Suhu dalam kegiatan budidaya perairan memiliki peran yang sangat penting, karena diperlukan suhu yang optimal untuk perkembangan dan
pertumbuhan biota budidaya. Suhu yang optimal meningkatkan nafsu makan dan intake
pakan sehingga mempercepat pertumbuhan biota karena akan memberikan kelancaran dan kemudahan dalam metabolisme. Dalam FAO 1989, bahwa suhu
optimum untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung KJA bagi sebagian besar wilayah tropis berkisar 27 – 31
°C, dan akan mampu tumbuh serta menyesuaikan diri pada lingkungan dengan temperatur antara 20 – 35
o
C. Bagi kegiatan budidaya rumput laut, suhu air yang optimal bagi pertumbuhannya
berkisar antara 20 – 28
o
C Dirjenperbud-DKP 2005, sedangkan dalam Luning 1990, menyatakan bahwa di daerah tropis rumput laut dapat tumbuh pada
kisaran suhu 20
o
C-30
o
C, lebih lanjut Johanes dalam Hutagalung 1998, menetapkan batas ambang suhu untuk pertumbuhan alga hijau, coklat, dan merah
adalah 34, 5
o
C dan alga biru hijau 37
o
C.
f. Substrat dasar perairan
Beberapa tipe substrat yang dikenal mulai dari berbatu sampai pasir halus, tentunya harus dipilih sebagai tempat untuk menempatkan keramba. Substrat
berbatu tentunya akan bermanfaat untuk mengurangi resiko limbah yang ada di dasar perairan karena kecepatan arusnya yang relatif cepar, akan tetapi perlu juga
diingat bagaimana dampaknya terhadap pertumbuhan ikan dan konstruksi keramba. Untuk kegiatan budidaya rumput laut dan ikan keramba jaring apung,
tipe substrat yang baik dipilih menjadi lokasi budidaya yaitu lokasi dengan substrat dasar pasir kasar dan pecahan karang. Tipe tersebut selain sebagai
indikator gerakan air laut yang cukup besar, sedangkan dasar perairan yang terdiri dari lumpur umumnya mempunyai gerakan air yang kurang. Hasil pengamatan
lapangan yang di lakukan pada beberapa lokasi di pantai Ampibabo di ketahui beberapa tipe substrat yaitu pasir kasar dan pecahan karang, pasir, pasir berlumpur
banyak, pasir halus dan pecahan karang, pasir sedikit berlumpur, dan berlumpur Tabel 7.
Tabel 7. Tipe substrat perairan di perairan pantai Di Kecamatan Ampibabo
Stasiun Pengamatan Tipe substrat dasar
St1 Pasir dan
pecahan karang
St2 Pasir St3 Pasir,
berlumpur banyak
St4 Pasir, dan pecahan karang
St5 Pasir, sedikit berlumpur
St6 Berbatu St7
Pasir, sedikit berlumpur St8 Pasir
dan pecahan
karang St9 Pasir
dan pecahan
karang
g. Kecerahan, Kekeruhan NTU dan Padatan Tersuspensi TSS
Kecerahan perairan erat hubungannya dengan sejauh mana penetrasi cahaya matahari dapat masuk ke perairan yang dibutuhkan untuk proses
fotosintesis. Hasil pengukuran tingkat kecerahan perairan untuk setiap stasiun pengamatan di ketahui bahwa kecerahan perairan terendah berada pada lokasi
yang dekat dengan muara-muara sungai. Selain itu, pada lokasi dengan substrat dasar terdiri dari pasir berlumpur dan berlumpur seperti pada stasiun 3 dan 7, juga
mempunyai nilai kecerahan yang rendah. Akan tetapi untuk beberapa lokasi pengukuran nilai kecerahan berkisar antara 80 – 100.
Nilai kekeruhan di perairan pantai Kecamatan Ampibabo pada bulan Mei 2006 berkisar antara 0.340 – 0.850 NTU Gambar 7. Nilai tertinggi diperoleh
pada permukaan perairan stasiun 4, tepatnya di dekat pelabuhan perikanan desa Paranggi, sedangkan nilai kekeruhan terendah diperoleh pada permukaan perairan
stasiun 2 atau di desa Lemo. Nilai kekeruhan yang di peroleh masih jauh dari yang di syaratkat oleh KEPMEN LH No. 15 Tahun 2004 tentang baku mutu tentang
baku air laut bagi biota yaitu 5 NTU.
- 0.100
0.200 0.300
0.400 0.500
0.600 0.700
0.800 0.900
1 2
3 4
5 6
7 8
9
Stasiun K
e ker
u h
an N
T U
Permukaan Pertengahan
Dekat dasar
Gambar 7. Nilai kekeruhan NTU di perairan pantai Kecamatan Ampibabo pada bulan Mei 2006
Kekeruhan disebabkan oleh masuknya bahan organik tersuspensi ke dalam perairan yang berasal dari erosi tanah, limbah tambang, dan kegiatan budidaya.
Masuknya padatan tersuspensi di perairan pantai kecamatan Ampibabo terutama berasal dari sungai yang bermuara di sekitarnya. Dalam Lind et.al 1997, bahwa
sumber kekeruhan di perairan selain disebabkan oleh padatan tersuspensi, juga akibat dari keberadaan phytoplankton.
Untuk mengetahui muatan padatan tersuspensi MPT secara spasial di gunakan data Citra satelit Landsat ETM untuk akuisisi bulan Februari Tahun 2002
Gambar 8. Berdasarkan data tersebut diperoleh kadar TSS tertinggi umumnya di daerah-daerah pantai dekat muara sungai. Nilai TSS tertinggi terhitung antara 20-
22.5 mgl, dan semakin ke arah laut nilai TSS berkurang hingga menjadi 15 mgl. Menurut Alabaster dan Llyod 1982, nilai TSS 25 mgl tidak membawa
pengaruh terhadap kegiatan perikanan. TSS dan kekeruhan yang tinggi akan berpengaruh bagi kehidupan biota di
perairan. Pertama, menghalangi atau mengurangi penetrasi cahaya ke dalam kolom air sehingga menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton atau
tumbuhan air lainnya, yang selanjutnya berarti mengurangi pasokan oksigen terlarut, jumlah fitoplankton sebagai makanan pun akan menurun. Kedua, secara
langsung kandungan TSS yang tinggi dapat mengganggu pernafasan biota karena dapat menutup insang. Dampak lainnya dari kekeruhan dan TSS yang tinggi,
yang biasanya karena partikel-partikel tanahlumpur dan bahan organik adalah sedimentasi yang selanjutnya menyebabkan perairan menjadi semakin dangkal.
Selain itu, keberadaan dari kekeruhansedimentasi yang terjadi di perairan pantai juga akan berakibat pada penumpukan bahan organik di dasar perairan, yang
menyebabkan meningkatnya proses dekomposisi sehingga akan dapat mengurangi kandungan oksigen perairan dan menghasilkan bahan-bahan toksik seperti
amonia, H
2
S, CH
4
, NO
2
dan lain-lain.
Gambar 8. Nilai Muatan Padatan Tersuspensi MPT di Kecamatan Ampibabo
h. Debit Air Sungai