BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. PBB berperan penting dalam pembentukan hukum internasional yang
berpengaruh terhadap status hukuman mati. Sejak tahun 1959 telah ada suara yang menghimbau PBB untuk memperhatikan isu hukuman mati,
dan bersamaan dengan dikeluarkannya UDHR serta berbagai instrumen hukum hak asasi manusia internasional, PBB mulai terlibat dalam upaya
yang bertujuan untuk membatasi penggunaan hukuman mati, yang mengharapkan agar pada akhirnya dapat mewujudkan penghapusan total.
Berbagai badan dan organ PBB telah mengeluarkan resolusi-resolusi, di antaranya seperti Annex Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial yang
memuat Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of Those Facing the Death Penalty, Resolusi Commission on Human Rights, dan
Resolusi Majelis Umum tentang Moratorium on the use of death penalty, dan lain-lain. Resolusi-resolusi ini, walaupun tidak bersifat mengikat, tetap
merupakan sumber hukum internasional berdasarkan keterimaan dari para negara anggota serta dapat memberi sumbangsih terhadap pembentukan
hukum kebiasaan internasional. 2.
Masyarakat internasional cenderung bergerak ke arah penghapusan hukuman mati. Telah ada perkembangan pesat dalam arus penghapusan
hukuman mati. Selain berbagai pengadilan pidana internasional telah
Universitas Sumatera Utara
menghapus hukuman mati dalam statutanya, negara-negara yang menghapus hukuman mati baik secara de jure maupun de facto juga telah
meningkat drastis. Instrumen hukum internasional yang berkaitan dengan hukuman mati pada dasarnya berfokus pada dua hak, yakni hak untuk
hidup serta perlindungan daari hukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Instrumen-instrumen
hukum hak asasi manusia ini memang tidak melarang hukuman mati dan mengakuinya sebagai pengecualian dari hak untuk hidup, serta hukuman
itu sendiri tidak merupakan hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, tetapi konvensi-konvensi tersebut juga
telah menunjukkan konsistensi dalam tujuan implisit yaitu mewujudkan penghapusan total di kemudian hari. Selain itu, berbagai additional
protocols telah membuka peluang bagi negara abolisionis untuk berkomitmen penuh atas penghapusan hukuman mati. Melihat
perkembangan tren penghapusan hukuman mati serta sifat dinamis dari hukum internasional, tidak tertutup kemungkinan bagi penghapusan
huku man mati yang belum mendapat status hukum kebiasaan internasional, untuk menjadi norma internasional yang diterima secara
umum di masa yang akan datang. 3.
Sebagai respons terhadap hukuman mati yang belum terhapus total, masyarakat internasional yang mendukung
penghapusan telah
mengembangkan sejumlah norma dan upaya perlindungan hak asasi manusia dalam penerapan hukuman mati oleh suatu negara. Selain norma
Universitas Sumatera Utara
perlindungan yang tercantum dalam Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of Those Facing the Death Penalty oleh Dewan Ekonomi dan
Sosial, hukum internasional juga melarang perampasan nyawa secara sewenang-wenang dan tidak memenuhi syarat pengadilan yang kompeten
procedural safeguards sesuai dengan ICCPR. Standar-standar perlindungan ini telah menjadi suatu hukum kebiasaan internasional.
Selain itu, demi mendorong penghapusan hukuman mati, hukum internasional memperbolehkan negara abolisionis untuk menolak
permintaan ekstradisi atas kejahatan yang dapat diancam hukuman mati, kecuali negara-peminta memberi jaminan bahwa hukuman mati tidak akan
dijatuhkan. Dalam keadaan perang, umumnya diperbolehkan adanya kelonggaran dalam penerapan hukuman mati. Tetapi perlindungan-
perlindungan yang dasar tetap harus dipatuhi, seperti pembatasan umur dan kondisi penerapan hukuman mati sesuai dengan hukum humaniter
internasional.
B. Saran