Pengaruh Resolusi PBB terhadap Kedaulatan Hukum Nasional Negara

d. To establish a moratorium on executions with a view to abolishing the death penalty; 3. Calls upon States which have abolished the death penalty not to reintroduce it; Terjemahan kutipan di atas dalam Bahasa Indonesia: 1. Menyatakan kekhawatiran yang dalam tentang masih adanya pemberlakuan hukuman mati; 2. Mengajak semua negara yang masih memberlakukan hukuman mati untuk: a. Menghormati standar internasional yang memberikan tindakan pengamanan yang menjamin proteksi hak-hak mereka yang menghadapi hukuman mati, khususnya standar minimum yang dikemukakan dalam lampiran Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial No. 198450 pada tanggal 25 Mei 1984; b. Memberikan informasi kepada Sekretaris Jenderal PBB sehubungan dengan pemberlakuan huku man mati dan ketaatan terhadap pengamanan yang menjamin proteksi hak-hak mereka yang menghadapi hukuman mati; c. Secara progresif melarang pemberlakuan hukuman mati dan mengurangi jumlah pelanggaran yang dapat dijatuhi hukuman mati. d. Menetapkan penangguhan pelaksanannya dengan tujuan untuk menghapuskan hukuman mati. 3. Mengajak negara-negara yang telah menghapus hukuman mati untuk tidak memberlakukannya kembali.

