Manusia Baru

39. Manusia Baru

Matahari sore bersinar kuning keemasan. Langit biru cerah. Angin berhembus sejuk. Tidak panas, juga tidak dingin. Bunga-bunga ber- mekaran di pinggir-pinggir jalan dan di taman- taman. Ayyas melangkah dengan dada lapang. Besok lusa ia akan pulang, tidak ke India tempat dimana ia belajar, tetapi langsung ke Tanah Air tempat dimana ia akan berjuang. Keberadaannya sekian bulan di Moskwa cukup menambah pengalaman yang bisa ia bagi-bagikan kepada orang-orang di kampung. Apa yang ia lihat dan ia alami, juga hikmah yang ia dapat selama di Moskwa bisa digunakan sebagai bahan untuk memotivasi anak-anak muda yang haus hikmah dan pelajaran.

Ayyas menyusuri Aptekarsky Pereulok. Be- berapa puluh meter lagi ia akan sampai di depan dom-nya. Cukup melelahkan juga ia berjalan ke- liling kota Moskwa dari pagi sampai menjelang sore. Ia sudah melihat keindahan hamparan Ayyas menyusuri Aptekarsky Pereulok. Be- berapa puluh meter lagi ia akan sampai di depan dom-nya. Cukup melelahkan juga ia berjalan ke- liling kota Moskwa dari pagi sampai menjelang sore. Ia sudah melihat keindahan hamparan

Konon, stasiun itu memang sengaja dibangun untuk memberikan kesan kekuatan dan keabadian kekaisaran gaya Stalin. Sayangnya, Ayyas tidak kuat untuk mencapai Galeri Tretyakov. Ia sudah sangat letih. Jika masih ada waktu, besok setelah belanja tambahan oleh-oleh bersama Pak Joko, ia akan menyempatkan masuk Galeri Tretyakov yang terkenal itu.

Ayyas melihat ke depan. Sekilas ia melihat se- orang gadis dengan pakaian rapi menghilang Ayyas melihat ke depan. Sekilas ia melihat se- orang gadis dengan pakaian rapi menghilang

Shamil nampak begitu sedih mendengar berita itu. Ia sampai meneteskan airmata. Shamil keli- hatannya masih ingin belajar banyak dari Ayyas. Sementara Sarah meskipun juga nampak sedih, tetapi tidaklah sesedih kakaknya. Sarah berjanji akan membuatkan kenang-kenangan untuk Ayyas sebelum pulang. Sarah berjanji akan membuatkan syal dari benang wol yang akan ia rajut sendiri dengan kedua tangannya. Ayyas sangat bahagia mendengarnya.

Apakah itu Sarah yang mengantarkan syal buatannya? Ayyas tidak bisa memastikan, tetapi entah kenapa ia yakin begitu saja bahwa yang masuk adalah Sarah. Ayyas mengejar dengan Apakah itu Sarah yang mengantarkan syal buatannya? Ayyas tidak bisa memastikan, tetapi entah kenapa ia yakin begitu saja bahwa yang masuk adalah Sarah. Ayyas mengejar dengan

Ayyas masuk dom tak lama setelah gadis itu masuk. Ketika sampai di tangga Ayyas mendengar suara sepatu perempuan sedang naik. Kembali ia beranggapan itu adalah Sarah. Ia tirukan suara langkah itu. Dan jika berhenti ia ikut berhenti. Beberapa saat kemudian ia merasa ditunggu, sebab lama sekali suara itu terdiam, padahal ia yakin belum sampai lantai tiga di mana ia tinggal. Ayyas yakin, Sarah sedang menunggu siapa orang yang mengikutinya.

Akhirnya Ayyas tidak tahan untuk diam terus. Ia melangkah naik. Dengan tenang kakinya menapaki tangga menuju lantai tiga. Ayyas meli- hat agak ke atas ke orang yang tengah menunggu dirinya yang ia kira Sarah. Ia kaget. Seorang per- empuan muda nampak diam menunggunya. Be- gitu kedua matanya menangkap sosok yang ber- diri tak jauh darinya ia langsung tahu, bahwa itu bukan Sarah. Hanya warna pakaiannya saja yang seperti warna pakaian Sarah. Tubuh Sarah tidak Akhirnya Ayyas tidak tahan untuk diam terus. Ia melangkah naik. Dengan tenang kakinya menapaki tangga menuju lantai tiga. Ayyas meli- hat agak ke atas ke orang yang tengah menunggu dirinya yang ia kira Sarah. Ia kaget. Seorang per- empuan muda nampak diam menunggunya. Be- gitu kedua matanya menangkap sosok yang ber- diri tak jauh darinya ia langsung tahu, bahwa itu bukan Sarah. Hanya warna pakaiannya saja yang seperti warna pakaian Sarah. Tubuh Sarah tidak

Ayyas jadi salah tingkah. Ia merasa telah mempermainkan orang lain. Ia sangat menyesal kenapa ia bertingkah seperti anak kecil dengan menirukan langkah orang yang menaiki tangga yang ada di depannya. Ternyata yang ia tirukan suara langkahnya bukan Sarah, yang biasa menirukan langkahnya kalau ia berkunjung ke rumahnya, dan kebetulan Sarah ada di belakangnya.

