MANGKUBUMI RANAMANGGALA
V. MANGKUBUMI RANAMANGGALA
Setelah kita baca sejarah perjuangan Pangeran Aria Ranamanggala, kian lama kian terasalah kebesaran pribadi ini dalam sejarah bangsa Indonesia umumnya dan Bantam khususnya. Peninjauan kepada sejarah beliau dan sejarah orang-orang besar pada zaman lampau di Indonesia, haruslah ditinjau kembali oleh bangsa Indonesia sendiri. Karena selama kita masih berpedoman kepada sejarah-sejarah yang dibuat oleh orang Belanda, kita hanya akan mendapati tinjauan yang berat sebelah. Segala sesuatu ditilik dari kacamata orang Belanda.
Sulit sekali kedudukan Bantam pada permulaan masuknya Kompeni Belanda ke tanah air kita ini. Bantamlah negeri yang lebih dahulu dimasuki oleh orang Belanda. Sejak Cornelis de Houtman, Van Neck, sampai kepada datangnya gubernur jenderal yang pertama Pieter Both dan sampai kepada Yan Pieterzon Coen.
Dan Maulana Muhammad mangkat dalam perjuangan hendak merebut Palembang, puteranya yang naik menggantikannya, Abu'l Mafakhir masih berusia lima bulan. Maka terserahlah negeri kepada pimpinan Mangkubumi.
Mulanya Mangkubumi Jayanegara, yang menjadi Mangkubumi juga pada zaman Maulana Muhammad. Beliau ini telah tua dan sikapnya terlalu lemah menghadapi bangsa asing yang telah berduyun datang ke Bantam mencari rempah. Tidaklah sepadan kelemahan Mangkubumi ini dengan besarnya bahaya yang dihadapi. Bukan saja Belanda, bahkan Portugis, Spanyol dan Inggris telah berebut-rebut hendak menanamkan pengaruh di Bantam. Dan setelah Jayanegara wafat, dinaikkan orang adiknya menjadi gantinya. Tetapi tiada berapa lama dia menjabat pangkat itu, terpaksa dima'zulkan oleh bangsawan-bangsawan Bantam, karena kelakuannya tidak baik. Maka naiklah bunda raja sendiri, Nyi Ageng Wanagiri.
Di mana-mana kita berjumpa dalam sejarah di zaman feodal bilamana kaum wanita diberi kekuasaan yang sebesar itu, akan timbullah beberapa hal yang mendukakan hati. Seorang bangsawan dari keluarga kerajaan menjadi suami kepada Nyi Ageng Wanagiri, sehingga sultan cilik itu berayah tiri. Dan dengan halus politik wanita ini, suaminya pula diangkat menjadi anggota majelis Mangkubumi.
Kekayaan negeri ditumpukkan ke dalam istana, untuk kemegahan hidup "orang dalam". Rakyat menderita, raja tidak tahu apa-apa, dan bahaya bangsa asing telah meliputi seluruh Bantam. Tidaklah heran kalau timbul pemberontakan, karena rasa tidak puas rakyat kian lama kian tak dapat dikendalikan lagi. Sehingga dalam tahun 1608 terjadilah pemberontakan besar, dan ayah tiri raja itu pun dibunuh orang.
Pangeran Aria Ranamanggala tampil ke muka! Dia dapat memadamkan kekacauan dan oleh sebab itu, seketika timbul suara memintanya menjadi Mangkubumi, diterimalah permintaan itu dan memang itu yang diingininya.
Naiknya pahlawan besar yang ternama ini, amat tepatlah pada waktunya. Dia melihat bagaimana kemunduran politik dalam negeri Bantam. Dan dia melihat pula bahwa di Mataram beberapa tahun kemudian, telah timbul seorang raja besar, yaitu Sultan Agung, (1613), sedang haus kekuasaan dan melebarkan daerah. Sudah diketahui oleh umum, bahwa Sultan Agung pun ingin hendak merebut Bantam dan memasukkannya dalam satu "Kerajaan Jawa yang Besar". Bahkan Cirebon telah jatuh Naiknya pahlawan besar yang ternama ini, amat tepatlah pada waktunya. Dia melihat bagaimana kemunduran politik dalam negeri Bantam. Dan dia melihat pula bahwa di Mataram beberapa tahun kemudian, telah timbul seorang raja besar, yaitu Sultan Agung, (1613), sedang haus kekuasaan dan melebarkan daerah. Sudah diketahui oleh umum, bahwa Sultan Agung pun ingin hendak merebut Bantam dan memasukkannya dalam satu "Kerajaan Jawa yang Besar". Bahkan Cirebon telah jatuh
Dengan masuknya berduyun-duyun bangsa asing berniaga di pelabuhan Bantam, terutama bangsa Belanda, Ranamanggala menghadapi suatu kenyataan yang harus mendapat penyelenggaraan yang baik. Sejak perniagaan di Bantam terbuka, kekayaan telah melimpah-limpah di Bantam.
Tetapi beliau kian lama kian merasa pula, bahwa orang-orang ini rupanya bukanlah semata-mata hendak berniaga. Di samping berniaga, mereka pun rupanya hendak menanamkan pengaruhnya, hendak mencampuri dengan berangsur-angsur keadaan politik dalam negeri. Apatah lagi sikap mereka yang sombong dan angkuh, bau-bau daripada kefanatikan agama yang mereka bawa dari negerinya, memandang hina kepada orang Islam.
Belanda bukan saja berniaga di Bantam, tetapi telah besar perniagaannya di Maluku dan juga di Johor. Di tempat-tempat yang Kompeni telah berniaga, orang menghadapi kedua keadaan ini. Ekonomi makmur, tetapi Belanda kian lama kian menanamkan pengaruhnya. Tetapi kemakmuran terbatas di kalangan orang atas!
Ranamanggala lebih insaf lagi kemudian, setelah pada tahun 1609 dia telah terlanjur meneken perjanjian dengan orang Belanda, bahwa mereka mendapat "lisensi istimewa" dalam perniagaan di Bantam, lebih daripada bangsa-bangsa yang lain. Setelah perjanjian ditekennya barulah beliau merasa, bagaimana besarnya bahaya yang terkandung dalam perjanjian itu. Apatah lagi dari hari ke hari, Belanda kian lama kian mendesak, supaya perjanjian itu segera dilaksanakan. Lebih lagi kecewa hatinya, demi melihat bahwa perjanjian yang telah ditekennya sendiri itu mendatangkan riang gembira kepada kaum bangsawan Bantam, karena merasa kemewahan mereka terjamin. Dan Sultan sendiri tidak ada pertimbangan apa-apa, hanya lebih suka bersenda-gurau dalam istana dengan selir dan inang pengasuh.
Maka seketika orang Belanda menunggu-nunggu pelaksanaan janji yang telah ditekennya itu, alangkah terkejutnya orang Belanda demi menerima peraturan baru dari Mangkubumi. Yaitu segala cukai perniagaan bangsa asing itu dinaikkan daripada yang biasa. Tidak terkecuali dan tidak ada yang diistimewakan. Orang Belanda boleh berniaga terus di Bantam, tetapi tarif cukai mesti dituruti. Kalau Belanda tidak sanggup memenuhi tarif cukai yang telah ditentukan itu, dengan segala senang hati Mangkubumi akan melepas bangsa Belanda pergi berniaga ke tempat lain, dan bolehlah Bantam ditinggalkan secepat mungkin.
Apatah lagi hati beliau telah sangat cemas, karena kabar-kabar yang beliau terima dari Maluku, dan Johor, menyatakan bahwasanya di negeri-negeri itu Belanda telah mendirikan benteng-benteng yang kuat teguh dari batu.
Sebab itu maka selain dari perintah membayar tarif cukai itu, beliau pun memerintahkan kepada Kompeni Belanda meruntuhkan gedung-gedung besar yang telah mereka dirikan dari batu, di masa pemerintahan Mangkubumi yang lama, dan dilarang pula mendirikan benteng, dengan janji bahwa keamanan orang Belanda dari serangan musuhnya, bangsa Spanyol, akan dijamin dan dilindungi oleh Bantam. Selain dari itu beliau perintahkan pula dengan segera kepada orang-orang Cina yang berniaga lada di Bantam, supaya mereka meruntuhkan gedung-gedung batu yang mereka dirikan, takut akan dijualnya kepada orang Belanda.
Tetapi alangkah kecewa Mangkubumi yang keras hati itu demi didengarnya bahwa dalam satu bagian dari negeri Bantam sendiri, yaitu di Jakarta, telah terjadi hal yang tidak disangka-sangka. Dengan bujuk rayu yang halus, Belanda telah dapat mempengaruhi Pangeran Wijaya Krama, wakil mutlak Kerajaan Bantam yang memerintah Jakarta.