perairan pantai desa lemo, sedangkan nilai terendah diperoleh pada stasiun 4 yaitu permukaan perairan pantai desa Paranggi atau dekat pelabuhan perikanan.
Gambar 13.
6.0 6.5
7.0 7.5
8.0 8.5
1 2
3 4
5 6
7 8
9
Stasiun PH
Permukaan Pertengahan
Dasar
Gambar 12. Nilai pH di perairan pantai Kecamatan Ampibabo pada bulan Mei 2006
Perairan pantai kecamatan Ampibabo, di sekitarnya belum banyak terdapat aktivitas atau kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi kondisi perairan.
Dalam Hodgkiss Lu 2004, bahwa peningkatan aktifitas manusia di wilayah pesisir seperti limbah dan buangan manusia, peningkatan penggunaan pupuk
dalam kegiatan pertanian, aliran permukaan, masukan nutrien dari sungai, kegiatan pariwisata, budidaya laut, dan sebagainya merupakan penyebab
pencemaran lingkungan. Untuk kegiatan budidaya laut kadar amonia yang optimum mencapai 0
mgl. Akan tetapi dalam kisaran tertentu masih dapat di toleransi karena kondisi alamiah. Kadar amonia yang diperoleh hampir seluruh stasiun belum melebihi
batas nilai yang ditentukan untuk budidaya perikanan. Dalam FAO 1989, untuk kegiatan budidaya ikan sistem keramba jaring apung kandungan amonia di
perairan haruslah 0.5 mgl. Lebih lanjut, dalam KEPMENLH nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut, memberikan batasan kadar amonia 0,3 mgl.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dari hasil pengukuran kadar amonia perairan layak untuk kegiatan budidaya atau untuk kehidupan biota lainnya.
f. Nitrat NO
3
-N
Hasil analisis kandungan nitrat pada perairan pantai Kecamatan Ampibab pada bulan Mei 2006 rata-rata 0.110 mgl. Diperoleh nilai tertinggi pada stasiun 6
tepatnya pada permukaan sungai Towera yaitu 0.326 mgl, sedangkan nilai terendah terdapat pada stasiun 1 tepatnya pada pertengahan perairan di stasiun 1
yaitu 0.032 mgl Gambar 14.
- 0.100
0.200 0.300
0.400 0.500
0.600
1 2
3 4
5 6
7 8
9
Stasiun A
m oni
a m
g l
Permukaan Pertengahan
Dekat Dasar
Gambar 13. Nilai Amonia pada permukaan, pertengahan, dan dekat dasar perairan pantai Kecamatan Ampibabo pada Bulan Mei
Tingginya kadar nitrat pada permukaan stasiun 6 di pengaruhi oleh sungai Towera yang berada tepat di lokasi pengambilan contoh air. Sungai towera
membawa zat organik terurai sehinga mempengaruhi tinggat kesuburan. Hodgkiss Lu 2004, mengatakan bahwa, secara alami nitrogen yang masuk ke perairan
pesisir di bawa oleh aliran permukaan sungai, sebagai hasil fiksasi nitrogen, presipitation, dan upweling. Tetapi, jika di kaitkan dengan tingkat kesuburan
perairan, maka perairan pantai kecamatan Ampibabo masih belum dikategorikan sebagai perairan yang belum mengalami eutrofikasi, dan akan mengakibatkan
terjadinya blooming algae, yang lebih jauh menyebabkan perairan mengalami kekurangan oksigen. Oleh FAO 1989, untuk kegiatan budidaya ikan hendaknya
pada perairan dengan kadar amonia 4 mgl.
- 0.050
0.100 0.150
0.200 0.250
0.300 0.350
1 2
3 4
5 6
7 8
9
Stasiun Ni
tr at M
g l
Permukaan Pertengahan
Dekat Dasar
Gambar 14. Nilai Amonia pada permukaan, pertengahan, dan dekat dasar perairan pantai Kecamatan Ampibabo.
g. Fosfat PO4-P
Kadar fosfat di perairan pantai kecamatan Ampibabo pada bulan Mei 2006 untuk stasiun 1 sampai 9 pada permukaan, pertengahan dan dekat dasar perairan
bernilai 0.001 mgl. Kisaran nilai fosfat yang diperoleh di seluruh stasiun jika dibandingkan dengan KEPMENLH nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air
laut bagi biota belum melebihi batas nilai yang ditentukan yaitu 0,013 mgl. Fosfat merupakan salah satu bioindikator kesuburan dalam suatu perairan,
oleh sebab itu keberadaannya di perairan sangat penting. Akan tetapi, kadar fosfat pada peraiaran laut tidak dibutuhkan dalam jumlah yang terlalu banyak.
Meningkatnya kadar fosfat di suatu perairan akan menyebababkan terjadinya eutrofikasi. Berdasarkan hasil penelitian Hodgkis dan Lu 1997, perbandingan
unsur N dan P di perairan untuk berapa jenis alga antara 5 : 1 sampai 15 : 1, dan itu berbeda untuk setiap jenisnya. Lebih lanjut oleh Redfield 1958 dalam Lu dan
Hodgkis 2004 yang dikenal juga dengan perbandingan Redfield, dalam air laut perbandingan unsur N dan P yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton yaitu
15 : 1.
C. Parameter biologi Fitoplankton
Dari hasil identifikasi di temukan 39 spesies fitoplankton yang tergabung dalam 4 kelas yaitu 3 spesies dari kelas Cyanophyceae, 29 dari Bacillariophyceae,
3 spesies dari Dinophyceae, dan 4 spesies dari kelas Chlophyceae. Adapun jenis- jenis yang di temukan jelasnya dapat di lihat pada Lampiran 3. Lebih lanjut, hasil
perhitungan kelimpahan, keanekaragaman dan keseragaman fitoplankton bulan Mei 2006 dapat dilihat pada Tabel 8.
Kelimpahan individu berkisar antara 20000-3120000 indm
3
dengan nilai rata-rata 664934.78 indm
3
. Kelimpahan tertinggi terdapat di dekat dasar perairan stasiun 1 yaitu Synedra sp dari kelas Bcillariophceae. Sedangkan berdasarkan
hasil analisis Indeks Keanekaragaman di peroleh nilai berkisar antara 0.64–1.83 dengan rata-rata 1.42. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 6
permukaan sungai dan terendah terdapat pada stasiun 2. Berdasarkan klasifikasi indeks keanekaragaman Shannon-Wiener tampak bahwa status hampir di semua
stasiun pengamatan termasuk dalam kategori keanekaragaman sedang. Apabila melihat indeks keseragaman fitoplankton, diketahui bahwa pada stasiun 5
tepatnya di kolom perairan mempunyai indeks keseragaman tertinggi yaitu 1.61 yang berarti mempunyai jumlah individu setiap sama atau tidak jauh berbeda.
Indeks keseragaman terendah sebesar 0.28 yang dijumpai di dekat dasar perairan stasiun 9.
Tabel 8. Kelimpahan, dan Keanekaragaman Fitoplankton di perairan pantai Kecamatan Ampibabo
Stasiun Kedalaman m
Kelimpahan indm
3
Keanekaragaman Keseragaman
S1 0.6 1248000
1.39 1
1.2 652500
1.53 0.53
2.4 3120000
1.83 0.94
S2 2 20000
1.32 0.95
4 936000
0.64 0.93
8 157500
1.69 0.81
S3 0.4 52500
1.50 0.77
1.6 1248000
1.04 0.95
S4 1.2 1248000
1.04 0.95
2.4 95000
1.67 0.81
4.8 1560000
1.33 0.96
S5 1 1560000
1.33 0.96
2 2148000
1.56 1.61
4 110000
1.50 0.72
S6 0 782500
0.83 0.36
S7 2 27500
1.41 0.88
8 32500
1.74 0.97
S8 3 73500
1.56 0.87
6 51000
1.78 0.91
12 44500
1.46 0.91
S9 4 68500
1.81 0.93
8 29500
1.43 0.89
12 28500
1.33 0.28
Perairan pantai kecamatan Ampibabo merupakan salah satu perairan yang di perkirakan masih belum terkena dampak dari kegiatan manusia seperti industri,
budidaya tambak dan budidaya keramba, pertanian, dan lain sebagainya. Bebebrapa kelompok alga laut memproduksi racun yang akan membunuh ikan
dan juga secara tidak langsung terakumulasi dalam tubuh manusia yang mengkonsumsi. Oleh Strom 1928 dalam Basmi 2000 bahwa dengan
mengetahui konsentrasi nitrogen dan fosfat dapat mengetahui tingkat kesuburan di
perairan yang juga erat kaitannya dengan produktifitas primer terutama oleh fitoplankton. Peningkatan jumlah limbah yang masuk keperairan terutama akibat
kegiatan pertanian, dan budidaya perairan menghasilkan apa yang di kenal dengan eutrophication
yang lebih jauh akan mengakibatkan bloom algae beracun atau yang dikenal dengan red tides. Oleh Peng et al. 2002; Zheng et al. 2001; Li et al.
1993; Qiu, 2001 dalam Song et al. 2004. Konsentrasi makronutrien dan perbandingan unsur N dan P di perairan penting untuk mengontrol pertumbuhan
alga di teluk.
4.2.2. Ekosistem Pesisir dan Laut
Ekosistem di wilayah pesisir dan laut merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Penting untuk mengetahui kondisi
ekosistem agar dalam pengembangan suatu sektor terutama untuk manfaat ekonominya, seminimal mungkin tidak berdampak pada keberlangsungan
ekosistem ini Lampiran 4.
a. Ekosistem Terumbu Karang
Hasil pengamatan terumbu karang ini di peroleh dari kegiatan Survei dan Pemetaan Lokasi MCRMP Marine and Coastal Resources Management Project
tahun 2004. Sebaran terumbu karang yang teramati umumnya berjarak 2 – 20 meter ke arah laut, dengan kedalaman 5 – 25 meter. Prosentasi dan kondisi
tutupan karang di Kecamatan Ampibabo jelasnya dapat di lihat pada Tabel 9 di bawah ini:
Tabel 9. Prosentasi karang di Kecamatan Ampibabo
Kategori Karang Lokasi Contoh
Prosentasi Tutupan
Kategori Kondisi Tutupan Karang
Karang Batu - Silanga
- Paranggi - Tomoli
- P. Tomoli - Pinotu
54 15
37.5 40
10 Bagus
Buruk Sedang
Sedang Buruk
Sumber : Data MCRMP Kabupaten Parigi Moutong, 2004 Diolah
Jumlah jenis karang yang teramati sebesar 19 - 27 genus, dengan jenis dominan adalah Acropora dan Porites. Berdasarkan data tersebut di ketahui
bahwa, hanya di Desa Silanga yang kondisi terumbu karangya masih dapat dikatakan baik, di Desa Tomoli dan Pulau Tomoli dalam kategori sedang, dan
perairan yang berada di Desa Paranggi dan Pinotu dengan kategori buruk. Desa paranggi merupakan wilayah perairan yang banyak di lalui oleh kapal-kapal
nelayan dan padat dengan aktivitasnya karena dekat dengan pelabuhan perikanan. Selain itu, berdasarkan hasil identifikasi, beberapa faktor seperti penambangan
karang, bom, serta sedimentasi dari daratan merupakan beberapa penyebab terjadinya perubahan terhadap ekosistem terumbu karang di wilayah ini.
Sebagai mana di ketahui bahwa, terumbu karang merupakan salah satu ekosistem laut yang mendukung kehidupan berbagai jenis ikan dan invertebrata
lainnya. Unit utama yang membentuk ekosistem ini adalah endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang di hasilkan oleh hewan karang seperti
sceleractinian dan organisme lain yang menghasilkan kalsium karbonat. Terumbu
karang tumbuh subur pada perairan jernih, dangkal hingga kedalaman 100 m, dan dengan suhu perairan antara 18 – 30
o
C, oleh karena itu banyak terdapat di wilayah tropis. Akan tetapi, ekosistem ini sangat rentan baik oleh aktivitas manusia
maupun oleh ancaman bersumber dari alam. Dalam Souter Lindén 2000, bahwa ancaman terbesar terhadap keberadaan ekosistem terumbu karang adalah
peningkatan jumlah penduduk di wilayah pesisir. Pembangunan infrastruktur pelabuhan laut dan udara, industri, fasilitas rekreasi, dan fasilitas umu lainnya,
penambangan karang, penggunaan bom dan racun untuk mendapatkan ikan, aktifitas pariwisata, erosi, serta polusi yang berasal dari darat dan laut merupakan
beberapa sumber ancaman besar terhadap keberlangsungan ekosisitem terumbu karang.
b. Padang Lamun