Kajian Pengembangan Ekonomi Wilayah Perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara dengan District Enclave Oekusi

(1)

KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA DENGAN

DISTRICT ENCLAVE OEKUSI

WERENFRIDUS TAENA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam thesis saya yang berjudul : Kajian Pengembangan Ekonomi Wilayah Perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara dengan District Enclave Oekusi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Werenfridus Taena NRP: H051060021


(3)

Taena W. Study on the Economic Development ini Border Area of Timor Tengah Utara Regency and Oecusi Enclave District. Under the direction of Rustiadi E and Hariyoga H

Border areas have unique characteristics as the community economy of the region and that of the neighboring country are often interconnected. As a consequence, the areas need a specific management effort that is more comprehensive, which takes into consideration not only sovereignty and safety aspects but also economic aspect to improve welfare of the communities. Therefore, it is necessary to determine participative development priority that involving stakeholder to formulate appropriate regional development strategy and regional economic development model in order to improve the welfare. The research,s objectives are: (1) to study stakeholder and society perception about Timor Leste independent effect to Timor Tengah Utara regency, (2) to study stakeholder perception concering determination of economic development priority for the boundary area, (3) to identify leading sectors in Timor Tengah Utara regency. The study employ following analysis: descriptive analysis, AHP and LQ analysis, SSA, I-O analysis. The analysis result shows that separation of Timor Leste will restrict socio-cultural and economic interaction between the two areas and reduce potential income for the community. Therefore, stakeholder consider that the boundary area need to be developed as agropolitan area with development priority on human resources development, production capacity building for economic activities, artificial and social resources development, respectively. Agropolitan area development should be implemented by promoting leading sectors development in Timor Tengah Utara regency such as production of corn, poultry, food and beverages industries with development centre in subdistrict of Miomafo Timur.


(4)

Kabupaten Timor Tengah Utara dengan District Enclave Oekusi. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan HIMAWAN HARIYOGA

Wilayah perbatasan merupakan wilayah yang unik karena aktivitasnya dipengaruhi oleh wilayah lainnya yang berbatasan. Pisahnya Timor Leste dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1999 menyebabkan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang berbatasan darat dengan Timor Leste memperoleh dampak baik dalam bidang sosial dan budaya maupun dalam bidang ekonomi, padahal Kabupaten TTU sendiri memiliki sumberdaya yang terbatas. Oleh karena itu, pembangunan di wilayah perbatasan tersebut perlu direncanakan secara baik sehingga tidak terjadi ketimpangan wilayah yang besar antara wilayah perbatasan dengan negara lain maupun dengan wilayah lainnya di Indonesia. Wilayah perbatasan yang merupakan kesatuan geografis beserta sumberdaya yang terkandung di dalamnya, perlu dikembangkan berdasarkan prioritas pembangunan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan yang tersedian baik berupa sumberdaya manusia, sumberdaya buatan, maupun sumberdaya sosial, serta pengembangan kapasitas produksi dari berbagai aktivitas ekonomi. Pemanfaatan sumberdaya pembangunan tersebut perlu diarahkan pada suatu model pengembangan ekonomi wilayah perbatasan yang tepat agar dapat memaksimalkan kesejahteraan masyarakat. Model pengembangan ekonomi wilayah perbatasan tersebut perlu didasarkan pada sektor unggulan dan leading sector di Kabupaten TTU.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji persepsi stakeholder dan masyarakat terhadap pengaruh pisahnya Timor Leste terhadap Kabupaten TTU, (2) mengkaji persepsi stakeholder terhadap prioritas pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi, (3) menganalisis sektor-sektor ekonomi yang dapat dijadikan sektor unggulan dan leading sector di Kabupaten TTU. Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif berupa analisis deskriptif dan analisis hierarchical process (AHP), dan analisis kuantitatif yang terdiri dari analisis LQ, SSA, analisis I-O yang dilengkapi dengan analisis kuadran.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pisahnya Timor Leste menyebabkan Kabupaten TTU memperoleh dampak negatif pada bidang sosial dan budaya mencakup antara lain hubungan kekerabatan dan acara adat bersama yang semakin berkurang, serta pengangguran yang semakin tinggi. Sedangkan dampak pada bidang ekonomi berupa biaya interaksi yang semakin tinggi, transaksi perdagangan antara kedua wilayah yang berkurang, kepemilikan sumberdaya lahan yang juga semakin berkurang sehingga menyebabkan pendapatan masyarakat semakin rendah.

Oleh karena itu, perlu revitalisasi pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan Kabupaten TTU yang dimulai dengan mengembangkan sumberdaya pembangunan dengan prioritas berturut-turut adalah pengembangan sumberdaya manusia melalui pendidikan dengan stakeholder yang paling berperan adalah akademisi. Sumberdaya manusia yang meningkat akan dapat meningkatkan aktivitas ekonomi produktif dengan stakeholder yang paling berperan adalah masyarakat madani. Peningkatan aktivitas ekonomi tersebut diharapkan menghasilkan surplus produksi sehingga memerlukan pengembangan sumberdaya buatan berupa infrastruktur transportasi, ekonomi,


(5)

aturan penunjang yang menjamin terjadinya interaksi secara lebih produktif dan saling menguntungkan antar stakeholder dan antar wilayah. Dalam hal ini stakeholder yang paling berperan adalah pemerintah. Pengembangan sumberdaya-sumberdaya pembangunan tersebut perlu diarahkan pada suatu model pengembangan ekonomi wilayah perbatasan, dan dalam hal ini stakeholders di Kabupaten TTU memilij agropolitan sebagai model yang paling layak dikembangkan di wilayah perbatasan.

Agropolitan tersebut dapat dikembangkan di seluruh kecamatan di Kabupaten TTU yang disesuaikan dengan pewilayahan komoditas dimana pusat pengembangan agropolitan dengan leading sector jagung yang dalam pengembangannya dapat ditumpangsarikan dengan ubi kayu dan kacang tanah, sayuran dan buah-buahan serta diintegrasikan dengan peternakan yang semuanya memiliki keterkaitan dengan industri makanan dan minuman sehingga dapat memberikan nilai tambah bruto yang besar. Sedangkan sektor-sektor unggulan seperti perkebunan, kehutanan dan perikanan perlu dikembangkan keterkaitannya sehingga tidak bersifat enclave. Dengan demikian lokasi pengembangan agropolitan dengan potensi unggulan leading sector tersebut adalah di Kecamatan Miomafo Timur.

Dengan demikian pengembangan wilayah perbatasan Kabupaten TTU perlu memperhatikan beberapa hal berikut, (1) Masyarakat Kabupaten TTU memperoleh dampak terhadap aspek sosial, budaya dan ekonomi maka perlu kembali menjalin hubungan kerjasama antara Indonesia–Timor Leste dengan melegalkan pasar perbatasan, pemberlakuan pas lintas batas (PLB), kerjasama adat antar kedua negara (2) Sumberdaya manusia wilayah perbatasan menjadi prioritas pengembangan sehingga perlu pengembangan model pendidikan yang menekankan pada penguasaan teknologi produksi aktivitas ekonomi seperti budidaya usahatani–ternak yang produktif, pelatihan-pelatihan agroindustri, manajemen usaha yang tepat dengan memperhatikan aspek kelayakan usaha yang dikembangkan serta keterkaitannya dengan sub sistem agribisnis lainnya sehingga mudah melakukan interaksi dengan pelaku ekonomi dari sektor lainnya ataupun wilayah lainnya dengan posisi tawar yang baik. (3) Pengembangan sektor-sektor unggulan dan leading sector di Kabupaten TTU menjadi sebuah tuntutan yang mendesak sehingga dibutuhkan kebijakan yang dapat memacu perkembangan sektor-sektor ekonomi tersebut. (4) Pengembangan ekonomi wilayah perbatasan membutuhkan sinkronisasi kebijakan dari pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten serta mampu mengakomodir kearifan lokal di wilayah perbatasan.


(6)

©

Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.


(7)

KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA DENGAN

DISTRICT ENCLAVE OEKUSI

WERENFRIDUS TAENA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

(9)

Enclave Oekusi Nama : Werenfridus Taena NRP : H 051 060 021

Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaaan (PWD)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr Dr. Ir. Himawan Hariyoga, MSc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu-Ilmu Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(10)

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Februari 1979 di Kefamenanu dari buah kasih bapak Aloysius Taena dengan ibu Sophia Sasi sebagai anak kedua dari 4 bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan SD dan SLTP di Kefamenanu, Kabupaten

TTU, sedangkan pendidikan SLTA diselesaikan di Kupang. Pada tahun 1997, penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang pada Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Agribisnis dan menyelesaikan studi pada tahun 2002.

Pada tahun 2003, penulis diterima bekerja sebagai dosen pada Universitas Timor (UNIMOR) Kefamenanu. Selanjutnya pada tahun 2006, penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan.


(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena kasih berlimpah yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesasikan tesis ini. Penelitian ini berjudul “Kajian Pengembangan Ekonomi Wilayah Perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara dengan District Enclave Oekusi”.

Penulis dapat menyelesaikan tulisan ini berkat bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu perkenankanlah penulis pada kesempatan ini menghaturkan terimakasih yang berlimpah kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS sebagai Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Perdesaan (PWD) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan menyusun tesis ini.

2. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku pembimbing I yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Dr. Ir. Himawan Hariyoga, MSc selaku pembimbing II yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Pemerintah Indonesia melalui Bappenas, Pemprov NTT dan Pemkab TTU yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian tesis ini.

5. Pemerintah Timor Leste terutama district enclave Oekusi atas segala dukungan dan kerjasama yang baik selama penelitian berlangsung.

6. Universitas Timor yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi ke jenjang pascasarjana.

7. Ayah, ibu, semua saudara/i (Erna, Dima, Angel, Thomas), ipar (Bas, Dami), keponakan (Fiore) serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan. 8. Rekan-rekan mahasiswa PWD atas semangat social capital.

9. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dengan caranya masing-masing. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan tulisan ini.

Januari 2009


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

Prakata... i

Daftar Isi ...ii

Daftar Tabel ...v

Daftar Gambar ... viii

Daftar Lampiran... ix

I PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Permasalahan ...6

1.3. Perumusan Masalah ...12

1.4. Tujuan dan Manfaat ...13

II TINJAUAN PUSTAKA...14

2.1. Pembangunan dan Pengembangan ...14

2.2. Wilayah ...15

2.3. Wilayah Perbatasan...17

2.4. Kebijakan Pengembangan Wilayah Perbatasan...19

2.5. Perencanaan Pengembangan Ekonomi Wilayah...23

2.6. Perencanaan Partisipatif...26

2.7. Teori Pusat Pertumbuhan...28

2.8. Model Pengembangan Ekonomi Wilayah Perbatasan ...29

2.9. Agropolitan ...33

2.10. Sektor Basis, Sektor Unggulan dan Leading Sektor...36

2.11. Interaksi Spasial ...37


(13)

III METODE PENELITIAN...42

3.1. Kerangka Pemikiran...42

3.2. Hipotesis ...47

3.3. Kerangka Pendekatan Operasional ...47

3.4. Tempat dan Waktu Penelitian...49

3.5. Metode Penarikan Sampel ...49

3.6. Metode Pengumpulan Data...50

3.7. Pengamatan dan Pengukuran Variabel ...51

3.8. Model Analisa Data ...52

3.8.1. Analisis Statistik Deskriptif ...52

3.8.2. Analisis Deskriptif Persespsi Stakeholder...52

3.8.3. Analisis Hierarky Proses (AHP) ...52

3.8.4. Analisis Sektor Unggulan dan LeadingSector...57

3.8.5. Analisis Deskripsi Ketersediaan Sumberdaya ...64

IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN...65

4.1. Gambaran Wilayah Administratif...65

4.2. Kondisi Fisik Wilayah ...66

4.3. Potensi Pengembangan Wilayah...67

4.4. Sumberdaya Manusia...72

4.5. Sumberdaya Sosial...78

4.6. Sumberdaya Buatan ...82

4.7. Gambaran Umum Perekonomian Wilayah ...89

V. PERSEPSI STAKEHOLDER ...93

5.1. Persepsi Stakeholder Mengenai Pengaruh Pisahnya Timor Leste terhadap Kabupaten TTU...93


(14)

VI. Sektor Unggulan dan Leading Sektor di Kabupaten TTU...110

6.1. Sektor Unggulan ...110

6.2. LeadingSector...117

6.2.1. Struktur Perekonomian Kabupaten TTU ...117

6.2.2. Struktur Output dan Nilai Tambah Bruto ...123

6.2.3. Analisis Keterkaitan Antar Sektor ...127

6.2.4. Analisis Pengganda...136

6.3. Deskripsi Analisis Sektor Unggulan dan Leading Sector...144

VII. Perencanaan Pengembangan Ekonomi Wilayah PerbatasanKabupaten TTU dengan District Enclave Oekusi sebagai Kawasan Agropolitan...147

7.1. Kriteria Utama(Kapasitas Produksi Aktifitas Ekonomi) ...151

7.2. Kriteria Tambahan ...158

7.2.1. Kriteria Sumberdaya Manusia ...158

7.2.2. Kriteria Sumberdaya Buatan...160

7.2.3. Kriteria Sumberdaya Sosial ...160

VIII. KESIMPULAN dan SARAN...166

8.1. Kesimpulan ...166

8.3. Saran ...168

Daftar Pustaka...170


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten TTU, Provinsi NTT, Indonesia dan

TL Tahun 1995-2005 --- 3

Tabel 2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten TTU dan Propinsi NTT tahun 1999 dan 2005 --- 7

Tabel 3. Peranan Sektor terhadap PDRB Kab. TTU tahun 1999-2006 --- 9

Tabel 4. Peran pemerintah dan pihak lainnya dalam pengembangan kawasan perbatasan --- 20

Tabel 5. Berbagai konsep wilayah beserta tujuan dan contoh penggunaan --- 30

Tabel 6. Variabel - variabel yang diamati dan dianalisa--- 51

Tabel 7. Sistem urutan (ranking) Saaty untuk hierarki proses --- 53

Tabel 8. Matriks perbandingan berpasangan--- 55

Tabel 9. Penyebaran desa dan luasannya per kecamatan --- 65

Tabel 10. Potensi bahan tambang golongan A dan B di Kabupaten TTU --- 67

Tabel 11. Potensi bahan galian C di Kabupaten TTU --- 68

Tabel 12. Luas lahan dan produksi tanaman pangan di Kabupaten TTU berdasarkan kecamatan tahun 2006--- 70

Tabel 13. Luas lahan dan produksi tanaman perkebunan di Kabupaten TTU,2006 --- 70

Tabel 14. Populasi ternak menurut jenis ternak di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 71

Tabel 15. Jenis dan jumlah ternak yang diekspor dari Kabupaten TTU --- 71

Tabel 16. Produksi perikanan di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 72

Tabel 17. Jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 73

Tabel 18. Klasifikasi penduduk menurut kelompok umur di Kab.TTU tahun 2006 ---- 74

Tabel 19. Komposisi penduduk berdasarkan status ketenagakerjaan di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 74

Tabel 20. Penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja menurut pekerjaan utama di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 75

Tabel 21. Klasifikasi penduduk umur 10 tahun ke atas yang bekerja per sektor ekonomi di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 76

Tabel 22. Jumlah pencari kerja menurut tingkat pendidikan di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 76

Tabel 23. Banyaknya sekolah, guru/dosen dan murid berdasarkan tingkat pendidikan di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 77


(16)

Tabel 24. Prosentase penyakit yang diderita oleh masyarakat Kabupaten TTU

dan Provinsi NTT tahun 2006 --- 78

Tabel 25. Sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten TTU dan rata-rata Provinsi NTT tahun 2006 --- 83

Tabel 26. Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten TTU dan rata-rata Provinsi NTT tahun 2006 --- 84

Tabel 27. Klasifikasi jalan propinsi menurut jenis permukaan di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 84

Tabel 28. Klasifikasi jalan kabupaten menurut jenis permukaan di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 85

Tabel 29. Klasifikasi daerah irigasi berdasarkan luas lahan sawah di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 86

Tabel 30. Inventaris embung-embung di Kab. TTU tahun 2005 dan 2006 --- 87

Tabel 31. Inventaris sumber mata air di Kabupaten TTU tahun 2006--- 87

Tabel 32. Inventaris desa penerima program pembangkit listrik tenaga surya di Kabupaten TTU --- 89

Tabel 33. Peranan sektor ekonomi di Kabupaten TTU tahun 2006--- 91

Tabel 34. Posisi tabungan dan kredit BRI Cabang Kefamenanu pada tahun 2006 --- 92

Tabel 35. Persepsi stakeholder mengenai pengaruh pisahnya Timor Leste dalam bidang sosial dan budaya di Kabupaten TTU--- 94

Tabel 36. Program-program pemerintah yang telah dilaksanakan di Kab.TTU dan Kab.Belu sebagai Kabupaten perbatasan tahun 2006-2008--- 95

Tabel 37. Persepsi stakeholder mengenai pisahnya Timor Leste dalam bidang ekonomi di Kabupaten TTU --- 97

Tabel 38. Alasan melakukan interaksi ke wilayah Timor Leste--- 98

Tabel 39. Jenis komoditi ekspor Kabupaten TTU ke Timor Leste --- 99

Tabel 40. Jenis komoditi impor Kabupaten TTU dari Timor Leste --- 100

Tabel 41. Hasil analisis persepsi gabungan AHP terhadap pemilihan kriteria sumberdaya pembangunan wilayah perbatasan --- 105

Tabel 42. Hasil analisis gabungan terhadap stakeholder yang paling berperan terhadap pengembangan sumberdaya pembangunan --- 106

