BABAD BERDIRINYA KRATON MATARAM HADININGRAT

BABAD BERDIRINYA KRATON MATARAM HADININGRAT

Ramalan Sakti Kanjeng Sunan Giri Sunan Giri merupakan guru spiritual para raja Jawa. Di tlatah aliran sungai Opak dan Progo, sebelum ta- hun 1000, kebudayaan yang ada banyak dari pengaruh Hindia. Puing candi-candi Syiwa dan Budha, banyak ter- dapat di tlatah Kedu dan Mataram Hadiningrat. Pada abad ke-14, raja Majapahit memerintah Jawa Timur, Mataram merupakan salah satu tanah kekuasaan yang kurang berarti. Jauh sebelumnya, Kanjeng Sunan Giri su- dah meramal bahwa Sutawijaya akan menjadi raja besar di Mataram Hadiningrat. Kisahnya adalah ketika Sultan Hadiwijaya mengajak semua pengikutnya untuk memohon restu kepada Kanjeng Sunan Prapen di Kewalian Giri.

Mereka singgah dan beristirahat di Pendapa Agung dan saat Sang Sunan keluar ke Pendapa, segera Jaka Tingkir bersimpuh di kedua kaki sucinya. Lalu Sang Sunan berkata bahwa Jaka Tingkir akan menjadi Sultan yang mem- bawa amanat dari negeri Demak Bintoro dan diizinkan memindahkan kraton ke Pajang Hadiningrat serta mem- beri gelar Jaka Tingkir sebagai Kanjeng Sultan Hadiwijaya. Kemudian Kanjeng Sunan Giri memanggil Harya Pemanahan dari Mataram Hadiningrat dan berkata suatu saat ia akan menjadi pemimpin semua orang di seluruh pulau Jawa. Kemudian Sang Sunan meminta dibuatkan sebuah telaga pemandian kepada semua yang hadir. Mereka semua menyiapkan perlengkapan dan membuat telaga. Beberapa hari kemudian telaga selesai dibuat dan diberi nama Telaga Patut.

Jasa Ki Ageng Pemanahan Terhadap Sultan Pajang Hadiningrat Pajang dibawah kepemimpinan Kanjeng Sultan Hadiwijaya yang adil dan bijaksana, menjadi kraton yang besar. Kekuasaannya hampir meliputi seluruh tanah Jawa.Setelah sekian tahun, usia Sultan Hadiwijaya semakin tua dan semakin surut kekuasaannya. Kemudian dengan suatu tragedi Prambanan, kekuasaan beralih ke tangan Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan di Mataram Hadiningrat. Katangguhan Sutawijaya dalam memimpin perang melawan Harya Penangsang membuktikan kekuatannya bukan hanya pada otak, tapi juga pada kekuatan jasmaniah. Ia bergelar Kanjeng Panembahan, lengkapnya dengan Senopati. Terlalu agung baginya menggunakan seutas kata Kanjeng Sultan sebagaimana pamannya Kanjeng Sultan Hadiwijaya. Pertama, sudah diramalkan oleh Sunan Giri sejak lama akan beralihnya wahyu kekuasaan ini, akan tetapi ia ingin tetap menunjukkan kerenda- hanhatinya dihadapan pamannya. Kedua, ia bukan putra mahkota, bukan priyayi yang berdarah biru kental. Ia hanyalah seorang putra Pemanahan, pejabat lokal sebuah tanah perdikan.sedangkan kata Senapati, ia hanya ingin tunjukkan bahwa dirinya lebih merasa sebagao seorang prajurit, pimpinan perang bukan raja yang luhur pem- impin kraton yang disegani orang banyak.

