Larangan atas Perampasan Hak Hidup Secara Sewenang-wenang Arbitrariness

kompeten, yang setidaknya sesuai dengan standar dalam Pasal 14 ICCPR. Mengenai kategori orang yang harus dikecualikan dari hukuman mati, Safeguards menambahkan “new mothers” dan “person who have become insane” ke dalam isi kategori pelaku di bawah umur dan wanita hamil yang telah dilindungi oleh Article 6 Ayat 5 dari ICCPR. 203 Selain itu, Safeguards ini ditetapkan PBB dengan pandangan bahwa isinya tidak akan dijadikan alasan atau digunakan untuk menunda atau mencegah penghapusan hukuman mati. 204 Menurut Human Rights Committee, kata “kesewenang-wenangan” arbitrariness tidak bisa disamakan dengan “melawan hukum”, tetapi harus diinterpretasikan secara lebih luas, dan memasukkan arti ketidakpantasan inappropriateness, ketidakadilan injustice, dan sifat kurang dapat diprediksi lack of predictability.

2. Larangan atas Perampasan Hak Hidup Secara Sewenang-wenang Arbitrariness

205 Lebih lanjut dijelaskan oleh Daniel Nsereko, bahwa suatu perampasan hak untuk hidup adalah sewenang-wenang jika dilakukan tanpa mempertimbangkan rules of natural justice atau due process of law, jika dilakukan dengan sikap yang bertentangan dengan hukum, ataupun jika dilakukan dengan menurut hukum yang bersifat otoriter dan tirani serta bertentangan dengan standar hak asasi manusia 203 William A. Schabas, 2, op. cit. 204 Roger Hood, op.cit, hal. 1. 205 William A. Schabas, 1, op.cit, hal. 98. Universitas Sumatera Utara internasional ataupun hukum humaniter internasional. 206 Larangan penerapan hukuman mati dan eksekusi dicantumkan dalam ICCPR yakni pada Pasal 6 Ayat 5 terhadap kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di bawah usia delapan belas tahun dan tidak boleh dilaksanakan terhadap perempuan yang tengah mengandung. Larangan Penerapan Hukuman Mati dan Eksekusi terhadap Kelompok Orang Tertentu 207 Dalam American Convention on Human Rights, selain turut memasukkan ide ICCPR, Konvensi tersebut memperluas perlindungannya dengan mencakup pengecualian penerapan hukuman mati terhadap orang yang berumur di atas 70 tahun. 208 Aturan pengecualian terhadap anak di bawah umur pada dasarnya merupakan bentuk penghormatan terhadap prinsip dasar dari hukum pidana, bahwa anak-anak memiliki tanggung jawab yang lebih sedikit karena ketidakdewasaan mereka. Selain ICCPR dan American Convention on Human Rights, aturan ini juga didukung oleh organisasi-organisasi internasional beserta dengan instrumen hukum internasional yang lain: 209 1. Inter-American Commission on Human Rights telah menyatakan bahwa ada norma hukum kebiasaan yang melarang eksekusi atas kejahatan yang 206 Ibid, hal. 99. 207 Pasal 6 Ayat 5 International Covenant on Civil and Political Rights. 208 Pasal 4 Ayat 5 American Convention on Human Rights. 209 William A. Schabas, 2, op. cit. Universitas Sumatera Utara dilakukan anak-anak, walaupun Commission ini belum bisa menentukan bahwa umur minimum adalah 18. Commission ini hanya bersedia untuk menyimpulkan bahwa norma yang menetapkan umur 18 sebagai umur minimum mulai “muncul”. 2. Convention on the Rights of the Child, Fourth Geneva Convention beserta dua additional protocol-nya, menetapkan umur 18 sebagai umur minimum. Walaupun dalam peraturan hukum di atas hanya disebutkan tentang pengecualian terhadap anak di bawah umur dan wanita hamil, perlu diperhatikan bahwa ruang lingkup perlindungannya tidak terbatas pada kategori itu saja. Misalnya, “orang gila” tidak disebutkan dalam pasal-pasal di atas. Hal ini dikarenakan para perancang instrumen hukum internasional merasa tidak perlu untuk membuat daftar pengecualian yang terlalu panjang dan rumit. Eksekusi terhadap orang gila pada dasarnya bertentangan dengan hukum nasional di negara mana pun di dunia dan mungkin saja telah menjadi hukum kebiasaan dari hukum hak asasi manusia internasional. Upaya apapun, untuk mengeksekusi orang gila dapat dikategorikan sebagai tindakan “sewenang-wenang” dan melanggar ICCPR. 210 Walaupun lebih menghendaki agar hukuman mati dihapuskan, ICCPR masih memberikan toleransi kepada Nnegara yang menjadi pihak dalam ICCPR Pembatasan Pengertian dari “The Most Serious Crimes” 210 William A. Schabas,1, op.cit, hal. 100. Universitas Sumatera Utara yang masih belum menghapus hukuman mati untuk tetap mempraktikkan huku man mati, tetapi dibatasi hanya pada the most serious crimes atau beberapa kejahatan yang sangat serius. ICCPR tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang definisi the most serious crimes, namun paragraf 7 General Comment No. 6 ICCPR menegaskan: “The Committee Human Rights Committee is of the opinion that the expression “most serious crimes” must be read restrictively to mean that the death penalty should be a quite exceptional measure.” Terjemahan dalam bahasa Indonesia: “Komite Komite Hak-hak Asasi Manusia berpendapat bahwa ungkapan ‘kejahatan-kejahatan yang paling serius’ harus dibaca dalam arti yang terbatas. Ini berarti hukuman mati seharusnya merupakan suatu upaya yang sangat luar biasa.” 211 211 Todung Mulya Lubis dan Alexander Lay, op.cit, hal. 51. Arti dari frase the most serious crimes kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam paragraf 91 Report of Special Rapporteur ECN.4199760, tanggal 24 Desember 1996: “In addition, paragraph 1 of the Safeguards guaranteeing protection of the rights of those facing the death penalty, approved by the Economic and Social Council in its resolution 198450 of 25 May 1984, states that the scope of crimes subject to the death penalty should not go beyond intentional crimes with lethal or other extremely grave consequences. The Special Rapporteur concludes from this, that the death penalty should be eliminated for crimes such as economic crimes and drug-related offences.” Terjemahan dalam bahasa Indonesia: Universitas Sumatera Utara Selain itu, Ayat 1 Safeguards Upaya-upaya perlindungan yang menjamin perlindungan hak-hak orang-orang yang mengadapi hukuman mati, yang disahkan oleh Dewan Ekonomi dan Sosial dalam resolusinya 198450 tanggal 25 Mei 1984, menyatakan bahwa kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati harus dibatasi hanya pada kejahatan-kejahatan yang disengaja, yang menimbulkan akibat-akibat yang mematikan atau dampak- dampak lainnya yang benar-benar sangat serius. Dari ini, Special Rappoteur tersebut menyimpulkan bahwa hukuman mati harus dihapuskan untuk kejahatan seperti kejahatan-kejahatan ekonomi dan pelanggaran- pelanggaran yang berhubungan dengan obat-obat terlarang. 212 Human Rights Committee telah mendaftarkan sejumlah kejahatan, dan menyataan bahwa kejahatan tersebut tidak memenuhi standar dari Pasal 6 Ayat 2 ICCPR untuk dapat dijatuhi hukuman mati, yakni: pengingkaran atas agama atau tatanan moral, tindakan menghasut orang untuk membunuh diri, tindakan homoseksual, hubungan seks ilegal, spionase, pengelakan tanggung jawab militer, kejahatan ekonomi, kejahatan mata uang, kejahatan terhadap harta benda, penyalahgunaan dana publik, kejahatan terhadap ekonomi, dan Committee ini terutama menegaskan soal kejahatan politik. 213 Selain membatasi jenis-jenis kejahatan tertentu yang dapat dijatuhi hukuman mati, hukum internasional juga melarang perluasan ruang lingkup hukuman mati. Menurut Special Rapporteur PBB, perluasan ruang lingkup hukuman mati bertentangan dengan semangat Pasal 6 dari ICCPR, yang bertujuan mendukung pengurangan progresif dalam jumlah kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati. 214 212 Ibid, hal. 51-52. 213 William A. Schabas, 1, op.cit, hal. 108-109. 214 William A. Schabas, 1, op.cit, hal. 104. Universitas Sumatera Utara

3. Larangan atas Summary Execution dengan Tidak Memenuhi