BABAD KRATON PAJANG HADININGRAT

BABAD KRATON PAJANG HADININGRAT

Biografi Jaka Tingkir Jaka Tingkir adalah pendiri kraton Pajang yang bergelar Sultan Hadiwijaya. Ia putra raja Pengging tera- khir yang dibunuh Kanjeng Sunan Kudus. Waktu masih kecil ia bernama Mas Krebet, karena pada saat lahirnya wayang beber sedang dipertunjukan di rumah ayahnya. Pada masa remaja ia bernama Jaka Tingkir, sesuai dengan nama Tingkir tempat ia dibesarkan. Ia dianggap menguasai masyarakat buaya, seperti kakeknya, Adipati Anda- yaningrat. Jaka Tingkir masuk wangsa Sultan Demak Bintoro karena menikah dengan putri Kanjeng Sultan Trenggana yang muda. Jaka Tingkir adalah cucu Kanjeng Sunan Kalijaga dari Kadilangu, yakni wali yang diang- gap terpenting di antara Wali Sanga. Seorang anak perempuan Kanjeng Sunan Kalijagadiambil oleh Sultan Trenggana sebagai permaisuri muda. Dari pernikahan itu, lahir ratu muda di Pajang Hadiningrat, permaisuri Jaka Tingkir, dan adik laki-lakinya, Raden Mas Timur. Putra Sultan Trenggana yang lahir dari pernikahan yang lebih dulu, diberi posisi sebagai ulama yang bergelar Sunan Prawata.

Pada tahun 1549 Sunan Prawata dihukum atas perintah keponakannya Harya Penangsang dari Jipang yang merasa berhak atas takhat Kraton Demak Bintoro. Harya Penangsang kemudian dikalahkan dalam perang tanding dengan Jaka Tingkir. Kekuaasaan kraton Jipang patah, dan kekuasaan Pajang Hadiningrat sejak saat itu diakui oleh sebagian besar pelosok Jawa Tengah. Harya Penangsang dari Jipang adalah murid Kanjeng Sunan Kudus. Dapat diperkirakan, Jaka Tingkir semakin ingin bertarung dengan Harya Penangsang, karena juga dapat membalas dendam terhadap Sunan Kudus atas pembunuhan terhadap Kebo Kenanga dari Pengging yang juga ayah Jaka Tingkir.

Kejayaan Kesultanan Pajang Hadiningrat Dengan pemerintahan Sultan Hadiwijaya dari Pajang Hadiningrat dimulailah zaman sejarah Jawa yang lebih baru, pada masa ini titik berat politik pindah dari persisir ke pelosok. Beralihnya titik perat politik dari pesisir utara ke pelosok berakibat kemajuan kebudayaan Jawa pada abad 18 dan 19 di kraton para raja Trah Mataram Hadiningrat. Raja Pajang Hadiningrat menjalankan pemerintahanya di Jawa Tengah, baik di sebelah barat maupun timur. Kekuasaan Sultan Pajang Hadiningrat diakui sampai dalam perempatan ketiga abad ke-16 di Kedu dan Bagelan. Kraton Pajang Hadiningrat dalam tahun-tahun terakhir pemerintahan raja Hadiwijaya masih ingin meneguhkan kekuasaannya di tanah pelosok dengan kekerasan senjata. Raja Pajang Hadiningrat memperluas kekuasaannya di tanah pelosok ke arah timur sampai wilayah Madiun, di aliran anak sungai Benga- wan Solo yang terbesar. Sultan Pajang Hadiningrat menganggap Kediri juga sebagai wilayah mahkota kratonnya. Kanjeng Sultan Hadiwijaya dari Pajang Hadiningratpada tahun 1581, sesudah usianya melampaui setengah umur, berhasil mendapatkan pengakuan kekuasaan sebagai raja Islam dan Kanjeng Sultan dari raja-raja terpenting di Jawa Timur dan pesisir timur. Hal itu terjadi pada waktu berlangsung musyawarah khidmat di Giri yang su- dah tua. Yang dihadiri oleh raja-raja dari Japan, Wirasaba, Kediri, Surabaya, Pasuruan, Madiun, Sidayu, Lasem, Tuban, dan Pati. Pada saat itu juga Adipati Jawa Timur dan pesisir bersiap untuk menghadapi Kanjeng sultan Pajang Hadiningrat.

Pengaruh Kraton Pajang Hadiningrat Di Jawa Tengah Selatan Selama pemerintahan Raja Hadiwijaya dari Pajang Hadiningrat, sastra dan kesenian kraton yang sudah maju kebudayaannya di Demak Bintoro dan Jepara lambat laun dikenal di pelosok Jawa Tengah. Di selatan Jawa, dakwah dilakukan oleh Kanjeng Sunan Tembayat, ia masih bersaudara dengan wangsa Sultan Demak Bintoro. Pada zaman raja Hadiwijaya dari Pajang Hadiningrat pada abad 16, Pangeran Karang Gayam menulis sajak mor- alistik Jawa Niti Sruti. Pangeran Karang Gayam mendapat julukan “Pujangga Pajang Hadiningrat”. Dari kisah Niti Sruti dan pengarangnya Pangeran Karang Gayam, dapat disimpulkan bahwa pada zaman Kesultanan Pajang Hadiningrat sastra Jawa juga dihayati dan dihidupkan di Jawa Tengah bagian selatan.

Berakhirnya Kesultanan Pajang Hadiningrat Sultan Pajang Hadiningrat meninggal di taman kratonnya, karena sakit pada tahun 1587. Ia dimakamkan di Butuh, tidak jauh di sebelah barat taman kraton Pajang Hadiningrat dikenal dengan Makam Aji. Yang men- jadi ahli waris Kanjeng Sultan Pajang Hadiningrat adalah 3 putra menantu, yaitu raja di Tuban, Raja di Demak Bintoro, an Raja di Aros Baya, di samping putranya sendiri, ada juga Kanjeng Pangeran Benawa. Kanjeng Sunan Kudus menggunakan wibawa kwrohaniannya agar yang diakui sebagai raja baru bukan anak sultan melainkan Sultan Demak Bintoro yaitu Harya Pangiri, anak sunan Prawata yang terbunuh. Raja kedua di Pajang Hadin- ingrat tinggal di istana, tapi dikelilingi oleh para pejabat istana yang dibawa dari Demak Bintoro. Kanjeng Pan- geran Benawa, putra almarhum Kanjeng sultan pertama (ahli waris pertama), dijadikan raja di Jipang atas anjuran Kanjeng Sunan Kudus. Karena merasa tidak puas dengan nasibnya di lingkungan yang asing, Pangeran Benawa merencanakan persekutuan jahat dengan Senopati Mataram Hadiningrat dan orang Pajang Hadiningrat yang tidak puas akan raja baru yang asing. Sesudah terjadi peperangan singakat tahun 1588, usaha mereka berhasil. Nyawa Sultan Demak Bintoro masih dapat ditolong berkat permintaan belas kasih istrinya dan kemudian dikembalikan ke Demak Bintoro. Kekalahannya dalam peperangan melawan Senopati Mataram Hadiningrat dan Pangeran benawa disebabkan oleh berbaliknya orang Pajang Hadiiningrat yang tidak puas, ke pihak Mataram Hadiningrat. Selain itu prajurit sewaan yang ikut serta dari Demak Bintoro ternyata tidak dapat dipercaya.

Pajang Hadiningrat Di Bawah Trah Mataram Hadiningrat Pangeran Benawa dari Jipang menyerahkan hak atas warisan ayahnya kepada Senopati Mataram Hadin- ingrat. Tetapi Senopati lebih memilih tinggal di Mataram Hadiningrat dan hanya meminta perhiasan emas intan kraton Pajang Hadiningrat. Pangeran Benawa dikukuhkan sebagai Sultan Pajang Hadiningrat dibawah perlin- dungannya. Berakhirlah pemerintahan raja ketiga dari Pajang Hadiningrat setelah Pangeran Benawa meninggalkan kraton untuk membaktikan diri pada agama di Parakan. Kemudian kekuasaan atas Pajang Hadiningrat diipercayakan kepada salah seorang pangeran muda dari Mataram Hadiningrat, yaitu Gagak Bening. Sultan Pa- jang Hadiningrat keempat juga tidak lama memerintah, kira-kira pada tahun 1591, tiga tahun setelah me- merintah, ia meninggal. Sebagai penggantinya, Mataram Hadiningrat yang telah diakui kekuasaannya oleh raja- raja di Jawa Tengah menunjuk Putra Kanjeng Pangeran Benawa sebagai kadipaten Mataram Hadiningrat. Sesudah Senopati meninggal pada tahun 1601, Pangeran Benawa II memerintah Pajang Hadiningrat tanpa kesu- litan besar. Kasultanan Pajang dilanjutkan oleh kraton Mataram.