Tabel 43. Peran masing-masing stakeholder dalam pengembangan wilayah perbatasan berdasarkan analisa AHP --- 107

Tabel 44. Hasil analisis pendapat gabungan terhadap alternatif pengembangan wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan District Enclave Oekusi --- 109


(17)

Tabel 45. Hasil analisis LQ dan SSA di Kabupaten TTU--- 113

Tabel 46. Struktur permintaan akhir menurut komponennya di Kabupaten TTU --- 119

Tabel 47. Struktur permintaan akhir per sektor Kabupaten TTU tahun 2006 --- 120

Tabel 48. Kontribusi penyusun input total Kabupaten TTU tahun 2006 --- 121

Tabel 49. Kontribusi sektoral terhadap komponen NTB di Kab.TTU tahun 2006 ---- 122

Tabel 50. Struktur output sektoral Kabupaten TTU tahun 2006 --- 124

Tabel 51. Struktur nilai tambah bruto sektoral Kabupaten TTU tahun 3006 --- 126

Tabel 52. Keterkaitan langsung ke belakang setiap sektor ekonomi di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 128

Tabel 53. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang setiap sektor ekonomi di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 129

Tabel 54. Keterkaitan ke depan langsung setiap sektor ekonomi di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 131

Tabel 55. Keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung setiap sektor ekonomi di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 132

Tabel 56. Pengganda output masing-masing sektor di Kabupaten TTU tahun 2006--- 137

Tabel 57. Pengganda pendapatan masing-masing sektor di Kabupaten TTU tahun 2006--- 139

Tabel 58. Pengganda nilai tambah bruto masing-masing sektor di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 141

Tabel 59. Struktur penerimaan keuangan menurut jenis penerimaan daerah otonom Kabupaten TTU tahun 2006--- 142

Tabel 60. Pengganda pajak tak langsung masing-masing sektor di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 143

Tabel 61. Alokasi anggaran untuk belanja pembangunan Kab. TTU tahun 2006 --- 149

Tabel 62. Rangkuman sektor unggulan dari hasil AHP, Analisis LQ, SSA, Analisis Input-Output --- 151

Tabel 63. Hasil analisis LQ sub sektor pertanian per kecamatan tahun 2006 berdasarkan harga konstan tahun 2000 --- 152

Tabel 64. Alokasi kredit di Kabupaten TTU per kecamatan tahun 2006 --- 158

Tabel 65. Rangkuman hasil analisis kriteria penentuan lokasi agropolitan per kecamatan di Kabupaten TTU --- 164


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta wilayah batas administrasi Timor Leste dengan NTT --- 2

Gambar 2. Pertumbuhan ekonomi Kab. TTU, Prov.NTT, Timor Leste--- 5

Gambar 3. Bagan tipologi kawasan agropolitan--- 35

Gambar 4. Bagan kerangka pemikiran --- 46

Gambar 5. Bagan kerangka pendekatan operasional --- 47

Gambar 6. Struktur hierarki AHP wilayah perbatasan --- 56

Gambar 7. Kontribusi setiap sektor ekonomi terhadap PDRB Kab.TTU tahun 2006 --- 90

Gambar 8. Hasil analisa persepsi gabungan AHP dalam penentuan sumberdaya pembangunan wilayah perbatasan --- 103

Gambar 9. Hasil analisis kuadran LQ dan DS di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 116

Gambar 10. Hasil analisis kuadran keterkaitan langsung ke depan dan ke belakang di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 133

Gambar 11. Hasil analisis kuadran keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dan ke belakang di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 134

Gambar 12. Pemetaaan potensi tanaman pangan dan palawija di Kabupaten TTU per kecamatan tahun 2006 --- 153

Gambar 13. Pemetaaan potensi tanaman hortikultuta di Kabupaten TTU per kecamatan tahun 2006 --- 154

Gambar 14. Pemetaaan potensi tanaman perkebunan di Kabupaten TTU per kecamatan tahun 2006 --- 154

Gambar 15. Pemetaaan potensi peternakan di Kabupaten TTU per kecamatan tahun 2006 --- 155

Gambar 16. Pemetaaan potensi agroindustri di Kabupaten TTU per kecamatan tahun 2006 --- 157


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal kegiatan penelitian --- 174 Lampiran 2. Identitas stakeholder yang dijadikan sampel penelitian --- 175 Lampiran 3. Identitas masyarakat yang dijadikan sampel penelitian --- 176 Lampiran 4. Hasil pembobotan AHP untuk sumberdaya pengembangan

ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district

enclave Oekusi --- 176 Lampiran 5. Hasil pembobotan AHP untuk kriteria pengembangan

sumberdaya manusia dalam pengembangan ekonomi wilayah

perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi --- 177 Lampiran 6. Hasil pembobotan AHP untuk kriteria pengembangan sumber

daya buatan dalam pengembangan ekonomi wilayah

perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi --- 178 Lampiran 7. Hasil pembobotan AHP untuk kriteria pengembangan sumberdaya

sosial dalam pengembangan ekonomi wilayah perbatasan

Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi--- 178 Lampiran 8. Hasil pembobotan AHP untuk kriteria pengembangan kapasitas

produksi aktifitas ekonomi dalam pengembangan ekonomi

wilayah perbatasan Kab. TTU dengan district enclave Oekusi --- 179 Lampiran 9. Hasil pembobotan AHP untuk stakeholder yang paling

berperan terhadap pengembangan SDM dalam

pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU

dengan disrict enclave Oekusi--- 180 Lampiran 10. Hasil pembobotan AHP untuk stakeholder yang paling

berperan terhadap pengembangan SDB dalam

pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU

dengan disrict enclave Oekusi --- 180 Lampiran 11. Hasil pembobotan AHP untuk stakeholder yang paling

berperan terhadap pengembangan SDS dalam

pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU

dengan disrict enclave Oekusi --- 181 Lampiran 12. Hasil pembobotan AHP untuk stakeholder yang paling

berperan terhadap pengembangan kapasitas produksi aktifitas ekonomi dalam pengembangan ekonomi wilayah


(20)

Lampiran 13. Hasil pembobotan AHP terhadap manfaat terbesar yang akan diperoleh stakeholder akademisi dari alternatif

pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU

dengan disrict enclave Oekusi --- 167

Lampiran 14. Hasil pembobotan AHP terhadap manfaat terbesar yang akan diperoleh stakeholder pemerintah dari alternatif pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan disrict enclave Oekusi --- 182

Lampiran 15. Hasil pembobotan AHP terhadap manfaat terbesar yang akan diperoleh stakeholder swasta dari alternatif pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan disrict enclave Oekusi --- 183

Lampiran 16. Hasil pembobotan AHP terhadap manfaat terbesar yang akan diperoleh stakeholder masyarakat madani dari alternatif pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan disrict enclave Oekusi --- 183

Lampiran 17. PDRB Kabupaten TTU tahun 2004 --- 184

Lampiran 18. PDRB Kabupaten TTU tahun 2006 --- 185

Lampiran 19. PDRB Provinsi NTT tahun 2004 --- 186

Lampiran 20. PDRB Provinsi NTT tahun 2006 --- 187

Lampiran 21. Tabel Input-Output Kabupaten TTU tahun 2006 transaksi domestik berdasarkan harga produsen--- 188

Lampiran 22. Tabel Input-Output Kabupaten TTU tahun 2006 koefisien input domestik berdasarkan harga produsen --- 194

Lampiran 23. Hasil analisis skalogram sumberdaya buatan per kecamatan di Kabupaten TTU tahun 2006 --- 200


(21)

I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional dimaksudkan untuk membangun manusia Indonesia agar memperoleh kehidupan yang lebih layak dengan cara menggerakkan perekonomian dalam arti meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan equity (keadilan, dan pemerataan pembangunan) serta secara ekologis tetap memperhatikan aspek keberlanjutan sumberdaya bagi generasi berikutnya. Pembangunan pada kawasan perbatasan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan kawasan perbatasan merupakan kawasan strategis nasional karena dapat dijadikan pintu gerbang perdagangan serta merupakan gambaran wajah negara Indonesia di mata negara lain.

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berbatasan baik darat maupun laut dengan beberapa negara termasuk Timor Leste. Timor Leste yang semula menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menjadi negara yang merdeka sejak tanggal 20 Mei 2002 yang diawali dengan jajak pendapat pada tahun 1999. Wilayah Timor Leste berbatasan laut dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Provinsi Maluku, sedangkan batas darat dengan Timor Barat (Provinsi Nusa Tenggara Timur), bahkan district enclave Oekusi secara geografis berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penentuan batas Indonesia dan Timor Leste yang ditandatangani pada tanggal 3 September 2005 antara Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Hasan Wirayudha dan Menlu Timor Leste Ramos Horta di Motaain telah menetapkan batas administratif secara geografis meskipun masih meninggalkan permasalahan pada beberapa titik. Batas darat wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan Timor Leste secara keseluruhan sepanjang 268,8 km. Perbatasan darat ini terdiri atas batas sektor timur yakni Kabupaten Belu dengan district Covalima (153,8 km) sedangkan sektor barat yang berbatasan antara Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Kabupaten Kupang dengan district Oekusi (115 km) yang merupakan wilayah enclave karena berada di antara wilayah Indonesia.

Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) sebagai salah satu kabupaten di NTT yang berbatasan darat dengan Timor Leste memiliki 9 kecamatan dengan 163 desa/kelurahan.


(22)

Wilayah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste terdapat pada 3 kecamatan dan tersebar di 24 desa. Panjang lintas batas antara Kabupaten TTU dengan Timor Leste adalah sepanjang 104,5 km. Sedangkan 53 desa lainnya dikategorikan oleh pemerintah Kabupaten TTU sebagai desa/kelurahan pendukung kawasan perbatasan serta 86 desa/kelurahan sebagai penyangga kawasan perbatasan. Adapun batas administratif Timor Leste dengan Timor Barata (Provinsi Nusa Tenggara Timur) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta batas administratif Timor Leste dengan Timor Barat (Provinsi NTT)

Adapun aktivitas perekonomian Kabupaten TTU, Provinsi NTT, Indonesia dan Timor Leste sebelum pisah mengalami tren yang positif akan tetapi dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia bahkan Asia pada tahun 1998 menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi bahkan pertumbuhannya negatif. Hal ini terjadi karena daya beli masyarakat turun drastis dan perekonomian mengalami kelesuan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten TTU dan Timor Leste dapat dilihat pada Tabel 1.


(23)

Tabel 1. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten TTU, Provinsi NTT, Indonesia dan Timor-Timur (RDTL) tahun 1994 – 2005

Pertumbuhan Ekonomi (%)

No Tahun Kab. TTU Prov. NTT Tim-Tim (TL) Indonesia

1 1994 7,59 8,64 9,95 8,2

1 1995 2,9 8,94 9,43 8,2

2 1996 7,08 8,22 10,81 7,8

3 1997 7,32 5,62 4,14 4,7

4 1998 -6,28 -2,73% * -13,1

5 1999 6,02 2,73% * 0,8

6 2000 4,1 4,17 2,3 6,92

7 2001 3,27 5 2,3 4,92

8 2002 6,28 5 2,3 3,83

9 2003 5,18 4,57 2,3 4,5

10 2004 4,57 4,77 2,3 5,05

11 2005 3,39 3,1 2,3 5,61

Sumber (BPS Provinsi NTT, BPS Provinsi TimTim, 2006) Keterangan : *) : data tidak tersedia

Data pada Tabel 1. menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian Kabupaten TTU, Provinsi NTT dan Timor Leste sebelum pisah menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi sejak tahun 1994-1999 yakni berturut-turut 7,59%; 2,90%; 7,08%; 7,32% ; -6,28% ; 6,02% untuk Kabupaten TTU. Sedangkan data pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 1994-1999 berturut-turut adalah 8,64%; 8,94%; 8,22%; 5,62%; -2,73%; 2,73%. Adapun pertumbuhan yang negatif terjadi karena adanya krisis ekonomi dan moneter yang melanda wilayah Indonesia secara menyeluruh bahkan di seluruh Asia (BPS TTU, 2000). Sedangkan data BPS Provinsi Timor-Timur (1997) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Timor Timur pada tahun 1994–1997 berturut–turut adalah 9,95%; 9,43%; 10,81%; 4,14%.

Pertumbuhan ekonomi tersebut terjadi karena adanya aktivitas ekonomi pada kedua wilayah tersebut baik secara internal maupun karena adanya interaksi aktivitas perekonomian antar kedua wilayah (interregional). Aktivitas perekonomian antar kedua wilayah yang memberikan manfaat bagi Timor–Timur antara lain karena akses masyarakat Timor-Timur terhadap pasar lebih mudah baik dalam hal membeli produk maupun memasarkan produknya dengan biaya transaksi yang relatif murah. Sedangkan wilayah NTT memperoleh keuntungan dari belanja tenaga kerja maupun belanja


(24)

pembangunan Timor Leste ke wilayah NTT karena kedekatan secara geografis, sosial ekonomi, budaya dan politik. Selain itu, wilayah NTT memperoleh pendapatan berupa share dari pemasaran produk baik dari Timor-Timur maupun ke Timor–Timur karena kemudahan akses antar kedua wilayah. Adapun share pemasaran yang dimaksud adalah berasal dari aktivitas perdagangan dari Oekusi adalah berupa asam jawa 34.533 kg, nener 3.800.000 ekor, kayu cendana 30.725 kg, sapi 935 ekor, kambing 835 ekor, bawang putih 4,5 ton, sedangkan data perdagangan barang yang dipasok dari luar Oekusi adalah beras 1.107.880 ton, tepung terigu 2.876.000 zak, gula pasir 31.085.000 kg, semen 19.556.000 zak untuk memenuhi kebutuhan 53.020 jiwa. Aktivitas perdagangan ini melalui wilayah Kabupaten TTU dan melibatkan pedagang dari wilayah Kabupaten TTU (BPS Ambenu, 1995).

Namun setelah Timor Leste berpisah disertai dengan belum membaiknya krisis ekonomi, sosial, hukum dan politik di Indonesia mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten TTU pada tahun 2000-2005 tidak mencapai angka sebagaimana sebelum Timor Leste memisahkan diri yakni berturut–turut 4,10%; 3,27%; 6,28%; 5,18%; 4,57%; 3,39%. Demikian pula dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2000-2005 berturut-turut adalah sebagai berikut 4,17%; 5%; 5%; 4,57%; 4,77%; 3,10%. Hal yang sama terjadi pada wilayah Timor Leste yang pertumbuhan ekonominya pada tahun 2002-2005 tercatat hanya 2,3%. Meskipun perekonomian Kabupaten TTU juga mengalami pertumbuhan namun kondisi wilayah perbatasan umumnya masih terbelakang. Salah satu penyebabnya adalah karena hilangnya sebagian potensi pendapatan yang diperoleh wilayah NTT, khususnya Kabupaten TTU berkurang dalam arti tidak lagi memperoleh share dari pemasaran produk dari maupun ke Timor Leste. Selain itu, belanja tenaga kerja dan belanja pembangunan Timor Leste ke wilayah NTT berkurang karena biaya interaksi yang tinggi meskipun dekat secara geografis. Hal yang sama juga terjadi pada masyarakat Timor Leste, khususnya district enclave Oekusi. Masyarakat semakin miskin meskipun mereka banyak memperoleh bantuan dari pihak asing. Hal ini terjadi karena sumberdaya manusia yang masih rendah sehingga sumberdaya alam yang dimiliki belum dikelola dengan baik. Selain itu, ketergantungan terhadap tenaga kerja terampil dari Indonesia sebelum pisah dan akses terhadap pasar yang lebih mudah melalui wilayah NTT sehingga mengharuskan Timor Leste berbenah


(25)

dengan cara meningkatkan sumberdaya manusia dan menjalin kembali hubungan bilateral yang baik dengan Indonesia.

Adapun perbandingan pertumbuhan ekonomi Kabupaten TTU, Provinsi NTT dan Timor–Timur sebelum dan setelah Timor-Timur berpisah dapat ditampilkan pada Gambar 2.

Pertumbuhan Ekonomi

0 2 4 6 8 10 12

1995 1996 1997 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun

P

ro

s

en

ta

se Kab.TTU

Prop.NTT Tim-Tim (TL) Indonesia

Gambar 2. Pertumbuhan ekonomi Kab. TTU, Prov. NTT, Indonesia dan Prov. Tim-Tim (RDTL) tahun 1994-2005

Kegiatan perekonomian di wilayah perbatasan semakin rendah dengan ditutupnya pasar perbatasan sehingga aktivitas perdagangan tradisional antar kedua wilayah yang hanya menggunakan pas lintas batas (PLB) tidak dapat berlangsung karena belum diberlakukan. Aktivitas perdagangan umumnya harus mengeluarkan biaya transaksi yang lebih tinggi karena harus melalui bea cukai dan keimigrasian. Aktivitas perdagangan ini hanya meningkatkan kesejahteraan pada kelompok-kelompok elit masyarakat baik yang memiliki modal ataupun yang memiliki kekuatan pengambilan keputusan. Sedangkan, penduduk di Oekusi sejumlah 57.616 jiwa (perempuan 28.968 dan laki-laki 28.648) yang mendiami 62 dusun, 18 desa dan 4 kecamatan (Direccao Nacional de Estatistica, 2008) maupun masyarakat TTU secara keseluruhan belum memperoleh manfaat dari interaksi antar kedua wilayah tersebut.

Akibatnya terjadi penyelundupan yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah perbatasan dengan alasan klasik ingin saling membantu dalam mempertahankan hidup. Apabila hal ini tidak diantisipasi dengan baik maka akan terjadi kebocoran wilayah yang


(26)

tinggi dimana manfaat ekonomi hanya diperoleh pihak-pihak tertentu sedangkan masyarakat umum dari kedua wilayah secara keseluruhan tidak dapat mengambil manfaat dari aktivitas perdagangan tersebut. Dampak selanjutnya akan terjadi konflik sosial yang dapat tumbuh menjadi ancaman terhadap berbagai aspek kepentingan nasional.

1.2. Permasalahan

Wilayah perbatasan merupakan wilayah yang unik karena aktivitas masyarakatnya selalu dipengaruhi oleh negara lainnya sehingga memerlukan penanganan khusus yang lebih komprehensif dimana tidak hanya memperlakukan wilayah perbatasan dari aspek pertahanan dan keamanan tetapi juga dari aspek ekonomi demi peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan. Pendekatan pembangunan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat di wilayah perbatasan selama ini lebih menekankan wilayah perbatasan sebagai wilayah belakang dari negeri ini sehingga menyebabkan kesenjangan pembangunan. Sebagaimana dikemukakan Bappenas (2005) bahwa permasalahan pembangunan di perbatasan yang membutuhkan penanganan adalah bukan hanya berkaitan dengan aspek demarkasi dan deliniasi batas, aspek politik, hukum dan keamanan. Akan tetapi juga berkaitan dengan aspek kesenjangan pembangunan baik dengan wilayah lainnya di Indonesia maupun dengan negara tetangga.

Menyadari adanya kesenjangan pembangunan dan kemiskinan antara wilayah perbatasan dengan wilayah lainnya maka pemerintah merubah konsep pembangunan wilayah perbatasan yakni dengan memandang wilayah perbatasan sebagai halaman depan wilayah NKRI. Oleh karena itu, aktivitas perekonomian wilayah perbatasan harus dikelola dengan baik karena wilayah perbatasan merupakan kawasan strategis nasional yang menjadi wilayah prioritas pengembangan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009 bahwa program pengembangan kawasan perbatasan ditujukan untuk: 1) menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional; 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan perbatasan dengan menggali potensi ekonomi, sosial budaya serta keuntungan letak geografis yang strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.


(27)

Terdapat 20 kabupaten perbatasan yang menjadi prioritas pembangunan dalam RPJM nasional tahun 2004-2009, dimana Kabupaten TTU merupakan salah satu kabupaten perbatasan yang diprioritaskan pembangunannya. Namun kenyataannya, wilayah perbatasan masih termarginalkan dimana jumlah keluarga (KK) miskin di Kabupaten TTU sebagai salah satu kabupaten yang berbatasan darat dengan Timor Leste pada tahun 2005 adalah sebanyak 27.854 KK dengan penduduk miskinnya sebanyak 114.769 jiwa atau 55,40% dari seluruh penduduk Kabupaten TTU dimana terdapat 16.233 jiwa (4.072 KK) yang mengungsi dari Timor Leste dan tidak ingin kembali lagi ke Timor Leste. Sedangkan masyarakat miskin yang berada di wilayah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste sebanyak 16.789 jiwa (BPS TTU,2005). Meskipun pendapatan per kapita rata-rata mengalami peningkatan yakni dari Rp 1.157.770,- pada tahun 1999 menjadi Rp 2.371.937,- pada tahun 2005. Namun belum setara dengan pendapatan per kapita rata-rata Provinsi NTT pada tahun 2005 yakni sebesar Rp 3.235.699,- ataupun pendapatan per kapita rata-rata secara nasional yang sebesar Rp 12.450.000,-.

Hal ini berimplikasi pada rendahnya kualitas sumberdaya manusia di wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi karena dengan pendapatan tersebut masyarakat tidak mampu memperoleh pendidikan formal yang baik sehingga SDM masyarakat masih rendah dan kondisi kesehatan masyarakat yang buruk. Sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten TTU yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 1999, 2002, 2004 dan 2005 Kab. TTU, Prov. NTT dan Indonesia

IPM No Wilayah

1996 1999 2002 2004 2005 1 Kab.TTU 59,6 53,7 59,5 62,4 63,1 2 Prop. NTT 61 60,4 60,3 62,7 63,6 3 Indonesia 68 64,3 65,8 68,7 69,8 Sumber: Laporan Pembangunan Manusia (UNDP et al., 2004) dan IPM

(1996, 2005)

Data pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa IPM secara nasional mengalami penurunan pada masa krisis namun setelah itu terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, nilai IPM Kabupaten TTU meningkat dari 53,7 (tahun 1999) menjadi 63,1


(28)

(tahun 2005), namun masih lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkat Provinsi Nusa Tenggara Timur. Meskipun mengalami peningkatan, namun dalam urutan kabupaten/ kota berada pada urutan 402 dari 440 kabupaten/kota se-Indonesia.

Hal ini mengindikasikan bahwa peran pemerintah sebagai lembaga yang membuat kebijakan pengembangan ekonomi wilayah perbatasan belum optimal karena belum dapat menentukan prioritas pembangunan dengan tepat. Orientasi pembangunan masih menggunakan pendekatan keamanan dibanding pendekatan kesejahteraan sehingga berimplikasi pada semakin meningkatnya kesenjangan pembangunan antara wilayah perbatasan dengan wilayah lainnya.

Namun demikian, tidak berarti wilayah perbatasan tidak memiliki potensi untuk dikembangkan. Meskipun sumberdaya pembangunan wilayah perbatasan umumnya terbatas, namun bila dimanfaatkan melalui perencanaan pembangunan yang tepat akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan. Adapun potensi yang dimiliki wilayah perbatasan berupa bahan tambang dan galian baik golongan A,B maupun C. Potensi yang telah dieksploitasi adalah marmer dan batu aji, sedangkan potensi pertambangan lainnya yang bernilai ekonomis tinggi belum dimanfaatkan.

Selain itu, potensi pertanian lahan kering juga belum dimanfaatkan seluruhnya. Data potensi desa tahun 2006 menunjukkan bahwa luas pertanian lahan kering (ladang) di Kabupaten TTU seluas 52.049,3 ha, sedangkan ladang yang belum dimanfaatkan seluas 37.344,5 ha atau sekitar 71,75% belum diolah. Sedangkan lahan sawah yang belum diusahakan seluas 3.053 ha. Selain itu, potensi perikanan, perkebunan dan kehutanan meskipun sedikit namun masih dapat ditingkatkan.

Hal yang sama terjadi pula pada aktivitas ekonomi yang lain seperti home industry maupun usaha perdagangan input maupun output serta kebutuhan lainnya belum berkembang dengan baik di wilayah perbatasan. Hal ini diperparah oleh minimnya sarana-prasarana ekonomi di wilayah perbatasan misalnya pasar, koperasi, bank termasuk sarana dan prasarana transportasi sehingga menyulitkan masyarakat dalam melakukan interaksi spasial ke wilayah lainnya.

Selain itu, pengembangan wilayah perbatasan umumnya masih bersifat sektoral dan belum menunjukkan keterkaitan antar sektor maupun antar wilayah. Adapun peranan setiap sektor dalam PDRB dapat ditampilkan sebagai berikut.


(29)

Tabel 3. Peranan sektor terhadap PDRB Kabupaten TTU tahun 1996–2005 berdasarkan harga konstan tahun 1993

Peranan lapangan usaha (%) Tahun

Pertanian PP IP LGA K PRH PK KPJP Jasa Total 1996 51,27 1,78 2,05 0,39 7,68 5,89 9,99 3,83 17,13 100 1997 53,31 1,68 1,92 0,41 7,24 6,11 9,75 3,78 15,80 100 1998 48,67 2,12 2,14 0,70 6,26 6,95 10,93 3,73 18,49 100 1999 51,55 1,36 2,00 0,57 6,01 6,03 10,44 3,38 18,67 100 2000 55,71 1,46 1,63 0,43 6,33 6,58 7,10 2,64 18,11 100 2001 52,69 1,42 1,64 0,48 6,32 7,03 7,46 2,65 20,32 100 2002 51,41 1,57 1,65 0,57 6,12 7,04 7,21 2,86 21,09 100 2003 50,96 1,73 1,67 0,67 6,55 7,12 7,16 3,08 24,17 100 2004 47,91 1,67 1,67 0,67 6,55 7,12 7,16 3,08 24,17 100 2005 47,80 1,65 1,58 0,68 6,58 7,17 7,18 3,23 24,13 100

Sumber : Pendapatan Regional Kabupaten TTU 1995-2005 (2005)

*) Keterangan: PP=Pertambangan dan penggalian IP=Industri pengolahan

K=Konstruksi

LGA=Listrik, gas dan air bersih PRH=Perdagangan, hotel dan restoran PK=Pengangkutan dan komunikasi

KPJP=Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

Berdasarkan data tersebut, peranan sektor pertanian terhadap PDRB di Kabupaten TTU masih tinggi yakni 51,55% pada tahun 1999, lalu mengalami peningkatan pada tahun 2000 yakni mencapai 55,71%, namun terus mengalami penurunan pada tahun 2001 yakni kontribusinya sebesar 52,69% hingga tahun 2005 kontribusi sektor pertanian hanya sebesar 47,80%. Apabila dihubungkan dengan persentase tenaga kerja berdasarkan sektor maka sektor pertanian menjadi tumpuan mata percaharian dari masyarakat di Kabupaten TTU secara umum. Hal ini ditunjukkan oleh persentase tenaga kerja per sektor pada tahun 1999 sebesar 83,15 % sedangkan sektor sekunder hanya sebesar 7,35% dan sektor tersier sebesar 9,49%. Pada tahun 2004 terjadi sedikit pergeseran menjadi sebesar 78,60% sedangkan sektor sekunder sebesar 8,74% dan sektor tersier sebesar 12,66%. Hal ini berarti pada saat terjadi krisis sosial, ekonomi dan politik di wilayah perbatasan, masyarakat memilih mengelola lahan usahataninya demi mempertahankan hidup. Sedangkan pada tahun-tahun berikutnya, sektor pertanian terus mengalami penurunan karena sektor-sektor lainnya mulai menunjukkan perbaikan dalam kinerjanya. Meskipun demikian transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sekunder dan sektor tersier tidak terjadi karena jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian terus mengalami peningkatan, penambahan tenaga kerja pada sektor sekunder dan tersier


(30)

umumnya berasal dari kelompok penduduk yang selama ini tidak termasuk angkatan kerja (sedang sekolah).

Merujuk pada kondisi tersebut, Kabupaten TTU sebagai sebuah daerah otonom yang berbatasan dengan district enclave merumuskan berbagai permasalahan di Kabupaten TTU yang selanjutnya akan menjadi prioritas penanganan. Permasalahan tersebut mencakup: (1) terbatasnya sarana ekonomi; (2) pengelolan sumber daya alam belum optimal; (3) kualitas SDM masih rendah; (4) keterkaitan wilayah yang masih terbatas; (5) kemiskinan dan kesenjangan ekonomi; (6) konflik sosial di 6 lokasi yang masih bermasalah; (7) permasalahan yang berkaitan dengan pengungsi dari Timor Leste.

Oleh karena itu, dalam RPJMD Kabupaten TTU tahun 2005–2010 dinyatakan bahwa pengembangan sumber pendapatan daerah Kabupaten TTU dapat diperoleh melalui peningkatan potensi peternakan, agroindustri dengan memanfaatkan produk dari jambu mete dan kemiri, pengembangan pasar perbatasan dengan district enclave Oekusi dan pertambangan daerah. Akan tetapi dalam penyusunan RPJMD ini tidak dilakukan survei pemetaan sumberdaya sehingga diperlukan beberapa kajian yang dapat digunakan sebagai referensi tambahan dalam pengambilan kebijakan pengembangan wilayah.

Pengembangan wilayah perbatasan hanya akan berhasil bila didasarkan pada sumberdaya yang dimiliki di wilayah perbatasan. Sumberdaya pembangunan yang dimaksud adalah sumberdaya alam, sumberdaya buatan, sumberdaya manusia dan sumberdaya sosial. Pengembangan sumberdaya pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan menentukan prioritas pembangunan terhadap sumberdaya-sumberdaya tersebut sehingga dapat meningkatkan efisiensi pembangunan di wilayah perbatasan.

Penentuan prioritas pembangunan dilakukan melalui proses perencanaan yang melibatkan seluruh stakeholder sehingga setiap elemen masyarakat lebih berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan. Keinginan dan kepentingan seluruh elemen masyarakat dalam memandang wilayah perbatasan sebagai suatu potensi pengembangan perlu dikaji sehingga setiap elemen masyarakat dapat berkontribusi penting terhadap pembangunan wilayah perbatasan. Stakeholder yang dimaksud meliputi akademisi, pemerintahan (government), swasta (business), masyarakat madani (LSM, tokoh adat dan tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan) sehingga pembangunan wilayah


(31)

diharapkan dapat menjamin hak-hak masyarakat wilayah perbatasan untuk terbebas dari kemiskinan dan keterbelakangan.

Proses melibatkan stakeholder juga dimaksudkan untuk dapat mengurangi gap antara kekurangan informasi dari pengambil kebijakan terutama dari stakeholder yang selama ini berinteraksi dengan masyarakat dari wilayah Timor Leste sehingga diharapkan keputusan yang diambil dapat lebih komprehensif karena memadukan antara aspek rasionalitas dengan aspek kompromi yang dikaji secara ilmiah. Sebagaimana dikatakan oleh Rustiadi et al. (2007) bahwa partisipasi masyarakat dimaksudkan untuk (a) menambah informasi dalam upaya meningkatkan efektivitas keputusan perencanaan, (b) mengorganisir persetujuan dan dukungan terhadap tujuan dari suatu perencanaan, dan (c) perlindungan terhadap individu dan kelompok.

Persepsi melibatkan aspek sikap, motivasi, kepentingan dan harapan dari stakeholder dalam memandang kawasan perbatasan dalam situasi sebelum dan setelah pisahnya Timor Leste serta upaya-upaya yang dilakukan dalam pengelolaan wilayah perbatasan. Upaya-upaya yang dilakukan di wilayah perbatasan dalam konteks pengembangan ekonomi wilayah, seharusnya direncanakan dalam suatu model pengembangan ekonomi wilayah sebagaimana dikatakan Rustiadi et al. (2007) bahwa model ekonomi secara umum dapat berupa kapet, kawasan agropolitan, kawasan cepat tumbuh. Selanjutnya menurut Hamid dan Alkadri (2003) menyatakan bahwa model pengembangan ekonomi wilayah perbatasan dapat berupa kawasan cepat tumbuh, kawasan agropolitan, kawasan transito dan kawasan wisata. Pengembangan model ekonomi tertentu di wilayah perbatasan dapat mempermudah interaksi antar sumberdaya pembangunan di wilayah perbatasan dan dapat mengarahkan setiap komponen yang terlibat dalam peran tertentu yang saling mendukung.

Semakin banyak pihak yang terlibat dalam proses perencanaan akan meningkatkan biaya transaksi, namun tujuan dapat lebih mudah dicapai karena setiap komponen turut bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambil secara bersama. Oleh karena masyarakat wilayah perbatasan yang umumnya masih terbelakang, namun harus diperhadapkan dengan berbagai kebijakan internasional, nasional, provinsi, kabupaten di wilayah perbatasan sehingga kearifan lokal dan keinginan masyarakat terkadang terabaikan. Kebijakan-kebijakan tersebut terkadang kurang mengakomodir


(32)

kepentingan, keinginan dan aspirasi seluruh stakeholder lokal sehingga perlu penelitian yang mengkaji persepsi stakeholder di wilayah perbatasan.

Pengembangan wilayah perbatasan juga dapat diprioritaskan melalui supply side strategy yakni menentukan leading sector yang mampu menggerakkan perekonomian di wilayah perbatasan bahkan wilayah lainnya yang berinteraksi dengan wilayah perbatasan. Penentuan leading sector perlu dilakukan di Kabupaten TTU yang berada di wilayah perbatasan sehingga kebijakan-kebijakan pemerintah tidak hanya mengoptimalkan produksi sektor unggulan yang belum tentu memberikan nilai tambah bruto yang besar terhadap wilayah tersebut, namun kebijakan-kebijakan pemerintah diharapkan dapat meningkatkan peran dari stakeholder lainnya untuk mengurangi kebocoran wilayah dengan melakukan usaha-usaha yang berkaitan dengan sektor-sektor unggulan tersebut.

Interaksi yang dimaksud adalah berupa pemasaran output suatu sektor ekonomi yang akan digunakan oleh sektor lainnya di wilayah perbatasan tersebut maupun ke wilayah lainnya sehingga dapat mendatangkan pendapatan bagi masyarakat perbatasan. Dampak selanjutnya akan meningkatkan daya beli masyarakat wilayah perbatasan terhadap produk lainnya yang dapat digunakan menjadi input bagi usahanya. Permintaan tersebut dapat dipenuhi dari sektor lainnya yang berada pada wilayah perbatasan tersebut maupun dari wilayah lainnya. Hal ini akan mengurangi kesenjangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah pengembangan. Untuk itu, perlu didukung dengan penataan ruang wilayah dan penyediaan infrastruktur di wilayah perbatasan yang lebih memadai sehingga memudahkan interaksi antar sektor dan antar wilayah.

Beberapa penelitian telah dilaksanakan terutama berkaitan dengan pengembangan potensi ekonomi dan sosial budaya untuk meningkatkan standar hidup di wilayah perbatasan. Penelitian–penelitian terdahulu hanya mengeksplorasi potensi ekonomi sehingga perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan penentuan prioritas pembangunan dalam rangka pengembangan ekonomi di wilayah perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dengan district enclave Oekusi yang berbasis pada persepsi stakeholder, model pengembangan ekonomi wilayah dan penentuan leadingsector.


