil sidang pada tanggal 22 Oktober 2007 lalu dan DSB harus menunjuk arbiter untuk menetapkan besarnya retaliasi. Proses ini memakan waktu sekitar 60 (enam puluh) hari.
d. ACWL menduga bahwa KTC berani menyimpulkan dalam Report on Implementation of WTO Compliance Panel Decision, karena yakin bahwa Indonesia tidak akan menggunakan hak untuk melakukan retaliasi.
3.7.3. Perpanjangan Pengenaan BMAD oleh Korea Selatan
Melihat sikap Korea Selatan yang memperpanjang pengenaan BMAD terhadap produk kertas Indonesia, Dirjen KPI melalui surat Nomor 21KPI.612010 tertanggal 8 Januari 2010 yang ditujukan kepada Deputy Minister for Tax and Customs, Ministry of Strategy and Finance Korea Selatan, untuk menolak permintaan perpanjangan pengenaan BMAD dengan alasan SMG dan Ministry of Strategy and Finance telah melakukan
kesepakatan mengenai penyesuaian harga (price undertaking 224 ). DPP- Ditjen KPI melalui surat Nomor 40KPI.6.3I2010 tertanggal 28 Januari
224 Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementrian Perdagangan Indonesia, Profil Kasus Tuduhan Dumping Review Korea Selatan terhadap Produk PPC (Plain
Paper Cpoier Business Information Paper), WF (Uncoated Wood-free Printing Paper), dan Uncoated Wood-free Paper In A Form of Roll, Sheet, or Other Asal n, (Jakarta: Subdit Pelayanan
2010 juga meminta bantuan ACWL untuk dapat memberikan pendapat hukum terkait Sunset Review ini. Pendapat tersebut adalah sebagai
berikut 225 :
a. Penyesuaian harga yang dilakukan oleh SMG tidak berpengaruh terhadap hak-hak Indonesia di WTO seperti misalnya hak untuk melakukan retaliasi maupun mempertanyakan pelaksanaan keputusan pengenaan BMAD yang kedua.
b. Opsi lainnya adalah Indonesia memberi tanda kepada Korea Selatan bahwa Indonesia tidak akan ragu untuk melakukan permintaan dispute settlement baru apabila Sunset Review tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan ADA.
Selain itu, Indonesia juga berinisiatif untuk mengadakan pertemuan bilateral dengan Korea Selatan yang disampaikan kepada Korea Selatan melalui surat Nomor 148KPI.6SD22010 pada tanggal 22 Februari 2010. Dalam surat tersebut, Indonesia, pada intinya, menegaskan sikap Indonesia yang menginginkan agar Korea Selatan menutup kasus Sunset Review dan apabila tidak dilakukan, Indonesia akan membawa kembali kasus ini ke DSB. Sebelum melaksanakan pertemuan bilateral dengan Korea Selatan, Indonesia sudah menyiapkan 2 (dua) alternatif tindakan yang akan diambil
Indonesia, yaitu 226 :
a. Alternatif 1: Indonesia mengikuti dengan cermat penyelidikan kasus Sunset Review yang dilakukan Korea Selatan dan mengajukan permintaan konsultasi dengan Korea Selatan di tingkat Direktur Jenderal dan hearing dengan otoritas dumping Korea Selatan. Jika tidak tercapai kesepakatan dalam konsultasi tersebut dalam jangka waktu tertentu, Indonesia akan mengusulkan untuk
225 Ibid., hlm. 3.
menyerahkan kasus ini ke Arbitrase WTO dan kedua pihak harus menghormati hasil Arbitrase tersebut.
b. Alternatif 2: seperti yang diusulkan oleh SMG, Indonesia akan membawa langsung kasus ini ke DSB WTO. Terhadap alternatif ini, Indonesia tidak terlalu yakin akan melakukannya, mengingat hasil Panel DSB lalu yang tidak konklusif dan terdapat kemungkinan Korea Selatan tetap tidak melaksanakan hasil Panel. Di samping itu, apabila Indonesia akan benar-benar melaksanakan retaliasi, maka dikhawatirkan Korea Selatanakan membalas dengan tindakan ekonomi lainnya terhadap Indonesia.
Terhadap kedua alternatif tersebut, pada tanggal 18 Maret 2010, Menteri Perdagangan Indonesia memutuskan untuk melaksanakan alternatif pertama terlebih dahulu. Keputusan ini disampaikan oleh Dubes RI untuk WTO kepada Korea Selatan melalui pertemuan informal pada tanggal 23
Maret 2010. Hasil dari pertemuan tersebut adalah sebagai berikut 227 :
a. Korea Selatan menyatakan bahwa proses penyelidikan Sunset Review yang diajukan atas petisi industri domestik Korea Selatan, telah sesuai dengan peraturan nasional Korea Selatan dan ADA serta tidak bersifat diskriminatif karena tindakan ini juga diberlakukan terhadap Cina.
b. Terkait dengan tindak lanjut pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) DSU dalam sengketa ini, di mana pada dasarnya Indonesia dapat melakukan retaliasi terhadap tindakan Korea Selatan tersebut, Korea Selatan berpendapat bahwa tindakan retaliasi tersebut tidak tepat karena Panel menyatakan Korea Selatan haya melanggar ADA dari aspek prosedural dan bukan hal yang bersifat substantif.
c. Korea Selatan menyatakan bahwa eksportir Indonesia yang justru tidak bersikap kooperatif selama proses penyelidikan dan terkait dengan penyesuaian harga, Korea Selatan juga telah memenuhi permintaan Indonesia. Namun selama periode pelaksanaan penyesuaian harga, justru impor asal Indonesia semakin meningkat sebesar 8.
d. Korea Selatan berharap agar penyelesaian kasus dilakukan dengan lebih persuasif dan menegaskan bahwa penyelidikan tersebut telah sesuai dengan ADA. Korea Selatan juga berjanji akan mempertimbangkan concern Indonesia tersebut dalam surat Nomor 148KPI.6SD22010 pada tanggal 22 Februari 2010.