SEBAB-SEBAB PENYERANGAN PALEMBANG

IV. SEBAB-SEBAB PENYERANGAN PALEMBANG

RAKYAT Bantam berdukacita atas Sultan yang dicintainya tengah bertempur di medan perang. Apatah lagi penggantinya Abu’l Mafakhir masih berusia lima bulan.

Siapa yang menghasut dan membangkitkan semangat Maulana Muhammad sehingga tertarik benar hatinya hendak menyerang Palembang itu? Dan siapa yang empunya gara-gara?

Di negeri Bantam sudah lama hidup keluarga Aria Pangiri. Aria Pangiri adalah seorang Raja Islam yang malang juga nasibnya. Dia adalah kurban daripada perebutan kekuasaan dua kali. Pertama seketika Adiwijoyo merebut kuasa dari Demak dan memindahkannya ke Pajang. Kedua ketika Senopati merebut kuasa pula dari Demak dan memindahkannya ke Mataram.

Ketika Sultan Terenggano mangkat dibunuh oleh pelayannva (1596), yang patut menggantikannya ialah Pangeran Mukmin, puteranya yang tertua, yang lebih terkenal namanya dengan Sunan Prawoto. Tetapi beliau ini tidak menghiraukan dunia dan mengurbankan seluruh hidupnya untuk kepentingan agama, menjadi Ulama besar. Berputar haluan hidupnya daripada mencintai dunia dengan kebesarannya, kepada hidup beragama, ialah sebagai tindakan taubat atas suatu dosa besar yang menekan perasaannya. Dahulu, sebelum dia menjadi Ulama, dia telah bersalah. Dia telah membunuh saingannya, yaitu Pangeran Sekar Sedo Lepen. Maka jalan satu- satunya ialah taubat dan membuang kemegahan dunia samasekali. Tetapi putera Pangeran Sekar Sedo Lepen, yang bergelar Aria Penangsang menaruh dendam atas kematian ayahnya. Sehingga Sunan Prawoto, atau Kiyahi Mukmin dibunuhnya pula. Dan hendak dibunuhnya pula putera dari Sunan Prawoto yang masih kecil, yang berhak menjadi Sultan Demak, yaitu Aria Pangiri. Takut anak ini akan dibunuh pula, maka diperlindungilah dia oleh Sunan Kali Nyamat yang bernama Pangeran Hadiri.

Sebab itu tidak ada Raja Demak. Waktu itulah Adiwijoyo, merebut lambang-lambang Kerajaan Demak dan membawanya pindah ke Pajang. Di kala mudanya terkenal namanya Joko Tingkir, disebut juga Mas Karebet, disebut juga Panji Mas.

Setelah kekuasaan diambil oleh Adiwijoyo, maka diangkatnyalah Aria Pangiri menjadi bupati di Demak. Sejak itu bekas pusat Kerajaan Islam Demak, telah menjadi satu kabupaten saja dari Pajang, meskipun yang dijadikan bupati itu memang yang berhak menjadi sultan juga.

Dengan sabar, tetapi menaruh dendam, Aria Pangiri menerima nasibnya. Sampai pada suatu saat, muncul pahlawan lain yang akan mengalahkan Adiwijoyo. Itulah Senopati, putera Ki Gede Pamanahan (wafat 1575). Dia pun merebut kekuasaan dari Adiwijoyo, dan Sultan Pajang satu- satunya itu mangkat dalam perang (1582).

Senopati mengharap yang akan diangkat jadi ganti Adiwijoyo ialah Pangeran Banowo. Tetapi bangsawan-bangsawan Demak tidak mengangkat itu, melainkan memproklamirkan Aria Pangiri menjadi sultan kembali di Pajang.

Dialah yang berhak, demikian fikir bangsawan-bangsawan Pajang - Demak itu, sebab Pajang adalah sambungan Demak. Dan kenaikan Adiwijoyo selama ini adalah merampas haknya, karena kebetulan waktu itu dia masih kecil.

Bukan main murkanya Singa Mataram itu mendengar keputusan demikian. Belum juga faham rupanya orang Demak, bahwa Mataram sudah menjadi suatu kenyataan. Mataram sudah berdiri. Demak tak ada lagi, dan Pajang pun tidak. Yang ada sekarang ialah Mataram. Pajang pun diserangnya kembali. Ternyata Aria Pangiri, yang telah memproklamirkan diri sebagai Sultan Pajang II tidak mempunyai banyak pengikut. Nyaris Senopati membunuhnya. Syukurlah Aria Pangiri diberi perlindungan oleh istri Senopati sendiri, dimohonkan supaya dia dibiarkan hidup. Karena lemah lembut permintaan istrinya itu, maka Aria Pangiri dibebaskan dan disuruh pula kembali ke tempat tugasnya selama ini, kembali jadi bupati di Demak. Demak di bawah kuasa Mataram.

Tetapi di tahun 1587 Aria Pangiri mencoba pula menyusun suatu kekuatan hendak melepaskan diri dari Mataram. Senopati ketika itu sedang repot menghadapi pemberontakan di Kediri dan Surabaya. Tetapi dengan tangkas satu demi satu negeri-negeri yang berontak itu ditundukkannya, dan akhirnya hendak diserangnya pula Demak. Melihat kekuatan tidak cukup, Aria Pangiri pun insaf, bahwa perlawanan adalah sia-sia. Lalu dikirimnya utusan ke Mataram memohonkan kepada Senopati, janganlah Demak diserang dia bersedia meninggalkan Demak buat selamanya dan berangkat ke negeri lain.

Setelah itu dia pun berangkat menuju Bantam, memperlindungkan dirinya kepada Sultan Bantam. Dia akan merasa aman tinggal di sana, sebab saudara perempuan ayahnya, anak perempuan dari Sultan Terenggano, adalah istri dari Sultan Hasanuddin. Sebab itu maka dia adalah jatuh sepupu sekali dengan Penembahan Yusuf.

Kedudukannya di Bantam sangat dimuliakan, karena dia memang raja yang berhak menjadi sultan di Demak, dan pernah pula diakui menjadi Sulthan di Pajang Meskipun cita-citanya hendak naik kembali ke atas takhta kerajaan belum pernah padam, tidaklah dia mengganggu kekuasaan dan kedudukan Raja Bantam yang kuat itu. Dia merasa aman, karena meskipun bagaimana gagah perkasanya Senopati, tidaklah dia akan kuat merebut Bantam. Dan kalau Bantam diganggu oleh Senopati, dia bersedia berdiri di sisi Sultan Bantam untuk mempertahankan negeri itu.

Untuk merintang hatinya yang luka, banyaklah Aria Pangiri mengembara keluar. Dia pernah pergi ke Aceh, ke Indrapura dan pernah juga pergi ke Malaka. Sampai di Malaka, yang waktu diperintah Portugis. Sampai di sana, konon, dia pun kawin dengan seorang perempuan Portugis dan dimasukkannya perempuan itu ke dalam Agama Islam

Fikirannya menjalar juga. Dia ingat lagi bagaimana pertalian Demak dengan Palembang. Bahwasanya Palembang itu sejak zaman Majapahit adalah di bawah kuasa Majapahit. Dan setelah Demak jatuh, keluarganya pula yang lari ke sana, yaitu Ki Geding Sura. Maka Palembang itu pun adalah sebagian dari negeri di bawah kuasanya.

Segala cita dan angannya yang terpendam itu tidak dapat dilaksanakannya, karena dia telah tua, dan harta benda buat berperang pun tidak ada. Maka tatkala dia telah dekat mati, diwasiatkannyalah kepada putera sulungnya Pangeran Mas. Supaya puteranya itu satu waktu harus berusaha mencapai tempat yang layak baginya.

Maka setelah Aria Pangiri mangkat, Pangeran Mas tetap dihormati dan dimuliakan di Bantam. Pengaruhnya pun amat besar kepada Maulana Muhammad! Dia yang selalu membisikkan dan merayu, agar Palembang direbut!

SEBAB-SEBAB PENYERANGAN PALEMBANG (II)

USIA Pangeran Mas lebih tua daripada usia Maulana Muhammad. Maulana Muhammad yang masih muda itu ada sedikit gila kehormatan dan suka disanjung. Meskipun dia mempunyai Mangkubumi, Jayanegara (yang kemudian menjadi Mangkubumi juga dari puteranya Abu'1 Mafakhir, sebelum naik Ranamanggala), namun suara Mangkubumi dikalahkan oleh pengaruh Pangeran Mas.

Pangeran Mas membahasakan kepada Maulana Muhammad "Rayi”, artinya saudara muda. Dan Maulana Muhammad membahasakannya "Raka”, artinya saudara tua. Di tahun 1596 kapal perniagaan Belanda berlabuh di Teluk Bantam di bawah pimpinan Cornelis

de Houtman. Pada waktu itu telah mulai Pangeran Mas memasukkan pengaruhnya kepada Maulana Muhammad, supaya orang-orang Belanda itu diusir saja dari Bantam. Apatah lagi perangai orang- orang Belanda itu amat kasar, tidak tahu menenggang hati orang dan merasa dirinya lebih mulia daripada anak negeri.

Mula-mula orang besar-besar menurut saja apa kehendak Pangeran Mas itu. Tetapi ada satu hal yang orang heran, meskipun keheranan itu tidak mengurangi hormat orang kepada dirinya. Yaitu di dalam dia diserahi menjadi kepala perang menentang dan mengusir orang-orang Belanda yang mulai masuk ke Bantam itu, ternyata sekali bahwa dia hanya membenci Belanda dan tidak membenci Portugis. Padahal orang Bantam melihat bahwasanya kedua bangsa kulit putih ini sama saja bahayanya bagi Bantam. Ada satu riwayat mengatakan bahwasanya Pangeran Mas itu adalah Mula-mula orang besar-besar menurut saja apa kehendak Pangeran Mas itu. Tetapi ada satu hal yang orang heran, meskipun keheranan itu tidak mengurangi hormat orang kepada dirinya. Yaitu di dalam dia diserahi menjadi kepala perang menentang dan mengusir orang-orang Belanda yang mulai masuk ke Bantam itu, ternyata sekali bahwa dia hanya membenci Belanda dan tidak membenci Portugis. Padahal orang Bantam melihat bahwasanya kedua bangsa kulit putih ini sama saja bahayanya bagi Bantam. Ada satu riwayat mengatakan bahwasanya Pangeran Mas itu adalah

Memang, perjuangan di antara Bantam di bawah pimpinan Pangeran Mas, melawan orang Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman membawa hasil yang baik bagi Bantam, sehingga beberapa orang Belanda dapat ditawan. Mereka baru dapat dilepaskan dari tawanan, padahal hampir dihukum bunuh, ialah setelah de Houtman membayar uang tebusan banyaknya F 45.000. Dan Cornelis de Houtman berangkat meninggalkan Bantam dan pada angkatan kedua kali di bawah pimpinan Van Neck berdamailah Belanda dengan Bantam dan bolehlah mereka berniaga di sana.

Portugis berusaha hendak memperbaiki kedudukannya di Bantam, sehingga datang utusan dari Malaka membawa barang-barang hadiah, di antaranya uang 10.000 rial dan barang-barang yang lain. Tetapi Bantam tidak dapat menerimanya lagi. Dalam hal ini tidak berfaedah pengaruh Pangeran Mas.

Setelah gagal percobaannya yang pertama, Pangeran Mas mulailah memasukkan jarum pengaruh yang kedua, yaitu membujuk rayu Maulana Muhammad supaya menyerang Palembang: "Cobalah ingat Rayi! Nenek kita dahulu Almarhum Hasanuddin, berdaya menaklukkan Lampung. Ayahmu dahulu Penembahan Yusuf berhasil meruntuhkan Kerajaan Hindu Pajajaran. Rayi sendiri haruslah merebut Palembang. Palembang dahulu takluk ke Majapahit dan Majapahit telah diruntuhkan oleh Demak, dan Bantam adalah lanjutan dari Demak! Raja Palembang mesti takluk kepada kita. Siapa yang akan menyelenggarakan itu kalau bukan Rayi! Dan Raka bersedia bila ada titah memimpin peperangan ke Palembang itu.”

Usul yang seperti itu rupanya telah membangkitkan semangat ingin kebesaran dan nama harum Maulana Muhammad yang masih muda itu. Maka dimusyawaratkannyalah dengan Mangkubumi dan orang besar-besar kerajaan yang lain. Padahal syak wasangka bangsawan Bantam kepada Pangeran Mas sudah lama tumbuh. Seketika diminta pertimbangan mereka, mereka pun menyatakan persetujuan atas kehendak Maulana sultan itu. Tetapi hendaklah peperangan itu dipimpin sendiri oleh sultan, dan tak usah diserahkan pertanggungan jawab kepada Pangeran Mas.

Mereka bayangkanlah kepada sultan, apa kiranya maksud yang terselip dalam hati Pangeran Mas. Dia memimpin tentara ke Palembang, sebab Palembang hendaknya bertakluk ke Demak. Artinya dia hendaknya menjadi raja di sana. Maka mengertilah Sultan ke mana tujuan usul Pangeran Mas itu.

Maka tatkala Pangeran Mas datang kembali ke istana, ditanyakannyalah dari hal maksud menyerang Palembang itu. Maulana Muhammad menjawab; "Usul Raka sangat berkenan di hatiku!".

Mukanya berseri-Seri mendengar jawab sultan. "Dan yang akan memimin angkatan itu ialah Rayi sendiri!" Wajah Pangeran Mas pucat mendengar sambungan jawab itu. Maka penyerangan ke Palembang dilangsungkan di bawah pimpinan Maulana Muhammad.

Rupanya terjadilah apa yang tidak diinginkan sama sekali, Maulana Muhammad meninggal dalam perjuangan, dan rakyat Bantam dan orang besar-besar Bantam, sangatlah bersedih hati atas kehilangan Sultannya, yang masih muda dan sangat dicintai itu. Seluruh Bantam pun berkabung. Berpuluh-puluh santri membacakan Al Qur'an dan do'a-do'a wirid di makam Sultan. Dengan kematian Sultan dan kesedihan rakyat dan orang besar-besar, cemburu, marah, kecewa dan iba hati tertumpahlah kepada Pangeran Mas. Meskipun dicobanya masuk istana, tidaklah ada orang yang menegur sapanya lagi. Berjalan di jalanan raya tidak ada lagi orang yang menghormati. Sehinga sempitlah rasanya bumi Bantam buat dia. Kalau dia bertemu dengan puteri-puteri, ada puteri itu yang tidak dapat menahan hati, lalu berkata: "Rama! Mengapa Rama bunuh ayahku!

Lantaran itu tidaklah tahan dia tinggal di Bantam lagi. Dengan diam-diam dan tidak diketahui orang, dia pun keluarlah dari Bantam menuju Jakarta. Pangeran Ancol di Jakarta pun tidak lagi mempedulikan dia. Maka berdiamlah dia pada sebuah rumah terpencil di Jakarta bersama anak- anaknya.

Satu di antara anak itu pun sangatlah sakit hatinya kepada ayahnya atas nasib yang menimpa diri mereka, dari mulia menjadi orang petualang, tidak tentu tempat hinggap. Pada suatu malam, kedengaranlah ribut-ribut di rumah beliau. Pagi-pagi dilihat orang Pangeran Mas telah mati terbunuh. Dibunuh oleh puteranya sendiri!

Demikianlah nasib keturunan Raja Demak yang paling akhir, penuh dengan mimpi hendak merebut kembali kebesaran yang hilang. Tiap dicobanya tiap tak menjadi. Akhirnya mati jauh dari kerajaan yang telah direbut orang lain, mati karena tikaman puteranya sendiri! Dunia . . . !