Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan konteks tipologi wilayah, wilayah perbatasan dipandang sebagai salah satu wilayah perencanaan, namun karena belum ada
lembaga formal yang menangani kawasan perbatasan dan kebijakan-kebijakan lain yang menyertainya masih dalam pembahasan sehingga dalam pelaksanaan pembangunan
wilayah perbatasan masih dipandang sebagai wilayah homogen. Oleh karena wilayah di sepanjang perbatasan memiliki kesamaan dalam berbagai aspek terutama dalam aspek
politik dan pertahanan keamanan sehingga pembangunannya perlu dilakukan secara bersama di sepanjang perbatasan.
2.3. Wilayah Perbatasan
Nurdjaman dan Rahardjo 2005 menyatakan bahwa perbatasan negara adalah wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI yang berbatasan dengan
negara lain, dan batas-batas wilayahnya ditentukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Bappenas 2005 menyatakan bahwa wilayah perbatasan adalah
wilayah geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, dimana penduduk yang bermukim di wilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosio-ekonomi, dan sosio-
budaya dengan cakupan wilayah administratif tertentu setelah ada kesepakatan negara yang berbatasan. Kawasan perbatasan Indonesia terdiri atas perbatasan kontinen yang
berbatasan langsung dengan negara lain yakni: Malaysia, Papua New Guniea PNG dan Republik Demokratik Timor Leste RDTL serta perbatasan maritim yang berbatasan
dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietam, Filipina, Repulik Palau, Australia, RDTL, dan PNG.
Selanjutnya dikatakan bahwa pengelolaan perbatasan negara adalah kegiatan pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang secara geografis berbatasan dengan negara tetangga. Setiap kawasan perbatasan memiliki ciri khas masing-masing dan potensi yang berbeda antara satu
kawasan dengan kawasan lainnya. Potensi yang dimiliki kawasan perbatasan yang bernilai ekonomis cukup besar adalah potensi sumberdaya alam hutan, tambang dan
mineral, serta perikanan dan kelautan yang terbentang di sepanjang dan di sekitar kawasan perbatasan. Meskipun demikian, wilayah perbatasan selalu menjadi wilayah
yang hampir luput dari perhatian pemerintah dalam proses pembangunan sehingga masyarakat wilayah perbatasan menjadi masyarakat yang termarginalkan.
Namun demikian, masih menurut Nurdjaman dan Rahardjo 2005, secara umum kebutuhan dan kepentingan percepatan pembangunan wilayah perbatasan menghadapi
tantangan antara lain mencakup delapan aspek kehidupan sebagai berikut: 1 aspek geografis yang meliputi kebutuhan jalan penghubung, landasan pacu dan sarana
komunikasi yang memadai untuk keperluan pembangunan wilayah perbatasan antar negara. 2 aspek demografis, yang meliputi pengisian dan pemerataan penduduk untuk
keperluan sistem hankamrata termasuk kekuatan cadangannya melalui kegiatan transmigrasi dan pemukiman kembali penduduk setempat; 3 aspek sumberdaya alam
SDA, yang meliputi survei dan pemetaan sumberdaya alam guna menunjang pembangunan dan sebagai obyek yang perlu dilindungi pelestarian dan keamanannya; 4
aspek ideologi, yang meliputi pembinaan dan penghayatan ideologi yang mantap untuk menangkal ideologi asing yang masuk dari negara tetangga; 5 aspek politik, yang
meliputi pemahaman sistem politik nasional, terselenggaranya aparat pemerintahan yang berkualitas sebagai mitra aparat hankam dalam pembinaan teritorial setempat; 6 aspek
ekonomi, yang meliputi pembangunan kesatuan wilayah ekonomi yang dapat berfungsi sebagai penyangga wilayah sekitarnya; 7 aspek sosial budaya, yang meliputi
peningkatan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan yang memadai untuk mengurangi kerawanan di bidang keamanan, serta nilai sosial budaya setempat yang tangguh terhadap
penetrasi budaya asing; 8 aspek hankam, yang meliputi pembangunan pos-pos perbatasan, pembentukan sabuk pengamanan security belt, dan pembentukan kekuatan
pembinaan teritorial yang memadai serta perangkat komando dan pengendalian yang mencukupi.
Sedangkan Bappenas 2005 menyatakan bahwa pengelolaan perbatasan negara harus didasarkan pada permasalahan pembangunan di perbatasan. Permasalahan di
wilayah perbatasan negara yang membutuhkan penanganan adalah berkaitan dengan beberapa aspek, yakni 1 aspek demarkasi dan deliniasi batas, 2 aspek kesenjangan
pembangunan baik dengan wilayah lainnya di Indonesia maupun dengan negara tetangga, 3 aspek politik, hukum dan keamanan.
Pengelolaan wilayah perbatasan belum terencana dengan baik sehingga menimbulkan kesenjangan pembangunan dan kemiskinan masyarakat wilayah perbatasan.
Oleh karena itu, kajian terhadap aspek-aspek tersebut di atas akan memberikan kontribusi yang berarti terhadap pengembangan wilayah perbatasan yang merupakan halaman depan
wilayah NKRI. Penelitian ini menekankan pada pengembangan aspek ekonomi wilayah perbatasan sebagai katalisator utama di wilayah perbatasan dengan memanfaatkan aspek
SDM, sumberdaya alam, sosial budaya, sumberdaya buatan yang selanjutnya akan dapat menggerakkan dan meningkatkan aspek lainnya di wilayah perbatasan sehingga dapat
menjadi solusi bagi pengurangan kesenjangan pembangunan dan kemiskinan di wilayah perbatasan.
Kondisi wilayah kawasan perbatasan darat NTT umumnya masih terbelakang. Hal ini ditunjukkan oleh terbatasnya infrastruktur di wilayah perbatasan, rendahnya kualitas
sumberdaya manusia, banyaknya masyarakat miskin di wilayah perbatasan. Dampak selanjutnya adalah terjadinya aktivitas ekonomi lintas batas illegal yang merugikan
perekonomian setempat. Selanjutnya menurut Pemerintah Daerah Provinsi NTT isu dan permasalahan pengelolaan perbatasan negara di NTT dan Timor Leste adalah berkaitan
dengan beberapa hal, yakni 1 kebijakan dan pendekatan pembangunan, 2 kemiskinan, 3 keterbatasan sarana dan prasarana, 4 hukum dan kelembagaan, 5 pengelolaan daerah
aliran sungai dan keamanan, dan 6 kerjasama ekonomi yang belum terjalin dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan pengembangan ekonomi wilayah perbatasan
yang dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antara wilayah perbatasan dengan wilayah lainnya dan mengurangi kemiskinan di wilayah perbatasan.
2.4. Kebijakan Pengembangan Wilayah Perbatasan