Rakit dan Longline KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Sistem karamba jaring apung KJA untuk budidaya ikan dan udang lobster yang akan dibangun berukuran 288 m 2 atau 24x12 m untuk setiap unitnya, dan setiap unit terdiri dari 18 kantong jaring 6x3 yang berukuran 3x3x3 m Tabel 8.1. Sistem ini terdiri dari rangka, pelampung, kantong jaring, jalan inspeksi, rumah jaga dan jangkar beserta tambangnya Lampiran. Rangka bisa dibuat dari kayu atau bambu. Pelampung terbuat dari drum plastik, styrofoam yang dibungkus dengan terpal, kayu gabus atau bambu. Kantong jaring berukuran 3x3x3 m dan terbuat dari bahan PE dengan ukuran benang D 18 hingga D 33 . Kantong jaring diikatkan ke rangka. Jalan inspeksi mengelilingi kantong jaring, di atas rangka terbuat dari papan, dan berukuran lebar 50-60 cm, di atas jalan ini kegiatan pemeliharaan dilakukan. Rumah jaga dibuat berukuran 3x3 m dan terdiri dari rangka yang terbuat kayu atau bambu, dindingnya dibuat dari papan atau bilik anyaman dari bahan bambu. Jangkar beserta tambangnya 20 mm berfungsi untuk menjaga posisi KJA tetap pada tempatnya, berupaterbuat dari batu, besi atau cor semen.

b. Rakit dan Longline

Rakit dan longline merupakan sistem budidaya yang bisa digunakan untuk budidaya rumput laut dan kerang mutiara. Rakit untuk budidaya rumput laut terbuat dari bambu yang dirangkai menjadi berbentuk segi empat dan dilengkapi dengan bambu diagonal Lampiran Dengan bahan bambu tersebut, rakit bisa mengapung di dekat permukaan air. Di antara dua sisi rakit dibentangkan tali yang berfungsi sebagai tempat pelekatan rumpun rumput laut. Tali ini disebut tali ris, dan jarak antar tali adalah 25 cm. Rumput laut diikatkan ke tali ris dengan jarak 25 cm, menggunakan tali pengikat. Dengan ditentukan jarak tanam antar rumpun rumput laut adalah 25 X 25 cm. Rakit bambu ini diikatkan ke jangkar dengan menggunakan tambang 10 mm, sehingga posisinya tetap. Setiap unit rakit bambu untuk budidaya rumput lau berukuran 8x8 m 64 m 2 , sesuai dengan ukuran satu batang bambu yang tersedia di sekitar lokasi pengembangan budidaya laut di Teluk Ekas. Selalu ada jarak antar unit rakit, sehingga memungkinkan lalu lintas sampan untuk operasional budidaya. Rakit untuk budidaya kerang mutiara terdiri dari rangka kayu, pelampung, rumah jaga, jangkar dan tambangnya, serta keranjang basket dan tambangnya. Konstruksi sistem rakit ini hampir mirip dengan KJA, kecuali kantong jaring Lampiran. Pada sistem rakit untuk budidaya kerang mutiara ini tidak terdapat komponen kantong jaring. Pada rangka kayu tersebut digantung keranjang sebagai wadah pemeliharaan kerang, pada kedalaman 3-5 m dari permukaan air laut. Setiap unit rakit untuk budidaya kerang mutiara ini berukuran 375 m 2 atau 25x15 m. Jarak antar unit rakit kerang muitara ini adalah 250m, sehingga setiap unit rakit memiliki radius 500 m. Sistem longline bisa digunakan untuk menggantikan sistem rakit, baik untuk budidaya rumput laut maupun kerang mutiara. Dalam sistem ini bentangan tambang yang mengapung digunakan sebagai peganganbasis penempelan tali ris pada budidaya rumput laut, atau keranjang basket pada budidaya kerang mutiara. Untuk mempertahankankan bentangan tambang tetap mengapung digunakan pelampung. Pada budidaya rumput laut digunakan jerigen plastik sebagai pelempung utama dan botol bekas kemasan air mineral sebagai pelampung antara. Pada budidaya ini pula, bentangan tambang bisa dirangkai sehingga mirip konstruksi sistem rakit dalam dimensi yang lebih besar. Setiap unit longline rumput laut berukuran 1.000 m 2 , dan selalu ada jarak antar unit untuk alur sampan, sehingga memudahkan operasional budidaya. JUDUL BARU : POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUTB LAUT DAN IKAN KERAPU SISTEM KJA di Pesisir pantai Kecamana Ampiabo, Kabupaten Parigi moutong, sulawesi tenganh Pelatihan manajemen dan pengembangan masyarakat DAFTAR PUSTAKA Ahmad T, P.T. Imanto, Muchari, A. Basyarie, P. Sunyoto B. Slamet, Mayunar, R. Purba, S. Diana S. Redjeki, S.A. Pranowo, dan S. Murtiningsih. 1991. Operasional Pembesaran Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung . Balai penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian. Akbar A, Sudjiharto, dan Sunaryat. 2001. Pembesaran Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus dan Ikan Kerapu Tikus Cromileptis altivelis di Keramba Jaring Apung . Balai Budidaya Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Perikanan Budidaya Lampung. APHA American Public Health Association. 1989. Standard Methods for Examination of Water and Wastewater . 17 th edition. APHA, AWWA American Water Work Association and WPCF Water Pollution Control Federation. Washington DC. [Anonim]. 2004. Rencana Zonasi Sumberdaya Pesisir dan Laut. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Parigi Moutong. [Anonim]. 2005. Analisis Kesesuaian Marine Culture Wilayah ALKI II. Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Mayarakat, Institut Pertanian Bogor. [Anonim]. 2005. Membangun Kejayaan Perikanan Budidaya. Warta Budidaya edisi dalam www.dkp.go.id. [Anonim]. 2005. Penyusunan Masterplan Kawasan Pengembangan Budidaya Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah . Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Tengah. Aslan M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. Basmi JH. 2000. Plankton Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor. Beveridge M C M. 1987. Cage Culture. Fishing News Books Ltd. 1 Long Garden Walk, Farnham, Surrey, England. [BRKP]. Balai Riset Kelautan dan Perikanan. 2003. Profil Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Teluk Tomini . Editor : Burhanudin S., Supangat A., Sulistiyo A., Rameyo T., dan Kepel C. Jakarta. 99 Brown, K. Thomkins B and Adger W.N. 2001. Trade-Off Analysis for Participatory Coastel Zone Decision-Making. Overseas Development Group, University East Anglia. Norwick. UK. www.ack.ukdevodg. Burrough, P.S and R.A. McDonnel. 1998. Principal of Geographical Information System . Oxford University Press. Byod C E. 1990. Water Quality Management in Pond for Aquaculture. Birmingham Publishing Company. Birmingham. Albama. Campbell J. 1999. Linking The Suistainable livelihood Approach and code of Conduct for responsible Fisheries. Workshop facilitator’s Bacround Notes Prepared for the DFID Funded FAO-Implementes Sustainable Fisheries Livelihoods Project SFLP . Clark, W.A.V. and P.L. Hosking. 1986. Statistical Methods for Geographers. John Wiley Sons, Inc.. Clarke, R. and M. Beveridge. 1989. Off shore fish farming. Infofish International, 3 89 : 12 – 15. Davis C.C. 1955. The Marine and Freshwater Plankton. Michigan State university. USA. Departemen Pertanian. 1995. Rumput Laut: Cara, Budidaya dan Pengolahannya. Kantor Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta. [Dit. Perikanan Budidaya - DKP]. 2006. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya- Departemen Perikanan dan Kelautan. Profil Rumput Laut di Indonesia. [DKP.]. Departemen Perikanan dan Kelautan. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. 2006. Budidaya Kerapu Macan Epinephelus fusgotattus Dalam Keramba Jaring Apung , dalam www.dkp.go.id. [DKP]. Departemen Perikanan Dan Kelautan. 2006. Syarat Budidaya Ikan Kerapu . Buku Teknis Budidaya Ikan kerapu Ditjen Perikanan Budidaya- Departemen Kelautan dan Perikanan. Effendi E. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. FAO]. Food Agriculture Organizatioan. 1989. Site Selection Criteria for Marine Finfish Netcage Culture in Asia . Regional Seafarming Development and Demonstration Project in Asia. National Inland fisheries Institute Kasetsart University Campus Bangkhen, Bangkok. Thailand. [FAO]. Food Agriculture Organizatioan. 1989. Site Selection of Euscheuma spp. Gliksman M. 1969. Gum Technology in the Food Industry. Academic Press. New York. 100 Hafiz A. Sudjiharno dan Anindiastuti. 1999. Pemilihan Lokasi; Pembenihan Kerapu Tikus Cromileptis altivelis . Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan, Balai Budidaya Laut, Lampung. Hasyim, Bidawi, 1997. Optimasi Penggunaan Data Inderaja dan Sistem Informasi Geografi untuk Pengawasan Kualitas Lingkungan Pantai Akibat Limbah Industri . Dewan Riset Nasional. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Jakarta. Hellebust JA, Craige JS. 1978. Handbook of Phycological Methods. Cambridge University Press. London. Hinga, K.R. 2002. effect of pH on Coastal Marine Phytoplankton. Marine Ecology Progress Series 238: 281 – 300 Hodgkiss, I.J. and S. Lu. 2004. The effects of nutrients and their ratio on phytoplankton abudance in Jun Bay, Hongkong. Hydrobiologia 512 : 215 – 229. Hodgkiss, I.J. K.C. Ho. 1997. Are changes in P : N ratios in coastel water the key increased red tide blooms?. Hydrobiologia 352 : 141 - 147 Hutagalung, H.P., D. Setiapermana dan Riyono S.H. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI. Jakarta. Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Jakarta. Ikhsan KHI. 2005. Thesis. Kajian Pertumbuhan, Produksi Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Kandungan Karaginan Pada Berbagai Bobot Bibit dan Asal Thalus di Perairan Desa Guruaping Oba Maluku Utara. Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Ismail, W. E, Pratiwi, Wedjatmiko, E. Savitri, Suwidah, dan A. Wijono. 2002. Analisis Kebijakan Pembangunan Usaha Budidaya Laut . Dalam Heruwati et.al. eds Analisis Kebijakan Pembangunan Perikanan. Pusat Riset Pengelolaan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. p. 1-20. Lee, C.S. 1997. Constraints and government intervention for the development of aquaculture in developing countries. Aquaculture Economics and Managements, 11 : 65 – 71 . Lind, O.T, Chrzanowski T.H, and L. Davalos-Lind. 1997. Clay turbidity and relative production of bacterioplankton and phytoplankton. Hydrobiologia 353 : 1 – 8 101 Malik I. Wijardjo B. Fauzi N. dan A. Royo. 2003. Menyeimbangi Kekuatan, Pilihan Strategi Menyelesaikan konflik atas Sumberdaya Alam. Jakarta. Morain S. 1999. GIS Solution in Natural Resources Management: Balancing the Technical-Political Equation . On Word Press. USA. Mubarak, H., S. Ilyas, W. Ismail, I.S. Wahyuni, S.H. Hartati, E. Pratiwi, Z. Jangkaru, dan R. Arifuddin. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut . Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Perikanan, IDRC, Infish. Muir, J. F. R. J. Roberts.1985. Recent Advances in Aquaculture. Croom Helm Ltd., London, Sydney. Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Hal: Odum E.P. 1971. Fundamental of Ecology. 3 rd Edition. W.B. Sounders Co. Philadelpia and London. Pemda Kabupaten Situbondo. 2005. Potensi Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Situbondo . www.situbondo.go.ida. PKSPL-IPB. 2005. Studi Tata Ruang Pengembangan Budidaya Perikanan di Kawasan Teluk Ekas kerjasama antara Bagian Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan NTB CO- FISH PROJECT. Prahasta, E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika . Bandung. Sachlan M. 1972. Planktonologi. Correspondence Course Centre. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Jakarta. Shang, Y. C. 1990. Aquaculture Economic Analysis: an Introduction. The World Aquaculture Society, Los Angeles. Shell, E. W T. F. Lowell. 1993. The Development of Aquaculture: an Ecosystem Perspective . Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University, Alabama. Song X, Huang L, Zhang J, Huang X, Zhang J, Yin J, Tan Y, and S Liu. 2004. Variation of phytoplankton biomass and primary production in Day Bay during spring and summer. Marine Pollution Bulletin. www.elsevier .commarpolbul. Sosealisa A. 2006. Disertasi. Kajian Pengelolaan Pesisir dan Laut Gugusan Pulau- Pulau Padaido, Distrik Padaido, Kabupaten Biak numfor, Papua. IPB. Bogor 102 Souter D.W. and Olof lindén. 2000. The health and future of coral reef system. Ocean Coastel Management 43: 657 – 688. Sudjatmiko, W W.I. Angkasa. Teknik Budidaya Rumput Laut Dengan Metoda Tali Panjang . Direktorat Kebijaksanaan PengembanganPenerapan Teknologi-BPPT. www.iptek.net.idttgartlkpartikel 18.htm. Tomascik T.A, A.J. Mah, A. Nontji, and M. K. Moosa. 1997. The Ecology of Indonesia Seas : Part One The Ecology of Indonesia Series Volume VII. Periplus Edition HK Ltd. Widodo SM. 2005. Tahapan Krusial Dalam Menata Ruang. Perspektif Keterpaduan Dalam Penataan Ruang Darat-Laut . USAID-BAPPENAS. Yamaji C.S. 1979. Illustration og the Marine Plankton of Japan. Hoikiska Publ. Co. Ltd. Japan. Yunizal, Murtini JT, Utomo BS, TH Suryaningrum. 2000. Teknologi Pemanfaatan Rumput Laut . Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan. 104 Beberapa jenis ikan kerapu yang di budidayakan : 1. Kerapu lumpur Epinephelus coiodes Hamilton 2. Kerapu malabar E. Malabaricus Bloch and Schneider 3. Kerapu macan E. Fuscoguttatus Forsskal 4. Kerapu sunu Plectropomus leopardus Lacepede 5. Kerapu bintik E. Bleekeri Vaillant 6. Kerapu sunu Lodikasar P. Maculatus Bloch 7. Kerapu bebek’tikus Cromileptis altivelis Valenciennes Aquaculture Department Southeast asian Fisheries Development Centre Tigbauan, lloilo, Philippines. 2001. Pembudidayaan dan Manajemen Kesehatan Ikan Kerapu. ASIAN-PACIFIC ECONOMIC COORPORATION Wilkinson JB. RJ Moore. 1982. Harry’s Cosmetocology. Seventh edition. Deorge Godwil London. Pp. 612. 105 . 1. Teknologi Budidaya Laut dan pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Japan International Corporation Agency 2001. Jakarta. Pusat Penelitian dan pengembangan eksplorasi Laut dan perikanan bekerjasama dengan JICA Usaha budidaya ikan kerapu perlu ditingkatkan mengingat permintaan terhadap ikan kerapu cukup tinggi dan selama ini penyediaannya masih didominasi dari usaha penangkapan saja. Usaha pelestaria kerapu masih rendah, sementara stoknya di alam sangat terbatas dan sumbangan budidaya ikan kerapu terhadap pembangunan nasional masih sedikit sekali. Parameter yang digunakan untuk budidaya kerapu meliputi parameter dependen yaitu sarana, teknologi, dan input produksi, sedangkan parameter independen adalah iklim, air, adat,hukum, dan kebijakan. Selain itu ada pula dibedakan menjadi parameter umum topografi, kondisi biologi, fisik, kimia, hukum dan peraturan, kualitas sumberdaya manusia, sistem kepemilikan yang ada, masterplan lahan pantai, infrasruktur, daya dukung, . Sukadi 1999, dalam Wardoyo dan Murniyati 2001, menambahkan bahwa budidya laut dapat dilakukan di pantai, daerah pasang surut intertidal, sub-litoral, permukaan, pertengahan, dan dasar perairan laut. Karena habitat ikan kerapu sendiri di alam, dimana mereka hidupnya didasar umumnya di karang-karang dengan salinitas air laut maka budidaya kan kerapu umumnya dapat dilakukan di daerah sub-litoral, permukaan, pertengahan,dan dasar pantai laut. Sukadi, M.F. 1999 Potensi Lahan Budidaya Laut. Makalah seminar Pengembangan budidaya laut di Indonesia dalam mendukung Protekan 2003. Jakarta, 26 – 27 agustus. 20pp Hutagalung, H.P 198. Pengaruh Suhu Terhadap Kehidupan Organisme Laut. Pewarta Oseana. LON-LIPI. Jakarta. Vol 13. Hal : 153-163 Luning, K. 1990. Seaweed : Their envoronmental, Biogeography, and ecophysiology. Charles Yarish and Hugh Kirkman editors. John Wiley dan Sons, Inc Canada. 527 p Krebs C.J. 1989. Ecological Methodology. University of British Columbia. Harper and Row Publishers. New York.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan