Latar Belakang Kajian Pengembangan Ekonomi Wilayah Perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara dengan District Enclave Oekusi

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional dimaksudkan untuk membangun manusia Indonesia agar memperoleh kehidupan yang lebih layak dengan cara menggerakkan perekonomian dalam arti meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan equity keadilan, dan pemerataan pembangunan serta secara ekologis tetap memperhatikan aspek keberlanjutan sumberdaya bagi generasi berikutnya. Pembangunan pada kawasan perbatasan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan kawasan perbatasan merupakan kawasan strategis nasional karena dapat dijadikan pintu gerbang perdagangan serta merupakan gambaran wajah negara Indonesia di mata negara lain. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berbatasan baik darat maupun laut dengan beberapa negara termasuk Timor Leste. Timor Leste yang semula menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menjadi negara yang merdeka sejak tanggal 20 Mei 2002 yang diawali dengan jajak pendapat pada tahun 1999. Wilayah Timor Leste berbatasan laut dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Provinsi Maluku, sedangkan batas darat dengan Timor Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, bahkan district enclave Oekusi secara geografis berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penentuan batas Indonesia dan Timor Leste yang ditandatangani pada tanggal 3 September 2005 antara Menteri Luar Negeri Menlu RI Hasan Wirayudha dan Menlu Timor Leste Ramos Horta di Motaain telah menetapkan batas administratif secara geografis meskipun masih meninggalkan permasalahan pada beberapa titik. Batas darat wilayah Nusa Tenggara Timur NTT dengan Timor Leste secara keseluruhan sepanjang 268,8 km. Perbatasan darat ini terdiri atas batas sektor timur yakni Kabupaten Belu dengan district Covalima 153,8 km sedangkan sektor barat yang berbatasan antara Kabupaten Timor Tengah Utara TTU dan Kabupaten Kupang dengan district Oekusi 115 km yang merupakan wilayah enclave karena berada di antara wilayah Indonesia. Kabupaten Timor Tengah Utara TTU sebagai salah satu kabupaten di NTT yang berbatasan darat dengan Timor Leste memiliki 9 kecamatan dengan 163 desakelurahan. Wilayah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste terdapat pada 3 kecamatan dan tersebar di 24 desa. Panjang lintas batas antara Kabupaten TTU dengan Timor Leste adalah sepanjang 104,5 km. Sedangkan 53 desa lainnya dikategorikan oleh pemerintah Kabupaten TTU sebagai desakelurahan pendukung kawasan perbatasan serta 86 desakelurahan sebagai penyangga kawasan perbatasan. Adapun batas administratif Timor Leste dengan Timor Barata Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Peta batas administratif Timor Leste dengan Timor Barat Provinsi NTT Adapun aktivitas perekonomian Kabupaten TTU, Provinsi NTT, Indonesia dan Timor Leste sebelum pisah mengalami tren yang positif akan tetapi dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia bahkan Asia pada tahun 1998 menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi bahkan pertumbuhannya negatif. Hal ini terjadi karena daya beli masyarakat turun drastis dan perekonomian mengalami kelesuan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten TTU dan Timor Leste dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten TTU, Provinsi NTT, Indonesia dan Timor- Timur RDTL tahun 1994 – 2005 Pertumbuhan Ekonomi No Tahun Kab. TTU Prov. NTT Tim-Tim TL Indonesia 1 1994 7,59 8,64 9,95 8,2 1 1995 2,9 8,94 9,43 8,2 2 1996 7,08 8,22 10,81 7,8 3 1997 7,32 5,62 4,14 4,7 4 1998 -6,28 -2,73 -13,1 5 1999 6,02 2,73 0,8 6 2000 4,1 4,17 2,3 6,92 7 2001 3,27 5 2,3 4,92 8 2002 6,28 5 2,3 3,83 9 2003 5,18 4,57 2,3 4,5 10 2004 4,57 4,77 2,3 5,05 11 2005 3,39 3,1 2,3 5,61 Sumber BPS Provinsi NTT, BPS Provinsi TimTim, 2006 Keterangan : : data tidak tersedia Data pada Tabel 1. menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian Kabupaten TTU, Provinsi NTT dan Timor Leste sebelum pisah menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi sejak tahun 1994-1999 yakni berturut-turut 7,59; 2,90; 7,08; 7,32 ; -6,28 ; 6,02 untuk Kabupaten TTU. Sedangkan data pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 1994-1999 berturut-turut adalah 8,64; 8,94; 8,22; 5,62; -2,73; 2,73. Adapun pertumbuhan yang negatif terjadi karena adanya krisis ekonomi dan moneter yang melanda wilayah Indonesia secara menyeluruh bahkan di seluruh Asia BPS TTU, 2000. Sedangkan data BPS Provinsi Timor-Timur 1997 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Timor Timur pada tahun 1994–1997 berturut–turut adalah 9,95; 9,43; 10,81; 4,14. Pertumbuhan ekonomi tersebut terjadi karena adanya aktivitas ekonomi pada kedua wilayah tersebut baik secara internal maupun karena adanya interaksi aktivitas perekonomian antar kedua wilayah interregional. Aktivitas perekonomian antar kedua wilayah yang memberikan manfaat bagi Timor–Timur antara lain karena akses masyarakat Timor-Timur terhadap pasar lebih mudah baik dalam hal membeli produk maupun memasarkan produknya dengan biaya transaksi yang relatif murah. Sedangkan wilayah NTT memperoleh keuntungan dari belanja tenaga kerja maupun belanja pembangunan Timor Leste ke wilayah NTT karena kedekatan secara geografis, sosial ekonomi, budaya dan politik. Selain itu, wilayah NTT memperoleh pendapatan berupa share dari pemasaran produk baik dari Timor-Timur maupun ke Timor–Timur karena kemudahan akses antar kedua wilayah. Adapun share pemasaran yang dimaksud adalah berasal dari aktivitas perdagangan dari Oekusi adalah berupa asam jawa 34.533 kg, nener 3.800.000 ekor, kayu cendana 30.725 kg, sapi 935 ekor, kambing 835 ekor, bawang putih 4,5 ton, sedangkan data perdagangan barang yang dipasok dari luar Oekusi adalah beras 1.107.880 ton, tepung terigu 2.876.000 zak, gula pasir 31.085.000 kg, semen 19.556.000 zak untuk memenuhi kebutuhan 53.020 jiwa. Aktivitas perdagangan ini melalui wilayah Kabupaten TTU dan melibatkan pedagang dari wilayah Kabupaten TTU BPS Ambenu, 1995. Namun setelah Timor Leste berpisah disertai dengan belum membaiknya krisis ekonomi, sosial, hukum dan politik di Indonesia mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten TTU pada tahun 2000-2005 tidak mencapai angka sebagaimana sebelum Timor Leste memisahkan diri yakni berturut–turut 4,10; 3,27; 6,28; 5,18; 4,57; 3,39. Demikian pula dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2000-2005 berturut-turut adalah sebagai berikut 4,17; 5; 5; 4,57; 4,77; 3,10. Hal yang sama terjadi pada wilayah Timor Leste yang pertumbuhan ekonominya pada tahun 2002-2005 tercatat hanya 2,3. Meskipun perekonomian Kabupaten TTU juga mengalami pertumbuhan namun kondisi wilayah perbatasan umumnya masih terbelakang. Salah satu penyebabnya adalah karena hilangnya sebagian potensi pendapatan yang diperoleh wilayah NTT, khususnya Kabupaten TTU berkurang dalam arti tidak lagi memperoleh share dari pemasaran produk dari maupun ke Timor Leste. Selain itu, belanja tenaga kerja dan belanja pembangunan Timor Leste ke wilayah NTT berkurang karena biaya interaksi yang tinggi meskipun dekat secara geografis. Hal yang sama juga terjadi pada masyarakat Timor Leste, khususnya district enclave Oekusi. Masyarakat semakin miskin meskipun mereka banyak memperoleh bantuan dari pihak asing. Hal ini terjadi karena sumberdaya manusia yang masih rendah sehingga sumberdaya alam yang dimiliki belum dikelola dengan baik. Selain itu, ketergantungan terhadap tenaga kerja terampil dari Indonesia sebelum pisah dan akses terhadap pasar yang lebih mudah melalui wilayah NTT sehingga mengharuskan Timor Leste berbenah dengan cara meningkatkan sumberdaya manusia dan menjalin kembali hubungan bilateral yang baik dengan Indonesia. Adapun perbandingan pertumbuhan ekonomi Kabupaten TTU, Provinsi NTT dan Timor–Timur sebelum dan setelah Timor-Timur berpisah dapat ditampilkan pada Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi 2 4 6 8 10 12 1995 1996 1997 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun P ro s en ta se Kab.TTU Prop.NTT Tim-Tim TL Indonesia Gambar 2. Pertumbuhan ekonomi Kab. TTU, Prov. NTT, Indonesia dan Prov. Tim-Tim RDTL tahun 1994-2005 Kegiatan perekonomian di wilayah perbatasan semakin rendah dengan ditutupnya pasar perbatasan sehingga aktivitas perdagangan tradisional antar kedua wilayah yang hanya menggunakan pas lintas batas PLB tidak dapat berlangsung karena belum diberlakukan. Aktivitas perdagangan umumnya harus mengeluarkan biaya transaksi yang lebih tinggi karena harus melalui bea cukai dan keimigrasian. Aktivitas perdagangan ini hanya meningkatkan kesejahteraan pada kelompok-kelompok elit masyarakat baik yang memiliki modal ataupun yang memiliki kekuatan pengambilan keputusan. Sedangkan, penduduk di Oekusi sejumlah 57.616 jiwa perempuan 28.968 dan laki-laki 28.648 yang mendiami 62 dusun, 18 desa dan 4 kecamatan Direccao Nacional de Estatistica, 2008 maupun masyarakat TTU secara keseluruhan belum memperoleh manfaat dari interaksi antar kedua wilayah tersebut. Akibatnya terjadi penyelundupan yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah perbatasan dengan alasan klasik ingin saling membantu dalam mempertahankan hidup. Apabila hal ini tidak diantisipasi dengan baik maka akan terjadi kebocoran wilayah yang tinggi dimana manfaat ekonomi hanya diperoleh pihak-pihak tertentu sedangkan masyarakat umum dari kedua wilayah secara keseluruhan tidak dapat mengambil manfaat dari aktivitas perdagangan tersebut. Dampak selanjutnya akan terjadi konflik sosial yang dapat tumbuh menjadi ancaman terhadap berbagai aspek kepentingan nasional.

1.2. Permasalahan