Kelembagaan Ekonomi Masyarakat Kebijakan Pemerintah Terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

4.3.6. Kelembagaan Ekonomi Masyarakat

Kondisi perekonomian sebagian besar masyarakat nelayan pesisir Kecamatan Ampibabo masih dapat digolongkan menengah ke bawah. Potensi ekonomi yang ada belum termanfaatkan secara optimal. Pengembangan usaha rakyat, khususnya dalam budidaya perikanan dan penangkapan ikan masih mengalami kendala klasik yaitu lemahnya kemampuan permodalan, rendahnya teknologi penangkapan dan pasca panen, kapasitas sumber daya manusia yang sangat rendah dan akses pasar yang sangat terbatas. Hingga saat ini jarang skali ditemukan lembaga ekonomi seperti bank dan koperasi nelayan, sehingga akses modal masih jauh dari jangkauan. Beberapa program pemerintah yang ada selama ini belum membawa arti besar terhadap perubahan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir. Salah satu program pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Parimo Moutong pada Tahun 2004 adalah pemberian modal usaha budidaya rumput laut kepada beberapa anggota kelompok nelayan. Kucuran modal yang diterima oleh anggota kelompok nelayan di setiap desa berbeda-beda waktunya, sehingga kegiatan budidaya tidak dilakukan pada bulan yang sama. Budidaya rumput laut yang dilakukan di perairan pantai umumnya tidak berlangsung lama. Beberapa anggota kelompok nelayan yang sudah menerima modal dan melakukan usahanya tidak melanjutkan kegiatannya lagi dikarenakan ketidakberhasilan usaha. Ada yang berhasil panen tetapi bulan berikutnya tidak berjalan dengan baik, tetapi ada juga yang tidak berhasil panen atau rumpu laut mengalami kerusakan. Faktor ekologi dan keamanan merupakan salah satu yang dikeluhkan oleh masyarakat. Banyak rumput laut yang mati sebelum dipanen, dan ada juga yang hilang padahal waktu untuk dipanen sudah dekat.

4.3.7. Kebijakan Pemerintah Terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW merupakan kebijakan pemerintah dalam penetapan pemanfaatan ruang, sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan dalam perumusan kebijakan. Keluaran dari penyusunan tata ruang sekurang-kurangnya berisi beberapa hal seperti rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang, rencana pengelolaan kawasan lindung dan budidaya, rencana pengelolaan pusat kegiatan, kawasan pendukung, dan kawasan tertentu Widodo, 2005. Pesisir dan laut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah daratan, oleh karena itu perencanaan tata ruang pesisir dan laut penting peranannya dalam pengaturan pola pemanfaatan, rehabilitasi dan konservasi. Pola pengaturan sistem zonasi merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk rencana pengelolaan. Rencana tata ruang merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam merencanakan suatu kawasan. Pengelolaan kawasan budidaya laut di perairan pantai kecamatan Ampibabo secara geografis termasuk dalam wilayah Kabupaten Parigi Moutong, maka rencana tata ruang yang diacu adalah rencana tata ruang kabupaten Parigi Moutong. Didalam RTRW Kabupaten Parigi Moutong wilayah perencanaan secara umum dibagi menjadi dua kawasan yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Dari hal tersebut, dokumen rencana pengelolaan wilayah budidaya adalah zona pemanfaatan umum dan wilayah lindung dimasukkan dalam zona perlindungan atau konservasi. Dalam pengelolaan kawasan budidaya laut khususnya budidaya sistem KJA dan rumput laut yang merupakan bagian dari pengelolaan wilayah pesisir maka digunakan kebijakan pemerintah daerah yaitu rencana Pengelolaan Pesisir dan Laut yang didalamnya juga mengacu pada RTRW Kabupaten. Dalam rencana pengelolaan Pesisir dan Laut yang terutama adalah yang menyangkut dengan rencana zonasi. Penetapan zona pemukiman perkotaan dan pemukiman pedesaan dalam rencana pengelolaan diambil dari RTRW kabupaten yang menetapkan kawasan-kawasan pemukiman. Demikian juga dengan sistem jaringan transportasi darat dan laut dalam RTRW disesuaikan juga dalam rencana pengelolaan. Adapun untuk wilayah Kecamatan Ampibabo rencana zonasi wilayah pesisir dan laut lebih jelas dapat dilihat dalam Lampiran . Selain mengacu pada rencana strategis pengelolaan wilayah pesisir dan laut Kabupaten Parigi Moutong, dalam pengelolaan kawasan budidaya laut di Kecamatan Parigi Moutong, juga mengacu pada masterplan pengembangan kawasan budidaya Provinsi Sulawesi Tengah. Dalam masterplan pengembangan kawasan budidaya zona pengembangan dibagi menjadi 3 wilayah yaitu pada zona I meliputi wilayah bagian laut sulawesi dan atau selat makasar, zona II meliputi wilayah perairan teluk Tomini, dan zona III meliputi wilayah perairan teluk Tolo. Kabupaten Parigi Moutong termasuk kedalam Zona II pengembangan. Berdasarkan identifikasi luasan yang dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2005, potensi pengembangan kawasan untuk budidaya kerapu sistem KJA di kecamatan Ampibabo seluas 100 Ha, yang terolah barulah 0.08 Ha, sedangkan untuk potensi kawasan untuk budidaya rumput laut seluas 200 Ha dan yang terolah seluas 5 Ha. Selanjutnya, berdasarkan Usulan dinas perikanan dan kelautan Kabupaten Parigi Moutong, luas potensi kawasan untuk budidaya laut di Kecamatan Ampibabo seluas 300 Ha, dengan komoditi yang dibudidayakan seperti kerapu, kakap, teripang, kepiting, dan rumput laut. 4.4. Analisis Kesesuaian Untuk Kegiatan Budidaya Rumput Laut Sistem Longline dan Ikan Kerapu Sistem KJA 4.4.1. Analisis Potensi lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lingkungan perairan menggunakan Analisis Spasial dengan Sistem Informasi Geografis SIG Pemilihan lokasi yang sesuai untuk budidaya laut di perairan pantai kecamatan Ampibabo didasarkan pada persyaratan lokasi berdasarkan karakteristik lingkungan perairan terutama kualitas fisik, kimia, dan biologi. Dari semua persyaratan lingkungan yang dianalisa, beberapa parameter lingkungan perairan dapat dikategorikan memenuhi kriteria yang disyaratkan. Parameter tersebut tinggi gelombang, muatan padatan tersuspensi MPT, kekeruhan, pH, kecerahan perairan, amonia NH 3 , nitrat NO 3 , fosfat PO 4 , biological oxygen demand BOD, oksigen terlarut DO, dan bioindikator kesuburan perairan fitoplankton. Beberapa parameter penting dimasukkan dalam kriteria analisis kesesuaian lahan dengan SIG. Parameter tersebut di tentukan selain berdasarkan kondisi lokasi pengamatan juga mangadopsi dari kriteria parameter kesesuaian yang telah di lakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Parameter yang menjadi pengaruh dominan memiliki faktor pembobot yang paling besar, sebaliknya dengan parameter yang kurang dominan memiliki faktor mebobot yang lebih kecil. Matriks kesesuaian untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA dan budidaya rumput laut sistem longline jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15. A. Kesesuaian untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA Berdasarkan kondisi lingkungan fisik dan kimia perairan laut yang telah di uraikan tersebut di atas dan dari hasil pembobotan dan skoring yang dilakukan, maka lokasi yang sangat sesuai S1 untuk budidaya ikan kerapu sistem keramba jaring apung yaitu sebesar 1615.154 Ha. Luas lokasi yang sesuai S2 atau mempunyai beberapa faktor pembatas dalam mengusahakannya sebesar 946.698 Ha, sedangkan luas lokasi yang tidak sesuai N atau tidak bisa dilakukan usaha budidaya sebesar 11456.705 Ha Gambar 15. Tabel 14. Matriks kriteria kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu sistem KJA No Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor N Skor 1 Keterlindungan 10 Terlindungi 30 Agak terlindungi 20 Tidak terlindungi 10 2 Kedalaman m 10 10 - 30 30 7 - 9 atau 31 - 40 20 7 40 10 3 Kecepatan arus mdtk 9 0.1 -

0.35 27 0.05 - 0.09

18 0.05 0.35 9 4 Substrat dasar 9 Karang, Pasir dan pecahan karang 27 Pasir, sedikit berlumpur 18 Lumpur 9 5 Kecerahan 8 75 24 50 - 75 16 50 8 6 Oksigen terlarut mgl 8 6 24 5 - 6 16 5 8 7 Salinitas ppt 4 30 - 35 12 20 - 29 8 29 35 4 8 Suhu o C 4 25 - 31 12 20 - 24 atau 32 - 35 8 20 35 4 Total 62 186 124 62 Sumber : Dimodifikasi dari FAO 1989, Bakosurtanal dan LPPM-IPB 2005, dan Sosealisa 2005 B. Kesesuaian untuk budidaya rumput laut sistem longline Untuk kegiatan budidaya rumput laut memerlukan kriteria parameter fisik dan lingkungan yang secara umum tidak terlalu berbeda. Perbedaan budidaya komoditi ini dengan kegiatan budidaya ikan kerapu adalah pada pengaruh parameter yang merupakan faktor pembatas utama atau lebih dominan. Parameter kecerahan perairan, kandungan nitrat dan nitrit, serta kecepatan arus menjadi parameter pembatas utama sehingga diberi bobot yang lebih tinggi. Selain itu, mengingan kondisi geografis wilayah perairan pesisir Kecamatan Ampibabo yang banyak terdapat muara-muara sunga, maka untuk mencegah terjadinya perubahan salinitas yang drastis serta masuknya sedimen maka pada setiap muara di buat buffer. Adapun kriteria kesesuaian perairan untuk kegiatan budidaya rumput laut jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini : Tabel 15. Matriks kriteria kesesuaian perairan untuk budidaya rumpu laut sistem longline NO Parameter Bobo t S1 Sko r S2 Skor N Sko r 1 Kecerahan 10 75 30 50 - 75 20 50 10 2 Nitrat mgl 10 0.01-0.7 30 0.8-1.0 20 0.01 1.0 10 3 Fosfat mgl 10 0.003-0.03 30 0.04-0.1 20 0.003 0.1 10 4 Kecepatan arus mdtk 9 0.2 - 0.3 27 0.1 - 0.19 atau 0.30- 0.4 18 0.1 0.4 9 5 Substrat dasar 8 Karang, Pasir dan pecahan karang 24 Pasir, sedikit berlumpur 16 Lumpur 8 6 Salinitas ppt 8 28 - 34 24 35 - 36 16 28 36 8 7 Suhu o C 8 25 - 30 24 20 - 24 atau 31 - 35 16 20 35 8 8 Kedalaman m 6 5 - 8 18 9 -15 12 5 15 6 9 Oksigen terlarut mgl 4 5 12 3 - 4 8 3 4 10 Buffer 6 900 1500 18 600 1000 12 300 500 4 Total 79 0 237 158 77 Sumber : Modifikasi dari Mubarak dkk 1990, FAO 1989, dan Ditjenperbud-DKP 2005 Berdasarkan hasil analisis menggunakan SIG, di perairan Pantai Kecamatan Ampibabo terdapat lokasi yang sangat sesuai S1 untuk budidaya rumput laut sebesar 592.881 Ha. Lokasi perairan yang sangat sesuai umumnya berada diperairan yang relatif lebih dangkal. Luas lokasi yang sesuai S2 akan tetapi dengan beberapa faktor pembatas yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan usaha budidaya sebesar 8633.194 Ha, dan lokasi yang tidak sesuai N sebesar 5093.225 Ha Gambar 16. Sebagaimana di ketahui, kegiatan budidaya rumput laut relatif ramah lingkungan, sehingga pengembangannya memungkinkan untuk memanfaatkan lokasi yang berpotensi, akan tetapi penting juga untuk memperhatikan alokasi pemanfaatan lahan lain di wilayah perairan pesisir.

4.4.2. Kawasan Budidaya Laut di Kecamatan Ampibabo