174
4.6. Temuan Studi
Berdasarkan hasil analisis terhadap penelitian dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi pada rute trayek angkutan umum bersumber dari tidak
efisiennya penetapan rute, overlapingnya rute pada ruas jalan-jalan utama dan lain-lain. Temuan-temuan yang diperoleh dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola perkembangan kawasan pinggiran yang ada di Kota Palembang cendrung mengarah
pada pola
pengembangan leap
frog development
dimana perembetan fisik kota terjadi secara menyebar tumbuh diantara lahan-lahan
non urban. Keadaan ini menyulitkan pemerintah untuk dapat menyediakan sarana prasarana angkutan umum karena pembiayaan yang dikeluarkan tidak
sebanding dengan jumlah penduduk. 2. Potensi pergerakan penduduk Kota Palembang masih terkonsentrasi pada
pusat kota. Dari data pasangan zona asal tujuan terlihat bahwa dominannya jumlah perjalanan penduduk Kota Palembang menuju pusat kota. Hal ini
menjelaskan bahwa persebaran fasilitas kota tidak merata, dimana sebagian besar fasilitas kota masih terkonsentrasi pada kawasan pusat kota. Disamping
itu pola perjalanan penduduk Kota Palembang dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari memperlihatkan pola radial, dimana penduduk pinggiran kota
melakukan perjalanan menuju ke pusat kota. 3. Dari cara melakukan perjalanan, menggunakan angkota merupakan cara yang
banyak dipilih oleh penduduk kota 58,77. Hal ini menegaskan bahwa angkutan kota merupakan sarana angkutan umum yang sangat dibutuhkan
175
dalam mendukung aktivitas pergerakan penduduk Kota Palembang. Sehingga keberadaan rute angkutan umum yang efektif dan efisien sangat dibutuhkan.
4. Tingginya persentase maksud melakukan perjalanan untuk sekolahkuliah dan bekerja 59,80 menunjukkan bahwa fluktuasi jumlah aktivitas pergerakan
penduduk Kota Palembang untuk setiap harinya cenderung konstan, karena perjalanan untuk maksud bekerja, sekolahkuliah merupakan kegiatan yang
dilakukan setiap hari secara kontinunitas. Hal ini mengindikasi bahwa pergerakan akan menjadi padat pada saat jam-jam sibuk, yaitu; pada saat
penduduk kota melakukan aktivitasnya untuk bekerja dan sekolahkuliah pada pagi, siang dan sore hari pergi dan pulang kerjasekolah. Sedangkan diluar
jam-jam sibuk aktivitasnya penduduk berkurang demand rendah. 5. Pengguna angkutan umum yang paling dominan hampir di seluruh zona
adalah dari golongan usia 5-19 tahun 51,56 yaitu dari kalangan pelajarmahasiswa 59,80 dengan maksud perjalanan yang paling dominan
adalah untuk tujuan sekolahkuliah 38.76, dengan tingkat penghasilan keluarga pengguna angkutan umum yang paling banyak adalah 33,65
berpenghasilan Rp. 1.500.000-Rp. 2.000.000,-. 6. Kondisi eksisting jaringan trayek angkutan kota di Kota Palembang,
menunjukkan bahwa adanya overlaping trayek pada ruas-ruas jalan yang dilalui oleh rute trayek angkutan umum. Adanya kecenderungan rute-rute
yang ada melalui ruas jalan-jalan utama, 40,19 rute-rute yang ada melalui ruas jalan arteri primer. Beberapa trayek melalui rute pada ruas jalan yang
sama dan saling berhimpit dan menumpuk pada jalan utama, yang berdampak
176
terhadap pelayanan rute trayek angkota di Kota Palembang, yaitu terjadinya penumpukan angkota pada ruas-ruas jalan tertentu yang mengakibatkan
terakumulasinya jumlah kendaraan angkota. Akibatnya volume lalu lintas bertambah dan berkurangnya kecepatan pada ruas-ruas jalan tersebut yang
mengakibatkan berkurangnya kinerja trayek. 7. Dari 400,61 KM2 luas wilayah yang ada di Kota Palembang, 78,63 belum
terlayani oleh rute angkutan umum dimana 37,25 dari kawasan permukiman yang ada di Kota Palembang belum terlayani oleh rute angkutan umum. Hal
ini menunjukkan bahwa rute-rute yang ada belum sepenuhnya memenuhi pergerakan yang ada di Kota palembang.
