KEMAJUAN KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA KRATON MATARAM HADININGRAT

KEMAJUAN KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA KRATON MATARAM HADININGRAT

Prestasi Mataram Hadiningrat Selama 100 Tahun Berkuasa Kraton Mataram mampu tampil secara struktural dan kultural. Pada paruh kedua abad ke-16 di istana kraton Pajang Hadiningrat terdapat kegiatan sastra, tasawuf, agama dan seni bangunan yang mula-mula timbul di tlatah sepanjang pesisir utara Jawa dan di Jawa Timur. Tetapi, pengaruh Pajang Hadiningrat tidak kelihatan pengaruhnya di kraton Mataram Hadiningrat. Baru raja merdeka yang ketiga di Mataram Hadiningrat yang terkenal sebagai Sultan Agung, mulai berusaha menaikkan martabat kraton dalam bidang kebudayaan. Kegiatan budaya di kraton Mataram Hadiningrat abad 16 menunjukan bahwa kegiatan tersebut merupakan pengaruh dari tlatah pesisir utara dan Jawa Timur. Sultan Agung memperpadukan antara tradisi pesantren islam dengan tradisi Kejawen dalam hal perhitungan tahun. Masyarakat pesantren biasa menggunakan tahun Hijrah, masyarakat Ke- jawen menggunakan tahun Saka.pada tahun 1633 Kanjeng Sultan Agung berhasil menyusun dan mengumumkan berlakunya sistem perhitungan tahun baru bagi seluruh kraton Mataram Hadiningrat, yaitu perhitungan model ini hampir keseluruhannya menyesuaikan dengan tahun Hijrah, berdasarkan atas perhitungan bulan. Namun awal perhitungan tahun Jawa ini tetap pada tahun Saka, yaitu tahun 78 Masehi.

Kanjeng Sultan Agung mendorong proses islamisasi kebudayaan Jawa. Dia mengadakan pembaharuan tata hukum dalam upayah penyesuaian dengan hukum islam, dan memberi kesempatan bagi peranan para ulama da- lam lapangan hukum kraton. Kemudian dia mengambil gelar Sunan, tapi dilepas pada tahun 1641 dan berganti Kanjeng Sultan Agung mendorong proses islamisasi kebudayaan Jawa. Dia mengadakan pembaharuan tata hukum dalam upayah penyesuaian dengan hukum islam, dan memberi kesempatan bagi peranan para ulama da- lam lapangan hukum kraton. Kemudian dia mengambil gelar Sunan, tapi dilepas pada tahun 1641 dan berganti

Diplomasi Dan Konsolidasi Sosial Politik Keunggulan Kanjeng Sultan Agung yaitu kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomasi dengan kraton luar Jawa. Pada zaman Kanjeng Sultan Agung pulalah, ada penyesuaian kalender Jawa dengan kalender Islam. Sengketa antara paham kejawen dengan keislaman dapat dikompromikan secara gemilang oleh Kanjeng Sultan Agung. Kalenderisasi baru ini berlangsung tahun 1633. Kanjeng Sultan Agung mendorong proses islami- sasi kebudayaan Jawa. Dia melakukan pembaharuan dalam bidang hukum yang disesuaikan dengan hukum islam, melembagakan kedudukan ulama secara proporsional dan mengembangkan karya sastra islam. Kanjeng Sultan Agung wafat pada tahun1645 dan dimakamkan di Imogiri.

Pengembangan Kebudayaan Di Mancanegara Wetan Selama kira-kira seratus tahun, dari pertengahan abad 16 sampai pertengahan abad 17, empat orang raja dengan kekuatan dan kekerasan memaksa hampir semua raja Jawa Tengah dan Jawa Timur tunduk kepada kekuasaan tertinggi Mataram Hadiningrat. Pada abad ke-17 dan 18 para sastrawan di kraton beranggapan bahwa kemakmuran mencolok yang dialami Mataram Hadiningrat selam abad pertama sejak berdirinya disebabkan oleh pengaruh tenaga gaib yang melindungi kraton pelosok itu. Kemajuan pesat Mataram Hadiningrat pada abad ke

16 dan 17 itu disebabkan karena pejabat dalam keraton masih segar, penuh semangat, dan tenaga belum di- manfaatkan. Selain itu, kemajuan Mataram Hadiningrat juga disebabkan oleh kemunduran kraton-kraton tua di pesisir.

Mataram mencapai kemenangan mencolok dalam perang melawan kota-kota pelabuhan sepanjang pesisir utara Jawa yang dalam bidang ekonomi lebih maju. salah Satu penyebabnya adalah perpecahan politik di dalam kraton-kraton pesisir Jawa. Berdirinya kraton-kraton islam pertama sepanjang pesisir utara Jawa mula-mula di Jawa Timur, lalu di Jawa Tengah, sejak perempat terakhir abad 15 didalam atau sekitar kota-kota dagang, yang sudah ada pada zaman sebelum islam. Kekuasaan tertinggi Majapahit diakui oleh para pemegang kekuasaan setempat di kraton-kraton bandar, baik sebelum maupun pada zaman islam, sampai pada perempat pertama abad

16. Kanjeng Sultan Trenggana dari Demak Bintoto pada perempat kedua abad 16 berhasil mengusahakan supaya banyak kadipaten Majapahit mengakui dirinya sebagai pejabat tertinggi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Karena kekuasaan politik telah pindah ketangan orang islam di Jawa Tengah dan Jawa Timur, pengakuan Kanjeng Sultan Demak Bintoro sebagai raja Agung zaman baru islam dianggap wajar. Berkat pengaruh Sunan Giri, raja negeri pelosok Pajang Hadiningrat diakui serentak oleh Adipati Jawa Timur sebagai Kanjeng Sultan pada 1581. Sesudah Madiun diduduki, Mataram Hadiningrat dibawah pimpinan Kanjeng Panembahan Senapati berkali-kali melancarkan ekspedi keprajuritan dari Mataram Hadiningrat dan Pajang Hadiningrat menundukkan tlatah-tlatah Jawa Timur dan pesisir. Sultan Agung Membangkitkan Harga Diri Bangsa Jawa

Lalu lintas perdagangan antarbangsa lewat laut yang menyinggahi pesisir utara Jawa sejak dahulu kala merupakan sumber pendapatan bagi kota-kota pelabuhan di tlatah pesisir. Perdagangan laut yang sangat menguntungkan itu ternyata berkaitan dengan dakwah islam di kalangan pelaut dan buruh pada masa itu. Ke- makmuran di kota-kota pelabuhan Jawa pada abad ke-16 bertumpu pada perdagangan. Pelayaran dagang Portu- gis, yang masuk ke tlatah Asia Tenggara sejak permulaan abad 16, telah merugikan kemakmuran kota-kota Lalu lintas perdagangan antarbangsa lewat laut yang menyinggahi pesisir utara Jawa sejak dahulu kala merupakan sumber pendapatan bagi kota-kota pelabuhan di tlatah pesisir. Perdagangan laut yang sangat menguntungkan itu ternyata berkaitan dengan dakwah islam di kalangan pelaut dan buruh pada masa itu. Ke- makmuran di kota-kota pelabuhan Jawa pada abad ke-16 bertumpu pada perdagangan. Pelayaran dagang Portu- gis, yang masuk ke tlatah Asia Tenggara sejak permulaan abad 16, telah merugikan kemakmuran kota-kota

Konsolidasi Kebudayaan Agraris Maritim Abad ke-16 dan 17 antara wong Mataram Hadiningrat dari pantai selatan dan kraton-kraton pesisir utara Jawa ada hubungannya dengan perbedaan demografis antara orang Jawa pesisir selatan dan orang Jawa pantai yang banyak berdarah asing. Pengaruh pendatang baru dari seberang laut tedapat susunan pejabat dalam keraton di Jawa pertama-tama terasa di tlatah pantai. Oleh karena itu, sudah sejak dulu ada perbedaan sifat antara orang Jawa pesisir dan orang Jawa pesisir selatan. Jauh pada zaman kuno telah berlangsung hubungan perdagangan an- tara Cina dan Asia Tenggara. Utusan dari kraton-kraton di Asia Tenggara, hampir tiap tahun datang menghadap kaisar Cina di istana kekaisaran, lazimnya berasal dari tempat-tempat yang dulunya merupakan koloni dagang Cina.

Pertentangan antara keluarga campuran Cina atau Hindia di tlatah pesisir utara dengan orang Jawa pesisir selatan dari zaman kebudayaan pesisir yang menampilkan tokoh-tokoh trah Cina. Pada abad ke-16 dan 17 ada empat macam ciri yang sering terdapat pada satu generasi, yaitu asal usul campuran asing, hubungan dagang dengan tlatah seberang laut, kepemimpinan kelompok islam, dan keikutsertaan dalam kebudayaan pesisir baru yang bercorak islam. Disamping besarnya semangat tempur prang pesisir selatan dan kecilnya keberanian orang Jawa pesisir, perlu juga dipertimbangkan bahwa pada abad 16 dan 17 kesehatan pejabat dalam keraton pesisir diserang oleh penyakit malaria yang endemis. Rakyat yang terus diserang oleh penyakit juga merupakan salah satu sebab kekalahan kraton pesisir dalam perang melawan Mataram Hadiningrat di pesisir selatan.