Sebaran TDS, DHL, Penurunan Muka Airtanah dan Prediksi Intrusi Air Laut di Kota Tangerang Selatan

(1)

TDS DISTRIBUTION, DHL, A DECREASE IN GROUNDWATER LEVEL AND

PREDICTION OF SEAWATER INTRUSION AT SOUTH TANGERANG CITY

Ahmad Husni dan Roh Santoso

Departement of Civil and Environtmental Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone 62 251 8624622, e-mail : shinsilipb@yahoo.com

ABSTRACT

The overuse of groundwater with the management of water sources that ignores the environment can decrease the quantity and quality of groundwater. In the area of South Tangerang City, groundwater quality degradation is caused by the dynamics of development South Tangerang City towards the profile of Metropolitan City. The purpose of this research is to make the water quality zone map based on DHL and TDS parameter, zone map based on decrease of groundwater level and predict the occurrence of seawater intrusion in the South Tangerang City. The research method used is to identify the quality groundwater and a decrease of groundwater level from water analysis using Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 and make the distribution of water quality and a decrease of groundwater level using the software Surfer 9 and ArcView GIS 3.2, and predict patterns spread of seawater intrusion from water quality analysis using the regression equation. From the identification result and analysis of water quality, South Tangerang City is categorized as a safe zone. Safe zone is the area that meets one of decrease criteria on groundwater quality which are characterized by the increase of TDS that is less than 1,000 mg/l or less than 1,000 DHL μmhos/cm.


(2)

AHMAD HUSNI MUBARAK KURNIA ZAIN. F44080047. Sebaran TDS, DHL, Penurunan Muka Airtanah dan Prediksi Intrusi Air Laut di Kota Tangerang Selatan. Di bawah bimbingan Roh Santoso Budi Waspodo. 2012

RINGKASAN

Pemanfaatan airtanah yang berlebihan dengan pengelolaan sumber-sumber air yang tidak memperhatikan keadaan lingkungan dapat mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas airtanah. Di daerah Tangerang Selatan penurunan kualitas airtanah disinyalir disebabkan oleh dinamika pembangunan Kota Tangerang Selatan menuju profile Kota Metropolitan, sehingga dengan semaraknya aktivitas pembangunan tersebut menyebabkan terjadinya intrusi air laut. Hal ini karena air laut mengalir masuk ke dalam akuifer daratan.

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pengadaan peta zonasi kondisi dan lingkungan airtanah berdasarkan parameter Daya Hantar Listrik (DHL) dan Padatan Terlarut Total (TDS) untuk mendapatkan gambaran zonasi airtanah (zona rusak, zona kritis, zona rawan dan zona aman) di Kota Tangerang Selatan, melakukan pengadaan peta zonasi kondisi dan lingkungan airtanah berdasarkan penurunan muka airtanah untuk mendapatkan gambaran zonasi airtanah (zona rusak, zona kritis, zona rawan dan zona aman) di Kota Tangerang Selatan dan bertujuan juga untuk memprediksi terjadinya intrusi air laut di Kota Tangerang Selatan, sehingga diperoleh hubungan nilai DHL dan TDS dengan jarak tepi pantai.

Metode penelitian yang digunakan adalah mengidentifikasi kondisi dan lingkungan airtanah berdasarkan kualitas airtanah dan penurunan muka airtanah menggunakan Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah, membuat sebaran kualitas air dan penurunan muka airtanah menggunakan software Surfer 9 dan Arcview GIS 3.2 dan memprediksi pola penyebaran intrusi air laut dari analisa kualitas air dengan menggunakan persamaan regresi.

Hasil analisa kualitas airtanah untuk sumur dangkal pada titik-titik sampel diperoleh nilai DHL berkisar antara 44 µmhos/cm hingga 530 µmhos/cm dan nilai TDS berkisar antara 20 mg/l hingga 256 mg/l. Analisa kualitas airtanah untuk sumur dalam didapatkan nilai DHL berkisar antara 39 µmhos/cm hingga 809 µmhos/cm dan nilai TDS berkisar antara 54 mg/l hingga 396 mg/l.

Berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah, Kota Tangerang Selatan dikategorikan sebagai zona aman. Zona aman yaitu wilayah yang memenuhi salah satu kriteria terjadi penurunan kualitas airtanah yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut total (TDS) kurang dari 1,000 mg/l atau DHL kurang 1,000 µmhos/cm.

Intrusi air laut dapat diprediksi dengan mengetahui pola penyebaran intrusi berdasarkan nilai DHL dan TDS terhadap jarak dari pantai. Pola penyebaran nilai DHL dan TDS sumur dangkal berdasarkan jarak dari pantai diperoleh persamaan regresinya yaitu y = 1.15x2 – 82.72x + 1,593 dengan R² = 0.860 untuk DHL dan y = 0.59x2 – 42.29x + 806.57 dengan R² = 0.864 untuk TDS. Pola penyebaran intrusi untuk sumur dalam diperoleh persamaan y = 7.21x2 – 473.30x + 7,844 dengan R2=0.722 untuk DHL dan y = 3.53x2 – 232.20x + 3,847 dengan R2=0.724 untuk TDS.


(3)

I. PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Dinamika pembangunan Kota Tangerang Selatan menuju kepada kota metropolitan yang ditandai oleh pertumbuhan jasa dan perdagangan yang menunjukkan trendpositif. Hal ini merupakan bagian dari visi Kota Tangerang Selatan, yaitu perdagangan dan jasa. Kota metropolitan ditunjukkan dengan semaraknya aktivitas sektor swasta di bidang usaha properti, yaitu pembangunan gedung-gedung perkantoran, pertokoan, apartemen dan perumahan.

Dengan semaraknya aktivitas tersebut, maka kebutuhan akan public goodsdan infrastruktur perkotaan semakin meningkat seperti energi listrik, transportasi, air bersih dan jasa lainnya. Public goods dan infrastruktur perkotaan merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakannya, jika tidak tersedia fasilitas tersebut, maka akan terjadi ketidak seimbangan dalam pembangunan dan dapat menimbulkan konflik sosial ekonomi dalam masyarakat di masa depan.

Pada masa yang akan datang kebutuhan air akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan sosial budaya masyarakat. Sementara distribusi sumber daya air adalah terbatas dan tersebar tidak merata dalam ruang dan waktu akibat perbedaan kondisi geografi, iklim dan perubahan tata guna lahan. Pemanfaatan air yang berlebihan dan penggunaan air yang tidak terarah dapat menyebabkan pencemaran dan penurunan kualitas dan kuantitas airtanah serta mengurangi daya dukung airtanah sebagai sumber daya vital bagi kehidupan.

Pada sistem hidrologi secara alamiah keberadaan airtanah di suatu wilayah adalah seimbang antara masukan dan keluaran. Masukan berasal dari infiltrasi air hujan, sedangkan keluaran dari mata air dan pengambilan air oleh manusia. Keseimbangan dalam sistem hidrologi akan terganggu oleh dinamika pembangunan kota yang dilakukan oleh manusia, meningkatnya penggunaan sumber daya air akibat bertambahnya jumlah penduduk dan menurunnya kemampuan infiltrasi akibat penggunaan tata guna lahan yang tidak tepat. Gangguan tersebut dapat menyebabkan penurunan muka airtanah dan mengakibatkan terjadi intrusi air laut (Todd, 1980).

Kebutuhan akan sumber daya air yang cukup mudah dan murah, selama ini mengandalkan kepada sumber daya airtanah. Airtanah menjadi andalan dalam memenuhi kebutuhan air bersih atau rumah tangga, perkantoran, perdagangan, hotel, pertanian, peternakan, industri, dsb. Kebutuhan akan air yang terus meningkat berdampak pada kondisi dan lingkungan airtanah. Tingkat kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah dapat dianalisis dengan mengukur parameter Padatan Terlarut Total (TDS), Daya Hantar Listrik (DHL) dan penurunan muka airtanah sebagaimana dijelaskan pada Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah.

Intusi air laut merupakan salah satu penyebab terjadinya penurunan kualitas airtanah. Penurunan kualitas airtanah dapat dilihat dari tingkat kegaraman airtanah berdasarkan kadar ion klorida yang ditunjukan dengan nilai Padatan Terlarut Total dan nilai Daya Hantar Listrik airtanah. Menurut Hamid (2000) intrusi air laut menyebabkan airtanah menjadi terkontaminasi dari tawar, payau, hingga asin. Oleh sebab itu, perlu diidentifikasi keberadaan airtanah agar tidak terjadi perluasan intrusi air laut.

Dengan memperhatikan dinamika pertumbuhan pembangunan, aktivitas Kota Tangerang Selatan berkaitan dengan pembangunan perkotaan akan berdampak pada sumber daya air khususnya airtanah. Semakin tingginya aktivitas pembangunan perkotaan semakin tinggi pula dampak terhadap sumber daya air tersebut.


(4)

Pengelolaan sumber daya airtanah sangat diperlukan terutama dalam perencanaan, pendayagunaan dan konservasi. Guna membantu pengelolaan tersebut, dibutuhkan informasi yang cukup rinci tentang tingkat kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah. Hal tersebut digambarkan dengan penyebaran kualitas airtanah, penyebaran tingkat pemanfaatan airtanah serta potensi yang terkandung di dalam airtanah. Agar dapat melaksanakan pengelolaan tersebut, terutama untuk keperluan perencanaan dan pengembangan airtanah suatu daerah, diperlukan adanya informasi dasar tentang penyebaran dan mutu airtanah dikaitkan dengan kondisi geologinya.

1.2

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Melakukan pengadaan peta zonasi kondisi dan lingkungan airtanah berdasarkan parameter Daya Hantar Listrik (DHL) dan Padatan Terlarut Total (TDS) untuk mendapatkan gambaran zonasi airtanah (zona rusak, zona kritis, zona rawan dan zona aman) di Kota Tangerang Selatan.

2. Melakukan pengadaan peta zonasi kondisi dan lingkungan airtanah berdasarkan penurunan muka airtanah untuk mendapatkan gambaran zonasi airtanah (zona rusak, zona kritis, zona rawan dan zona aman) di Kota Tangerang Selatan.

3. Memprediksi terjadinya intrusi air laut di Kota Tangerang Selatan, sehingga diperoleh hubungan nilai DHL dan TDS dengan jarak tepi pantai.


(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

SIKLUS HIDROLOGI

Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993), siklus hidrologi adalah air yang menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan setelah malalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Menurut Asdak (2002), air yang jatuh ke permukaan bumi akan tertahan sementara di sungai, danau atau waduk dan dalam tanah, sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya.

Perjalanan air dimulai dari penguapan air permukaan ke atmosfer melalui proses evaporasi, dari tumbuhan melalui proses transpirasi dan dari gabungan keduanya melalui proses evapotranspirasi. Uap air yang terbentuk dari proses evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi tersebut membentuk awan setelah mencapai temperatur titik kondensasi dan jatuh ke permukaan bumi sebagai presipitasi. Sebagian air tersebut mengalir sebagai run off melalui berbagai bentuk badan air seperti sungai, danau, rawa dan kemudian masuk ke laut. Sebagian air yang lain mengalami infiltrasi dan perkolasi membentuk aliran bawah permukaan menjadi aliran tanah. Dengan berbagai cara akhirnya airtanah mengalir menuju laut (Todd, 1980).