(33)

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya maka rumusan masalah penelitian yang akan dikaji adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi stakeholder mengenai pengaruh pisahnya Timor Leste terhadap Kabupaten TTU?

2. Bagaimana persepsi stakeholder terhadap penentuan prioritas pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi? 3. Sektor-sektor ekonomi apa yang menjadi sektor unggulan dan leading sector di

Kabupaten TTU sebagai wilayah yang berbatasan dengan district enclave Oekusi?

1.4. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji revitalisasi pengembangan ekonomi lokal dan penentuan prioritas pembangunan di wilayah perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara dengan district enclave Oekusi. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui persepsi stakeholder mengenai pengaruh pisahnya Timor Leste terhadap Kabupaten TTU.

2. Untuk menganalisis persepsi stakeholder terhadap prioritas pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi.

3. Untuk menganalisis sektor-sektor ekonomi yang dapat dijadikan sebagai sektor unggulan dan leading sector di Kabupaten TTU.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:

1. Bahan acuan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan pembangunan di wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi.

2. Bahan acuan bagi stakeholder dalam melakukan aktivitas perekonomian di wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi.


(34)

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan dan Pengembangan

Pembangunan merupakan suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Sedangkan Saefulhakim (2003) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang terencana (terorganisasikan) ke arah tersedianya alternatif-alternatif/pilihan-pilihan yang lebih banyak bagi pemenuhan tuntutan hidup yang paling manusiawi sesuai dengan tata nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Menurut Siagian dalam Riyadi dan Bratakusumah (2003) pembangunan sebagai suatu upaya perubahan untuk mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang.

Selain itu, Bappenas (1999) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumberdaya, informasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan perkembangan global. Selanjutnya dikatakan bahwa pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui otonomi daerah, pengaturan sumberdaya nasional, yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya guna dalam penyelenggaraan pemerintah dan layanan masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah secara merata dan berkeadilan.

Sedangkan pengembangan mengandung konotasi pemberdayaan, kedaerahan, kewilayahan dan atau proses meningkatkan. Pengembangan berarti melakukan sesuatu yang tidak dari nol atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan. Jadi dalam hal pengembangan ekonomi masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat di suatu kawasan telah memiliki kapasitas tetapi perlu ditingkatkan lagi. Meskipun demikian secara hakiki pengertian pengembangan dengan pembangunan umumnya sama dan dapat dipertukarkan. Kedua istilah tersebut diterjemahkan dari kata development (Rustiadi et al., 2007).


(35)

Dengan demikian, dalam penelitian ini istilah pembangunan dan pengembangan dapat dipertukarkan yang dimaknai sebagai upaya untuk mengembangkan ekonomi wilayah perbatasan yang selama ini telah ada, meskipun belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan. Pembangunan atau pengembangan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk melakukan perubahan dalam arti meningkatkan kapasitas ekonomi melalui penentuan prioritas sumberdaya pembangunan (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya sosial dan sumberdaya buatan) agar dapat mengurangi kesenjangan pembangunan dan kemiskinan di wilayah perbatasan.

2.2. Wilayah

Istilah “wilayah”, “kawasan” atau “daerah” sering dipertukarkan penggunaannya dalam beberapa literatur, namun berbeda dalam cakupan ruang, dimana “wilayah” digunakan untuk pengertian ruang secara umum, sedangkan istilah “daerah” digunakan untuk ruang yang terkait dengan batas administrasi pemerintahan (Rustiadi et al., 2007). Selanjutnya dikatakan bahwa wilayah sebagai satu kesatuan ruang secara geografis yang mempunyai tempat tertentu tanpa terlalu memperhatikan soal batas dan kondisinya, sedangkan daerah dapat didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai batas secara jelas berdasarkan juridiksi administratif. Definisi ini hampir sejalan dengan Murty (2000) yang menyatakan bahwa wilayah pada umumnya tidak sekedar merujuk suatu tempat atau area, melainkan merupakan satu kesatuan ekonomi, politik, sosial administrasi, iklim hingga geografis, sesuai dengan tujuan pembangunan atau kajian.

Menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah didefinisikan sebagai ruang yang mempunyai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan/atau fungsional. Kemudian menurut Rustiadi et al. (2007), wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen di dalamnya (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional (memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional). Definisi-definisi tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada batasan spesifik luasan suatu wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat “meaningful” untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.


(36)

Pengertian wilayah berdasarkan tipologinya diklasifikasikan atas 3 bagian, yakni (1) wilayah homogen (uniform); (2) wilayah sistem/fungsional; dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programing region). Ketiga kerangka konsep wilayah ini dianggap lebih mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang telah dikenal selama ini (Rustiadi et al., 2007).

Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Wilayah fungsional atau wilayah sistem ditunjukkan oleh adanya saling ketergantungan antar wilayah yang satu dengan wilayah yang lain, misalnya saling ketergantungan ekonomi (Hoover, 1985). Hal ini dilandasi atas pemikiran bahwa suatu wilayah adalah suatu entitas yang terdiri atas komponen-komponen atau bagian-bagian yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak terpisahkan dalam kesatuan (Rustiadi et al., 2007). Kemudian konsep wilayah administratif politis didasarkan pada suatu kenyataan bahwa wilayah berada dalam satu kesatuan politis yang umumnya dipimpin oleh suatu sistem birokrasi atau sistem kelembagaan dengan otonomi tertentu, sehingga wilayah administratif sering disebut sebagai wilayah otonomi artinya suatu wilayah memiliki otoritas dalam proses pengambilan keputusan dan kebijaksanaan sendiri untuk mengelola sumberdaya-sumberdaya di dalamnya. Misalnya negara, provinsi, kabupaten dan desa/kelurahan. Selain itu, wilayah nasional dipilah berdasarkan fungsi-fungsi tertentu, misalnya: kawasan pengembangan ekonomi terpadu, kawasan perbatasan, dll.

Berdasarkan deskripsi dan definisi wilayah dan pembangunan wilayah/daerah seperti seperti di atas, maka wilayah pembangunan dapat didefenisikan sebagai wilayah tertentu yang secara spasial ditetapkan atau diarahkan untuk perencanaan pembangunan wilayah yang melibatkan interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya lain. Wilayah pembangunan tersebut bisa mencakup wilayah kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan pengembangan ekonomi, kawasan budidaya, kawasan perbatasan negara dan lain sebagainya. Lebih spesifik wilayah pengembangan yang dimaksudkan dalam konteks penelitian ini adalah wilayah Kabupaten TTU yang berbatasan dengan RDTL (district enclave Oekusi).


(37)

Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan konteks tipologi wilayah, wilayah perbatasan dipandang sebagai salah satu wilayah perencanaan, namun karena belum ada lembaga formal yang menangani kawasan perbatasan dan kebijakan-kebijakan lain yang menyertainya masih dalam pembahasan sehingga dalam pelaksanaan pembangunan wilayah perbatasan masih dipandang sebagai wilayah homogen. Oleh karena wilayah di sepanjang perbatasan memiliki kesamaan dalam berbagai aspek terutama dalam aspek politik dan pertahanan keamanan sehingga pembangunannya perlu dilakukan secara bersama di sepanjang perbatasan.

2.3. Wilayah Perbatasan

Nurdjaman dan Rahardjo (2005) menyatakan bahwa perbatasan negara adalah wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berbatasan dengan negara lain, dan batas-batas wilayahnya ditentukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Bappenas (2005) menyatakan bahwa wilayah perbatasan adalah wilayah geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, dimana penduduk yang bermukim di wilayah tersebut disatukan melalui hubungan ekonomi, dan sosio-budaya dengan cakupan wilayah administratif tertentu setelah ada kesepakatan negara yang berbatasan. Kawasan perbatasan Indonesia terdiri atas perbatasan kontinen yang berbatasan langsung dengan negara lain yakni: Malaysia, Papua New Guniea (PNG) dan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) serta perbatasan maritim yang berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietam, Filipina, Repulik Palau, Australia, RDTL, dan PNG.

Selanjutnya dikatakan bahwa pengelolaan perbatasan negara adalah kegiatan pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang secara geografis berbatasan dengan negara tetangga. Setiap kawasan perbatasan memiliki ciri khas masing-masing dan potensi yang berbeda antara satu kawasan dengan kawasan lainnya. Potensi yang dimiliki kawasan perbatasan yang bernilai ekonomis cukup besar adalah potensi sumberdaya alam (hutan, tambang dan mineral, serta perikanan dan kelautan) yang terbentang di sepanjang dan di sekitar kawasan perbatasan. Meskipun demikian, wilayah perbatasan selalu menjadi wilayah


(38)

yang hampir luput dari perhatian pemerintah dalam proses pembangunan sehingga masyarakat wilayah perbatasan menjadi masyarakat yang termarginalkan.