D. Pengaruh Resolusi PBB terhadap Kedaulatan Hukum Nasional Negara

Pada umumnya, organisasi-organisasi internasional adalah organisasi kerjasama atau koordinasi. Organisasi-organisasi ini jarang mempunyai wewenang untuk membuat norma-norma yang bersifat mengikat negara-negara anggota. Andaikata ada, pelaksanaannya tergantung dari negara-negara itu sendiri. 74 Namun sering juga terjadi fenomena retroaksi, yaitu organisasi- organisasi internasional, karena status yuridiknya yang otonom, dapat mempengaruhi sikap negara-negara anggota. 75 74 Dr. Boer Mauna, op. cit, hal. 465. 75 Ibid, hal. 464. Universitas Sumatera Utara Walaupun unsur pokok sistem hukum internasional diwakili oleh kaidah- kaidah yang mengikat, yang membebankan kewajiban-kewajiban dan memberikan hak-hak kepada negara-negara, namun ahli-ahli hukum internasional dewasa ini harus semakin memusatkan perhatian mereka pada kebutuhan- kebutuhan, garis-garis pedoman dan standar-standar yang dinyatakan dalam bentuk tidak terikat misalnya Deklarasi-Deklarasi yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB tetapi banyak negara terkait merasa terpaksa untuk menaatinya. 76 Istilah “resolusi” seperti yang digunakan dalam praktik PBB memiliki arti yang luas, yang mencakup rekomendasi dan keputusan. 77 Pada umumnya, Resolusi merupakan suatu pernyataan tercatat dari kesimpulan yang telah dicapai. 78 Selain konteks dari resolusi dapat menentukan kekuatan mengikatnya, faktor lain yang dapat menentukan kekuatan mengikat dari suatu resolusi antara lain dasar hukum yang berasal dari perjanjian atau kebiasaan yang tercantum dalam resolusi tersebut, kesesuaian dengan Piagam PBB, pihak yang dituju, isi pokok, terminologi yang digunakan, dan mengenai efek yang dapat ditimbulkan terhadap hukum kebiasaan internasional, cara penetapannya dan berapa suara yang mendukung dan menolak, dan bahkan alasan di balik suara-suara tersebut. Suatu resolusi dikatakan “mengikat” apabila dapat menciptakan kewajiban 76 J. G. Starke, 1, op. cit, hal. 5. 77 Marko Divac Oberg, The Legal Effects of Resolutions of the UN Security Council and General Assembly in the Jurisprudence of the ICJ, 16 Eur. J. Int’l L. 879 2006. 78 Richard K. Gardiner, op. cit, hal. 254. Universitas Sumatera Utara terhadap pihak yang dituju. 79 Pada umumnya, ada tiga efek hukum yang dapat ditimbulkan oleh suatu resolusi: 80 1. Menciptakan kewajiban, hak dan atau kekuatanwewenang efek substantif; 2. Menentukan fakta atau situasi hukum yang dapat menimbulkan efek substantif tersebut efek kausatif; 3. Menentukan bagaimana dan kapan efek substantif tersebut berlaku efek modal. Di samping itu, dalam Pasal 2 Angka 5 dari Piagam PBB, negara-negara anggota diminta untuk memberikan PBB segala bantuan dalam segala tindakan yang dilakukannya yang sesuai dengan isi Piagam. Dengan kata lain, setiap negara anggota diwajibkan untuk mempertimbangkan rekomendasi dari PBB dengan iktikad baik dalam konteks memajukan kinerja PBB. 81 Sejumlah besar Resolusi Majelis Umum PBB telah dikemas dalam bentuk suatu Deklarasi atau PiagamCharter, 82 dan daya ikatnya hanya terbatas pada masalah organisasi PBB secara internal seperti prosedur pengambilan suara, dan penerimaan anggota baru. 83 Sementara Resolusi-Resolusi Majelis Umum yang lain, walaupun tidak 79 Marko Divac Oberg, op. cit. 80 Ibid. 81 Richard K. Gardiner, loc cit. 82 J. G. Starke, 1, op. cit, hal. 64. 83 Marko Divac Oberg, op. cit. Universitas Sumatera Utara mengikat, 84 telah memberikan sumbangsih bersamaan dengan pengesahan konvensi-konvensi mengenai pokok masalah yang sama; misalnya Deklarasi tahun 1963 mengenai penghapusan Diskriminasi Rasial dalam segala bentuknya Elimination of the Forms of Racial Discrimination yang membuka jalan bagi pembuatan Konvensi tahun 1963 mengenai Penghapusan Diskriminasi Rasial dalam Segala Bentuk. Selain itu, resolusi dalam bentuk deklarasi-deklarasi ini juga relevan untuk memuat interpretasi autentik dari Piagam PBB, atau sebagai bukti autentik mengenai kebiasaan yang ada. Beberapa penulis menganggap pernyataan-pernyataan kolektif ini, sekalipun tidak mengikat dalam artian hukum mutlak, sebagai memuat semacam tertium quid yaitu “hukum yang lemah” soft law. 85 Di antaranya perlu diperhatikan bahwa resolusi yang memuat interpretasi dari Piagam PBB seperti yang disebut dalam paragraf di atas tidak memiliki efek hukum tersendiri, tetapi dapat dipertimbangkan sebagai sesuatu yang telah diterima secara umum oleh para anggota PBB. Efek hukumnya memang ada, tetapi tidak berasal dari resolusi tersebut, melainkan berasal dari keterimaan dari pihak-pihak terhadap resolusi tersebut, yang dapat dilihat dari bagaimana cara resolusi tersebut ditetapkan. 86 Selain itu, Resolusi Majelis Umum PBB bisa juga dianggap sebagai 84 UN News Centre, General Assembly committee backs global moratorium against death penalty, http:www.un.orgappsnewsstory.asp?NewsID=24679Cr=generalCr1=assembly, diakses pada tanggal 14 Oktober 2010. 85 J. G. Starke, 1, loc cit. 86 Marko Divac Oberg, op. cit. Universitas Sumatera Utara sumber tambahan dari hukum internasional seandainya suatu resolusi dapat dipandang sebagai sarana pernyataan kesadaran yuridis kemanusiaan secara keseluruhan. Kedudukan resolusi Majelis Umum sebagai sarana pelengkap untuk menentukan aturan hukum internasional telah mendapat dukungan yang semakin banyak di antara para penulis dan para pakar terkemuka. 87 Menurut pendapat- pendapat dari ahli hukum, perkembangan pesat dari hukum kebiasaan internasional berawal dari resolusi dari badan-badan internasional, dan yang paling sering disebutkan dalam kategori ini adalah Resolusi Majelis Umum PBB. 88 Pendapat ini terkait juga dengan peran yang dimainkan oleh Majelis Umum PBB, karena Majelis Umum merupakan gabungan dari wakil dari semua negara di dunia, tentunya ia menjadi forum yang paling cocok untuk menyatakan pendapat kolektif terhadap berbagai praktik di dunia, karena negara-negara berkewajiban hukum untuk mengamati dan mengawasi praktik tersebut, hal ini membuka kemungkinan bagi terpenuhinya syarat opinio juris 89 dalam hukum kebiasaan internasional. 90 Hal ini senada dengan pendapat Mahkamah Internasional bahwa, Resolusi 87 C. de Rover, op. cit, hal. 8-9. 88 Richard K. Gardiner, op. cit, hal. 110. 89 Opinio Juris opinio juris sive necessitates adalah aspek psikologis yang merupakan salah satu syarat dalam hukum kebiasaan internasional. Opinio juris dapat diistilahkan sebagai, “keyakinan bersama bahwa pengulangan tindakan itu… merupakan akibat dari suatu kaidah yang memaksa”. Apabila telah ada suatu pengakuan umum oleh negara bahwa tindakan atau tidak melakukan tindakan tersebut merupakan persoalan hak dan kewajiban, maka peralihan dari adat istiadat menjadi kebiasaan dapat dianggap telah terwujud. 90 Richard K. Gardiner, op. cit, hal. 111. Universitas Sumatera Utara Majelis Umum PBB, walaupun tidak mengikat, bisa memiliki nilai normatif. Resolusi seperti ini bisa, dalam berbagai kondisi, memberikan bukti penting untuk membuktikan eksistensi suatu aturan atau munculnya suatu opinio juris. 91 Selain resolusi oleh Majelis Umum PBB, menurut Pasal 62 Ayat 2 Piagam PBB, Dewan Ekonomi dan Sosial berhak membuat rekomendasi dengan tujuan meningkatkan penghormatan dan ketaatan negara terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan fundamental umat manusia. 92 Keputusan-keputusan atau ketetapan-ketetapan dari organ lembaga- lembaga internasional atau konferensi-konferensi internasional, dapat merupakan langkah-langkah perantara atau langkah akhir dalam evolusi kaidah-kaidah kebiasaan. Kriteria penentunya adalah sejauh mana keputusan, ketetapan atau rekomendasi itu telah dipakai dalam praktik. 93 91 William A. Schabas, 1, op. cit, hal. 23. 92 Pasal 62 Ayat 2 Charter of the United Nations. 93 J. G. Starke, 1, op. cit, hal. 63. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang