Taksonomi dan Morfologi Penyebaran

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi dan Morfologi

Menurut Lekagul dan McNeely 1977 secara taksonomi banteng dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Mamalia Super Ordo : Eutheria Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae Subfamili : Bovinae Genus : Bos Spesies : Bos Javanicus d’Alton 1832 di Pulau Jawa Banteng memiliki bentuk tubuh yang tegap, besar dan kuat dengan bagian bahu depannya lebih tinggi dibandingkan bagian belakang tubuhnya. banteng jantan memiliki warna tubuh yang hitam, semakin tua umurnya semakin hitam warnanya serta memiliki sepasang tanduk berwarna hitam, mengkilap, runcing, dan melengkung simetris ke dalam. Pada bagian dada banteng jantan terdapat gelambir yang dimulai dari pangkal depan sampai bagian leher, tetapi tidak mencapai daerah kerongkongan. Sedangkan banteng betina memiliki warna tubuh cokelat kemerah-merahan, semakin tua umurnya semakin cokelat tua dan gelap warnanya serta memiliki tanduk yang ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan banteng jantan Alikodra,1983. Hoogerwerf 1970 menyatakan bahwa banteng memiliki penciuman dan pendengaran yang sangat tajam dibandingkan dengan penglihatannya. Lekagul dan McNeely 1977 juga menyatakan bahwa penglihatan banteng tidak begitu tajam sehingga kemampuan utamanya untuk membedakan musuh-musuhnya tergantung pada kemampuan penciuman dan pendengarannya. Oleh karena itu arah angin sangat penting bagi banteng untuk mempelajari kondisi lingkungannya.

2.2 Penyebaran

Berdasarkan Hoogerwerf 1970, wilayah penyebaran banteng meliputi Myamnar, Tahiland, Indocina, Semenanjung Malaya, dan Indonesia. Di Indonesia banteng tersebar di beberapa daerah seperti Kalmantan, Bali dan Jawa. 2.3 Habitat Menurut Alikodra 1990, habitat merupakan suatu tempat yang dapat memenuhi kebutuhan satwa yang digunakan untuk tempat mencari makan, minum, berlindung, bermain, dan berkembangbiak. Habitat dapat dikelola, sehingga memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Yoakum dan Dasman 1971 dalam Alikodra 1980, pengelolaan habitat merupakan kegiatan praktis dalam mengatur kombinasi faktor fisik dan biotik sehingga dicapai kondisi yang optimal bagi perkembangan populasi satwaliar. Menurut Alikodra 1983 dan Subroto 1996, tempat yang disukai dan merupakan komponen hidup banteng yang ideal adalah : 1. Hutan primer yang berbatasan dengan padang rumput yang digunakan banteng sebagai tempat berlindung dari serangan predator atau pemburu, tempat beristirahat, tempat tidur serta tempat berkembangbiak. 2. Padang rumput yang terletak pada daerah perbukitan sampai datar serta dibatasi oleh hutan alam primer ke arah darat dan hutan payau atau pantai ke arah laut. Padang rumput sebaiknya diselingi oleh tumbuhan seperti Sengon Paraserianthes falcataria dan jenis-jenis Palem. 3. Padang rumput yang berdekatan dengan sumber air baik mata air, danau maupun sungai yang berair sepanjang tahun. 4. Hutan payau sebagai daerah penyangga. Daerah penyangga berfungsi sebagai penghalang angin terutama tajuknya, untuk mencegah intrusi garam ke darat melalui perakarannya, sebagai tempat berlindung atau beristirahat, tempat bersarang dan tempat mencari makan satwa serta mempersulit pemburu masuk ke dalam habitat banteng dari arah laut. 5. Air laut yang penting bagi kehidupan banteng, yaitu untuk membantu proses pencernaannya. 2.4 Aktivitas dan Perilaku Banteng 2.4.1 Perilaku Umum