Konvensi. Hanya saja, walaupun komite-komite tersebut dapat memperingatkan negara yang tidak melaksanakan kewajibannya namun belum ada sarana untuk
memaksa suatu negara menghentikan pelanggaran yang dilakukan.
61
Pada tahun 1959, Austria, Ceylon, Ecuador, Sweden, Venezuela, dan Uruguay mengusulkan suatu resolusi dalam Majelis Umum untuk mengundang
Dewan Ekonomi dan Sosial untuk memulai studi terhadap isu hukuman mati. Usulan ini selain mendapat dukungan dari berbagai negara anggota lain, juga
mengundang protes dari Uni Soviet dan Polandia, dengan menyatakan bahwa hukuman mati merupakan isu dalam yurisdiksi nasional dan tidak bisa menjadi
topik studi PBB. Austria, Italia dan negara lainnya menjawab dengan alasan bahwa berhubung PBB telah menangani isu seperti prostitusi, peredaran obat
terlarang dan hukuman terhadap genosida, maka ia juga kompeten untuk mempelajari masalah hukuman mati.
C. Berbagai Upaya PBB Mendorong Penghapusan Hukuman Mati
62
Bersamaan dengan perancangan norma hukum internasional dalam UDHR dan ICCPR, badan-badan dalam PBB yang berbeda mulai terlibat dalam berbagai
inisiatif yang bertujuan untuk membatasi, atau pada tujuan akhirnya, menghapus hukuman mati. Secara umum, ide ini dicetuskan oleh Commission on Human
Rights beserta Sub-Commission-nya, dan saat ada kesepakatan bulat, dihasilkanlah resolusi oleh Economic and Social Council Dewan Ekonomi dan Sosial dan
61
Ibid, hal. 487.
62
William A. Schabas, 1, op. cit, hal. 156.
Universitas Sumatera Utara
General Assembly Majelis Umum.
63
Resolusi awal yang dibawakan dalam sesi tahun 1968 oleh Commission on Human Rights, menunjukkan hasil observasi berupa, “the major trend among
experts and practitioners in the field is towards the abolition of capital punishment”, bahwa kecenderungan mayoritas dari para ahli dan praktisi dalam
bidang ini adalah menuju penghapusan hukuman mati. Resolusi tersebut mencantumkan serangkaian safeguards atau upaya perlindungan yang menghargai
hak banding appeal, grasi pardon, penundaan hukuman mati reprieve dan penundaan eksekusi oleh hukum sampai tidak berlakunya prosedur-prosedur
tersebut mandated delay of execution until the exhaustion of such procedures, juga mengundang pemerintah nasional untuk memberikan penangguhan 6 bulan
sebelum pelaksanaan hukuman mati. Dalam Majelis Umum, banyak negara retensionis menyambut resolusi ini dengan senang hati, mengatakan bahwa
resolusi ini akan menjaga aspek “humanitarian” dalam isu hukuman mati. Di lain sisi, negara-negara abolisionis justru mengkritik resolusi tersebut, menyatakan
bahwa isi resolusi tersebut tidak akan menarik negara-negara untuk menghapus hukuman mati. Walaupun demikian, dengan hanya sedikit amandemen, resolusi
ini disahkan oleh Majelis Umum.
64
United Nations Congress on Crime Prevention and Control, yang diadakan setiap 5 tahun, juga menyediakan forum debat mengenai hukuman mati.
Pada United Nations Congress on Crime Prevention and Control yang keenam
63
William A. Schabas, 2, op. cit.
64
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
yang diadakan pada tahun 1980 di Caracas, kebanyakan waktu sidang dialokasikan ke pembahasan mengenai hukuman mati. Rancangan resolusi yang
menghimbau pembatasan yang pada akhirnya akan menuju ke penghapusan hukuman mati menambahkan bahwa penghapusan akan menjadi suatu kontribusi
yang signifikan untuk memperkuat hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Selain itu, dimuat juga isi resolusi yang menghimbau negara-negara yang belum
menghapus hukuman mati untuk mempertimbangkan diadakannya penangguhan hukuman mati. Tetapi karena berhadapan dengan oposisi yang keras dan
kurangnya waktu untuk menyelesaikan pembahasan, rancangan resolusi yang telah direvisi ini ditarik kembali oleh pihak pengusul.
65
Pada tahun 1990, Congress diadakan di Havana, suatu resolusi mengenai hukuman mati kembali diusulkan. Isinya tetap pada ide penangguhan hukuman
mati dengan waktu paling sedikit 3 tahun. Resolusi ini disahkan oleh Committee dengan suara 40 lawan 21, dengan 16 lainnya abstain, tetapi kemudian ditolak
dalam plenary session karena gagal memperoleh suara mayoritas dua per tiga.
66
Pada tahun 1994, dalam sesi ke-49, suatu rancangan resolusi dari Majelis Umum menjadi pusat perhatian dengan menghimbau penangguhan hukuman mati.
Resolusi ini berasal dari dari suatu Lembaga Swadaya Masyarakat yang baru terbentuk di saat itu, yakni “Hands Off Cain the International League for
Abolition of the Death Penalty Before the Year 2000”, yang memperoleh dukungan dari Parlemen Italia. Paragraf pendahuluan dari resolusi tersebut
65
Ibid.
66
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
merangkum semangat Resolusi Majelis Umum di tahun-tahun sebelumnya mengenai hukuman mati, Safeguards tahun 1984, isi UDHR, ICCPR, Convention
on the Rights of the Child CRC, statuta dari ad hoc criminal tribunals for the former Yugoslavia and Rwanda, dan rancangan statuta dari International Criminal
Court yang baru diusulkan pada saat itu. Isi dari tiga paragraf intinya antara lain: • Paragraf pertama mengundang negara-negara yang masih
mempertahankan hukuman mati untuk melaksanakan kewajiban mereka di bawah ICCPR dan CRC.
• Paragraf kedua mengundang negara-negara yang masih mempertahankan hukuman mati untuk mempertimbangkan
pembatasan lebih lanjut pada jumlah kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati.
• Paragraf ketiga mendukung semua negara yang belum menghapus hukuman mati untuk mempertimbangkan kemungkinan untuk
meangadakan penangguhan terhadap eksekusi yang belum dilaksanakan.
Italia memperoleh 49 pendukung untuk pengesahan resolusi ini, tetapi aksi ini digagalkan oleh Singapura dengan bantuan dari beberapa negara pro-hukuman
mati.
67
Melihat sejarah perdebatan yang terjadi dalam PBB, tampak bahwa upaya PBB untuk menghimbau penghapusan hukuman mati tidak berjalan mulus dan
banyak mengalami tantangan dari negara retensionis. Namun demikian, usaha
67
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
PBB tidak pernah berhenti, telah ada beberapa resolusi penting yang berhasil dikeluarkan dengan tujuan untuk membatasi penerapan hukuman mati yang pada
akhirnya akan mewujudkan penghapusan total, antara lain sebagai berikut: 1.
Annex dari Resolusi 198450 pada tanggal 25 Mei 1984 oleh Dewan Ekonomi dan Sosial mengenai Safeguards Guaranteeing Protection of the
Rights of Those Facing the Death Penalty, yang menjadi standar minimum dalam penerapan hukuman mati.
68
2. Serangkaian Resolusi yang ditetapkan oleh The Commission on Human
Rights, yang terakhir adalah Human Rights Resolution 200559 pada tangga 20 April 2005 dengan judul “The Question of Death Penalty”, yang
menghimbau negara-negara yang masih memberlakukan hukuman mati untuk segera melakukan penghapusan total, dan dalam kurun waktu
tersebut, memberlakukan penangguhan eksekusi, beserta himbauan- himbauan lainnya.
69
3. Resolusi 62149, Moratorium on the use of the death penalty yang
ditetapkan pada tanggal 18 Desember 2007 oleh Majelis Umum.
70
Dalam Resolusi 200559 oleh Commission on Human Rights, dicantumkan permintaan kepada Sekjen PBB untuk memberikan laporan kepada Commission
68
Annex to Economic and Social Council Resolution 198450 of 25 May 1984, Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of Those Facing the Death Penalty, E.S.C. res.
198450, annex, 1984 U.N. ESCOR Supp. No. 1 at 33, U.N. Doc. E198484 1984.
69
UN Commission on Human Rights, Human Rights Resolution 200559: The Question of the Death Penalty, 20 April 2005, ECN.4RES200559,
http:www.unhcr.orgrefworlddocid45377c730.html, diakses pada tanggal 14 October 2010.
70
General Assembly Resolution 62149 of 18 December 2007, Moratorium on the use of the death penalty, A62439Add.2.
Universitas Sumatera Utara
setiap tahun, dimana permintaan ini telah diteruskan sejak dikeluarkan Resolusi 199712. Laporan dari Sekjen PBB berisi perubahan dalam hukum dan praktik
huukman mati serta implementasi safeguards di seluruh dunia dengan mengadakan konsultasi dengan pemerintah-pemerintah, specialized agencies dan
organisasi antarpemerintah maupun non-pemerintah lembaga swadaya masyarakat. Dengan meminta negara-negara untuk memberikan laporan setiap
tahun dan menerima hasil analisis mengenai perilaku mereka, diharapkan dapat meningkatkan tekanan bagi negara untuk bersedia menghapus hukuman mati.
71
Di samping itu, Resolusi Majelis Umum yang menghendaki penangguhan pada hukuman mati berlandaskan pada Piagam PBB dan sejumlah perjanjian hak
asasi manusia universal seperti UDHR, ICCPR serta CRC. Selain itu, resolusi ini juga menegaskan kembali dua resolusi organ lainnya yang disebut di atas.
72
Beberapa aspek penting dari resolusi ini adalah sebagai berikut:
73
1. Expresses its deep concern about the continued application of the death
penalty; 2.
Calls upon all States that still maintain the death penalty: a.
To respect international standards that provide safeguards guaranteeing protection of the rights of those facing the death penalty,
in particular the minimum standards, as set out in the annex to Economic and Social Council resolution 198450 of 25 May 1984;
b. To provide the Secretary-General with information relating to the use
of capital punishment and the observance of the safeguards guaranteeing protection of the rights of those facing the death penalty;
c. To progressively restrict the use of the death penalty and reduce the
number of offences for which it may be imposed;
71
Michelle Mckee, “Tinkering with the Machinery of Death: Understanding Why the United States Use of the Death Penalty Violates Customary International Law”, 6 Buff. Hum. Rts.
L. Rev. 153, 2000.
72
General Assembly Resolution 62149 of 18 December 2007, Moratorium on the use of the death penalty, A62439Add.2.
73
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
d. To establish a moratorium on executions with a view to abolishing the
death penalty; 3.
Calls upon States which have abolished the death penalty not to reintroduce it;
Terjemahan kutipan di atas dalam Bahasa Indonesia: 1.
Menyatakan kekhawatiran yang dalam tentang masih adanya pemberlakuan hukuman mati;
2. Mengajak semua negara yang masih memberlakukan hukuman mati untuk:
a. Menghormati standar internasional yang memberikan tindakan
pengamanan yang menjamin proteksi hak-hak mereka yang menghadapi hukuman mati, khususnya standar minimum yang
dikemukakan dalam lampiran Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial No. 198450 pada tanggal 25 Mei 1984;
b. Memberikan informasi kepada Sekretaris Jenderal PBB sehubungan
dengan pemberlakuan huku man mati dan ketaatan terhadap pengamanan yang menjamin proteksi hak-hak mereka yang
menghadapi hukuman mati;
c. Secara progresif melarang pemberlakuan hukuman mati dan
mengurangi jumlah pelanggaran yang dapat dijatuhi hukuman mati. d.
Menetapkan penangguhan pelaksanannya dengan tujuan untuk menghapuskan hukuman mati.
3. Mengajak negara-negara yang telah menghapus hukuman mati untuk tidak
memberlakukannya kembali.
D. Pengaruh Resolusi PBB terhadap Kedaulatan Hukum Nasional Negara