BURUNG TERLEPAS DARI TANGAN

VI. BURUNG TERLEPAS DARI TANGAN

Raffles merasa amat penting mengambil pulau Singapore, supaya dapatlah Kompeni Inggris menyaingi Belanda yang kian sehari kian mendalam pengaruhnya di Gugusan pulau-pulau Melayu. Diiringi oleh Mayor Furquhar berlayarlah mereka meninggalkan Pulau Pinang. Mulanya mereka hendak memilih Pulau Karimun, tetapi akhirnya jatuh ke pulau Singapura juga.

Pada tanggal 29 Januari 1819 mendaratlah Raffles di Singapura. Di sana duduk Temenggung Abdur Rahman, memerintah atas nama Sultan Johor - Riau dan Rantau jajahan takluknya, meskipun rakyat yang diperintah itu tidak lebih dari nelayan-nelayan penangkap ikan, yang menjemur pukat di tepi pantai, bersudung-sudung atap rumbia dan nipah. Yang agak besar dan boleh disebut rumah, hanyalah rumah Temenggung sendiri saja. ”Rakyat"-nya, hanyalah kira-kira 300 orang. Temenggung inilah yang dapat dirayu oleh Raffles, sehingga dapat mengikat janji dan memberi izin Kompeni Inggris mendirikan loji di Singapura, dan mengikat janji pula, bahwa Temenggung Abdur Rahman tidak akan berhubungan dengan Kerajaan lain, kecuali dengan British.

Tetapi belumlah puas Raffles jika janji hanya diikat dengan Temenggung. Janji ini baru lebih bernilai jika diikat dengan Sultan sendiri. Siapa Sultan? Sultan Johor, Riau dan Lingga, baru saja diangkat dengan persetujuan Belanda, oleh Yang

Dipertuan Muda Riau, yaitu Sultan Abdur Rahman Al Moazam Syah, (1818). Bagaimana akan mungkin tercapai maksud Raffles?

Raffles mengerti benar, di istana Riau terjadi perselisihan keluarga. Yang berhak menjadi Sultan ialah Tengku Long (Sulung) sebab dia putera yang tertua. Karena

dia tidak menjadi Sultan dan tidak pula diberi belanja oleh Sultan Abdur Rahman maka hiduplah dia dengan miskin di Riau. Keadaan inilah yang dijadikan titian oleh Raffles dalam mencapai maksudnya.

Sementara mereka-reka surat perjanjian dengan Temenggung, Raffles telah mengirim orang suruhan ke Riau menjemput Tengku Long, dengan diberi janji akan diangkat menjadi Sultan Singapura. Pada tanggal 2 Februari 1819 sampailah Tengku Long di Singapura, disambut dengan hormat dan khidmat oleh Raffles. Tanggal 6 Februari diadakan upacara adat-istiadat melantiknya jadi Sultan dengan sebutan Sultan Husain Syah. Sebaik selesai lantikan itu, dibuatlah janji dengan tumenggung Abdur Rahman. Inggris mengakui kekuasaan Sultan dalam menghukum rakyatnya, bangsa Melayu. Tetapi kekuasaan menjadi keamanan Singapura terpulang kepada Inggris. Sultan diberi ganti kerugian 5.000 dollar Spanyol setahun, dan Temenggung 3.000 dollar.

Dan Sultan digaji 1.500 dollar sebulau, Temenggung 800 dollar. Sejak itu terpecah dualah Kerajaan Melayu yang besar itu, sebagian di bawah naungan bendera

Belanda, yaitu pulau-pulau Riau dan Lingga, pulau-pulau Karimun dan Singkep. Dan sebagian lagi Johor dan Singapura.

Tetapi rencana Inggris jauh lagi daripada itu. Meskipun pada mulanya pengambilan Singapura dengan cara yang licin itu diterima dengan dingin saja, akhirnya dalam beberapa tahun saja bertambah juga terasa penting kedudukan Singapura. Maka seketika Residen Inggris Craufurd memerintah, dilanjutkannya rancangan hendak mengambil Singapura langsung jadi jajahan Inggris (1824).

Berbulan-bulan lamanya gaji Sultan dan Temenggung tidak dibayarnya, sehingga terpaksa berhutang ke kiri ke kanan, meskipun Raja-raja Melayu itu masih menerima cukai-cukai pelabuhan, tetapi itu tidak mencukupi.

Sekarang gaji Sultan 1.500 ditahan dan Temenggung 800 dolar demikian pula. Diminta berulang-ulang, hanya dijanji-janji saja.

Sesudah tidak dapat berfikir panjang lagi, karena fikiran disesak-sesak oleh hutang, barulah Craufurd menyodorkan kehendaknya yang baru.

1. Serahkan Singapura dan pulau-pulau kecil kelilingnya kepada Inggris.

2. Inggris akan mengganti kerugian sekaligus kepada Sultan 33.200 ringgit. Dan kepada Temenggung 26.800 ringgit.

3. Selama masih hidup, Sultan dapat gaji sebulan 1.300 ringgit dan Temenggung 700 ringgit.

4. Dan kalau Sri Sultan dan Temenggung hendak meninggalkan Singapura, Inggris akan membayar kepada masing-masing 20.000 ringgit Spanyol. Keadaan hidup memaksa mereka menerima syarat-syarat itu. Beberapa tahun kemudian Sultan Husain Syah berpindah ke Malaka dan di sanalah baginda

meninggal. Adapun Temenggung Abdur Rahman, tetaplah berdiam di Singapura sampai wafatnya, sebagai bangsawan yang telah kehilangan kuasa.

Rumah kediamannya yang masih terhitung bagus di zaman hidupnya, sampai sekarang masih ada, memperlihatkan bekas dari kemuliaan Melayu yang hilang. Maka lepaslan Singapura dari tangan kita, laksana burung. Tahan.. . , dia kedinginan lepas dari sangkar. Kita saksikanlah kemajuan negeri itu, sebagai pusat perniagaan Asia Tenggara, lampu- lampu beraneka warna terang benderang seluruh malam, mulai ada gedung-gedung mencakar langit! Berkumpul di sana segala bangsa. Dan anak Melayu masih ada, tetapi terpencil di rumah- rumah kampung, di pinggir bukit dan sungai. Yang penting-penting dipegang orang, cuma satu lagi Rumah kediamannya yang masih terhitung bagus di zaman hidupnya, sampai sekarang masih ada, memperlihatkan bekas dari kemuliaan Melayu yang hilang. Maka lepaslan Singapura dari tangan kita, laksana burung. Tahan.. . , dia kedinginan lepas dari sangkar. Kita saksikanlah kemajuan negeri itu, sebagai pusat perniagaan Asia Tenggara, lampu- lampu beraneka warna terang benderang seluruh malam, mulai ada gedung-gedung mencakar langit! Berkumpul di sana segala bangsa. Dan anak Melayu masih ada, tetapi terpencil di rumah- rumah kampung, di pinggir bukit dan sungai. Yang penting-penting dipegang orang, cuma satu lagi

"Itulah tanah air kita. Di situlah asal nenek moyang kita. Melayu pun namanya, Indonesia pun namanya, Dia adalah hakikat kita.” Demikianlah buah tutur seorang ayah yang membimbing anaknya berjalan-jalan waktu senja di

Tanjungpagar. Pulau itu tetap mereka lihat, walaupun berpuluh-puluh kapal besar menghambat pemandangan.