39
4.5.2 Tipikal Struktur Sumur
Tingkat kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah akibat pemanfaatan airtanah berpedoman pada Kepmen ESDM Nomor 1451.K10MEM2000 tentang Pedoman Teknis
Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Tingkat kerusakan tersebut dianalisis berdasarkan penurunan muka airtanah akibat adanya pemanfaatan. Oleh karena itu harus
diketahui ketebalan akuifer, muka airtanah pada kondisi normal dan kondisi muka airtanah pada saat terjadi penurunan. Konsep analisis penurunan muka airtanah secara lengkap disajikan
pada Gambar 23. Tahap selanjutnya setelah analisis penurunan muka airtanah adalah pembuatan peta zonasi penurunan muka airtanah di Kota Tangerang Selatan dengan analisis
menggunakan perangkat lunak Surfer 9 dan Arcview GIS 3.2.
Gambar 23. Gambaran zonasi airtanah berdasarkan struktur sumur
4.5.3 Zonasi Penurunan Muka Airtanah
Pemanfaatan dan pengambilan airtanah di suatu cekungan airtanah yang tidak terkendali dalam arti pengambilan jumlah airtanah melebihi jumlah pengisian airtanah atau secara
keseluruhan output sistem air lebih besar daripada input akan menyebabkan terjadinya penurunan muka airtanah secara terus-menerus. Meningkatnya kebutuhan air, baik untuk
Satuan : meter Skala
: 1: 100
40 keperluan industri, pertanian dan kebutuhan rumah tangga, pengambilan airtanah juga
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi salah satu faktor pendorong besarnya pemanfaatan airtanah.
Pengambilan airtanah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sumber air yang dipergunakan dapat berupa akuifer terkekang dan akuifer bebas. Pembuatan sumber sebagai
upaya pengambilan airtanah sudah lama dipergunakan orang. Pembutan sumur ini adalah pembuatan lubang dari permukaan tanah menembus lapisan-lapisan tanah sampai mencapai
lapisan akuifer, menampung untuk sementara waktu air yang terkumpul dari akuifer ke dalam lubang yang dibuat dan kemudian mengambilnya dengan timba atau pompa.
Pada penelitian ini, analisis penurunan muka airtanah di Kota Tangerang Selatan dibatasi hanya untuk akuifer bebas karena ketidak jelasan batas ketebalan akuifer terkekang, hal
tersebut terjadi karena pengaruh permukaan piezometrik airtanah. Ketebalan akuifer ditentukan berdasarkan penampang melintang hasil pengukuran geolistrik yang disajikan pada Lampiran
10 dan Lampiran 11. Berdasarkan identifikasi dan analisis ketebalan akuifer untuk sumur dangkal atau akuifer bebas, di Kota Tangerang Selatan rata-rata tinggi batas atas akuifer bebas
atau muka airtanah kondisi normal 1 m hingga 2 m dari topografi wilayah dan batas bawah akuifer bebas 15 m hingga 40 m dari topografi wilayah. Untuk akuifer dalam, muka airtanah
kondisi normal 45 m hingga lebih besar 80 m dari topografi wilayah, sedangkan batas bawah akuifer dalam 120 m hingga batas yang tidak diketahui.
Metode untuk analisis penurunan muka airtanah berdasarkan pada Gambar 23 dan untuk menentukan ketebalan akuifer yang sesuai dengan titik pengukuran muka airtanah, dipilih titik
pengukuran geolistrik yang berdekatan dengan titik pengukuran muka airtanah. Hasil analisis penurunan muka airtanah akuifer bebas secara lengkap disajikan pada Lampiran 13. Data
persentase penurunan muka airtanah kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak Surfer 9 dengan metode sebaran menggunakan metode Kriging untuk mendapatkan sebaran nilai
penurunan muka airtanah yang terjadi di setiap wilayah di Kota Tangerang Selatan, analisis tersebut mengacu pada Kepmen ESDM Nomor 1451.K10MEM2000 tentang Pedoman
Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Sebaran nilai penurunan muka airtanah akibat adanya pemanfaatan airtanah di Kota
Tangerang Selatan menunjukan kategori wilayah tersebut. Kota Tangerang selatan umumnya dikategorikan sebagai zona aman, yaitu wilayah yang terjadi penurunan muka airtanah kurang
dari 40 . Sebagian Kota Tangerang Selatan dikategorikan zona rawan dan zona kritis. Zona rawan terdapat di Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur dan Kecamatan Pamulang
serta zona kritis di Kecamatan Pamulang. Zona aman menunjukan bahwa jumlah pengambilan airtanah diwilayah tersebut masi
kurang dari jumlah pengisian airtanah secara alami. Zona rawan dan zona kritis yang terdapat di Kota Tangerang Selatan menunjukan bahwa jumlah pengambilan airtanah di wilayah
tersebut melebihi jumlah pengisian airtanah secara alami sehingga dapat mengakibatkan penurunan airtanah secara terus menerus. Penurunan airtanah ini disebabkan juga oleh tingkat
kepadatan penduduk, tingkat kepadatan penduduk semakin tinggi pemanfaatan airtanah pun akan semakin tinggi. Wilayah yang terdapat zona rawan dan kritis rata-rata tingkat kepadatan
penduduknya lebih dari 10,000 orangkm
2
disajikan pada Tabel 3. Penggambaran zonasi kondisi dan lingkungan airtanah di Kota Tangerang Selatan berdasarkan tingkat pemanfaatan
airtanah secara lengkap disajikan pada Gambar 24.
41 Gambar 24. Peta zonasi penurunan muka airtanah Kota Tangerang Selatan
41
42
4.6 PREDIKSI INTRUSI AIR LAUT