Dalam siklus hidrologi, pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Energi matahari dan faktor-faktor iklim lain menyebabakan terjadinya evaporasi di permukaan vegetasi dan tanah, laut dan badan air. Hasil evaporasi berupa uap air akan terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar dan pada keadaan atmosfer yang memungkinkan dengan kondisi iklim tertentu, sebagian dari uap air tersebut akan terkondensai dan kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Konsep siklus hidrologi secara jelas disajikan pada Gambar 1.

Sumber : Soemarto, 1987

Gambar 1. Siklus hidrologi

Sebelum mencapai permukaan, air hujan akan tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan di permukaan tajuk dan sebagian akan jatuh ke atas permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir melalui permukaan batang pohon (stemflow). Sebagian air hujan tidak pernah sampai ke permukaan tanah karena terevaporasi kembali ke atmosfer


(6)

selama dan setelah berlangsungnya hujan (interception loss). Air hujan yang mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk terserap ke dalam tanah (infiltration), sedangkan air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara ke dalam cekungan-cekungan permukaan tanah kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah dan selanjutnya masuk ke sungai.

Air infltrasi akan membentuk kelembaban tanah karena tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler. Apabila tingkat kelembaban airtanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak lateral (horisontal). Pada tempat tertentu air tersebut akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai.

2.2

AIRTANAH

Airtanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah dan di dalam retak-retak batuan yang disebut juga sebagai air celah atau fissure water. Air yang mengisi pori lapisan bumi yang berada di bawah water table biasanya disebut airtanah (Sosrodarsono dan Takeda, 1993). Menurut Bouwer (1978), airtanah adalah sejumlah air di bawah permukaan bumi yang dapat terkumpul pada sumur-sumur, lorong-lorong dan saluran-saluran drainase atau aliran alami di permukaan bumi melalui perembesan.

2.2.1 Infiltrasi Air Hujan dalam Tanah

Proses masuknya air hujan dari permukaan sampai ke lapisan akuifer disebut infiltrasi. Hal ini menyatakan bahwa infiltrasi terbatas pada proses masuknya air permukaan sampai lapisan akuifer dan selanjutnya gerakan air pada lapisan akuifer disebut perkolasi (Bouwer, 1978). Menurut Ardani (1997), perkolasi merupakan air di dalam tanah sebagai kelanjutan proses infiltrasi. Air yang mengalami infiltrasi pada suatu saat akan melampaui batas tanah untuk menahan air (pori-pori tanah telah terisi oleh air), sehingga kelebihan air akan terus bergerak ke bawah berupa perkolasi. Laju perkolasi dari berbagai tekstur tanah disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Laju perkolasi dari berbagai tekstur tanah

Tekstur Tanah Laju Perkolasi (mm/hari)

Lempung berpasir 3-6

Lempung 2-3

Lempung liat 1-2

Sumber : Rice Irrigation in Japan dalam Ardani (1997)

Infiltrasi maksimum pada kondisi tanah tertentu disebut sebagai kapasitas infiltrasi yang tergantung pada struktur tanah, tata guna tanah, suhu dan faktor iklim setempat. Perubahan kapasitas infiltrasi dapat dipengaruhi oleh musim penghujan, kemarau dan kelembaban tanah. Jika kapasitas infiltrasi sudah maksimum maka kelebihan air akan menjadi air limpasan dan kemudian masuk ke laut. Laju infiltrasi terjadi pada lapisan tanah bagian atas karena kelembaban tanah tersebut relatif kering dan kecepatan infiltrasi akan semakin menurun pada tanah yang lembab di bawah.

Pada suatu wilayah yang pada permukaan tanahnya terjadi infiltrasi dan langsung masuk pada lapisan airtanah disebut sebagai daerah resapan (recharge area). Pada akuifer bebas, daerah resapan meliputi seluruh permukaan tanah yang ada diatas. Pada lapisan akuifer dalam, luas daerah resapan menjadi lebih sempit dan terletak pada elevasi yang lebih tinggi (Hoefs dalam Djijono, 2002).


(7)

Pada lapisan tanah yang semi permeabel, material tanah mempunyai tekstur yang halus. Tekstur ini mempunyai sifat penyaring air yang sangat halus (ultra filtrasi), penyaring aktif, selektor ionik, sehingga memungkinkan terjadi tekanan osmotik dan perbedaan potensial listrik dalam lapisan tanah. Lapisan tanah yang impermeabilitas ditentukan berdasarkan porositas antar partikel dan sifat ionik serta koloidal. Impermeabilitas ini berfungsi sebagai penyaring airtanah atau sebagai purifikasi (Appelo dan Postma dalam Djijono, 2002).

2.2.2 Sumber Airtanah

Sumber utama dari airtanah adalah air hujan yang masuk kedalam tanah atau melalui badan air seperti sungai dan mengalami poses perkolasi menuju akuifer. Air yang mengalami proses infiltrasi masuk ke dalam tanah akan meningkatkan kelembaban tanah dan setelah melampaui kapasitas jenuh maka air akan bergerak vertikal untuk masuk ke dalam lapisan airtanah oleh pengaruh gaya gravitasi.

Sumber airtanah selain air hujan dapat juga berasal dari dalam tanah meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Menurut Todd (1980), sumber tersebut meliputi :

1. Connate water atau kantong air yang terperangkap dalam lapisan tanah dan terjadi pada saat proses pengendapan.

2. Air metaforik merupakan air yang keluar pada saat batuan mengalami proses metamorphose, kedua jenis air tersebut disebut sebagai air rejuvenil atau rejuvened water.

3. Air magma atau plutonik yaitu merupakan air rejuvenil yang berasal dari aktivitas magma.

4. Air meteorik yang berasal dari atmosfer dan dapat mencapai lapisan jenuh secara langsung dan tidak langsung.

5. Air marin yang berasal dari laut menerobos ke akuifer.

Suryahadi dalam Ardani (1997) menjelaskan bahwa banyaknya kandungan airtanah di suatu daerah tergantung pada iklim/musim atau banyaknya curah hujan, banyak atau sedikit tumbuh-tumbuhan (hutan, padang, dsb.), topografi (lereng, datar, dsb.) dan derajat kesarangan/derajat celah batuan. Potensi sumberdaya air di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain lapisan batuan sebagai penyusun sistem akuifer, faktor morfologi dan penggunaan lahan, menyangkut tetumbuhan penutupnya serta faktor curah hujan yang merupakan sumber asal airtanah (Notodihardjo, 2004).

2.2.3 Pergerakan Airtanah

Mekanisme pergerakan bahan-bahan material yang terkandung di dalam air pada suatu medium yang permeabel atau porous disebut sebagai dispersi (pergerakan) airtanah. Dispersi sangat dipengaruhi oleh arah aliran airtanah dan partikel-partikel yang terkandung di dalam lapisan airtanah. Dispersi dapat berbentuk longitudinal atau paralel dengan arah aliran airtanah dan transversal, yaitu menyimpang dari arah aliran airtanah. Dua macam dispersi ini secara bersama-sama membentuk konus terbuka searah aliran airtanah. Besar atau kecil sudut konus ditentukan oleh ukuran butiran tanah dan partikel yang mengalami dispersi (Stum dan Morgan dalam Djijono, 2002).

Bahan-bahan dispersan yang masuk ke dalam sistem lapisan akuifer yang tidak terdapat secara alami pada airtanah tersebut dikatakan sebagai bahan kontaminan. Bahan kontaminan yang dapat mempengaruhi sistem kehidupan pada lingkungan airtanah baik secara kimia, fisika


(8)

atau sebaran organisme, dikategorikan sebagai bahan pencemar lingkungan hidup. Bahan pencemar ini dapat berasal dari alam maupun aktivitas kegiatan manusia (Manahan, 1994).

Gerakan airtanah pada lapisan akuifer mengikuti hukum Darcy sebagai berikut :

…….….………... (1)

Keterangan:

Q = debit air yang mengalir melalui potongan tanah seluas A cm2. A= penampang dari saluran air.

k= koefisien konduktifitas.

I = gradient potensial kapiler dan gradient gravitasi.

Besaran k (koefisien konduktifitas) tergantung pada jenis tanah, kelembaban tanah dan tegangan tanah. Menurut Richard antara lempung, liat dan pasir mempunyai besaran koefisien konduktifitas yang berbeda-beda (Sosrodarsono dan Takeda, 1993).

Menurut Seyhan (1990), pengukuran arah aliran airtanah dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu :

1. Metode kartografik menggunakan kontur airtanah atau permukaan piziometrik dari pengamatan air pada jaringan sumur-sumur alami atau lubang-lubang pengeboran.

2. Pelacak : terdapat tiga cara menggunakan pelacak yaitu :

1) Memasukkan pelacak buatan (pewarna garam, hydrogen, kobalt) ke dalam lubang bor dan tempat konsentrasi puncak airtanah pada jaringan sumur-sumur pengamatan di hilir. 2) Pemasangan bahan-bahan pelacak alami (konsentrasi tritium yang terdapat pada air

hujan, dibandingkan dengan terdapat pada airtanah). 3) Pemasukan dan pengamatan pada lubang bor tunggal.

3. Pengukuran aliran : pengukuran dilakukan secara langsung dengan menggunakan pengukur arus atau pengukur arus termal. Pengukur arus termal akan mengukur jumlah air yang dipanaskan antara dua tempat pengamatan (berbanding terbalik dengan kecepatan aliran). 4. Model-model airtanah

Berdasarkan sifat lapisan batuan terhadap airtanah, maka batuan sebagai media aliran dibedakan menjadi empat macam (Ardani, 1997), yaitu :

1) Akuifer, yaitu lapisan batuan yang mepunyai susunan sedemikian rupa sehingga dapat menyimpan dan meluluskan air dalam jumlah yang berarti. Contoh : pasir, kerikil, batu pasir, batu gamping yang berlubang-lubang dan lava yang retak-retak.

2) Akuiklud, yaitu lapisan batuan yang dapat menyimpan air tetapi tidak dapat mengalirkan air tersebut dalam jumlah yang berarti. Contoh : lempung, tufa halus, lanau dan berbagai batuan yang berukuran lempung.

3) Akuifug, yaitu lapisan batuan yang dapat menyimpan dan mengalirkan air. Contoh : granit, batuan yang kompak, keras dan padat.

4) Akuitar, yaitu lapisan batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa sehingga dapat menyimpan air tetapi hanya dapat mengalirkan air dalam jumlah yang terbatas, misalnya terdapat rembesan atau bocoran. Akuitar terletak diantara akuifer dan akuiklud.

2.2.4 Pengambilan Airtanah

Menurut Widjaja (1986), pemanfaatan dan pengambilan airtanah di suatu cekungan airtanah yang tidak terkendali dalam arti pengambilan jumlah airtanah melebihi jumlah pengisian airtanah, atau secara keseluruhan output sistem air lebih besar daripada input, akan menimbulkan efek-efek antara lain:


(9)

a. Penurunan cadangan airtanah.

b. Penurunan muka airtanah secara terus-menerus.

c. Terjadinya susupan air bergaram dari laut ke arah daratan. d. Terjadinya land subsidence (penurunan tanah).

Dengan meningkatnya kebutuhan air, baik untuk keperluan industri, pertanian dan kebutuhan rumah tangga, pengambilan airtanah juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi salah satu faktor pendorong besarnya pemanfaatan airtanah.

Menurut Asdak (2002), dalam merencanakan pengambilan airtanah, perlu persiapan yang meliputi teknik pengambilan airtanah, informasi hidrogeologi, peta pengendalian airtanah, informasi geologi, peta topografi, data meteorologi dan hidrologi di daerah yang akan dimanfaatkan airtanahnya. Selain itu diperlukan pula informasi tentang penyebaran akuifer, lokasi sumber mata air dan kualitas airtanah di daerah pengkajian.

Pengambilan airtanah (water yield) dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sumber air yang dipergunakan dapat berupa akuifer terkekang, akuifer bebas atau akuifer tumpang. Pembuatan sumber sebagai upaya pengambilan airtanah sudah lama dipergunakan orang. Pembutan sumur ini adalah pembuatan lubang dari permukaan tanah menembus lapisan-lapisan tanah sampai mencapai lapisan akuifer, menampung untuk sementara waktu air yang terkumpul dari akuifer ke dalam lubang yang dibuat dan kemudian mengambilnya dengan timba atau pompa.

Kualitas dan kuantitas airtanah yang diambil dari sumur ini, dipengaruhi oleh kondisi akuifer yang dijadikan sumber. Menurut Singh (1980), terdapat tiga faktor yang mengatur perkembangan penggunaan sumur, yaitu :

1. Geologi permukaan bumi.

2. Porositas dan permeabilitas akuifer.

3. Jumlah air yang tersimpan pada lapisan tanah.

Pengaruh geologi pada permukaan bumi terhadap sumur-sumur yang bersumber pada akuifer ikut menentukan jumlah air yang terkandung dalam akuifer dan akan menentukan jumlah air yang dapat diambil dari sumur yang bersumber pada akuifer tersebut. Pada lapisan akuifer terkekang, umumnya mengandung jumlah air yang tetap dan di beberapa daerah dapat dikatakan tidak banyak dipengaruhi oleh perubahan musim, terutama di daerah yang jauh dari wilayah pengisian kembali (recharge area). Pada akuifer bebas, tebal lapisan tanah yang mengandung air sangat tergantung pada musim dan ini akan menentukan jumlah air yang dapat diambil melalui sumur-sumur yang bersumber pada akuifer tersebut (Singh, 1980).

Porositas dan permeabilitas akuifer mempengaruhi pengambilan air dari akuifer. Semakin porous dan permeabel akuifer, semakin mudah pengambilan air dari akuifer tersebut. Namun sebaliknya akan makin cepat mengalami pengurangan kapasitas tampungnya dan akan mudah mengalami fluktuasi akibat imbuhan (recharge) yang tidak sesuai dengan jumlah pengambilannya (water yield). Sumur yang terletak pada bagian atas dari lapisan akuifer miring (sloping) ke bawah, akan menerima air hanya pada saat permukaan akuifer cukup tinggi, yang hanya terjadi pada musim hujan. Sebaliknya sumur yang terletak pada dataran di bagian bawahnya, akan lebih banyak menyimpan air dan tidak akan mengalami kekeringan walaupun musim kemarau.

Menurut Djijono (2002), berdasarkan sumber air (jenis akuifer) dan cara pembuatan, sumur dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sumur dangkal yang mempergunakan akuifer bebas sebagai sumber dan sumur dalam yang mempergunakan akuifer terkekang sebagai sumber. Sumur dangkal mengunakan akuifer bebas atau kadang-kadang pada suatu


(10)

daerah dapat juga berupa akuifer tumpang sebagai sumber air tersebut. Sifat akuifer tumpang sesuai dengan sifat akuifer tersebut, yaitu fluktuatif, mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, kualitas airnya sangat bervariasi tergantung dari kondisi lingkungan.

Sumur dalam yang bersumber dari akuifer terkekang, maka kuantitas air tidak fluktuatif, tidak banyak dipengaruhi lingkungan kecuali di daerah pengisian kembali, kualitas air tersebut hanya bervariasi oleh jenis tanah yang menyusun akuifer, sehingga hanya bervariasi pada kandungan bahan-bahan organik alami. Hal ini dengan sendirinya tidak akan berlaku apabila terjadi retakan dinding akuifer, sehingga memungkinkan terjadi perkolasi dari daerah sekitar akuifer tersebut.

Airtanah yang berkaitan dengan pengembangan air diklasifikasikan dalam lima jenis sesuai dengan kondisi airtanah, yaitu airtanah dalam dataran alluvial, airtanah dalam kipas destrial, airtanah dalam teras dilluvial, airtanah di kaki gunung api dan airtanah zona batuan retak (Sosorodarsono dan Takeda, 1993). Untuk memenuhi kebutuhan airtanah tersebut, cara pengambilan airtanah seringkali tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hidrologi yang baik, sehingga seringkali menimbulkan dampak negatif yang serius terhadap kelangsungan dan kualitas sumber daya airtanah. Menurut Asdak (2002), dampak negatif pemanfaatan airtanah yang berlebihan dapat dibedakan menjadi dampak yang bersifat kualitatif (kualitas airtanah) dan kuantitatif (pasokan airtanah). Pencemaran kualitas airtanah juga dijumpai di daerah yang berbatasan dengan pantai dalam bentuk intrusi air laut ke dalam sumur-sumur penduduk.

2.3

AKUIFER

Akuifer merupakan lapisan pembawa air yang mempunyai susunan sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan dan mengalirkan air. Formasi-formasi yang berisi dan memancarkan airtanah disebut sebagai akuifer (Linsley dan Franzini, 1991). Jumlah airtanah yang dapat diperoleh di sembarang daerah tergantung pada sifat-sifat akuifer yang ada di bawahnya serta pada luasan cakupan dan frekuensi imbuhan. Lapisan permeable atau lapisan yang dapat dilalui oleh airtanah seperti lapisan pasir atau lapisan kerikil yang jenuh dengan airtanah disebut juga dengan akuifer (Sosrodarsono dan Takeda, 1993). Dengan demikian pada dasarnya akuifer adalah kantong air yang berada di dalam tanah.

2.3.1 Jenis Akuifer

Akuifer dibedakan menjadi dua, yaitu akuifer bebas (unconfined aquifer) dan akuifer terkekang (confined aquifer). Menurut Kruseman dan De Ridder (1991), berdasarkan nilai permeabilitas (k) lapisan batuan, akuifer dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu akuifer bebas (unconfined aquifer), akuifer setengah bebas (semi unconfined aquifer), akuifer setengah tertekan (semi confined aquifer) dan akuifer tertekan (confined aquifer).

Akuifer bebas (unconfined aquifer), yaitu akuifer yang berada di atas lapisan kedap. Pada lapisan atas dibatasi oleh suatu bidang batas air bebas (water table) atau phreatic level yang mempunyai tekanan sama dengan tekanan udara di sekitarnya. Akuifer bebas terbentuk ketika tinggi muka airtanah (water table) menjadi batas atas zona tanah jenuh. Akuifer setengah bebas (semi unconfined aquifer), yaitu akuifer yang batas atasnya dibatasi oleh suatu lapisan butir halus (fine grained layer) yang jika dilakukan pemompaan, aliran horizontal pada lapisan tersebut cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Akuifer setengah tertekan (semi confined aquifer), yaitu akuifer yang jenuh dengan air yang pada bagian atasnya dibatasi oleh suatu lapisan setengah kedap (semi privios) dan pada bagian bawahnya dibatasi oleh


(11)

lapisan kedap atau lapisan setengah kedap lainnya. Pada akuifer ini komponen aliran horisontalnya cukup kecil, sehingga diabaikan.

Akuifer tertekan (confined aquifer), yaitu akuifer yang jenuh dengan air yang dibatasi oleh suatu lapisan kedap pada bagian atasnya dan pada bagian bawahnya. Pada umumnya tekanan airnya lebih besar dari pada tekanan atmosfer. Air yang berada pada akuifer inilah yang disebut dengan air artesis. Penjelasan tentang jenis akuifer disajikan Gambar 2.

Sumber : Asdak, C (2002)

Gambar 2. Akuifer bebas dan akuifer terkekang

Menurut Ardani (1997), jika ditinjau dari jenis aliran dan produktifitas akuifer dibagi empat, yaitu :

1. Akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir yang terdiri atas : 1) Akuifer produktifitas tinggi dan penyebaran luas.

2) Akuifer produktif dengan penyebaran luas.

3) Akuifer dengan produktifitas sedang dan penyebaran luas. 4) Akuifer setempat dengan produktifitas sedang.

2. Akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir yang terdiri atas :

1) Akuifer dengan produktifitas tinggi dan penyebaran luas. Akuifer ini mempunyai keterusan dan kisaran kedalaman airtanah yang beragam.

2) Akuifer dengan produktifitas sedang dan penyebaran luas. Akuifer ini umumnya terdapat pada endapan vulkanik muda yang mempunyai kelulusan tinggi hingga sedang, terutama pada endapan lahar dan lava vesikuler.

3. Akuifer dengan aliran melalui celahan, rekahan dan saluran yang terdiri atas :

1) Akuifer produktif setempat. Aliran airtanah ini terbatas pada celahan atau rekahan atau saluran pelarutan.

2) Akuifer produktif. Aliran airtanah ini terbatas pada celahan atau rekahan lava vesikuler. 4. Akuifer (bercelah atau bersarang) dengan produktifitas rendah dan daerah langka air

1) Akuifer dengan produktifitas rendah. Umumnya kelulusan rendah dan setempat, namun airtanah dalam masih bias disadap, meskipun debitnya kecil.

2) Daerah airtanah langka.

2.3.2 Karakteristik Akuifer

Menurut Asdak (2002), peranan formasi geologi atau akuifer sangat penting dalam terbentuknya airtanah dan keberadaan airtanah. Formasi geologi tersebut baik terdapat pada


(12)

zona bebas (unconfined aquifer) maupun zona terkekang (confined aquifer). Karakteristik akuifer ditentukan oleh tipe akuifer dan zona akuifer.

a. Tipe Akuifer

Dalam menentukan formasi geologi untuk tujuan pengisian airtanah ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, terutama mengenai tipe akuifer, karakteristik zona tanah tidak jenuh dan juga karakteristik zona tanah jenuh. Untuk studi kelayakan atau penelitian yang menekankan pentingnya proses dan mekanisme pengisian airtanah, karakteristik formal geologi atau akuifer yang relevan untuk dipelajari adalah :

1) Tipe formasi batuan karena jenis batuan akan menentukan tingkat permeabilitas akuifer. 2) Kondisi tekanan hidrolik dalam tanah, yakni untuk menentukan apakah airtanah berada di

zona bebas atau terkekang.

3) Kedalaman permukaan potensiometrik di bawah permukaan tanah, terutama di sekitar daerah pelepasan atau pengambilan air.

Batuan akuifer mempunyai sifat permeabel, terbentuk dari batuan sedimen, belum mengalami konsolidasi, bertekstur kasar seperti pasir dan batuan sedimen lain yang lebih kasar dari itu (Bouwer, 1978).

b. Zona Akuifer

Untuk usaha-usaha pengisian kembali airtanah melalui peningkatan proses infiltrasi tanah serta usaha-usaha reklamasi airtanah, maka kedudukan akuifer dapat dipandang dari dua sisi yang berbeda, yaitu :

1) Zona akuifer tidak jenuh adalah suatu zona penampung air di dalam tanah yang terletak di atas permukaan tanah baik dalam keadaan alamiah (permanen) atau saat setelah barlangsungnya periode pengambilan airtanah.