Ia mengambil ayahnya dan pamannya, Ki Juru Martani sebagai penasehat kraton, yang membawa arah kepemimpinan Jawa dengan mengusung amanah dari demak Bintoro dan Pajang Hadiningrat, yaitu menebarkan ajaran dan syariat Nabi Muhammad saw. Ki Ageng Pamanahan diutus untuk pergi membunuh Harya Pe- nangsang dan jika berhasil akan dijanjikan hadiah tlatah Mataram Hadiwijaya oleh Kanjeng Sultan Hadiwijaya. Setelah berhasil menjalankan tugasnya Ki Ageng Pamanahan mengharapkan hadiah yang akan diberikan Sultan Hadiwijaya. Tapi Ki Ageng Pamanahan tidak segera mendapatkan tanah Mataram Hadiningrat. Kemudian ia pergi menemui Kanjeng Sunan Kalijaga dan menceritakan semuanya. Sunan Kalijaga kemudian mengajak Ki Ageng Pamanahanpergi menemui Sultan Hadiwijaya untuk menagih janjinya. Tapi Sultan Hadiwijaya berat hati untuk memberikan tanah Mataram Hadiningrat, karena teringat akan ramalan Sunan Giri yang mengatakan Ki Ageng Pamanahanakan menjadi raja yang besar di Mataram Hadiningrat dan akan mengalahkannya. Ki Ageng Pamanahanyang mengetahui alasan keberatan hati Sultan Hadiwijaya, kemudian mengucapkan sumpah setia kepadanya dan kesalahpahaman dapat diatasi secara kekeluargaan.

Babad Alas Mentaok Danang Sutawijaya juga terlibat aktif dalam pembukaan alas Mentoak. Alas Mentoak merupakan hadiah yang diberikan Kanjeng Sultan Pajang Hadiningrat kepada Ki Ageng Pamanahan atas jasa-jasanya. Ki Ageng Pa- manahan diberikan bagian membuka alas Mentoak dan memerintah di sana. Ki Ageng Pamanahan segera mem- buat hutan dan terkenal dengan sebutan Ki Ageng Mataram Hadiningrat. Seletah semua siap, Ki Ageng Pama- nahanbersama semua saudaranya menghadap kepada kepada Sultan. Ki Ageng Pamanahan meminta pamit, beri- kut anak dan saudaranya semuanya kepada Sultan. Ki Ageng Pamanahan,anak istrinya, dan saudaranya semua sudah berangkat meninggalkan Pajang. Rombongan tampak panjang sekali dan mereka meninggalkan rumah tinggalnya di Pajang Hadiningrat. Raja Pajang Hadiningrat, pengganti Kanjeng Sultan Trenggana dari Demak Bintoro, pada perempat ketiga abad 16, mengutus pasukannya, pejabat di Pemanahan, ke tlatah Mataram Hadin- ingrat, dengan tujuan memesukannya ke dalam tlatah islam dan membangun tlatah islam di sana. Pada perempat ketiga abad 16 tlatah inti Mataram Hadiningrat sebagian besar masih belum berpenduduk dan tanahnya belum dikerjakan orang. Baik Sultan Pajang Hadiningrat maupun pejabat di Pemanahan mengetahui sesuatu mengenai Babad Alas Mentaok Danang Sutawijaya juga terlibat aktif dalam pembukaan alas Mentoak. Alas Mentoak merupakan hadiah yang diberikan Kanjeng Sultan Pajang Hadiningrat kepada Ki Ageng Pamanahan atas jasa-jasanya. Ki Ageng Pa- manahan diberikan bagian membuka alas Mentoak dan memerintah di sana. Ki Ageng Pamanahan segera mem- buat hutan dan terkenal dengan sebutan Ki Ageng Mataram Hadiningrat. Seletah semua siap, Ki Ageng Pama- nahanbersama semua saudaranya menghadap kepada kepada Sultan. Ki Ageng Pamanahan meminta pamit, beri- kut anak dan saudaranya semuanya kepada Sultan. Ki Ageng Pamanahan,anak istrinya, dan saudaranya semua sudah berangkat meninggalkan Pajang. Rombongan tampak panjang sekali dan mereka meninggalkan rumah tinggalnya di Pajang Hadiningrat. Raja Pajang Hadiningrat, pengganti Kanjeng Sultan Trenggana dari Demak Bintoro, pada perempat ketiga abad 16, mengutus pasukannya, pejabat di Pemanahan, ke tlatah Mataram Hadin- ingrat, dengan tujuan memesukannya ke dalam tlatah islam dan membangun tlatah islam di sana. Pada perempat ketiga abad 16 tlatah inti Mataram Hadiningrat sebagian besar masih belum berpenduduk dan tanahnya belum dikerjakan orang. Baik Sultan Pajang Hadiningrat maupun pejabat di Pemanahan mengetahui sesuatu mengenai

Biografi Ki Ageng Pemanahan Ketika wangsa Raja Mataram Hadiningrat berada di puncak kejayaanya pada abad ke-17 dan 18, para pu- jangga kraton berlomba-lomba mengetengahkan betapa tinggi keningratan dan betapa tua asal usul moyang raja. Ki Ageng Pamanahan adalah cucu pejabat di Sela, yaitu Ki Ageng Ngenis, seorang pengikut Pajang Hadiningrat. Ia tinggal di Lawiyah sebelah timur istana Pajang Hadiningrat. Sebagai prajurit ia berjasa dalam pasukan Sultan Pajang Hadiningrat. Ki Ageng Pamanahan dan putranya, yang kelak menjadi Kanjeng Panembahan Senopati Mataram Hadiningrat, mempunyai peran yang besar dalam mencapai kemenangan atas Harya Penangsang dari Jipang. Sebagai hadiah atas jasanya, ia dianugerahi tlatah Mataram Hadiningrat oleh Sultan Pajang Hadiningrat. Pada abad ke-17, raja-raja Mataram Hadiningrat sudah menganggap tlatah kecil Sela di Grobegan sebagai tanah asal wangsa raja mereka. Sesudah berakhirnya perang Pajang Hadiningrat melawan Jipang pada tahun 1558, Ki Ageng Pamanahanmulai bekerja di Mataram Hadiningrat. Pada tahun 1577, ia menempati istana barunya di Kotagede. Ia meninggal pada tahun 1583 atau 1584. Ki Ageng Pamanahan sudah bertindak sebagai Raja Mata- ram Hadiningrat yang merdeka. Selama hidupnya ia seorang kadipaten Sultan Pajang Hadiningrat yang taat dan patuh.

Proklamasi Berdirinya Kraton Mataram Hadiningrat Ki Ageng Pamanahan adalah ayah kandung Kanjeng Panembahan Senopati. Ki Ageng Pamanahan tidak memakai gelar yang lebih tinggi dari Ki Ageng Mataram Hadiningrat. Tetapi, anaknya, yang juga sebagai peng- gantinya, sewaktu diangkat di Pajang Hadiningrat telah diberi nama dan sekaligus gelar Senopati ing Alaga oleh Sultan Pajang Hadiningrat. Senopati Mataram Hadiningrat yang masih muda mengabaikan kewajibannya ter- hadap Sultan Pajang Hadiningrat, ia tidak menghadap raja di kraton untuk memberikan penghormatan taruhan. Ia juga menggagalkan pelaksanaan hukuman yang harus dilakukan atas perintah raja terhadap keluarga Kanjeng Tumenggung di Mayang. Kanjeng Tumenggung Mayang itu adalah ipar Senopati Mataram Hadiningrat. Tinda- kan sewenang-wenang dari bawahan yang membangkang itu, memaksa Sultan Pajang Hadiningrat menggunakan kekerasan senjata terhadap Mataram Hadiningrat. Sebelum terjadi peperangan di dekat Prambanan, suasana kra- ton pecah, karena Gunung Merapi meletus. Kanjeng Sultan Pajang Hadiningrat, dalam perjalanan kembali dari Prambanan ke Pajang, merasa bahwa kratonnya telah berakhir, dan akan diganti oleh trah Mataram Hadiningrat yang akan memerintah seluruh Jawa.

Setelah kembali di kota kraton, Sultan Pajang Hadiningrat tidak lama kemudian meninggal. Menantunya, Sultan Demak Bintoro, memerintah di Pajang Hadiningrat hanya untuk waktu yang singkat. Ia segera digantikan oleh Pangeran Benawa, putra almarhumah raja yang lebih muda, yang bekerjasama dengan Senopati Mataram Hadiningrat. Sesudah Pangeran Benawa menyerahkan kekuasaan di Pajang Hadiningrat kepada Senopati, raja Mataram Hadiningrat yang muda itu dapat menganggap dirinya raja merdeka di Jawa Tengah bagian selatan. Ramalan Kanjeng Sunan Giri yang disampaikan oleh Kanjeng Sultan Pajang Hadiningrat dihadapan Kanjeng Sunan Kalijaga ternyata menjadi catatan khusus bagi Ki Ageng Mataram Hadiningrat. Sabda Kanjeng Sultan Pa- jang Hadiningrat kalau di tlatah Mataram Hadiningrat akan ada Raja Agung yang akan menguasai tanah Jawa, benar-benar menjadi perhatian khusus Ki Ageng Pamanahan. Ternyata kesabaran itu banyak hikmahnya, di tlatah Mataram Hadiningrat sudah ada Raja Agung yang telah menguasai tanah Jawa, yaitu Kanjeng Panembahan Senopati, anak Ki Ageng Pamanahan.