Rasa Cinta
27. Rasa Cinta
Siang itu Anastasia duduk termenung di sto- lovaya Fakultas Sejarah. Ia duduk di kursi yang biasa ia duduki jika makan siang bersama Ayyas. Ia tidak mengambil makanan apa pun. Hanya secangkir teh panas yang ada di hadapannya. Ia kembali kecewa.
Siang itu adalah hari keempat Ayya.s tidak datang ke MGU. Juga hari keempat Ayyas tidak memberi kabar kepadanya, samasekali tidak mengirim sms, tidak juga izin. Biasanya jika tidak datang Ayyas memberitahunya, la sudah mengirim sms, menanyakan kabar, dan tidak ada balasan. Ia sudah berkali-kali menelpon tapi nomor yang biasa Ayyas gunakan samasekali tidak bisa dihubungi. Ia tidak tahu harus ba- gaimana lagi. Ia ingin Ayyas datang dan ia ingin menyampaikan apa yang telah membuncah dalam hatinya dan ingin ia sampaikan kepada Ayyas.
Tak jauh di depannya sepasang mahasiswa makan berhadapan begitu mesra. Kelihatannya mereka sepasang kekasih.
Sesekali bergurau dan tertawa. Anastasia ingin Ayyas ada di hadapannya dan makan siang ber- samanya. Ia ingin melihat Ayyas tertawa. Ia baru sadar selama ini ia belum pernah melihat Ayyas tertawa lebar seperti dua mahasiswa itu. Yang ia lihat dari Ayyas hanyalah senyum, atau tertawa yang ditahan.
Anastasia mengambil cangkir tehnya. Ia hisap teh yang masih hangat itu. Kehangatan teh itu mengalir ke seluruh tubuhnya dan membuat pikirannya terasa lebih hangat dan lebih terang. Sekonyong-konyong ia melihat Bibi Parlova datang. Pasti orang tua itu akan mengabarinya se- suatu. Ia berharap memberi kabar, bahwa Ayyas telah datang dan ada di ruang Profesor Tomskii.
"Masih mau berlama-lama di sini, Doktor?" Tanya Bibi Parlova begitu ada di depan Anastasia.
"Ada apa Bibi Parlova?" Anastasia balik bertanya. "Ada tamu penting." "Siapa? Ayyas?" "Doktor ini selalu saja tertuju pada anak muda
itu. Bukan. Bukan dia."
Jawaban Bibi Parlova membuat Anastasia ke- cewa sekaligus malu. Ia jadi malu dianggap selalu memikirkan anak muda itu. Sampai Bibi Parlova mengatakan seperti itu. Tapi ia berusaha bersikap biasa saja.
"Jadi siapa?" "Dua orang lelaki dan perempuan. Mereka bil-
ang dari stasiun televisi pemerintah. Mereka saya persilakan menunggu di ruang Profesor Tomskii."
"Baik. Minta mereka menunggu sebentar. Aku mau menghabiskan teh hangat ini dulu."
"Baik, Doktor." Ucap Bibi Parlova sambil membenarkan letak kaca mata bundarnya. Per- empuan gemuk agak pendek itu lalu bergegas meninggalkan stolovaya. Pakaiannya seperti "Baik, Doktor." Ucap Bibi Parlova sambil membenarkan letak kaca mata bundarnya. Per- empuan gemuk agak pendek itu lalu bergegas meninggalkan stolovaya. Pakaiannya seperti
Anastasia Palazzo kembali meneguk teh hangatnya. Ia masih bertanya-tanya kenapa Ayy- as tidak datang dan tidak memberinya kabar samasekali? Apakah dia sakit? Kalau hanya sakit kenapa tidak memberinya kabar seperti beberapa waktu yang lalu? Atau sesuatu yang buruk telah terjadi pada Ayyas yang menyebabkan dirinya tidak sempat memberinya kabar? Ia berharap hal itu tidak terjadi. Atau, dirinya tidak sengaja melakukan kesalahan pada Ayyas dan Ayyas marah padanya? Tapi kesalahan apa? Atau Ayyas diam-diam juga jatuh hati padanya dan setelah ia cium ia takut salah tingkah jika bertemu dengannya?
Anastasia tersenyum, meskipun tidak yakin, kemungkinan yang terakhir itulah yang kini ter- jadi pada diri Ayyas. Ia pernah membaca sebuah buku tentang tanda-tanda orang jatuh cinta, di Anastasia tersenyum, meskipun tidak yakin, kemungkinan yang terakhir itulah yang kini ter- jadi pada diri Ayyas. Ia pernah membaca sebuah buku tentang tanda-tanda orang jatuh cinta, di
Ia memperkuat analisisnya itu dengan sebuah keyakinan yang tumbuh di hatinya begitu saja, bahwa pada saat cinta itu terbit di hatinya, cinta itu juga terbit di hati Ayyas. Ia tidak mungkin tidak jujur pada dirinya sendiri, bahwa ia entah kenapa bisa jatuh cinta pada pemuda yang secara fisik tidak istimewa itu. Tetapi ia mengakui, ia jatuh cinta padanya. Dan ia yakin cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Ia teringat puisi Jalalud- din Rumi yang pernah dibacanya,
Apabila cinta ada di hati yang satu pasti juga cinta itu ada di hati yang lain
karena tangan yang satu takkan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain.
Dengan mata berbinar dan hati berbunga Anastasia bangkit dari kursinya. Ia sudah memu- tuskan, jika sampai petang nanti Ayyas tidak datang, ia akan mencari pemuda itu di Dengan mata berbinar dan hati berbunga Anastasia bangkit dari kursinya. Ia sudah memu- tuskan, jika sampai petang nanti Ayyas tidak datang, ia akan mencari pemuda itu di
Kini ia akan menemui orang-orang dari tele- visi itu dulu. Ada apa, tiba-tiba mereka me- nemuinya? Apakah akan ada wawancara seputar sejarah? Atau pihak televisi mau membuat pro- gram kerja sama dengan Fakultas Sejarah? Ada banyak pertanyaan tiba-tiba keluar begitu saja dari ubun-ubun kepalanya. Dan pertanyaan itu akan segera terjawab ketika ia menemui dua or- ang dari stasiun televisi itu.
"Dabro dent. (Selamat siang) Sapa Doktor Anastasia begitu masuk ruangan Profesor Tom- skii. Dua orang dari sebuah stasiun televisi itu langsung bangkit dari duduknya dan dengan suara hampir bersamaan menjawab, "Dabro dent”
Setelah berjabat tangan mereka bertiga duduk.
"Yah kami dari stasiun televisi pemerintah. Kenalkan saya Andreyev, dan ini teman saya Mariana. Kami datang untuk sedikit merepotkan Doktor Anastasia Palazzo." Lelaki muda berbadan subur dan berkaca mata tebal mem- perkenalkan dirinya dan temannya, seorang per- empuan yang juga muda bermuka lonjong, ber- hidung mancung, tapi berbibir tebal.
"Apa yang bisa saya bantu?" Kata Anastasia tenang.
"Kalau tidak salah Anda yang beberapa hari lalu jadi pembicara di seminar tentang ketuhanan?" Perempuan muda bernama Mariana membuka suara.
"Benar. Saya salah satu pembicaranya." "Pembicara yang lain kalau tidak salah dari In-
donesia. Dan dia jadi pembicara atas rekomen- dasi Doktor Anastasia. Benar?" Tanya Mariana lagi.
"Iya benar. Kenapa kalian menanyakan itu?" "Tidak apa-apa. Hanya untuk meyakinkan
saja. Begini Doktor Anastasia Palazzo. Kami saja. Begini Doktor Anastasia Palazzo. Kami
"Ooo itu bagus." Anastasia merespons. "Kedatangan kami ini, pertama kami minta
kesediaan Doktor Anastasia Palazzo menjadi nara sumber di acara talk show itu. Dan yang ke- dua, kami minta bantuan Doktor Anastasia Palazzo untuk bisa menghadirkan pembicara dari Indonesia itu. Sebab kami samasekali tidak tahu kontak dan alamatnya. Atau Doktor Anastasia membukakan jalan, nanti kami yang menindak- lanjutinya secara profesional."
"Boleh. Saya akan bantu. Kapan rencana acaranya?" "Tiga hari lagi." "Mepet sekali." "Untuk tema-tema hangat selalu begitu Dokt-
or. Kalau kita menunggu lebih lama lagi, sudah terlanjur basi. Dan acara itu tidak akan mendapatkan perhatian yang bagus dari pemirsa." Kali ini Andreyev yang menjawab. "Baik. Saya paham."
"Kami berharap besok siang semuanya sudah pasti. Artinya kami sudah mendapat kejelasan mengenai pembicara dari Indonesia itu." Andreyev memberikan penegasan.
"Saya akan usahakan." Kata Anastasia mantap dengan wajah cerah. Kini ia punya alasan yang sangat kuat kenapa harus mendatangi apartemen Ayyas, jika sampai nanti petang anak muda itu tidak juga datang.
Ia yakin, Ayyas pasti akan sangat senang mendengar berita yang akan disampaikannya. Hati Anastasia bertambah harus dipenuhi bunga- Ia yakin, Ayyas pasti akan sangat senang mendengar berita yang akan disampaikannya. Hati Anastasia bertambah harus dipenuhi bunga-
*** Siang itu Ayyas menemani Pak Joko Santoso mengantarkan istrinya ke Bandara Internasional Domodedovo. Ia ditelpon Pak Jako ketika sedang asyik membaca kitab Adabud Din Wad Dunya- nyz Imam Al Mawardi. Saat itu Yelena sudah pergi entah ke mana, dan Linor sudah berangkat kerja. Jadwal kepulangan istri Pak Joko tiba-tiba dimajukan sepuluh hari dari jadwal semula, jadi Ayyas akan bisa lebih cepat pindah dari aparte- men yang selama ini ditinggalinya. Ia akan jauh merasa lebih aman dan lebih nyaman tinggal ber- sama Pak Joko Santoso yang sebangsa dan *** Siang itu Ayyas menemani Pak Joko Santoso mengantarkan istrinya ke Bandara Internasional Domodedovo. Ia ditelpon Pak Jako ketika sedang asyik membaca kitab Adabud Din Wad Dunya- nyz Imam Al Mawardi. Saat itu Yelena sudah pergi entah ke mana, dan Linor sudah berangkat kerja. Jadwal kepulangan istri Pak Joko tiba-tiba dimajukan sepuluh hari dari jadwal semula, jadi Ayyas akan bisa lebih cepat pindah dari aparte- men yang selama ini ditinggalinya. Ia akan jauh merasa lebih aman dan lebih nyaman tinggal ber- sama Pak Joko Santoso yang sebangsa dan
Istri Pak Joko naik pesawat Emirates Airlines. Dia akan melakukan perjalanan kurang lebih delapan belas jam untuk sampai ke Jakarta. Benar-benar perjalanan yang melelahkan. Ayyas melihat bagaimana Pak Joko meneteskan airmata melepas sang istri tercinta. Bagitu juga sang istri, nampak tidak kuat menahan isak tangisnya. Tetapi begitulah, mereka berdua, suami istri itu memilih untuk berpisah sementara.
Dalam perjalanan pulang dari bandara, Pak Joko bercerita, istrinya terpaksa harus pulang un- tuk menemani ibu sang istri yang kini sendirian di Bandung. Ibu mertua Pak Joko sudah mulai sakit-sakitan. Anak perempuan satu-satunya ada- lah istri Pak Joko. Sang ibu mertua meminta istri Pak Joko menemaninya di Bandung, karena adik istri Pak Joko yang selama ini menemani sang ibu mertua harus tugas ke luar Jawa bersama istri dan anaknya. Ditambah lagi, ibu mertua Pak Joko sudah mulai sakit-sakitan, sehingga tidak kuat Dalam perjalanan pulang dari bandara, Pak Joko bercerita, istrinya terpaksa harus pulang un- tuk menemani ibu sang istri yang kini sendirian di Bandung. Ibu mertua Pak Joko sudah mulai sakit-sakitan. Anak perempuan satu-satunya ada- lah istri Pak Joko. Sang ibu mertua meminta istri Pak Joko menemaninya di Bandung, karena adik istri Pak Joko yang selama ini menemani sang ibu mertua harus tugas ke luar Jawa bersama istri dan anaknya. Ditambah lagi, ibu mertua Pak Joko sudah mulai sakit-sakitan, sehingga tidak kuat
"Ini demi kebaikan bersama, harus ada pen- gorbanan Mas Ayyas. Biarlah istri di Bandung mengasuh anak dan merawat ibunya, sementara saya di sini dulu mencari nafkah. Saya rencana- kan saya akan bertahan paling lama tiga tahun saja di Moskwa ini. Tidak mudah hidup di sini tanpa ditemani seorang istri. Semoga Allah sen- antiasa memberi kekuatan, ketabahan, kesehatan dan menjaga iman dan Islam saya." Kata Pak Joko agak serak sambil terus mengemudikan mo- bil Volga yang ia pinjam dari Pak Ismet. Dan dengan khusyuk Ayyas menjawab, "Amin."