2) Zona akuifer jenuh adalah suatu zona penampung airtanah yang terletak di bawah permukaan airtanah kecuali zona penampung airtanah yang sementara jenuh dan berada di bawah daerah yang sedang mengalami pengisian airtanah.

Zona akuifer tidak jenuh merupakan zona penyimpanan airtanah yang paling dalam mengarungi kadar pencemaran airtanah dan oleh karena itu zona ini sangat penting untuk usaha-usaha reklamasi dan sekaligus pengisian kembali airtanah. Zona akuifer jenuh lebih unggul dibandingkan dengan zona akuifer tidak jenuh, yaitu dapat memasok airtanah dalam jumlah lebih besar serta mempunyai kualitas air yang lebih baik.

Lapisan tanah yang berada diantara permukaan tanah dan permukaan airtanah pada akuifer bebas merupakan lapisan tanah yang tidak jenuh (unsaturated zone). Jenis tekstur dan struktur tanah pada lapisan tanah ini ikut menentukan bahan-bahan terlarut dari airtanah yang melewatinya dan sekaligus berfungsi sebagai filter. Sifat dan kimia lapisan tanah ini juga menentukan kualitas airtanah terutama pada lapisan airtanah bebas dan akuifer tumpang (Laws, 1981).

Menurut Tood (1980), zona akuifer tidak jenuh atau zona aerasi dapat dibagi menjadi beberapa bagian wilayah penampung air, yaitu :

1) Zona airtanah (soil water zone). Zona ini bermula dari permukaan tanah dan berkembang ke dalam tanah melalui akar tanaman. Kedalaman airtanah ini bervariasi tergantung pada tipe tanah dan vegetasi. Zona airtanah ini dapat diklasifikasi menjadi zona air higroskopis, yaitu air yang diserap langsung dari udara di atas permukaan tanah dan zona air kapiler dan air gravitasi, yaitu air yang bergerak ke dalam tanah karena gravitasi bumi.

2) Zona pertengahan (intermediate zone). Zona ini umumnya terletak antara permukaan tanah dan permukaan airtanah dan merupakan daerah infiltrasi.


(13)

3) Zona kapiler (capillary zone). Zona kapiler terbentang dari permukaan airtanah ke atas sampai ketinggian yang dapat dicapai oleh gerakan air kapiler.

4) Zona jenuh (saturated zone). Pada zona jenuh ini semua pori-pori tanah terisi oleh air.

2.4

KUALITAS AIR

Pemanfaatan dan pengambilan airtanah yang tak terkendali dalam arti pengambilan jumlah airtanah yang berlebihan tanpa diimbangi jumlah pengisian airtanah akan merugikan manusia itu sendiri. Dalam penggunaan airtanah diperlukan kualitas air tertentu untuk kebutuhan air minum maupun untuk kebutuhan yang lain.

Pengolahan airtanah dapat menentukan kualitas air. Pada lapisan tanah dangkal kualitas dan kuantitas airtanah lebih bersifat fluktuatif bila dibandingkan airtanah dalam. Lingkungan fisik merupakan faktor utama yang mempengaruhi pengisian dan pengambilan airtanah. lapisan airtanah dangkal merupakan lapisan airtanah yang lebih mudah terpengaruh oleh kondisi lingkungan di daerah tersebut, sedangkan untuk lapisan akuifer dalam, pengaruh lingkungan fisik pada wilayah tersebut tidak terlalu besar (Kumar, 1979).

Kualitas airtanah tergantung pada perpaduan antara air yang masuk ke dalam tanah, batuan yang dilewati dan pada akhirnya mencapai lapisan airtanah yang ada dalam akuifer. Dengan kata lain kualitas airtanah ditentukan oleh material yang dilewatinya, yaitu jenis tanah dan batuan, jenis aliran, dan proses perubahan fisik, kimia maupun biologi air. Konsentrasi material yang terlarut dalam airtanah dapat meningkat atau turun sejalan dengan pergerakan air dalam siklus hidrologi. Jadi kualitas airtanah ditentukan oleh lingkungan yang mempengaruhi selama dalam perjalanan (Waite dalam Djijono, 2002). Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi tersebut adalah:

1) Faktor iklim, yaitu meliputi curah hujan, temperatur, tekanan dan kelembaban udara. Air hujan melarutkan unsur-unsur kimia yang ada di atmosfer seperti O2, CO2, N, SO4. Konsentrasi dan jenis

unsur atau senyawa kimia yang terlarut dalam air hujan dapat mencapai permukaan tanah. Temperatur dan tekanan udara ikut menentukan tingkat konsentrasi unsur-unsur yang terlarut dalam air hujan.

2) Faktor litologi tanah dan batuan merupakan sumber mineral yang terlarut di dalam airtanah. Batuan beku seperti batuan vulkanik tidak mudah larut dalam air, tetapi melarutkan sedikit silica. Batuan sedimen umumnya melarutkan kalsium, sodium, sulfat dan bikarbonat.

3) Kandungan karbon dioksida dan oksigen lebih banyak dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan transpirasi dari tanaman.

4) Waktu tinggal (residence time) air ikut menentukan jumlah konsentrasi mineral yang terlarut. Makin lama air tersebut tinggal dalam batuan tertentu maka semakin besar mineral tersebut terlarut dalam air.

Kualitas airtanah berbeda pada dimensi dan waktu dimana airtanah tersebut berada. Pada lingkungan perkotaan yang padat penduduk, pada lingkungan industri dan pada daerah pegunungan yang tidak tercemar lindi air limbah akan mempunyai kualitas air yang tidak sama. Musim hujan dan musim kemarau dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi unsur-unsur tertentu yang terlarut dalam air, bahkan dalam waktu singkat dapat terjadi perubahan tingkat konsentrasi unsur-unsur tertentu (Wuryadi, 1981).

2.4.1 Sumber Kontaminasi Airtanah

Airtanah merupakan sumber air yang murah, banyak digunakan oleh penduduk untuk berbagai keperluan baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk komersil. Kualitas airtanah akan selalu berubah disepanjang alirannya, tergantung komponen-komponen yang


(14)

terkandung di dalam batuan yang dilaluinya. Karena airtanah akan kontak dengan batuan tersebut, terjadi proses pelarutan mineral, proses ini akan kontak terus berlangsung lama dan akan mempengaruhi kualitas airtanah tersebut.

Menurut Rengganis dan Herawan (1997), airtanah yang sering terkontaminasi sumber pencemar biasanya terjadi pada airtanah dangkal. Airtanah dari akuifer dalam dapat mempunyai resiko pencemaran tinggi, jika terjadi bocoran dari akuifer dangkal. Berbagai macam sumber pencemaran airtanah adalah :

1) Sanitasi yang tidak teratur dari perkotaan dan perkampungan. 2) Limbah cair industri.

3) Pembuangan limbah padat.

4) Daerah pertanian dengan penggunaan pupuk/pestisida lebih.

2.4.2 Kriteria dan Parameter Kualitas Air

Setiap bentuk penggunaan air memerlukan batas kualitas air tertentu yang berbeda-beda sesuai persyaratan kebutuhan dan baku mutu yang telah ditentukan. Air yang digunakan untuk air minum langsung harus memenuhi kriteria persyaratan sifat fisika, kimia, bakteriologi dan radioaktifitas. Persyaratan sifat fisika air antara lain tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna. Persyaratan kimia air antara lain air tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam batas yang membahayakan kesehatan, sedangkan persyaratan bakteriologi antara lain air tidak boleh mengandung bakteri yang dapat menyebabkan penyakit.

Penetapan kriteria parameter umumnya didasarkan atas bahan yang kelebihan dan kekurangannya akan mengganggu sistem kehidupan. Oleh karena itu, dapat dipahami jika parameter yang diajukan untuk suatu peruntukan terdapat perbedaan antara satu peraturan dengan peraturan yang lain, mengingat tanggapan yang berbeda antara kelompok manusia di suatu tempat dengan tempat yang lain.

Persyaratan kualitas air tertentu secara teoritis ditentukan oleh sejumlah parameter yang spesifik dengan kisaran kadar tertentu pula. Di atas batas kadar tersebut umumnya cenderung kapada indikasi terjadinya kontaminasi maupun sampai tingkat pencemaran air atau bahkan kerusakan lingkungan.

Sebagai contoh, penentuan kualitas air dalam hal untuk mengetahui tingkat kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah karena maraknya aktifitas pembangunan dan pengembangan perkotaan tidak sama dengan penentuan kualitas air untuk konsumsi, pertanian, perikanan, peternakan atau keperluan industri. Parameter kualitas air untuk berbagai peruntukan didasarkan pada PP No. 20 tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air sedangkan untuk mengetahui tingkat kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah didasarkan pada Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah.

Tingkat kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah dapat diketahui dengan analisis kualitas airtanah berdasarkan parameter Daya Hantar Listrik (DHL) dan Total Dissolved Solid (TDS). Daya Hantar Listrik (DHL) atau Conductivity adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk menghantarkan arus listrik. Nilainya tergantung pada kandungan garam-garam terlarut yang dapat terionisasi dalam air pada temperatur saat pengukuran dilakukan. Kereaktivan dari setiap ion yang terlarut, bilangan valensi, dan konsentrasi sangat mempengaruhi nilai DHL. Sebagian besar senyawa anorganik (asam, basa, dan garam) seperti HCl, Na2CO3 dan NaCl merupakan konduktor yang baik. Sebaliknya senyawa-senyawa


(15)

organik seperti sukrosa dan benzena yang tidak terionisasi dalam air merupakan konduktor yang jelek.

Satuan DHL adalah mhos/cm. mhos adalah kebalikan dari satuan tahanan listrik ohm (). Satuan mhos/cm identik dengan Siemens (S). Nilai DHL aquades berkisar antara 0.5 hingga 2.0 mhos/cm dan dapat meningkat setelah didiamkan beberapa minggu menjadi 2.0 hingga 4.0 mhos/cm. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh penyerapan karbondioksida udara ke dalam air dan peningkatan kadar amonia. Nilai DHL air limbah industri biasanya melebihi 10,000 mhos/cm.

Padatan Terlarut Total atau Total Dissolved Solid (TDS) adalah bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring milipore dengan ukuran pori-pori (porousity) 0.45 m. Bahan-bahan terlarut dianalisa dengan cara menyaring air sampel dengan kertas saring tersebut (menggunakan “vacuum pump”), kemudian air sampel tersaring diuapkan dalam oven pada suhu 103 C hingga 105 C. Metode penentuan TDS ini merupakan metode gravimetrik, yang terdiri dari rangkaian kegiatan penyaringan, penguapan, dan penimbangan.

Berdasarkan pertimbangan penurunan kualitas airtanah, tingkat kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah tertekan maupun tidak tertekan dapat dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu : 1) Aman, apabila penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut kurang

dari 1,000 mg/l atau DHL kurang dari 1,000 mhos/cm.

2) Rawan, apabila penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut antara 1,000-10,000 mg/l atau DHL antara 1,000-1.500 mhos/cm.

3) Kritis, apabila penurunan kualitas yang ditand,i dengan kenaikan zat padat terlarut antara 1,.000-100,000 mg/l atau DHL antara 1,500-5,000 mhos/cm.

4) Rusak, apabila penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut lebih dari 100,000 mg/l atau tercemar logam berat dan atau bahan berbahaya dan beracun atau DHL lebih dari 5,000 mhos/cm.

Pengkategorian zona airtanah tersebut berdasarkan pada Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Kriteria mengenai kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah akibat dari pemanfaatan air bawah tanah dibedakan menjadi 4 tingkatan, yaitu:

1) Aman, apabila penurunan muka air bawah tanah kurang dari 40%. 2) Rawan, apabila penurunan muka air bawah tanah 40%-60%. 3) Kritis, apabila penurunan muka air bawah tanah 60%-80%. 4) Rusak, apabila penurunan muka air bawah tanah lebih dari 80%.

2.5

INTRUSI AIR LAUT

Pemanfaatan airtanah yang berlebihan dan pengelolaan sumber-sumber air yang tidak memperhatikan keadaan lingkungan dapat mengakibatkan penurunan muka airtanah, intrusi air laut, banjir, penurunan muka tanah dan lain sebagainya. Intrusi air laut adalah proses masuknya air laut ke dalam akuifer daratan sebagai dampak terjadinya pemanfaatan airtanah yang berlebih dan tidak terarah.

Di daerah pantai kendala yang dihadapi adalah aspek kualitas air, khususnya dengan adanya air asin. Kepadatan penduduk yang tinggi dan banyaknya industri menyebabkan tingginya pencemaran air di pusat kota (dataran pantai), sehingga penduduk di daerah pantai banyak yang menggunakan sumur bor dengan akuifer dalam sebagai sumber air tersebut. Konsep intrusi air laut secara lengkap dan jelas disajikan pada Gambar 3.


(16)

Sumber : Asdak, C (2002)

Gambar 3. Intrusi air laut

Menurut Soenarto dan Widjaja (1985), penyusupan air laut akan bergerak menjauh dari garis pantai selama pemompaan untuk pemasoknya di tempat-tempat yang terdekat dengan daerah batas air tawar dan air asin. Selain itu, meskipun pemompaan tidak melebihi pemasoknya, penyusupan air laut akan tetap terjadi, hanya saja akan berhenti tetap di suatu tempat tertentu, jika tercapai pada keadaan tetap (stady state).

Besarnya salinitas yang mengenai lensa air tawar yang terisolasi yang diisi kembali oleh infiltrasi dan yang mengapung pada air garam dijelaskan dengan prinsip dari Bodon-Hezberg (Seyhan, 1990) adalah :

[ ] ..……….………... (2)

Keterangan :

H = ketebalan kantong air tawar. ρf = kerapatan air tawar = 1,000 gm/cm3

. ρs = kerapatan air asin, sekitar 1,025 gm/cm3

.

h = perbedaan tinggi antara permukaan laut dan permukaan airtanah (atau piezometrik), m.

2.5.1 Faktor Pengaruh Intrusi Air Laut

Faktor kondisi alami, airtanah tawar baik pada akuifer tertekan maupun akuifer tak tertekan akan terlepas dan mengalir ke laut melewati akuifer-akuifer di daerah pantai yang berhubungan dengan laut pada pantai yang menjorok ke laut. Tetapi karena meningkatnya jumlah pengambilan airtanah sehubungan dengan peningkatan jumlah penduduk atau perkembangan peruntukan airtanah maka terjadi aliran balik airtanah atau air laut mengalir masuk ke dalam akuifer daratan. Fenomena ini yang dinamakan dengan intrusi atau penyusupan air laut.

Jika air laut mengalir masuk ke dalam sumur-sumur produksi, maka akan terjadi pencemaran atau kontaminasi air asin terhadap airtanah pada sumur-sumur tersebut, sehingga airtanah tawar tidak dapat dimanfaatkan lagi. Di daerah pantai pencemaran air asin pada sistem akuifer tawar disebabkan oleh intrusi air laut (seawater intrution). Intrusi air laut juga dapat terjadi jika terdapat media buatan yang menghubungkan secara langsung antara air laut dan airtanah, seperti dibuatnya saluran-saluran daerah pantai.


(17)

Di daerah pantai Jakarta intrusi air laut terjadi karena susunan daratan pantainya tersusun oleh endapan berfasies laut dan daratan dengan ukuran butiran halus (lempung) sampai kasar (kerikil), intrusi air laut kemungkinan dapat pula terjadi karena adanya aliran air asin dari lempung berfasies laut ke dalam sistem akuifer tawar. Lempung berfasies laut ini bertindak sebagai akuiklud, yakni lapisan batuan yang mampu menyerap air tetapi tidak mampu melepaskannya dalam jumlah yang berarti (DGTL, 1988).

2.5.2 Indikasi Terjadinya Intrusi Air Laut

Intrusi air laut di suatu wilayah dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu muka airtanah di bawah muka air laut, curah hujan yang kering, sifat fisik tanah dan batuan kurang/lambat meluluskan air, letaknya dekat dengan pantai, luas lahan terbangun sangat luas dan penduduknya sangat padat (Hamid, 2000). Menurut DGTL (1988), intrusi air laut di suatu wilayah dapat dikenal dengan melakukan pendekatan kualitas airtanah, hidrolika airtanah dan lingkungan batuan yang menyusunnya.

Pendekatan lingkungan pengendapan dilakukan terutama untuk menafsirkan kemungkinan terjadinya aliran air asin dari formasi batuan berfasies laut atau kejadian sebaliknya, yakni adanya sistem akuifer tawar disekitar airtanah asin. Pendekatan kualitas airtanah, yakni menganalisa kimia fisika airtanah baik airtanah dangkal (bebas) maupun airtanah dalam (tertekan) dan mengukur kedudukan muka airtanah. Pendekatan hidrolika airtanah, yakni dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh penurunan muka airtanah dalam kaitannya dengan pengambilan airtanah.

2.6

ANALISIS REGRESI

Persamaan regresi adalah persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antara peubah bebas dan terikat. Secara kuantitatif hubungan antara peubah bebas dan peubah terikat tersebut dapat kita modelkan dalam suatu persamaan matematik, sehingga dapat menduga nilai suatu peubah tak bebas apabila diketahui peubah bebas (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Menurut Walpole (1995), persamaan regresi adalah persamaan matematik yang memungkinkan kita meramalkan nilai-nilai suatu peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas.

Dalam suatu peramalan kita mengetahui nilai peubah tak bebas y berdasarkan peubah bebas x yang kemudian dianalisis dalam bentuk kurva regresi. Analisis regresi adalah suatu alat ukur yang juga digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antar variabel (Hasan, 2003). Analisa regresi lebih akurat dalam melakukan analisa korelasi karena pada analisa itu kesulitan dalam menunjukan slop (tingkat perubahan suatu varabel terhadap variabel lainnya dapat ditentukan). Jadi dengan analisa regresi, peramalan atau perkiraan nilai variabel terikat pada nilai variabel bebas lebih akurat pula.

2.6.1 Persamaan Regresi Linear

Menurut Supranto (1998), persamaan regresi dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu regresi linear, regresi kuadratis atau regresi parabola dan regresi eksponensial atau logaritma. Regresi linear adalah regresi yang variabel bebasnya (variabel x) berpangkat paling tinggi satu. Untuk regresi linear sederhana, yaitu regresi linear yang hanya melibatkan dua variabel (variabel x dan y), persamaan garis regresinya dapat dituliskan dalam dua bentuk, yaitu sebagai berikut :

………..………..…. (3)

Keterangan :


(18)

x = variabel bebas yang nilainya dapat dipergunakan untuk meramalkan. y = variabel terikat.

2.6.2 Regresi Kuadratis atau Regresi Parabola

Regresi kuadratis adalah regresi dengan variabel x ada yang berpangkat dua. Bentuk regresi kuadratis adalah :

……….………... (4)

Keterangan : y = variabel terikat. x = variabel bebas. a, b, c adalah konstanta.

2.6.3 Regresi Eksponensial atau Logaritma

Regresi eksponensial adalah regresi dengan variabel x berpangkat konstanta b atau konstanta b berpangkat x. bentuk umum regresi eksponensial adalah :

……….……….………..… (5)

Keterangan :

y = variabel terikat. x = variabel bebas.

a,b = konstanta atau penduga.

2.6.4 Persamaan Regresi Polynomial

Persamaan regresi polynomial adalah persamaan regresi yang terdiri dari persamaan regresi sederhana dan regresi kuadratik. Menurut Draper dan Smith (1981), model regresi polynomial terdiri dari beberapa pangkat yang dinotasikan dalam xj. Model pangkat pertama

sederhana hanya dengan satu variabel penduga. Model pangkat kedua biasa digunakan dalam studi hasil awal dimana diharapkan nila y diperoleh lebih tinggi. Model pangkat tiga juga digunakan dalam menentukan hasil kerja suatu variabel dengan lebih banyak frekuensi daripada model pangkat dua. Model ini digunakan untuk mendapatkan nilai koefisien yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua model diatas.

Variabel tidak bebas y sering dipengaruhi oleh lebih dari satu variabel bebas x. Hubungan variabel y dan beberapa variabel x ini akan lebih tepat apabila ditunjukan atau diperkirakan melalui analisis regresi ganda (multiple regression) atau yang disebut juga dengan regresi polynomial. Metode regresi polynomial digunakan untuk mendapatkan fungsi linear yang benar.

Polynomial orthogonal digunakan untuk mendapatkan sebuah model polynomial dari beberapa pangkat (orde) ke dalam satu variabel. Misalkan terdapat n pengamatan (xi, yi) =

1,2,………..n dimana x adalah sebuah varabel bebas (variabel penduga) dan y adalah variabel tak bebas (variabel hasil) dan akan dihasilkan sebuah model persamaan regresi polynomial sebagai berikut (Draper dan Smith, 1981) :

…… ……….……….... (6) Keteranngan :

yi = peubah tak bebas, xi = peubah bebas.

β = koefisien peubah.

Dari trend persamaan pada kurva regresi dapat diketahui hubungan DHL dan TDS terhadap jarak dari tepi pantai yang dapt digunakan untuk memprediksi intrusi air laut.


(19)

III. METODOLOGI

3.1

WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai dengan bulan April 2012 di wilayah Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1.

3.2

ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Alat tulis kantor (ATK) dan kalkulator.

2. Perangkat lunak Microsoft Excel. 3. Perangkat lunak Surfer 9.

4. Perangkat lunak Arcview GIS 3.2. 5. DHL dan TDS meter.

6. Multimeter.

7. Data Kepadatan Penduduk Kota Tangerang Selatan. 8. Peta Administrasi KotaTangerang Selatan.

9. Peta Geologi KotaTangerang Selatan. 10.Peta Topografi KotaTangerang Selatan. 11.Peta Geomorfiologi KotaTangerang Selatan. 12.Peta Hidrogeologi KotaTangerang Selatan. 13.Peta Tata Guna Lahan dan Jenis Tanah. 14.Peta RDTR Kabupaten Tangerang 2008.

3.3

METODE PENELITIAN

3.3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengikuti kerangka pendekatan seperti disajikan pada Gambar 4. Tahap awal penelitian adalah survey dan studi lapangan dengan tujuan untuk mengetahui lokasi sebelum dilakukan pengukuran dan pengambilan data. Pengukuran dan pengambilan data terdiri dari data sekunder dan data primer.

Tahap selanjutnya adalah identifikasi dan analisis kondisi dan lingkungan airtanah ditinjau dari kualitas airtanah dan pemanfaatan airtanah berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah, kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data menggunakan perangkat lunak Microsoft Excell 2010, Surfer 9 dan Arcview GIS 3.2 untuk mengetahui kontur muka airtanah, kontur DHL, kontur TDS, sebaran kualitas airtanah dan sebaran penurunan muka airtanah.

Pengumpulan data yang dibutuhkan dalam mendeskripsikan permasalah untuk memprediksi pola penyebaran intrusi air laut di akuifer dalam dan dangkal terdiri dari analisa airtanah dan peta RDTR Kabupaten Tangerang 2008 (data jarak dari pantai di setiap titik pengukuran). Tahap selanjutnya adalah adalah menganalisis hubungan antara daya hantar listrik dan padatan terlarut total terhadap jarak dari pantai dengan menggunakan metode regresi. Analisis data dengan metode regresi menggunakan perangkat lunak Microsoft Excell 2010. Kemudian memprediksi pola penyebaran intrusi air laut pada akuifer dangkal dan akuifer dalam. Tahap yang terakhir, yaitu penyajian hasil yang terdiri dari peta kondisi dan lingkungan


(20)

airtanah berdasarkan kualitas airtanah dangkal dan dalam (TDS dan DHL), peta kondisi dan lingkungan airtanah berdasarkan pemanfaatan airtanah (penurunan muka airtanah) dan kurva prediksi intrusi air laut.

Gambar 4. Kerangka pendekatan penelitian Mulai

Survey dan Studi Lapangan

Pengumpulan data : 1. Data primer 2. Data sekunder

1. Identifikasi dan analasis kualitas airtanah 2. Identifikasi dan analisis penurunan muka airtanah

Pengolahan Data :

1. Kontur muka airtanah dangkal dan dalam 2. Kontur DHL dan TDS

3. Zonasi kualitas airtanah 4. Zonasi penurunan muka airtanah

Analisa hubungan antara DHL dan TDS berdasarkan jarak dari garis pantai dengan metode regresi

Identifikasi pola penyebaran intrusi air laut pada akuifer dangkal dan akuifer dalam

Penyajian Hasil : 1. Peta zonasi 2. Kurva prediksi intrusi


(21)

3.3.2 Metode Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Data-data sekunder yang diperoleh antara lain :

1) Rencana Detail Tata Ruang Kota Tangerang Selatan/ RDTR Tangerang Selatan tahun 2008.

2) Hasil-hasil studi yang terdahulu. 3) Peta administrasi wilayah. 4) Peta topografi wilayah.

5) Peta tataguna lahan/tutupan lahan. 6) Peta geologi wilayah.

7) Peta hidrogeologi wilayah. 8) Citra satelit, dsb.

Data primer yang dikumpulkan adalah data kualitas airtanah (DHL dan TDS) yang digunakan sebagai parameter terjadi kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah dan data yang berhubungan dengan studi intrusi air laut di Kota Tangerang Selatan. Adapun data tersebut, yaitu :

1) Tinggi muka airtanah dangkal dan dalam. 2) Kualitas airtanah (DHL dan TDS).

3) Data jarak dari garis pantai yang dianalisis dari Peta RDTR Kabupaten Tangerang Tahun 2008.

Pengambilan data kualitas airtanah merujuk kepada SNI 6989 tahun 2008 tentang air dan air limbah, bagian 58 tentang metode pengambilan contoh airtanah. Lokasi pengambilan data tinggi muka airtanah dan kualitas airtanah dangkal dan dalam disajikan pada Lampiran 2.

3.3.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data

a. Identifikasi dan analisis kualitas airtanah

Dalam mengidentifikasi dan menganalisis data ini dilakukan analisis tingkat kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah berdasarkan pertimbangan penurunan kualitas airtanah (DHL dan TDS) tertekan maupun tidak tertekan, yaitu dengan menggunakan Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah yang disajikan pada Lampiran 7. Berdasarkan kriteria tersebut dapat diketahui kawasan yang kondisi dan lingkungan airtanahnya sudah rusak atau belum rusak yang dibedakan menjadi empat tingkatan, yaitu zona aman, zona rawan, zona kritis dan zona rusak.

b. Identifikasi dan analisis penurunan muka airtanah

Dalam mengidentifikasi dan menganalisis data ini dilakukan analisis tingkat kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah berdasarkan pertimbangan penurunan muka airtanah akibat adanya pemanfaatan airtanah tertekan maupun tidak tertekan, yaitu dengan menggunakan Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah yang disajikan pada Lampiran 7. Berdasarkan kriteria tersebut dapat diketahui kawasan yang dikategorikan zona aman, zona rawan, zona kritis dan zona rusak.

c. Pengolahan data airtanah

Pengolahan data ini menggunakan data primer, yaitu data kualitas airtanah (DHL dan TDS) dan data muka airtanah (dalam dan dangkal). Data diolah menggunakan perangkat lunak


(22)

Surfer 9 untuk mendapatkan gambaran kontur dan sebaran kualitas airtanah. Data yang dimasukkan dalam perangkat lunak ini terdiri dari data koordinat titik sampel, DHL, TDS, muka airtanah dan peta admnistrasi Kota Tangerang Selatan. Peta yang dimasukkan pada perangkat lunak ini harus dalam bentuk *.shp dan data yang lain harus berupa data grid agar dapat dilakukan pengolahan data selanjutnya untuk mendapatkan kontur secara dua dimensi maupun tiga dimensi. Tahap selanjutnya adalah pembuatan peta zonasi kualitas airtanah dengan perangkat lunak Arcview GIS 3.2.

Data muka airtanah tertekan maupun tidak tertekan digunakan juga untuk menganalisis terjadinya penurunan airtanah akibat pemanfaatan airtanah. Penurunan muka airtanah dapat dianalisis dengan terlebih dahulu mengidentifikasi kondisi dan jenis tanah/batuan untuk mengetahui ketebalan akuifer. Kondisi dan jenis batuan disajikan pada Lampiran 11 dan Lampiran 12. Setelah itu dilakukan pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak Surfer 9 dan Arcview 3.2. Metode sebaran TDS, DHL dan penurunan muka airtanah pada Surfer 9 menggunakan Metode Kriging karena metode tersebut fleksibel, dapat digunakan dalam sebagian data. Kriging merupakan metode default pada perangkat lunak Surfer 9.

d. Analisa regresi

Analisis regersi digunakan untuk menganalisis kondisi lingkungan pada wilayah airtanah dangkal maupun dalam yang terintrusi air laut. Analisa regresi digunakan untuk mengetahui pola hubungan DHL dan TDS terhadap jarak dari garis pantai. Kadar DHL dan TDS diperoleh dari data analisis kualitas air, sedangkan jarak diperoleh dari titik-titik lokasi pengukuran terhadap jarak dari tepi pantai.

Persamaan regresi yang digunakan dalam menganalisis pada penelitian ini terdiri dari beberapa metode regresi, yaitu regresi linear, regresi kuadratik, regresi eksponensial dan regresi polynomial. Dari persamaan regresi yang telah diperoleh dari masing-masing metode regresi tersebut, akan diidentifikasi dan dianalisis kembali, sehingga dipilih metode regresi yang sesuai dengan penelitian ini. Metode regresi yang sesuai digambarkan dengan regresi yang memperoleh nilai koefisien determinan (R2) terbesar yang mendekati 1(satu).


(23)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1.1 Kondisi Geografis dan Wilayah Administrasi

Kota Tangerang Selatan merupakan Daerah Otonom Baru (DOB) yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang No. 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten. Tujuan pembentukan wilayah yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang ini adalah meningkatkan pelayanan secara optimal kepada masyarakat dalam semua bidang, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah dalam upaya pemanfaatan potensi daerah.

Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten, yaitu pada titik koordinat 106˚38’-106˚47’ Bujur Timur dan 06˚13’30”-06˚22’30” Lintang Selatan. Secara administratif, wilayah Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan adalah seluas 147.19 km2 atau 14,719 hektar. Namun berdasarkan hasil digitasi atas peta rupa bumi bakosurtanal, luas wilayah adalah 16,506.80 hektar.

Batas administrasi wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut :  Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang.  Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok.  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok.  Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.

Wilayah Kota Tangerang Selatan dilintasi oleh Kali Angke, Kali Pasanggrahan dan Sungai Cisadane sebagai batas administrasi kota di sebelah barat. Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta pada sebelah utara dan timur memberikan peluang pada Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu daerah penyangga Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, wilayah ini juga menjadi daerah perlintasan yang menghubungkan Provinsi Banten dengan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat.

Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 kecamatan yang dahulunya bagian dari Kabupaten Tangerang, yang terdiri dari :

1) Kecamatan Setu. 2) Kecamatan Serpong. 3) Kecamatan Serpong Utara. 4) Kecamatan Pondok Aren. 5) Kecamatan Pamulang. 6) Kecamatan Ciputat. 7) Kecamatan Ciputat Timur.

Kecamatan dengan wilayah paling besar di Kota Tangerang Selatan terdapat di Kecamatan Pondok Aren dengan luas 2,993 hektar atau 20.30% dari luas keseluruhan Kota Tangerang Selatan, sedangkan kecamatan dengan luas paling kecil adalah Kecamatan Setu dengan luas 1,696.90 hektar atau 10.06% dari luas keseluruhan Kota Tangerang Selatan. Luas wilayah masing-masing kecamatan di Kota Tangerang Selatan secara lengkap disajikan pada Tabel 2 dan untuk kondisi wilayah administrasi Kota Tangerang Selatan disajikan pada Gambar 5.


(24)

Tabel 2. Luas wilayah Kota Tangerang Selatan

No Kecamatan

Luas Wilayah (hektar) (UU 51/2008)

Luas Daerah (hektar) (Digitasi Peta

RTRW)

Deviasi Luas (hektar)

Deviasi Luas (%)

1. Serpong 2,404 2,836.90 432.90 15.30

2. Serpong Utara 1,784 2,228.60 444.60 19.90

3. Ciputat 1,838 2,106.00 268.00 12.70

4. Ciputat Timur 1,543 1,775.80 232.80 13.10

5. Pamulang 2,682 2,869.10 187.10 6.50

6. Pondok Aren 2,988 2,993.50 5.50 0.20

7. Setu 1,480 1,696.90 216.90 12.80

Jumlah 14,719 16,506.80 1,787.80 10.80

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2010

Sumber : BLH Kota Tangerang Selatan

Gambar 5. Peta administrasi Kota Tangerang Selatan

4.1.2 Topografi Wilayah

Berdasarkan peta topografi wilayah Kota Tangerang Selatan yang disajikan pada Gambar 6, rata-rata topografi wilayah berada pada ketinggian 10 meter hingga 60 meter di atas permukaan laut dan berbentuk dataran rendah. Hampir semua jenis tanaman bisa tumbuh di daerah ini. Wilayah selatan umumnya mempunyai elevasi diatas 35 mdpl dan menurun ke wilayah utara Kota Tangerang Selatan. Kecamatan yang mempunyai elevasi tersebut antara


(25)

lain Kecamatan Pamulang, Kecamatan Ciputat, dan Kecamatan Serpong, sedangkan bagian utara relatif lebih landai, yaitu Kecamatan Pondok Aren dan Kecamatan Serpong Utara.

Kemiringan tanah di wilayah Kota Tangerang Selatan relatif datar dengan rata-rata kemiringan 0% hingga 3% menurun ke utara, kondisi topografi selengkapnya disajikam pada Gambar 6. Kemiringan wilayah secara garis besar terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu :

1) Kemiringan antara 0% hingga 3% meliputi Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Serpong dan Kecamatan Serpong Utara.

2) Kemiringan antara 3% hingga 8% meliputi Kecamatan Pondok Aren dan Kecamatan Setu.

Sumber : BLH Kota Tangerang Selatan

Gambar 6. Peta topografi Kota Tangerang Selatan

4.1.3 Geomorfologi Wilayah

Berdasarkan Peta Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu Nomor 1209 tahun 1992 maka Kota Tangerang Selatan termasuk satuan morfologi dataran pantai dan kipas gunung api Bogor. Dataran pantai yang dicirikan oleh permukaannya yang nisbi datar dengan ketinggian antara 0 m hingga 15 m di atas permukaan laut. Dataran ini termasuk dataran rendah Jakarta, sedangkan kipas gunung api Bogor yang menyebar dari selatan ke utara dengan Bogor sebagai puncaknya. Satuan ini ditempati oleh rempah-rempah gunung api berupa tuf, konglomerat dan breksi yang sebagian telah mengalami pelapukan kuat dan berwarna merah kecoklatan.

4.1.4 Geologi Wilayah

Berdasarkan Peta Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu Nomor 1209 tahun 1992 yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Departemen Pertambangan dan Energi, kondisi geologi Kota Tangerang Selatan pada umumnya terbentuk oleh dua formasi batuan, yaitu batuan aluvium dan batuan gunung api muda yang secara jelas dijelaskan sebagai berikut :


(26)

1) Batuan Aluvium (Qa) yang terdiri dari aluvial sungai dan rawa yang berbentuk pasir, lempung, lanau, kerikil, kerakal dan sisa tumbuhan. Jenis tanah ini pada dasarnya merupakan lapisan yang subur bagi tanaman pertanian.

2) Batuan Gunung Api yang berupa material lepas yang terdiri dari lava andesit, desit, breksi tuf dan tuf. Secara fisik lava andesit berwarna kelabu hitam dengan ukuran sangat halus, afanitik dan menunjukkan struktur aliran serta breksi tuf dan tuf yang pada umumnya telah lapuk, mengandung komponen andesit dan desit. Pada umumnya tanah jenis ini digunakan sebagai kebun campuran, permukiman dan tegalan.

Berdasarkan Peta Geologi Kota Tangerang Selatan, kondisi geologi Kota Tangerang Selatan tersusun atas 6 (enam) formasi geologi, yaitu :

1.Qa = Aluvium : lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah (23.23%).

2.Qav = Kipas aluvium : tuf halus berlapis, tuf pasiran bersilingan dengan tuf konglomerat (61.36%).

3.Qv = Batuan gunung api muda : breksi, lahar, tuf breksi, tuf batu apung (0.20%). 4.QTvb = Tuf Banten : tuf, tuf batu apung, batu pasir tufan (12.10%).

5.Tmb = Formasi Bojongmanik : perselingan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batu gamping (1.09%).

6.Tpss = Formasi Serpong : perselingan konglomerat, batu pasir, batu lanau, batu lempung dengan sisa tanaman, konglomerat batu apung dan tuf batu apung (1.51%). Kondisi geologi Kota Tangerang Selatan umumnya adalah batuan aluvium, yang terdiri dari batuan lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah. Berdasarkan klasifikasi dari United Soil Classification System, batuan ini mempunyai workability yang baik hingga sedang dan mempunyai unsur ketahanan terhadap erosi cukup baik oleh karena itu, wilayah Kota Tangerang Selatan masih cukup layak untuk kegiatan perkotaan. Kondisi geologi Kota Tangerang Selatan secara lengkap disajikan pada Gambar 7.

Sumber : BLH Kota Tangerang Selatan


(27)

4.1.5 Hidrogeologi Wilayah

Berdasarkan peta hidrogeologi yang disajikan pada Gambar 8, Kota Tangerang Selatan mempunyai jenis akuifer dengan aliran ruang antar butir, setempat melalui rekahan, umumnya terdapat batuan sedimen kuarter terdiri dari beberapa akuifer batu pasir dengan ketebalan 3 m hingga 18 m, keterusan 125 m2/hari hingga 260 m2/hari, kapasitas jenis 0.50 liter/det/m hingga 1.50 liter/det/m dan muka airtanah statis 3 m hingga 21 m.

Jenis aliran dan produktifitas akuifer di Kota Tangerang Selatan terdiri dari : 1. Akuifer produktif, penyebaran luas.

2. Akuifer produktif sedang, penyebaran luas. 3. Akuifer setempat, produktif sedang. 4. Daerah airtanah langka.

Muka airtanah bebas di Kota Tangerang Selatan terdiri dari :

1. kedalaman 0.5 m-4 m bawah permukaan dengan luas 3,952.79 ha. 2. kedalaman 2 m-5 m bawah permukaan dengan luas 171.59 ha. 3. kedalaman >5 m bawah permukaan dengan luas 8,222.19 ha. 4. kedalaman >5 m bawah permukaan dengan luas 3,552.49 ha. 5. kedalaman >5 m bawah permukaan dengan luas 421.74 ha.

Tipologi akuifer di wilayah studi merupakan sistem akuifer endapan aluvial atau endapan permukaan dan endapan sedimen dengan sistem aliran air tanah pada akuifer ini adalah melalui ruang antar butir, aliran air tanah dangkal mengikuti bentuk umum topografi, yaitu mengalir ke arah utara. Sistem akuifer endapan permukaan didasarkan pada telaah penyebaran aluvial sungai, kipas aluvial dan ketebalan endapan permukaan yang diperoleh dari pengamatan pada sumur gali dengan kedalaman mencapai sekitar 15 m. Pada umumnya sistem akuifer endapan permukaan dijumpai pada endapan kuarter dan di beberapa bagian dijumpai di daerah pelapukan batuan tersier.

Sumber : BLH Kota Tangerang Selatan


(28)

4.1.6 Jenis Tanah

Secara umum penyebaran dan sifat-sifat tanah berkaitan erat dengan keadaan landform. Hal ini terjadi karena hubungannya dengan proses genetis dan sifat batuan atau bahan induk serta pengaruh sifat fisik lingkungan. Landform sebagai komponen lahan dan tanah sebagai elemennya sangat tergantung pada faktor-faktor tersebut.

Dilihat dari data jenis tanah berdasarkan keadaan geologi wilayah, Kota Tangerang Selatan sebagian besar terdiri dari batuan endapan hasil gunung api muda dengan jenis batuan kipas aluvium dan aluvium/aluvial, sedangkan dilihat dari sebaran jenis tanah, pada umumnya di Kota Tangerang Selatan berupa asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan. Oleh karena itu secara umum lahan di wilayah tersebut cocok untuk pertanian atau perkebunan.

Jenis tanah yang sangat sesuai dengan kegiatan pertanian tersebut semakin lama semakin berubah penggunaannya seperti kegiatan yang lain yang bersifat non-pertanian, sedangkan untuk sebagian wilayah seperti di Kecamatan Serpong dan Kecamatan Setu, jenis tanahnya mengandung pasir khususnya untuk daerah yang dekat dengan Sungai Cisadane.

4.1.7 Tata Guna Lahan

Berdasarkan peta penggunaan lahan, Kota Tangerang Selatan terdiri dari 8 (delapan) tipe penggunaan lahan, yaitu gedung, pemukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujan, kebun atau perkebunan, rumput atau tanah kering, tegalan atau ladang dan belukar atau semak. Dilihat dari penggunaan lahan tersebut, Kota Tangerang Selatan didominasi oleh pemukiman penduduk hampir di semua kecamatan. Kecamatan yang didominasi oleh pemukiman terdapat di Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Ciputat Timur. Tata guna lahan Kota Tangerang Selatan disajikan pada Gambar 9.

Sumber : BLH Kota Tangerang Selatan


(29)

4.1.8 Penduduk Kota Tangerang Selatan

1. Jumlah penduduk

Berdasarkan data hasil sensus penduduk tahun 2010, penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2010 berjumlah 1,303,509 jiwa dengan komposisi 658,701 laki-laki dan 644,868 perempuan dengan rasio penduduk mencapai 102.15. Penduduk paling banyak berada di Kecamatan Pondok Aren sebesar 307,104 jiwa dengan rasio 103.08, sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Setu dengan jumlah penduduk 64,985 jiwa dan rasio sebesar 104.84. Jumlah penduduk Kota Tangerang selatan secara jelas disajikan pada Tabel 3. Dilihat dari tren yang ada, maka angka pertumbuhan penduduk mencapai 4.60% pertahun. Angka pertumbuhan pada tiap kecamatan disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Pertumbuhan penduduk Kota Tangerang Selatan

2. Kepadatan penduduk

Dengan wilayah seluas 147.19 km2, kepadatan penduduk di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2010 mencapai 8,856 orang/km2. Kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Ciputat Timur (11,881 orang/km2) dan kepadatan terendah berada di Kecamatan Setu (4,391 orang/km2). Kepadatan penduduk Kota Tangerang Selatan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kota Tangerang Selatan 2010 No Kecamatan Jumlah Penduduk

(orang)

Luas Wilayah (km2)

Kepadatan (orang/km2)

1. Serpong 137,398 24.04 5,715

2. Serpong Utara 126,291 17.84 7,079

3. Ciputat 195,900 18.38 10,658

4. Ciputat Timur 183,330 15.43 11,881

5. Pamulang 288,511 26.82 10,757

6. Pondok Aren 307,154 29.88 10,280

7. Setu 64,985 14.80 4,391

Jumlah 1,303,569 147.19 8,856

Sumber : Sensus Penduduk Kota Tangerang Selatan Tahun 2010

8.7% 6.2% 4.1% 4.8% 3.6% 4.8% 6.6% 4.6% 0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0% 7.0% 8.0% 9.0% 10.0% A n g k a Pe r tu m b u h a n ( % ) Kecamatan


(30)

4.2

DATA HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS

Data yang dihasilkan dari pengukuran dan analisis terdiri dari data muka airtanah sumur dangkal, muka airtanah sumur dalam, Daya Hantar Listrik sumur dangkal, Daya Hantar Listrik sumur dalam, Padatan Terlarut Total sumur dangkal, Padatan Terlarut Total sumur dalam, topografi Kota Tangerang Selatan dan penurunan muka airtanah akibat adanya pemanfaatan airtanah. Nilai H1 dan Hs didapatkan dari hasil pengukuran menggunakan multimeter sedangkan nilai H diperoleh dari hasil pengurangan nilai H1 dengan Hs dan untuk ketinggian wilayah atau topografi diperoleh dari hasil analisis pada peta topografi Kota Tangerang Selatan. Nilai Z atau jarak muka airtanah dari topografi wilayah diperoleh dari hasil pengurangan nilai topografi masing-masing wilayah dengan nilai H. Hasil pengukuran dan analisis lebih jelas disajikan pada Lampiran 3 hingga Lampiran 6.

4.3

IDENTIFIKASI DAN EVALUASI KUALITAS AIRTANAH

Kualitas air secara umum tergantung pada banyaknya konsentrasi endapan, unsur-unsur kimia dan mikroba yang terdapat di dalamnya (Djijono, 2002). Evaluasi mengenai kualitas air ini sangat penting bagi peruntukannya. Kualitas airtanah dapat dijadikan parameter terjadi kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah berdasarkan kualitas airtanah dan pemanfaatan airtanah tersebut.