Yang ada di depannya ternyata bukan Sarah, tetapi perempuan dewasa yang ia belum pernah melihat wajahnya sebelumnya. Ayyas tidak be- rani menatap perempuan itu karena malu. Perem- puan itu pasti marah padanya. Ayyas bersiap un- tuk menerima cacian dari perempuan itu dan ber- siap untuk meminta maaf kepadanya dengan pen- uh kerendahan hati.

"Ayyas?" Sapa perempuan itu dengan suara lembut dan bibir bergetar.

Ayyas kaget mendengarnya. Perempuan yang tidak dikenalnya itu mengenal dirinya dan memanggil namanya. Otaknya langsung berputar, mungkin dia salah satu peserta seminar di Fak- ultas Kedokteran MGU, atau dia salah satu pemirsa acara talk show "Rusia Berbicara" se- hingga ia mengenalnya. Tiba-tiba ada rasa bangga menyusup di dalam hatinya. Ternyata dir- inya terkenal juga di Moskwa. Menyadari ada rasa takjub pada diri sendiri yang hadir, Ayyas langsung beristighfar memohon ampun kepada Allah.

Takjub pada diri sendiri menurut para ulama adalah sifat tercela, termasuk penyakit hati yang harus diberantas. Sebab takjub pada diri sendiri ibaratnya adalah saudara kandung takabbur. Dan itu adalah sifat yang hanya Allah yang boleh memilikinya, makhhLk-Nya tidak boleh. Makhluk yang takabbur sangat dimurkai Allah. Ayyas kembali beristighfar.

"Anda Ayyas, benar?" Tanya perempuan itu lagi.

"Ya benar. Saya Ayyas. Bagaimana Anda ken- al saya?" Jawab Ayyas dan balik bertanya.

"Kau sudah lupa padaku ya? Aku ini Linor." "Linor?" "Iya, Linor yang pernah satu apartemen

denganmu."

"Ingatan saya masih sehat. Maaf, Linor yang pernah saya kenal tidak seperti Anda." "Demi Allah, Ayyas, aku ini Linor." m "Dan Linor yang aku kenal tidak mengenal

sumpah demi Allah."

"Sekarang Linor itu sudah mengenal Allah, Ayyas. Dia sudah berubah. Ayo izinkan aku mas- uk ke apartemenmu aku akan jelaskan semuanya."

"Jelaskanlah di sini saja. Tidak ada masalah. Aku takut kalau kau masuk ke apartemen berdua denganku nanti bisa terjadi fitnah."

"Tolonglah Ayyas, ini penting sekali. Dan aku sekalian mau numpang shalat." "Shalat?" "Ya."

"Linor mau shalat?" "Ya." "Allahu akbari'Ini sebuah keajaiban. Tetapi

aku belum bisa percaya kalau Anda Linor."

"Berilah kesempatan padaku untuk shalat dan menunjukkan siapa aku sebenarnya." "Baiklah. Mari." Ayyas melangkah menuju pintu apartemennya

dan membukanya. Ia lalu mempersilakan Linor masuk. Ayyas mempersilakan tamunya untuk mengambil air wudhu dan shalat di ruang tamu. Ia sendiri setelah wudhu masuk kamarnya dan menutupnya rapat-rapat pintu kamarnya. Ayyas shalat di dalam kamarnya.

Di kamar mandi Linor melepas wignya. Ia membersihkan mukanya dengan pembersih yang ia bawa. Alis yang ia tebalkan ia bersihkan dan ia biarkan seperti aslinya. Beberapa tahi lalat yang ia buat juga sudah hilang. Kini yang nampak ada- lah Linor yang sesungguhnya. Ia kemudian me- makai busana Muslimah yang ada di tas ranselnya. Setelah itu ia keluar ke ruang tamu Di kamar mandi Linor melepas wignya. Ia membersihkan mukanya dengan pembersih yang ia bawa. Alis yang ia tebalkan ia bersihkan dan ia biarkan seperti aslinya. Beberapa tahi lalat yang ia buat juga sudah hilang. Kini yang nampak ada- lah Linor yang sesungguhnya. Ia kemudian me- makai busana Muslimah yang ada di tas ranselnya. Setelah itu ia keluar ke ruang tamu

Selesai shalat, Linor menunggu Ayyas dengan sabar, dengan duduk di sofa ruang tamu. Ia du- duk dengan menundukkan kepala. Pe- nampilannya sangat berbeda dengan Linor saat tinggal di Smolenskaya dan dengan Linor yang menyamar menjadi gadis Rusia tadi.

Sepuluh menit kemudian, Ayyas keluar. Pemuda Indonesia itu tersentak melihat ada sosok berjilbab duduk di sofa ruang tamunya dengan muka tertunduk. Sosok itu samasekali bukan sosok yang tadi memaksanya masuk untuk numpang shalat.

"Anda siapa?" "Tadi sudah aku katakan, aku ini Linor."

"Anda perempuan yang tadi?"

"Ya." Jawab perempuan itu sambil mengangkat kepalanya. Perlahan nampaklah wa- jahnya. Dan Ayyas tersentak kaget. Hatinya lang- sung berdesir melihat wajah perempuan yang ada di hadapannya. Itu adalah benar Linor. Nampak "Ya." Jawab perempuan itu sambil mengangkat kepalanya. Perlahan nampaklah wa- jahnya. Dan Ayyas tersentak kaget. Hatinya lang- sung berdesir melihat wajah perempuan yang ada di hadapannya. Itu adalah benar Linor. Nampak

"Subhanallah. Anda benar-benar Linor." "Ya aku Linor." "Dan Anda kini berjilbab dan shalat?" "Ya, karena aku sudah menjadi Muslimah

sekarang."

"Alhamdulillah. Maha Besar Allah. Kenapa Anda ada di gedung tua ini? Apakah Anda tersesat dan kita bertemu dengan tidak sengaja?"

"Moskwa ini sudah menjadi sumsum bagiku. Aku samasekali tidak tersesat. Aku memang

menyengaja datang ke dom tua ini."

"Apa atau siapa yang Anda cari." "Kamu. Ayyas. Yang aku cari." "Aku." "Ya." "Kenapa kau mencariku? Dan ke mana saja

kau selama ini? Yelena sampai putus asa mencari keberadaan mu."

"Baiklah aku akan bercerita panjang lebar. Termasuk bercerita bagaimana aku masuk Islam.

kepada siapa-siapa kecuali kepada dirimu saja. Apa kau bersedia berjanji?"

"Baik. Aku janji." Linor lalu menceritakan semuanya. Siapa dir-

inya sebenarnya. Termasuk siapa yang meran- cang pengeboman Metropole Hotel. Reaksi Ayy- as sama seperti keluarga Tuan Yunus Bugha; awalnya Ayyas merasa jijik mendengar cerita kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan Linor tanpa perikemanusiaan. Tetapi ketika sampai ba- gian jati dirinya yang sebenarnya seperti yang diceritakan Madame Ekaterina, Ayyas mulai sim- pati. Lalu perjuangannya mengkaji Islam untuk mencari petunjuk hidup membuat Ayyas ter- kesima dan berempati.

Pada saat Linor mencer. itakan bagaimana ia mengucapkan dua kalimat syahadat, Ayyas men- eteskan airmata. Bahkan agen Zionis, jika Allah menghendakinya mendapatkan hidayah, maka terjadilah proses itu begitu saja. Proses yang tidak bisa dibuat-buat. Proses menemukan Pada saat Linor mencer. itakan bagaimana ia mengucapkan dua kalimat syahadat, Ayyas men- eteskan airmata. Bahkan agen Zionis, jika Allah menghendakinya mendapatkan hidayah, maka terjadilah proses itu begitu saja. Proses yang tidak bisa dibuat-buat. Proses menemukan

Terakhir Linor menceritakan mimpinya ber- temu ibu kandungnya yang sudah mati syahid ketika berangkat ke Berlin. Juga pesan ibunya untuk mencari pendamping hidup yang teguh menjaga kesucian seperti Nabi Yusuf. Dan dengan berterus terang, dan dengan mata berkaca-kaca Linor berkata,

"Aku sudah mendapatkan cerita Nabi Yusuf dengan sangat detil. Aku merasa tidak perlu bin- gung mencarinya, sebab aku telah me- nemukannya. Dan saat diriku dulu masih jahiliyyah aku sudah pernah mengujinya. Dan ia sungguh lelaki yang sangat menjaga kesucian. Ia samasekali tidak tergoda. Rasa takutnya kepada Allah mengalahkan nafsunya yang membara. Dan lelaki itu adalah kau, Ayyas. Maka jauh-jauh dari Berlin dengan risiko yang sangat besar kar- ena mungkin aku kini sedang jadi target para agen itu, aku datang ke Moskwa ini, memang tujuan utamaku adalah menemuinya. Pertama "Aku sudah mendapatkan cerita Nabi Yusuf dengan sangat detil. Aku merasa tidak perlu bin- gung mencarinya, sebab aku telah me- nemukannya. Dan saat diriku dulu masih jahiliyyah aku sudah pernah mengujinya. Dan ia sungguh lelaki yang sangat menjaga kesucian. Ia samasekali tidak tergoda. Rasa takutnya kepada Allah mengalahkan nafsunya yang membara. Dan lelaki itu adalah kau, Ayyas. Maka jauh-jauh dari Berlin dengan risiko yang sangat besar kar- ena mungkin aku kini sedang jadi target para agen itu, aku datang ke Moskwa ini, memang tujuan utamaku adalah menemuinya. Pertama

"Aku tahu bahwa diriku sangat kotor. Kau bahkan pernah memergoki diriku melakukan per- buatan yang keji itu. Jujur, sesungguhnya aku tidak merasa pantas menjadi pendampingmu. Tetapi aku tidak tahu harus berbuat bagaimana untuk memenuhi pesan ibuku. Aku memang su- dah bobrok, karenanya dengan berislam aku ber- harap aku bisa membuka lembaran hidup baru. Hidup yang berlandas pada iman dan takwa. Hidup di bumi cinta yang meninggikan panji- panji kalimat tauhid: Laa ilaaha Mallah! Aku su- dah berjanji pada diriku sendiri, akan me- wakafkan diri ini untuk berjuang di jalan Allah, sebagai tebusan dosa-dosa yang aku lakukan se- belum ini."

Ayyas mengambil nafas panjang, Tak terasa airmatanya meleleh mendengar perjalanan hidup Linor yang penuh liku dan ujian. Jauh lebih berat Ayyas mengambil nafas panjang, Tak terasa airmatanya meleleh mendengar perjalanan hidup Linor yang penuh liku dan ujian. Jauh lebih berat

Kini Linor memintanya menjadi suaminya. Seketika ia teringat dengan apa yang dilakukan Linor beberapa waktu yang lalu di ruang tamu bersama lelaki bule itu. Ia tidak bisa meneriman- ya. Tetapi nuraninya kemudian bicara, bahwa itu adalah Linor saat masih jahiliiyyah. Sekarang Linor sudah berubah. Keislamannya telah menghapus semua dosa yang dilakukannya di masa lalu. Jadi Linor sekarang ini masih bersih, sebersih bayi yang baru dilahirkan.

"Saya doakan kau istiqamah di jalan yang lur- us, dan kaupegang teguh keislamanmu sampai kau bertemu Allah. Untuk permintaanmu, sung- guh kau adalah gadis dengan pesona yang tidak bisa ditolak kaum lelaki. Tetapi berumah tangga bukanlah sebuah permainan atau hanya uji coba. Berumah tangga harus semakin melipatgandakan amal saleh dan kebaikan. Ini tidak sederhana. Saya perlu musyawarah dan Istikharah. Padahal "Saya doakan kau istiqamah di jalan yang lur- us, dan kaupegang teguh keislamanmu sampai kau bertemu Allah. Untuk permintaanmu, sung- guh kau adalah gadis dengan pesona yang tidak bisa ditolak kaum lelaki. Tetapi berumah tangga bukanlah sebuah permainan atau hanya uji coba. Berumah tangga harus semakin melipatgandakan amal saleh dan kebaikan. Ini tidak sederhana. Saya perlu musyawarah dan Istikharah. Padahal

"Bagaimana kalau nanti malam kau Istikharah, jadi besok pagi sudah ada jawabannya?"

"Bagaimana kalau setelah Istikharah sekali be- lum juga ada kemantapan mengiyakan atau menolak?"

"Sebenarnya aku tidak tergesa-gesa. Aku han- ya menyampaikan apa yang ada di dalam hatiku, yang aku merasa akan terus mengganjal jika kau benar-benar telah pergi meninggalkan Moskwa, tanpa tahu apa yang terjadi pada diri Linor ses- ungguhnya. Jika kau mau kau tetap saja pada ren- canamu pulang ke Indonesia. Di Indonesia kau bisa musyawarah dengan keluarga dan handai taulan, dan kau bisa beristikharah. Hasilnya yang berati sangat kauyakini, sampaikanlah kepadaku. Menerima atau menolak. Jika menerima di mana akad nikah akan dilangsungkan. Aku siap jika akadnya harus di Indonesia. Aku akan terbang ke Indonesia, insya Allah."

"Saranmu itu baik. Kalau begitu biarlah aku musyawarah dan shalat Istikharah di Indonesia."

"Aku akan bersabar menunggumu. Aku ber- harap tidak lama setelah kau sampai di Indonesia, kau menyampaikan kabar baikmu kepadaku. Dan aku berharap Indonesia menjadi bumi cinta, di- mana aku bisa mewakafkan seluruh sisa umurku untuk berjuang meninggikan kalimat Allah."

"Amin." Hati Ayyas meleleh mendengar kalimat Linor

yang penuh harap. Ia sendiri tidak bisa langsung mengiyakan permintaan Linor. Ia tetap harus ber- musyawarah dengan banyak orang. Termasuk ia akan menyempatkan minta pendapat Imam Has- an Sadulayev. Jika ternyata perjuangan Linor le- bih diperlukan di Rusia atau Eropa, tentu lebih baik Linor menikah dengan Muslim Rusia atau Eropa. m

Namun, jika memang pada akhirnya, setelah melalui berbagai pertimbangan dan shalat Istikharah, ternyata menikahi Linor dinilai memi- liki banyak kebaikan untuk dunia dakwah, Ayyas Namun, jika memang pada akhirnya, setelah melalui berbagai pertimbangan dan shalat Istikharah, ternyata menikahi Linor dinilai memi- liki banyak kebaikan untuk dunia dakwah, Ayyas

Ayyas hanya mengharap ridha dan kebaikan di mata Allah, bukan di mata manusia. Yang jelas, bagi Ayyas menikah tidak semata-mata per- temuan lelaki dan perempuan dalam akad yang sah. Pernikahan harus menjadi langkah lebih maju dalam mengabdi dan beribadah kepada Allah.

"Apakah kau sudah melihat apartemen di Smolenskaya?" Tanya Ayyas pelan.

"Belum. Aku harus sangat berhati-hati. Aku tidak boleh lengah sedikit pun. Bagaimana kabar Yelena?"

"Jadi kau belum tahu kabar Yelena?'* "Belum." "Alhamdulillah, Yelena sekarang juga sudah

Muslimah ' "Benarkah?" Linor tidak percaya. "Benar."

"Yelena yang tidak percaya adanya Tuhan itu sekarang Muslimah?"

"Iya. Dia mengucapkan kalimat syahadat di masjid Prospek Mira. Ribuan orang menjadi sak- si keislamannya."

"Allahu akbar!" "Dan Yelena sekarang sudah menikah dengan

temanku, Devid. Bahkan sudah positif hamil."

"Alhamdulillah. Aku rasa, keberadaanmu di Moskwa ini membawa banyak berkah. Yelena bisa masuk Islam dan menikah dengan temanmu sedikit banyak ada pengaruh dari keberadaanmu di Smoleskaya. Paling tidak karena kau datang, temanmu itu jadi kenal Yelena."

"Aku rasa semuanya sudah diatur Allah." "Benar. Dan aku berharap agar Allah mengat-

ur yang terbaik untuk perjalanan hidupku selanjutnya."

"Semoga Allah mengabulkan." "Amin. Sekali lagi, jangan lupa kabar baiknya

setelah sampai di Indonesia."

"Bagaimana caranya aku harus mengabar- imu?" tanya Ayyas.

"Kirim saja email ke [email protected] . Dan jangan panggil lagi aku Linor, panggil aku Sofia. Itu namaku sejak kecil dan itu nama Muslimahku."

"Insya Allah. Sofia adalah nama salah satu is- tri Baginda Rasulullah Muhammad Saw. Semoga kau bisa meneladani beliau. Semoga kau jadi pemberani seperti beliau, dan tidak takut kecuali kepada Allah Ta'ala."

"Amin." Sofia meninggalkan apartemen Ayyas dengan

tetap mengenakan gamis dan jilbab. Ia melangkah tanpa ragu sedikit pun. Kini ia merasa tidak ada yang perlu ditakutinya kecuali Allah.

Angin semilir musim semi berhembus men- giringi kepergian Sofia meninggalkan dom tua itu. Sofia melangkah dengan wajah cerah dan hati bertasbih kepada Allah. Ia berharap Allah mem- pertemukan dengan orang yang didambanya di bumi cinta. Bumi yang di dalamnya kalimat

Allah dijunjung tinggi dan hati-hati manusia diikat oleh tali tauhid yang indah menyejukkan.