Bumi Cinta
40. Bumi Cinta
Sementara itu, sedetik selepas kepergian Linor alias Sofia, hati Ayyas justru terus berdetak dan merasakan keindahan yang belum pernah ia ra- sakan sebelumnya. Wajah Sofia yang anggun dalam balutan jilbab putih seolah tidak mau sirna dari pikirannya.
Sejatinya, ia merasa Sofia yang baru saja me- nemuinya tidak layak ditolak keinginan sucinya. Sofia telah hijrah. Dan ia ingin menyempurnakan hijrahnya bersama dirinya. Sesungguhnya, merupakan suatu kehormatan jika dirinya bisa mendampingi Sofia mewakafkan diri berjuang di jalan Allah. Adakah yang lebih mulia dari orang yang menyerahkan jiwa dan raganya di jalan Allah?
Tak terasa hati Ayyas basah. Ia tidak kuat un- tuk berdiam diri. Tiba-tiba kakinya melangkah menuju jendela. Ia ingin melihat Sofia, dan kalau sempat ia ingin memanggilnya. Ayyas bergegas menuju jendela. Dari jendela ia melihat Sofia Tak terasa hati Ayyas basah. Ia tidak kuat un- tuk berdiam diri. Tiba-tiba kakinya melangkah menuju jendela. Ia ingin melihat Sofia, dan kalau sempat ia ingin memanggilnya. Ayyas bergegas menuju jendela. Dari jendela ia melihat Sofia
Ia ingin memanggil Sofia dan mengatakan kesediaannya, tetapi ia merasa Sofia tidak akan mendengarnya.
Sesaat Ayyas terpaku di depan jendela. Ia ingin berlari turun dan mengejar Sofia. Tetapi en- tah kenapa ia ragu? Apakah itu tidak seperti anak-anak remaja yang sedang jatuh cinta di sinetron-sinetron Indonesia? Ia mengurungkan niatnya. Ia berniat setelah shalat Isya' ia akan mengontak Sofia dan mengajaknya bertemu di rumah Imam Hasan Sadulayev, atau di suatu tem- pat yang aman dari fitnah, dan ia akan menyam- paikan kesediaannya menerima tawaran Sofia.
Ayyas masih memandangi Sofia yang terus melangkah. Tiba-tiba Ayyas melihat ada mobil sedan merah meluncur agak cepat di belakang Sofia. Dan Ayyas tersentak kaget. Sekilas ia me- lihat penumpang sedan itu mengeluarkan pistol dari jendela mobil. Dengan tetap melaju kencang, pistol itu diarahkan kepada Sofia. Ayyas Ayyas masih memandangi Sofia yang terus melangkah. Tiba-tiba Ayyas melihat ada mobil sedan merah meluncur agak cepat di belakang Sofia. Dan Ayyas tersentak kaget. Sekilas ia me- lihat penumpang sedan itu mengeluarkan pistol dari jendela mobil. Dengan tetap melaju kencang, pistol itu diarahkan kepada Sofia. Ayyas
"Sofiaaa awaaass!" Dan... "Dor! Dor! Dor!" Ayyas mendengar suara tembakan itu. Ia mer-
asa puluhan peluru seperti menembak dirinya dan menembus jantungnya. Tubuhnya langsung kaku. Kedua kakinya seperti tidak ada tulang-tu- langnya. Kedua matanya melihat Sofia yang berjilbab putih ambruk di trotoar jalan. Sesaat ia merasa sangat terpukul. Ia merasa kehilangan se- suatu yang sangat berharga. Sofia seperti bukan orang lain lagi baginya. Sofia sudah ada di dalam hatinya. Sofia sudah menjadi separo jiwanya, dan. tiba-tiba ia merasa harus kehilangan separo jiwa yang dicintainya. Seperti apakah perasaan seseorang yang tehih kehilangan separo jiwanya.
Airmata Ayyas meleleh. Kedua kakinya terasa lemas.
Namun
akal
sehatnya segera sehatnya segera
Dan hatinya bagai ditusuk-tusuk belati melihat Sofia terkapar bersimbah darah. Jilbab putih itu memerah. Merah darah! Wajah anggun itu tam- pak pucat. Bibirnya mengatup dan matanya terpejam. Darah segar masih terus mengalir di dekat pundak dan lehernya.
Ayyas meraih tubuh Sofia dan meletakkan di pangkuannya. Ia meraba nadinya. Masih ber- denyut. Ia berpikir keras, bagaimana menyelamatkan nyawa Sofia. Darah terus menga- lir. Dan tangan Sofia terasa semakin dingin. Ayy- as melihat ke kiri dan ke kanan. Ia melihat sepan- jang jalan. Kenapa sepi, tidak ada orang?
Di kejauhan ia melihat mobil keluar bergerak menjauh. Ia memanggil-manggil mobil itu minta tolong. Tetapi suaranya sepertinya tidak sampai, Di kejauhan ia melihat mobil keluar bergerak menjauh. Ia memanggil-manggil mobil itu minta tolong. Tetapi suaranya sepertinya tidak sampai,
Ayyas tidak bisa tinggal diam di situ menyak- sikan Sofia sekarat dan mati kehabisan darah. Ayyas membopong Sofia dan membawanya ber- jalan ke arah jalan yang lebih besar. Ia bergegas secepat mungkin. Airmata Ayyas juga terus men- etes mengiringi darah yang terus menetes di sep- anjang trotoar. Dalam hati Ayyas berdoa agar Al- lah menyelamatkan nyawa Sofia.
Ia berjanji kepada Allah, jika Sofia selamat, ia akan menikahinya dan menjadikannya sebagai teman berjuang di jalan-Nya sampai maut datang menjemput. Ia juga berjanji, jika Sofia selamat, ia akan menjadikannya sebagai satu-satunya bid- adari surga bagi dirinya.
Ayyas mendengar deru mobil dari arah be- lakang. Di kejauhan ia melihat sedan merah sedang meluncur ke arahnya. Ia kaget bercampur cemas. Ia khawatir jika yang menderu itu adalah mobil agen Mosad yang menembak Sofia. Jika itu yang terjadi, sulit baginya untuk lolos. Ia dan
Sofia benar-benar tidak akan selamat, kecuali Al- lah berkehendak lain dan melindunginya.
Sedan merah itu semakin mendekat. Ayyas se- makin cemas.
Ia pasrahkan segala takdirnya pada Allah Sang Maha Penentu nasib umat manusia. Ia tetap ber- diri dengan membopong Sofia sambil berdoa dalam hati, agar Allah melindunginya dan menyelamatkan Sofia. Ia tidak mungkin menur- unkan Sofia lalu lari menyelamatkan diri. Biarlah kalau memang dirinya harus mati, ia rela mati dalam perjalanan menolong orang yang hijrah di jalan Allah.
Mobil sedan merah itu terus mendekat. Begitu dekat, Ayyas melihat seorang ibu setengah baya yang mengendarai mobil itu. Ia lega. Ibu setengah baya itu menghentikan mobilnya tepat di samping Ayyas.
"Oh Tuhan, apa yang terjadi dengannya? Oh darahnya terus mengucur? Apa yang terjadi dengannya?" kata Ibu setengah baya itu sambil turun dari mobilnya.
"Tolonglah Madame, ada orang yang menem- baknya. Tadi nadinya masih berdenyut. Mungkin masih bisa diselamatkan kalau dia segera sampai di rumah sakit," kata Ayyas dengan bibir bergetar.
"Ditembak? Apa suara tembakan tadi?" "Iya benar." "Oh Tuhan. Apa salahnya? Kenapa sampai
ada yang tega padanya. Ayo cepat naik ke mobil. Kita bawa dia ke rumah sakit."
"Baik Madame." Ayyas membawa Sofia masuk ke mobil. Tan-
gan Sofia semakin terasa dingin. Ayyas mencari- cari denyut nadinya tetapi tidak juga ketemu. Jan- tung Ayyas seperti mau hilang. Ia tidak mau ke- hilangan Sofia. Ia tidak mau Sofia mati.
"Sofia, Sofia. Kau jangan mati dulu Sofia. Bertalianlah Sofia. Aku akan menikahimu. Demi Allah, aku akan menikahimu. Bertalianlah Sofia!" Kata Ayyas dengan airmata berderai. Ia belum pernah menangis seharu dan sesedih itu.
Tetapi Sofia tetap diam, dan darah di pundaknya terus mengalir.
Mobil sedan merah itu meluncur mening- galkan Aptekarsky Pereulok. Ibu setengah baya itu berusaha mengendarai mobil sedan itu secepat mungkin. Ayyas masih bergulat dengan rasa har- unya sambil terus memandangi Sofia yang ber- lumur darah. Jilbab putihnya memerah. Merah darah! Darah tmembasahi jok mobil sedan itu.
Ayyas terus mencari-cari denyut nadi Sofia; tidak juga ketemu. Ia meletakkan tangannya di depan hidung Sofia; tidak juga merasakan lembut nafasnya. Apakah Sofia sudah mati? Kecemasan dan kekhawatiran semakin merayap dalam diri Ayyas. Ia tak pernah merasakan kecemasan dan kekhawatiran yang sedemikian dalam seperti itu sebelumnya.
Ayyas langsung terisak-isak. Jika Sofia benar- benar mati, alangkah sedih dirinya. Alangkah menyesal dirinya tidak langsung menjawab tawaran Sofia. Dan alangkah bahagianya Sofia. Ia meninggal dalam keadaan mulia; husnul Ayyas langsung terisak-isak. Jika Sofia benar- benar mati, alangkah sedih dirinya. Alangkah menyesal dirinya tidak langsung menjawab tawaran Sofia. Dan alangkah bahagianya Sofia. Ia meninggal dalam keadaan mulia; husnul
Dan alangkah bahagianya Sofia yang telah menemukan bumi cinta yang sesungguhnya. Adakah bumi cinta yang lebih indah dari surgan- ya Allah Ta'ala?
Ayyas yakin, jika Sofia meninggal dunia, maka ia meninggal dalam keadaan syahid. Sebab ia meninggal dalam keadaan melangkahkan kaki menuju Allah dengan darah tertumpah di jalan Allah.
Ayyas terus terisak. Isakan yang kalau siapa pun melihat dan mendengarnya niscaya akan ter- sayat hatinya. Isakan seorang pencinta sejati, yang mencintai kekasihnya karena Allah, lalu ke- hilangan kekasihnya karena Allah p?ila. Adakah isakan yang lebih menyayat hati dari isakan seor- ang pencinta sejati yang kehilangan sang pujaan hati karena Allah Ta'ala?
Ayyas memandangi wajah Sofia yang pucat tetapi tetap anggun dalam-dalam. Sofia tetap saja diam. Kedua matanya tetap terkatup. Darah terus mengalir. Dan airmata Ayyas terus menetes, se- mentara hatinya tiada henti meratap kepada Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, lagi Maha Mengabulkan segala doa hamba-hamba- Nya.
Dengan penuh rasa cinta karena Allah semata, Ayyas memanjatkan doa dalam getar suara yang menyesakkan dada, "Ya Allah, aku tetap memo- hon kepada-Mu agar Engkau selamatkan Sofia. Hanya Engkau yang bisa menyelamatkannya ya Allah. Engkaulah Dzatyang menghidupkan dan mematikan. Ya Allah berilah kesempatan padaku untuk memenuhi permintaan orang yang ber- hijrah di jalan-Mu. Akan tetapi jika Engkau menakdirkan Sofia mati, ya Allah, maka jadikan- lah matinya itu syahid di jalan-Mu. Dan terima- lah dia dengan penuh keridhaan dari-Mu. Jika itu yang terjadi ya Allah, maka syahidkan pula aku di jalan-Mu, agar kelak aku bisa berjumpa Dengan penuh rasa cinta karena Allah semata, Ayyas memanjatkan doa dalam getar suara yang menyesakkan dada, "Ya Allah, aku tetap memo- hon kepada-Mu agar Engkau selamatkan Sofia. Hanya Engkau yang bisa menyelamatkannya ya Allah. Engkaulah Dzatyang menghidupkan dan mematikan. Ya Allah berilah kesempatan padaku untuk memenuhi permintaan orang yang ber- hijrah di jalan-Mu. Akan tetapi jika Engkau menakdirkan Sofia mati, ya Allah, maka jadikan- lah matinya itu syahid di jalan-Mu. Dan terima- lah dia dengan penuh keridhaan dari-Mu. Jika itu yang terjadi ya Allah, maka syahidkan pula aku di jalan-Mu, agar kelak aku bisa berjumpa
Mendengar doa Ayyas, ibu setengah baya itu dengan lirih berkata,
"Ameen. Tuhan pasti mengabulkan doa yang berbalut darah dan airmata seperti doamu, Mal- cishka. Percayalah, Tuhan pasti mengabulkan. Pasti."
~TAMAT~
@Created by PDF to ePub