Perubahan kualitas airtanah dapat terjadi akibat proses alami dan akibat kegiatan manusia. Pemanfaatan sumberdaya alam secara intensif dan produksi limbah yang cenderung meningkat, menyebabkan menurunnya mutu airtanah. Disamping itu kegiatan pengambilan airtanah secara besar-besaran akan menyebabkan turunnya permukaan airtanah secara drastis. Hal ini terutama berlangsung di daerah pantai yang cenderung menyebabkan terjadinya penyusupan air laut.

Kriteria terjadi kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah dapat dilihat dari tingkat kegaraman airtanah berdasarkan Daya Hantar Listrik (DHL) dan Padatan Terlarut Total (TDS) airtanah serta dari fenomena penurunan muka airtanah akibat adanya pemanfaatan airtanah. Daya Hantar Listrik (DHL) menunjukan kemampuan air untuk menghantarkan aliran listrik. Konduktivitas air tergantung dari konsentrasi ion dan suhu air, oleh karena itu kenaikan Padatan Terlarut Total (TDS) akan mempengaruhi kenaikan DHL. Dari data sampel pada Lampiran 4 dan Lampiran 6 yang diukur dan dianalisis dapat dilihat bahwa kualitas airtanah pada sumur dangkal maupun sumur dalam di Kota Tangerang Selatan beragam tergantung pada lokasi dan lingkungan setempat.

Sumur dangkal atau akuifer bebas di Kecamatan Setu mempunyai nilai DHL berkisar antara 125 mhos/cm-155 mhos/cm dan TDS 60 mg/l-74 mg/l, Kecamatan Serpong nilai DHL berkisar antara 111 mhos/cm-309 mhos/cm dan TDS 52 mg/l-148 mg/l, Kecamatan Serpong Utara nilai DHL berkisar antara 74 mhos/cm-207 mhos/cm dan TDS 34 mg/l-100 mg/l, Kecamatan Pamulang nilai DHL berkisar antara 45 mhos/cm-260 mhos/cm dan TDS 22 mg/l-124 mg/l, Kecamatan Ciputat Timur nilai DHL berkisar antara 115 mhos/cm-363 mhos/cm dan TDS 54 mg/l-174 mg/l, Kecamatan Pondok Aren nilai DHL berkisar antara 166 mhos/cm-228 mhos/cm danTDS 78 mg/l-110 mg/l dan Kecamatan Ciputat nilai DHL berkisar antara 44 mhos/cm-530 mhos/cm dan TDS 20mg/l-256 mg/l.

Sumur dalam atau akuifer terkekang di Kecamatan Setu mempunyai nilai DHL sebesar 159

mhos/cm dan TDS 76 mg/l, Kecamatan Serpong nilai DHL berkisar antara 123 mhos/cm-187

mhos/cm dan TDS 58 mg/l-90 mg/l, Kecamatan Serpong Utara nilai DHL berkisar antara 229

mhos/cm-809 mhos/cm dan TDS 110 mg/l-396 mg/l, Kecamatan Pamulang nilai DHL berkisar antara 436 mhos/cm-450 mhos/cm dan TDS 210 mg/l-218 mg/l, Kecamatan Ciputat Timur nilai DHL sebesar 229 mhos/cm dan TDS 110 mg/l, Kecamatan Pondok Aren nilai DHL berkisar antara 39 mhos/cm-112 mhos/cm dan TDS 18 mg/l-54 mg/l dan Kecamatan Ciputat nilai DHL sebesar


(31)

330 mhos/cm dan TDS 160 mg/l. Nilai DHL dan TDS terbesar untuk sumur dangkal terdapat di Kecamatan Ciputat, sedangkan nilai DHL dan TDS terbesar untuk sumur dalam terdapat di Kecamatan Serpong Utara.

Dalam penelitian ini, klasifikasi zona airtanah berpedoman pada Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Jika ditinjau dari kualitas airtanah, yaitu berdasarkan parameter DHL dan TDS dilokasi titik sampel, maka kondisi dan lingkungan airtanah di Kota Tangerang dikategorikan sebagai zona aman, yaitu wilayah yang memenuhi salah satu kriteria terjadi penurunan kualitas airtanah yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut total (TDS) kurang dari 1,000 mg/l atau DHL kurang dari 1,000 µmhos/cm. Kecenderungan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan alih fungsi lahan dari tahun ke tahun serta tidak adanya pembatasan penggunaan bahan yang dapat menjadi sumber pencemar akan mempengaruhi kualitas airtanah.

4.4

KONDISI

DAN

LINGKUNGAN

AIRTANAH

BERDASARKAN

KUALITAS AIRTANAH

4.4.1 TDS dan DHL Airtanah Dangkal dan Dalam

Dari hasil Sebaran Padatan Terlarut Total atau Total Dissolved Solid (TDS) airtanah dangkal di Kota Tangerang Selatan berkisar antara 20 mg/l hingga 256 mg/l. Secara umum nilai ini masih dibawah standar baku mutu yang diizinkan berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah, yaitu sebesar 1,000 mg/l untuk kategori zona aman. Total Dissolved Solid (TDS) tertinggi terdapat terdapat di titik pengukuran Ciputat 2 dan yang terkecil terdapat pada Ciputat 1. Jika ditinjau dari nilai TDS sumur dangkal, Kota Tangerang Selatan dikategorikan sebagai zona aman. Penggambaran sebaran TDS untuk sumur dangkal disajikan pada Gambar 11. Penyebaran TDS di dalam tanah akan dipengaruhi oleh kontur muka airtanah dan arah aliran airtanah. Kedua faktor ini akan tergantung pada topografi dan akuifer.

Gambar 11. Kontur 3 dimensi hasil analisis TDS sumur dangkal di Tangerang Selatan

U

Skala: 1 : 100,000

Kontur TDS sumur dangkal :


(1)

Lampiran 11. Potongan melintang akuifer arah Selatan-Utara Kota Tangerang Selatan

Jarak (km) Elevasi (mdpl)


(2)

Lampiran 12. Potongan melintang akuifer arah Barat-Timur Kota Tangerang Selatan

Jarak (km) Elevasi (mdpl)


(3)

Lampiran 13. Analisis penurunan muka airtanah

No. Lokasi Titik

Pengukuran

Koordinat

Topografi H Batas atas akuifer bebas (m)

Batas bawah akuifer bebas (m)

Penurunan muka airtanah (%)

LS BT

1 I. kecamatan Setu

1 S 06° 20' 46,8" E 106° 40' 48,9" 60 8.02 2.0 35 18.24

2 S 06° 20' 38,6" E 106° 39' 40,6" 55 9.29 2.0 35 22.09

2 II. Kecamatan Serpong

1 S 06° 19' 18.4" E 106° 39' 51.1" 50 10.33 1.0 40 24.92

2 S 06° 18' 51,7" E 106° 39' 41,3" 50 15.50 1.0 40 37.18

3 S 06° 18' 46,9" E 106° 40' 48,5" 50 8.49 1.0 40 19.21

3 III. Kecamatan Serpong Utara

1 S 06° 15' 31.1" E 106° 39' 12.2" 30 10.36 2.0 30 30.86

2 S 06° 16' 14,3" E 106° 40' 14,6" 35 9.01 2.0 30 25.04

3 S 06° 15' 17,1" E 106° 40' 12,1" 30 5.72 2.0 30 13.29

4 IV. Kecamatan Pamulang

1 S 06° 21' 17.3" E 106° 44' 57.8" 65 2.58 2.0 20 3.22

2 S 06° 20' 51,9" E 106° 46' 11,4" 60 15.99 1.5 20 78.32

3 S 06° 19' 48.0" E 106° 46' 07,6" 60 10.33 1.5 20 48.73

4 S 06° 20' 16,6" E 106° 43' 21,6" 60 8.94 2.0 20 39.56

5 V. Kecamatan Ciputat Timur

1 S 06° 18' 37,1" E 106° 45' 37,7" 45 3.00 1.5 15 11.11

2 S 06° 17' 20.4" E 106° 45' 15.6" 35 10.74 1.5 20 49.95

6 VI. Kecamatan Pondok Aren

1 S 06° 15' 4.9" E 106° 41' 16.8" 25 6.36 2.0 20 24.22

2 S 06° 16' 18.9" E 106° 43' 01.8" 30 8.74 1.5 30 25.40

7 VII. Kecamatan Ciputat

1 S 06° 17' 48,7" E 106° 42' 06,7" 40 9.29 1.5 20 42.11

2 S 06° 17' 22,7" E 106° 44' 07,7" 40 12.15 1.5 20 57.57

3 S 06° 16' 51,6" E 106° 43' 10.2" 40 8.16 1.5 20 36.00

Keterangan : Penurunan muka airtanah = (H-Batas atas) / (Batas bawah-Batas atas) x100 %


(4)

Lampiran 14. Prediksi intrusi air laut dengan regresi polynomial

a. Sumur dangkal

b. Sumur dalam

y = 1.151x2 - 82.72x + 1,593

R² = 0.860

0 50 100 150 200 250

25 30 35 40

D H L ( μ m ho s/c m ) Jarak (km) DHL Poly. (DHL)

y = 0.5914x2 - 42.293x + 806.57

R² = 0.865

0 50 100 150

25 30 35 40

T DS (m g /l) Jarak (km) TDS Poly. (TDS)

y = 7.208x2 - 473.3x + 7,844

R² = 0.722

0 200 400 600 800 1000

23 28 33 38

DH L ( μ m ho s/c m ) Jarak (km) DHL Poly. (DHL)

y = 3.534x2 - 232.2x + 3,847

R² = 0.724

0 100 200 300 400 500

23 28 33 38

T DS (m g /l) Jarak (km) TDS Poly. (TDS)


(5)

Lampiran 15. Prediksi intrusi air laut dengan regresi linear a. Sumur dangkal

b. Sumur dalam

y = -6.0462x + 353.36 R² = 0.6228

0 50 100 150 200 250

25 30 35 40

DH L ( μ m ho s/c m ) Jarak (km) DHL Linear (DHL)

y = -2.925x + 169.89 R² = 0.6046

0 20 40 60 80 100 120

25 30 35 40

T DS (m g /l) Jarak (km) TDS Linear (TDS)

y = -6.0431x + 472.57 R² = 0.0217

0 200 400 600 800 1000

23 28 33 38

DH L ( μ m ho s/c m ) Jarak (km) DHL Linear (DHL)

y = -3.0801x + 233.53 R² = 0.0235

0 100 200 300 400 500

23 28 33 38

TD S (m g /l ) Jarak (km) TDS Linear (TDS)


(6)

Lampiran 16. Prediksi intrusi air laut dengan regresi eksponensial a. Sumur dangkal

b. Sumur dalam

y = 513.12e-0.038x

R² = 0.6

0 50 100 150 200 250

25 30 35 40

DH L ( μ m ho s/c m ) Jarak (km) DHL Expon. (DHL)

y = 246.4e-0.038x

R² = 0.5782

0 20 40 60 80 100 120

25 30 35 40

T DS (m g /l) Jarak (km) TDS Expon. (TDS)

y = 148.36e0.0101x

R² = 0.0043

0 200 400 600 800 1000

23 28 33 38

DH L ( μ m ho s/c m ) Jarak (km) DHL Expon. (DHL)

y = 71.274e0.01x

R² = 0.0041

0 100 200 300 400 500

23 28 33 38

T DS (m g /l) Jarak (km) TDS Expon. (TDS)