8. Hasil analisis pencapaian lintasan rute dapat dijelaskan bahwa kondisi aksesibilitas di Kota Palembang adalah sebagai berikut:
a. Cara pencapaian dengan berjalan kaki terbesar terdapat pada pada zona 10, yang merupakan kawasan campuran yang meliputi kawasan pertanian,
perdagangan dan jasa serta permukiman. Tingginya cara pencapaian dengan jalan kaki tersebut terjadi karena masyarakat dapat dengan mudah
menggunakan atau akses ke suatu rute trayek angkota. b. Cara pencapaian dengan berjalan kaki cukup besar terjadi pada zona 2,
zona 3, zona 1 dan zona 4 yang merupakan kawasan campuran yang meliputi kawasan pendidikan, perkantoran, pelabuhan udara, terminal
regional, perdagangan dan jasa serta permukiman. c. Sedangkan cara pencapaian dengan berjalan kaki terendah terdapat pada
zona 7, zona 8, zona 5, dan zona 6, yang merupakan kawasan campuran
177
yang meliputi kawasan industri poluktif berat, transpotasi sungai, perkantoran, perdagangan dan jasa serta permukiman.
9. Pola rute
pelayanan angkutan
umum di
Kota Palembang
hanya menghubungkan zona pusat kota dengan pinggiran kota. Belum ada trayek
dengan rute yang menghubungkan secara langsung antar zona pinggiran kota tanpa harus melalui zona pusat kota. Sehingga seseorang harus melakukan
perpindahan angkutan umum untuk mencapai tujuannya. Dari hasil analisis
perpindahanpergantian angkutan umum, menunjukkan bahwa sebagian besar responden 60,40 menyatakan mereka tidak melakukan perpindahan
angkota untuk mencapai tujuannya, sedangkan 38,79 menyatakan bahwa mereka harus melakukan satu kali sampai dengan dua kali perpindahan
angkota untuk mencapai tujuannya dan 0,81 menyatakan bahwa mereka harus melakukan dua kali atau lebih perpindahanpergantian angkota untuk
mencapai tujuannya Perpindahan angkota tersebut dilakukan karena tempat tinggal mereka
berada cukup jauh dari jangkauan pelayanan angkota, danatau lokasi aktivitas mereka tidak berada pada satu rute angkota yang sama sehingga mereka harus
melakukan perpindahan angkutan dan berganti rute angkota. 10. Dari hasil superimpose dari beberapa peta, masih banyak zona yang belum
terlayani oleh rutelintasan angkutan umum, terutama kawasan permukiman yang letaknya menyebar ditengah-tengah lahan non urban lahan pertanian,
perkebunan, dll. Berdasarkan jumlah bangkitan dan tarikan pergerakan di Kota Palembang dan pelayanan rute angkutan umum eksisting, maka didapat
178
zona yang potensial untuk dilayani namun karena luas cakupan dari buffer atau jangkauan sesuai standar yang dilakukan tidak terlayani secara
keseluruhan, adalah zona 5, zona 6, zona 8 dan zona 4. Berdasarkan informasi diatas dapat dijelaskan bahwa kebutuhan akan
angkutan umum di wilayah kota Palembang masih sangat diperlukan sebagai sarana transportasi alternatif untuk mendukung aktivitas pergerakan sehari-hari
bekerja, sekolahkuliah, belanja dan lainnya, dimana 58,77 masyarakat kota Palembang masih menggunakan angkutan umum sebagai sarana transportasi
mereka. Pola perkembangan kawasan pinggiran kota Palembang cenderung
membentuk pola leap frog development, dimana dengan pola perkembangan leap frog development
ini berimplikasi pada sulitnya dalam penyediaan sarana dan prasarana transportasi. Keadaan demikian jelas akan tidak menguntungkan bagi
pemerintah kota, karena pembangunan sarana dan prasarana transportasi serta fasilitas kekotaan lainnya akan menjadi kurang efektif, karena besarnya biaya
yang dikeluarkan akan ridak sebanding dengan jumlah penduduk yang dilayani. Hal ini dapat dilihat dari tingginya persentase lahan terbangun yang belum
terlayani, yaitu sebesar 47,16, hal ini diperkuat dari hasil analisis jumlah rute terdekat dari tempat asal menunjukkan bahwa kawasan permukiman yang belum
terlayani oleh lintasan rute angkutan umum di Kota Palembang yaitu sebesar 37,25 dari luas permukiman, dimana kawasan yang belum terlayani tersebut
merupakan kawasan yang berada jauh dari jangkau pelayanan lintas rute angkutan umum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.21 berikut.
179
Gambar 4.21 Temuan Studi Pelayanan Rute AU Di Kota Palembang
180
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan