perlindungan yang tercantum dalam Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of Those Facing the Death Penalty oleh Dewan Ekonomi dan
Sosial, hukum internasional juga melarang perampasan nyawa secara sewenang-wenang dan tidak memenuhi syarat pengadilan yang kompeten
procedural safeguards sesuai dengan ICCPR. Standar-standar perlindungan ini telah menjadi suatu hukum kebiasaan internasional.
Selain itu, demi mendorong penghapusan hukuman mati, hukum internasional memperbolehkan negara abolisionis untuk menolak
permintaan ekstradisi atas kejahatan yang dapat diancam hukuman mati, kecuali negara-peminta memberi jaminan bahwa hukuman mati tidak akan
dijatuhkan. Dalam keadaan perang, umumnya diperbolehkan adanya kelonggaran dalam penerapan hukuman mati. Tetapi perlindungan-
perlindungan yang dasar tetap harus dipatuhi, seperti pembatasan umur dan kondisi penerapan hukuman mati sesuai dengan hukum humaniter
internasional.
B. Saran
1. Agar instrumen-instrumen hukum internasional bisa mengambil posisi
yang lebih jelas dalam hal pengaturan tentang hukuman mati. Protokol- protokol yang masih bersifat additional ataupun optional, setelah
mendapat dukungan yang lebih besar dari masyarakat internasional hendaknya dapat diubah menjadi protokol yang bersifat mandatory
ataupun amending. Bersamaan dengan Resolusi Majelis Umum PBB dan
Universitas Sumatera Utara
organ-organ lainnya, diharapkan kelak penghapusan hukuman mati dapat menjadi suatu hukum kebiasaan internasional yang mengikat semua
negara. 2.
Kepada negara-negara yang masih mempertahankan hukuman mati agar memperhatikan ketentuan-ketentuan internasional yang berlaku seperti
safeguards demi menjaga hak asasi manusia pelaku kejahatan, seperti hak dalam peradilan, orang-orang tertentu yang tidak dapat dijatuhkan
huku man mati dan lain-lain, serta berhati-hati dalam menyusun daftar kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati; kepada negara-negara yang
telah menghapus hukuman mati hendaknya tidak memberlakukan kembali hukuman mati dalam sistem hukumnya.
3. Kepada organ-organ PBB yang bergerak dalam bidang hak asasi manusia,
agar melakukan studi yang lebih menyeluruh mengenai perkembangan penerapan dan penghapusan hukuman mati oleh negara-negara di dunia,
baik dari segi produk hukum maupun putusan yuridis, dan membuat laporan yang dapat menjadi masukan dan penentu perkembangan hukum
internasional dalam bidang tersebut. Pemantauan tersebut juga bermaksud untuk mencegah atau menindaklanjuti pelanggaran hak asasi manusia oleh
suatu negara dengan merampas hak untuk hidup secara sewenang-wenang ataupun mengabaikan procedural safeguards.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PERANAN PBB DALAM PERKEMBANGAN PENERAPAN DAN
PENGHAPUSAN HUKUMAN MATI
A. Posisi Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional
Dalam bukunya, A Modern Law of Nations – An Introduction, Phillip C. Jessup menyebutkan suatu filosofi tua yang menyatakan bahwa “it is inherent in
the concept of fundamental rights of man that those rights inhere in the individual and are not derived from the state”, yang artinya, “telah menjadi sifatnya dalam
konsep hak-hak dasar manusia bahwa hak-hak tersebut melekat pada individu dan tidak diperoleh dari negaranya.”
25
Hak right adalah hak entitlement. Hak adalah tuntutan yang dapat diajukan seseorang terhadap orang lain sampai kepada batas-batas pelaksanaan
hak tersebut, dan tidak mencegah orang lain melaksanakan hak-haknya. “Hak asasi manusia” adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia.
Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya maupun miskin, laki ataupun perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar tetapi
tidak pernah dapat dihapuskan. Hak ada pada tiap manusia sejak lahir, dan
bukan sesuatu yang diberikan oleh negara.
26
Kehadiran hak asasi manusia dalam komunitas internasional adalah merupakan suatu kejadian penting karena pada dasarnya ia bertujuan untuk
menghancurkan pelindung yang dulunya melindungi setiap kekuasaan nasional
25
Phillip C. Jessup, A Modern Law of Nations – An Introduction, United States of America: The MacMillan Company, 1956, hal. 90.
26
C. de Rover, op. cit, hal. 47.
Universitas Sumatera Utara
dan membuatnya kelihatan seperti suatu “keseluruhan” di mata negara lain sehingga mekanisme internalnya tidak dapat dipertanyakan. Kini doktrin hak asasi
manusia memaksa negara-negara untuk memberikan keterangan mengenai bagaimana mereka memperlakukan warga negaranya, bagaimana mereka
menjalankan peradilan, mengoperasikan penjara dan sebagainya.
27
Secara keseluruhan, dalam komunitas internasional, doktrin hak asasi manusia telah memperoleh nilai dan signifikansi yang mana, dalam konteks
sistem nasional, sesuai dengan Teori Kontrak Sosial dari Locke,
28
Konsep Pemisahan Kekuasaan dari Montesquieu,
29
serta Teori Kedaulatan Rakyat dari Rousseau.
30
Bersamaan dengan ide-ide politik tersebut yang mengikis fondasi monarki dan diktator, doktrin hak asasi manusia selain mendorong komunitas
internasional untuk menghormati martabat semua manusia, juga berperan dalam proses demokratisasi negara-negara.
31
Gagasan atas suatu deklarasi internasional tentang hak asasi manusia dapat
27
Antonio Cassese, International Law, 2
nd
ed., United States: Oxford University Press Inc., 2005, hal. 374.
28
Teori ini menjelaskan bahwa adanya suatu perjanjian antara seluruh rakyat yang menyetujui Pemerintah mempunyai kekuasaan dalam suatu negara. Dalam teori ini, sumber
kekuasaan adalah masyarakat itu sendiri.
29
Konsep ini didasakan pada pemikiran kekuasaan tidak boleh berada dalam satu tangan dan membagikan kekuasaan negara ke dalam tiga cabang, yakni legislatif membuat undang-
undang, eksekutif melaksanakan undang-undang, dan yudikatif mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang.
30
Teori ini menjelaskan bahwa semua kekuasaan dalam suatu negara didasarkan pada kekuasaan rakyat. Faham kedaulatan rakyat adalah penolakan terhadap faham hak raja atau
golongan atas untuk memerintah rakyat. Juga, penolakan terhadap anggapan bahwa ada golongan- golongan sosial yang secara khusus berwenang untuk mengatur rakyat. Rakyat adalah satu dan
memimpin dirinya sendiri. Hukum hanya sah bila ditetapkan oleh kehendak rakyat.
31
Antonio Cassese, loc cit.
Universitas Sumatera Utara
dilacak kembali pada tahun 1929, dengan dokumen yang disetujui oleh International Law Institute dalam rapatnya yang diadakan di New York. Pasal 1
dari Deklarasi tersebut mengakui hak untuk hidup: “It is the duty of every state to recognize the equal rights of every
individual to life, liberty and property, and to accord to all within its territory the full and entire protection of this right, without distinction as
to nationality, sex, language, or religion.”
32
Rene Cassin, salah seorang anggota penyusun Universal Declaration of Human Rights UDHR, menyatakan penghargaannya terhadap International Law
Institute dengan peran penting yang dimainkannya dalam sejarah UDHR, sementara Hector Gros Espiell memuji deklarasi International Law Institute
sebagai “the earliest recognition of the equal right to life of individuals” pengakuan pertama terhadap hak untuk hidup yang sama dari individu-
individu. Merupakan kewajiban dari setiap negara untuk mengakui persamaan hak
setiap individual untuk hidup, atas kebebasan dan kekayaan, dan untuk memberlakukan dalam wilayahnya perlindungan penuh terhadap hak
tersebut, tanpa pembedaan berdasarkan kewarganegaraan, jenis kelamin, bahasa ataupun agama.
33
Pembukaan UDHR memberikan gambaran tersendiri terhadap peran hak asasi manusia sebagaimana yang dikehendaki oleh masyarakat internasional,
32
William A. Schabas, 1, op. cit, hal. 11.
33
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
antara lain pada paragraf pertama “whereas recognition of the inherent dignity and of the equal and inalienable rights of all members of the human family is the
foundation of freedom, justice and peace in the world” pengakuan martabat yang melekat dan hak yang sama dan tidak dapat dihapuskan dari seluruh anggota
masyarakat manusia merupakan dasar bagi kebebasan, keadilan, dan perdamaian di dunia dan pada paragraf kedua “whereas disregard and contempt for human
rights have resulted in barbarous acts which have outraged the conscience of mankind,…” pengabaian dan pelecehan hak-hak asasi manusia telah
menimbulkan tindakan-tindakan biadab….
34
Lebih lanjut, kaidah-kaidah jus cogens, yang juga disebut sebagai preemptory norms dalam hukum internasional, merupakan kaidah yang tidak
memperbolehkan adanya penyimpangan.
35
Jus cogens sendiri meliputi kaidah- kaidah fundamental dari suatu kodrat kemanusiaan, di antaranya perlindungan
hak-hak dasar manusia pada masa damai maupun perang.
36
Menurut pendapat Phillip C. Jessup, sejak hak individual ditempatkan di bawah jaminan internasional oleh Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Piagam
PBB, tidak mungkin lagi bagi negara untuk mengesampingkan pendapat-
B. Tinjauan Umum PBB dalam Kaitan dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia