Sejarah dan Dasar Hukum Keadaan Fisik Kawasan

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah dan Dasar Hukum

Ujung Kulon pertama kali diperkenalkan oleh F. Junghuhn, seorang ahli botani Jerman pada tahun 1846 karena memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman flora dan fauna yang luar biasa. Selanjutnya muncul dukungan dari berbagai pihak untuk melindungi kawasan Ujung Kulon agar terjaga keaslian dan kelestariannya. Pada tanggal 16 November 1921, Ujung Kulon ditetapkan sebagai suaka alam berdasarkan Keputusan Pemerintah No.60, dan pada tanggal 24 Juni 1937 berubah statusnya menjadi suaka margasatwa berdasarkan Keputusan Pemerintah No.17 dengan memasukkan Pulau Peucang dan Kepulauan Handeuleum. Kemudian menjadi suaka alam kembali pada tanggal 17 April 1958 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.43Um1958 dengan memasukkan kawasan perairan laut selebar 500 m dari batas air laut surut terendah. Tanggal 16 Maret 1967 berubah menjadi cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.16Kpts31967 dengan memasukkan kawasan Gunung Honje. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.284Kpts-II1992 tanggal 26 Februari 1992 ditetapkan sebagai Taman Nasional Ujung Kulon. Pada tanggal 1 Februari 1992, Komisi Warisan Dunia UNESCO menetapkan Ujung Kulon sebagai ‘warisan alam dunia natural world heritage site’ berdasarkan surat No.SCECO5827.2.409.

4.2 Keadaan Fisik Kawasan

Berdasarkan pernyataan Menteri Kehutanan No.284Kpts-II1992 luas kawasan TNUK adalah 120.551 ha yang terdiri dari 76.214 ha daratan 63,22 dan 44.337 ha 36,78 perairan laut. Penataan zonasi kawasan TNUK berdasarkan Keputusan Dirjen PHPA No.172KptsDj-VI1991 tanggal 7 November 1991, terbagi menjadi 6 zona pengelolaan yang terdiri dari: zona rimba 77.295 ha, zona inti 37.150 ha, zona pemanfaatan tradisional 1.810 ha, zona pemanfaatan intensif 1.096 ha, zona rehabilitasi 3.200 ha, dan zona penyangga 23.850 ha. Peta kawasan TNUK dapat dilihat pada Gambar 8. di bawah ini. Gambar 8. Peta Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Semenanjung Ujung Kulon merupakan daerah yang membentuk daratan utama TNUK. Semenanjung Ujung Kulon ini mempunyai topografi datar di sepanjang pantai utara dan timur dan pantai bagian barat daya dari selatan Gunung Telanca dan pantai bagian barat daya dari selatan, dengan puncak gunung tertingginya 480 meter di atas permukaan laut. Dataran rendahnya merupakan rawa-rawa yang ditumbuhi bakau dan pantainya terdiri dari formasi daerah pesisir dan batu karang. Bagian tengah dan timur Semenanjung Ujung Kulon terdiri atas formasi batu kapur miosen yang tertutupi oleh endapan aluvial di bagian utara dan endapan pasir di bagian selatan, serta di bagian baratnya yang terdiri dari deretan Gunung Payung terbentuk oleh endapan batu miosen. Menurut Hommel 1987 dalam Departemen Kehutanan 1995 tanah di TNUK telah mengalami modifikasi lokal yang ekstrim mengiringi terjadinya endapan gunung berapi selama letusan Gunung Krakatau tahun 1983. Jenis tanah yang paling luas penyebarannya di sebagian wilayah TNUK adalah jenis tanah kompleks grumosol, regosol dan mediteran dengan fisiografi bukit lipatan. TNUK beriklim tropik laut yang khusus dan menurut Schmidt-Ferguson termasuk iklim tipe B, dengan curah hujan tahunan rata-rata 3.249 mm. Temperatur udara berkisar 25º-30ºC dan kelembaban 80-90. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober-April bersamaan dengan bertiupnya angin barat laut, dimana curah hujan mencapai lebih dari 200 mmbulan. Curah hujan pada bulan Desember dan Januari mencapai lebih dari 400 mm. Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei-September saat angin bertiup dari arah timur dengan curah hujan normalnya mencapai lebih dari 100 mmbulan. Iklim di sekitar kawasan TNUK memiliki iklim laut tropika dan tipe B, dengan temperatur 15 o - 30 o C, kelembaban udara 80-90 dan curah hujan 100-400 mmbulan. Di Semenanjung Ujung Kulon terdapat pola aliran sungai yang berbeda, pada daerah berbukit di bagian barat banyak sungai kecil dengan arus yang pada umumnya deras dan tidak pernah kering sepanjang tahun yang berasal dari Gunung Payung. Sungai Cikuya dan Ciujungkulon mengalirkan airnya ke arah utara, sedangkan Sungai Cibunar mengalirkan airnya ke arah selatan dari daratan Telanca. Di bagian timur Semenanjung Ujung Kulon tidak memiliki pola aliran sungai yang baik dan umumnya mengalir ke arah utara, timur dan selatan darai Daratan Telanca dengan muara-muara yang berendapangugusan pasir sehingga membentuk rawa-rawa musiman. Di bagian ini terdapat sungai-sungai seperti Cigenter, Cikarang, Citadahan, Cibandawoh dan Cikeusik. Di bagian utara terdapat pula Sungai nyawaan, Nyiur, jamang dan Citelang yang membentuk daerah-daerah rawa air tawar yang luas.

4.3 Potensi Biotik