"Mas Ayyas belum menikah kan?" "Belum Pak Joko." "Sudah ada calon." "Yang benar-benar pasti belum. Saya pernah
tertarik dengan seorang gadis. Saya langsung mendatangi rumahnya. Kami bertunangan. Kemudian suatu hari gadis itu membebaskan tertarik dengan seorang gadis. Saya langsung mendatangi rumahnya. Kami bertunangan. Kemudian suatu hari gadis itu membebaskan
"Apa gadis itu kini sudah menikah?" "Saya tidak tahu." "Agak tidak jelas ya?" "Tapi saya mengatakan akan setia padanya." "Sebaiknya kauhubungi lagi keluarga gadis
itu. Kaupertegas, kalau iya ya iya, kalau tidak ya tidak. Jangan hanya janji setia seperti itu yang tidak jelas. Meskipun gadis itu yang membe- baskan ikatan pertunangan denganmu, tapi ketika kau menjanjikan akan setia padanya seolah-olah masih bertunangan. Padahal sebenarnya tidak. Kau sendiri juga tidak jelas. Kalau kau mengharapkan gadis itu, ternyata tiba-tiba dia menikah kau tidak bisa menyalahkan dia. Kau sendiri ketika suatu saat menemukan orang yang menurutmu layak untuk kaunikahi bisa ragu, kar- ena harus setia padanya, sebab telah berjanji un- tuk setia padanya. Saran saya, kau perjelas lagi saja. Meskipun jauh, di era sekarang ini dunia itu. Kaupertegas, kalau iya ya iya, kalau tidak ya tidak. Jangan hanya janji setia seperti itu yang tidak jelas. Meskipun gadis itu yang membe- baskan ikatan pertunangan denganmu, tapi ketika kau menjanjikan akan setia padanya seolah-olah masih bertunangan. Padahal sebenarnya tidak. Kau sendiri juga tidak jelas. Kalau kau mengharapkan gadis itu, ternyata tiba-tiba dia menikah kau tidak bisa menyalahkan dia. Kau sendiri ketika suatu saat menemukan orang yang menurutmu layak untuk kaunikahi bisa ragu, kar- ena harus setia padanya, sebab telah berjanji un- tuk setia padanya. Saran saya, kau perjelas lagi saja. Meskipun jauh, di era sekarang ini dunia
"Saran Pak Joko sangat berarti bagi saya." "Oh ya, jadi kamu akan pindah menemani aku
kapan?"
"Paling cepat ya besok Pak. Tidak mungkin malam ini."
"Tapi malam ini kalau mau menginap di rumahku boleh saja.
"Iya Pak, saya pikirkan." "Kau bisa masak?" "Bisa Pak."
"Bagus. Kita akan punya kerja sedikit besar." "Apa itu Pak?"
"KBRI akan kedatangan tamu-tamu pen- gusaha dari Tanah Air. Ada tiga puluh orang. Lha KBRI mau mengadakan jamuan makan. Sebagian sudah pesan pada restoran Rusia yang halal. Tapi untuk menambah lengkapnya KBRI mau menye- diakan juga menu Indonesia, atau paling tidak yang pas untuk lidah Asia Tenggara. Soalnya nanti duta-duta dari negara-negara Asia Tenggara "KBRI akan kedatangan tamu-tamu pen- gusaha dari Tanah Air. Ada tiga puluh orang. Lha KBRI mau mengadakan jamuan makan. Sebagian sudah pesan pada restoran Rusia yang halal. Tapi untuk menambah lengkapnya KBRI mau menye- diakan juga menu Indonesia, atau paling tidak yang pas untuk lidah Asia Tenggara. Soalnya nanti duta-duta dari negara-negara Asia Tenggara
"Lha bumbunya ada Pak?" "Belum ada." "Terus bagaimana?" "Saya sudah melihat jadwal keberangkatan
mereka dari Jakarta, dan saya sudah mendapat nama dan alamat orang-orang itu. Salah seorang di antaranya ada yang dari Bandung. Saya sudah minta istri saya untuk nitip bumbu rendang ke or- ang yang dari Bandung itu. Bumbu rendang yang siap saji saja tidak apa-apa."
"Lha tamu kok malah dititipi tho Pak. Apa mereka mau dititipi? Apalagi kalau ternyata mereka bos perusahaan besar."
"Ya dicoba saja. Kalau tidak ada bumbunya ya nanti kita ganti menu yang lainnya."
"Beberapa waktu yang lalu saya masuk restor- an Libanon. Enak lho Pak menunya. Itu lidah In- donesia bisa masuk Pak."
"Apa namanya? Yang di mana?"
"Kalau tidak salah namanya Sindebad's. Di daerah dekat-dekat Arbat."
"Wah saya belum pernah ke sana. Apa kita makan malam di sana?"
"Jangan Pak. Lebih baik kita masak di rumah. Saya yang masak. Nanti Pak Joko cicipin rasanya."
"Boleh itu. O ya, kemarin Pak Kepala Sekolah dan seluruh guru SIM rapat. Hasilnya kita akan mengundang seorang penulis dari Tanah Air ke Moskwa ini. Untuk memberikan pembekalan menulis kepada murid-murid SIM, sampai mereka benar-benar bisa menulis dengan baik. Kita mencari penulis yang siap di sini paling tidak satu bulan. Sekarang ini sedang mencari kandidatnya. Kalau Mas Ayyas ada usulan, atau Mas Ayyas punya kenalan seorang penulis andal, boleh?"
Mendengar penjelasan Pak Joko tentang ren- cana mendatangkan penulis itu, Ayyas langsung teringat pada Ainal Muna yang telah mendapatkan penghargaan tingkat nasional dari Mendengar penjelasan Pak Joko tentang ren- cana mendatangkan penulis itu, Ayyas langsung teringat pada Ainal Muna yang telah mendapatkan penghargaan tingkat nasional dari
"Ya insya Allah Pak, saya akan coba ikut mencari-cari."
Mobil Volga sederhana itu terus meluncur menuju tengah kota Moskwa. Ayyas disajikan pemandangan yang indah. Kota yang tertata rapi, jalan yang lebar, bangunan zaman dulu yang masih terawat baik dan masih dipakai,, seolah tidak tergerus oleh modernisasi, dan salju yang seolah membungkus semua benda, melahirkan pesona yang berbeda di mata. Ayyas membay- angkan jika Muna yang diundang datang, dan ia bisa menikah dengan gadis itu di KBRI lalu menghabiskan akhir musim dingin dan melewati musim bunga dengan seorang istri yang ia cinta.
"Ya Allah, kabulkan. Amin." Lirih Ayyas dalam hati.
*** Sampai petang tiba Ayyas tidak juga datang. Anastasia Palazzo mencoba menghubungi nomor yang pernah digunakan Ayyas untuk mengirim sms kepadanya. Tapi gagal. Nomor itu tidak bisa dihubungi. Karenanya ia merasa tidak ada pilihan lain kecuali langsung mendatangi Ayyas di kwartira (Dalam bahasa Rusia, apartemen ini dis- ebut kwartira. Dan gedung bertingkat di mana kwartira ini berada mereka namakan dom. Ada- pun ruangan atau kamar-kamar dalam apartemen itu disebut komtana) atau apartemennya. Anastasia merasa tidak ragu untuk itu. Ia memi- liki alasan yang kuat yang samasekali tidak akan membuatnya merasa malu.
Maka petang itu, diiringi salju yang turun tipis bagai kapas, Anastasia mengemudikan mobilnya ke arah Smolenskaya. Hari sudah benar-benar gelap ketika ia merasa menemukan alamat di mana Ayyas tinggal. Doktor muda itu turun di Maka petang itu, diiringi salju yang turun tipis bagai kapas, Anastasia mengemudikan mobilnya ke arah Smolenskaya. Hari sudah benar-benar gelap ketika ia merasa menemukan alamat di mana Ayyas tinggal. Doktor muda itu turun di
Anastasia memasuki dom itu. Di bawah sinar lampu lorong gedung apartemen itu ia melihat catatan kecilnya. Kwartira yang ditinggali Ayyas ada di lantai tiga. Ia naik ke atas dengan tidak tergesa-gesa. Tak lama kemudian ia pun sampai di depan pintu kwartira Ayyas. Anastasia me- nekan tombol bel dua kali.
Pintu terbuka. Seorang wanita tua menyembu- lkan mukanya dari balik pintu.
"Anda mau bertemu siapa?" Tanya perempuan tua itu. "Maaf, saya mau bertemu dengan anak muda yang bernama Ayyas. Benarkah ini tempat tinggal Ayyas?"
"Ayyas yang dari Indonesia?" Perempuan itu balik bertanya. "Ya. Benar."
"Kalau begitu Anda tidak salah kwartira. Di sini memang tempat tinggal Ayyas." "Ayyas ada?" "Dia sedang pergi, sejak tadi siang dan belum
pulang. Saat ini saya sendirian."
"Pergi sejak siang?" Gumam Anastasia agak kecewa. Iya. "Kau tahu dia pergi ke mana?" "Tidak. Itu bukan urusanku. Dia juga tidak
memberitahukan kepadaku." "Biasanya dia pulang pukul berapa?" "Tidak bisa dipastikan. Dia pulang dan pergi
tidak tentu waktunya. Ayo silakan masuk. Kita bisa berbincang-bincang sambil minum teh seraya menunggu dia pulang."
"Tidak usah, Bibi. Karena dia tidak ada, saya harus pergi. Saya tidak bisa menunggu sampai dia pulang. Apalagi menunggu tanpa sebuah kepastian."
"Kau ada pesan untuknya? Nanti bisa saya sampaikan. Oh ya siapa namamu?"
"Maaf saya belum memperkenalkan diri saya. Saya Anastasia Palazzo, temannya Ayyas di MGU. Nanti sampaikan
saja bahwa Anastasia Palazzo mencarinya, penting!" "Baiklah." "Saya minta diri." "Selamat jalan. Hati-hati."
Anastasia Palazzo melangkah pergi dengan dada agak sesak. Ia menuruni tangga dengan pikiran samasekali tidak senang. Harapannya ber- temu Ayyas lagi-lagi tidak kesampaian. Ternyata Ayyas tidak sakit, juga tidak ada sesuatu yang menimpanya. Pemuda itu masih tetap beraktivitas setiap hari seperti biasa. Hanya saja tidak ke MGU. Terus ke mana saja dia selama ini? Mengadakan penelitian di mana? Apakah dia selama ini ke Perpustakaan Negara? Atau sedang sibuk mengadakan wawancara? Atau sedang menyelesaikan urusan penting lainnya?
Hati kecilnya sebenarnya memintanya untuk menunggu saja sampai Ayyas pulang. Tetapi harga dirinya mencegahnya. Apalagi ia tidak tahu persisnya kapan Ayyas akan pulang. Jika ternyata
Ayyas pulang tengah malam misalnya, apa dia harus menunggu pemuda itu sampai tengah malam? Bagaimana dengan harga dirinya sebagai perempuan terhormat kalau demikian?
Anastasia keluar dari dom tua itu. Ia hanya berharap, perempuan tua itu menyampaikan pes- annya kepada Ayyas dengan baik. Dan setelah Ayyas tahu bahwa ia sampai mendatangi aparte- mennya, ia berharap Ayyas segera menemuinya
dengan kesadarannya sendiri. Ia berharap pemuda itu paham, jika sampai ia bersusah payah mendatangi apartemennya, berarti ada sesuatu yang sangat penting yang harus dibicarakan.
Tetapi bagaimana jika Ayyas tidak juga datang menemuinya?
Anastasia berpikir, dirinya mungkin terpaksa harus sedikit nekat dan samasekali menanggalkan keangkuhan dirinya. Ia akan kembali mencari Ayyas ke apartemennya. Jika Ayyas pergi, ia akan menunggu di apartemennya sampai ketemu. Tak ada cara lain yang bisa ditempuhnya.
Anastasia menerobos salju tipis yang terus tur- un. Ia langsung masuk ke Pradonya. Dan sebent- ar kemudian ia meluncur pulang ke aparte- mennya yang terletak tak jauh dari Galeri Tretyakov yang terkenal itu.