Namun demikian, masih menurut Nurdjaman dan Rahardjo (2005), secara umum kebutuhan dan kepentingan percepatan pembangunan wilayah perbatasan menghadapi tantangan antara lain mencakup delapan aspek kehidupan sebagai berikut: (1) aspek geografis yang meliputi kebutuhan jalan penghubung, landasan pacu dan sarana komunikasi yang memadai untuk keperluan pembangunan wilayah perbatasan antar negara. (2) aspek demografis, yang meliputi pengisian dan pemerataan penduduk untuk keperluan sistem hankamrata termasuk kekuatan cadangannya melalui kegiatan transmigrasi dan pemukiman kembali penduduk setempat; (3) aspek sumberdaya alam (SDA), yang meliputi survei dan pemetaan sumberdaya alam guna menunjang pembangunan dan sebagai obyek yang perlu dilindungi pelestarian dan keamanannya; (4) aspek ideologi, yang meliputi pembinaan dan penghayatan ideologi yang mantap untuk menangkal ideologi asing yang masuk dari negara tetangga; (5) aspek politik, yang meliputi pemahaman sistem politik nasional, terselenggaranya aparat pemerintahan yang berkualitas sebagai mitra aparat hankam dalam pembinaan teritorial setempat; (6) aspek ekonomi, yang meliputi pembangunan kesatuan wilayah ekonomi yang dapat berfungsi sebagai penyangga wilayah sekitarnya; (7) aspek sosial budaya, yang meliputi peningkatan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan yang memadai untuk mengurangi kerawanan di bidang keamanan, serta nilai sosial budaya setempat yang tangguh terhadap penetrasi budaya asing; (8) aspek hankam, yang meliputi pembangunan pos-pos perbatasan, pembentukan sabuk pengamanan (security belt), dan pembentukan kekuatan pembinaan teritorial yang memadai serta perangkat komando dan pengendalian yang mencukupi.

Sedangkan Bappenas (2005) menyatakan bahwa pengelolaan perbatasan negara harus didasarkan pada permasalahan pembangunan di perbatasan. Permasalahan di wilayah perbatasan negara yang membutuhkan penanganan adalah berkaitan dengan beberapa aspek, yakni (1) aspek demarkasi dan deliniasi batas, (2) aspek kesenjangan pembangunan baik dengan wilayah lainnya di Indonesia maupun dengan negara tetangga, (3) aspek politik, hukum dan keamanan.


(39)

Pengelolaan wilayah perbatasan belum terencana dengan baik sehingga menimbulkan kesenjangan pembangunan dan kemiskinan masyarakat wilayah perbatasan. Oleh karena itu, kajian terhadap aspek-aspek tersebut di atas akan memberikan kontribusi yang berarti terhadap pengembangan wilayah perbatasan yang merupakan halaman depan wilayah NKRI. Penelitian ini menekankan pada pengembangan aspek ekonomi wilayah perbatasan sebagai katalisator utama di wilayah perbatasan dengan memanfaatkan aspek SDM, sumberdaya alam, sosial budaya, sumberdaya buatan yang selanjutnya akan dapat menggerakkan dan meningkatkan aspek lainnya di wilayah perbatasan sehingga dapat menjadi solusi bagi pengurangan kesenjangan pembangunan dan kemiskinan di wilayah perbatasan.

Kondisi wilayah kawasan perbatasan darat NTT umumnya masih terbelakang. Hal ini ditunjukkan oleh terbatasnya infrastruktur di wilayah perbatasan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, banyaknya masyarakat miskin di wilayah perbatasan. Dampak selanjutnya adalah terjadinya aktivitas ekonomi lintas batas illegal yang merugikan perekonomian setempat. Selanjutnya menurut Pemerintah Daerah Provinsi NTT isu dan permasalahan pengelolaan perbatasan negara di NTT dan Timor Leste adalah berkaitan dengan beberapa hal, yakni (1) kebijakan dan pendekatan pembangunan, (2) kemiskinan, (3) keterbatasan sarana dan prasarana, (4) hukum dan kelembagaan, (5) pengelolaan daerah aliran sungai dan keamanan, dan (6) kerjasama ekonomi yang belum terjalin dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan pengembangan ekonomi wilayah perbatasan yang dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antara wilayah perbatasan dengan wilayah lainnya dan mengurangi kemiskinan di wilayah perbatasan.

2.4. Kebijakan Pengembangan Wilayah Perbatasan

Pengembangan wilayah perbatasan memerlukan manajemen pengelolaan kawasan perbatasan yang tepat diantaranya berupa koordinasi antar pengambil kebijakan pada berbagai tingkatan baik pusat, provinsi dan kabupaten sehingga perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di wilayah perbatasan dapat menjadi solusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan. Adapun peran dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten serta pihak lainnya menurut Hamid dan Alkadri (2003) seperti tertera pada Tabel 4.


(40)

Tabel 4. Peran pemerintah dan pihak lainnya dalam pengembangan kawasan perbatasan

No Pihak Terkait Peranan

1 Pemerintah pusat Penyusunan kebijakan umum dan fasilitasi dalam hal : -Perluasan jaringan informasi dan telekomunikasi -Pengembangan kerjasama dengan negara tetangga

-Pengembangan infrastruktur & tata ruang wilayah perbatasan

-Pemetaan potensi wilayah perbatasan -Pemasangan patok-patok perbatasan negara 2 Pemerintah

provinsi

Mengkoordinasikan semua rencana kerjasama pengembangan kawasan perbatasan antar kabupaten/kota yang memiliki wilayah perbatasan

3 Pemerintah kabupaten/kota

-Menyusun perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian operasional di kawasan perbatasan yang disesuaikan dengan RTRW nasional.

-Meningkatkan kemampuan masyarakat di kawasan perbatasan

-Merencanakan dan menyelenggarakan forum perencanaan lintas batas antarnegara sesuai dengan kewenangannya -Melaksanakan kegiatan pengelolaan perbatasan antar

negara sesuai dengan kewenangannya

4 Pihak lainnya -Perguruan tinggi diharapkan dapat menjembatani kepentingan pemerintah dengan masyarakat

-LSM diharapkan dapat melakukan pengontrolan demi kepentingan umum

-Swasta diharapkan turut berperan dalam investasi di wilayah perbatasan

-Meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan

Sumber : Hamid dan Alkadri, (2003)

Berdasarkan peran dari setiap tingkatan pemerintahan dan tentunya didasarkan pada kondisi serta permasalahan di wilayah perbatasan tersebut maka dalam RPJM nasional tahun 2004–2009 direncanakan akan dilaksanakan kegiatan-kegiatan pokok untuk memfasilitasi pemerintah daerah di wilayah perbatasan yakni:

1. Penguatan pemerintah daerah dalam mempercepat peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui: (a) peningkatan pembangunan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi, (b) peningkatan kapasitas SDM, (c) pemberdayaan kapasitas aparatur pemerintah dan kelembagaan, (d) peningkatan mobilisasi pendanaan pembangunan;


(41)

2. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana ekonomi di wilayah-wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil melalui, antara lain, penerapan berbagai skema pembiayaan pembangunan seperti: pemberian prioritas dana alokasi khusus (DAK), public service obligation (PSO) untuk telekomunikasi, program listrik masuk desa; 3. Percepatan pendeklarasian dan penetapan garis perbatasan antar negara dengan

tanda- tanda batas yang jelas serta dilindungi oleh hukum internasional;

4. Peningkatan kerjasama masyarakat dalam memelihara lingkungan (hutan) dan mencegah penyelundupan barang, termasuk hasil hutan (illegal logging) dan perdagangan manusia (human trafficking). Namun demikian perlu pula diupayakan kemudahan pergerakan barang dan orang secara sah, melalui peningkatan penyediaan fasilitas kepabeanan, keimigrasian, karantina, serta keamanan dan pertahanan;

5. Peningkatan kemampuan kerjasama kegiatan ekonomi antar kawasan perbatasan dengan kawasan negara tetangga dalam rangka mewujudkan wilayah perbatasan sebagai pintu gerbang lintas negara. Selain itu, perlu pula dilakukan pengembangan wilayah perbatasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berbasis sumberdaya alam lokal melalui pengembangan sektor-sektor unggulan;

6. Peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat, dan penegakan supremasi hukum serta aturan perundang-undangan terhadap setiap pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan.

Selanjutnya dalam pengembangan wilayah Indonesia yang berbatasan dengan negara lain perlu dilakukan zonasi wilayah pengembangan yang didasarkan pada perbedaan jumlah penduduk, ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan, kondisi sosial ekonomi dan budaya sebagaimana dikemukakan oleh Depdagri (2005) bahwa zonasi wilayah pengembangan meliputi: a) program pengembangan wilayah perbatasan bertipologi wilayah perekonomian maju (RI–Malaysia); b) program pengembangan wilayah perbatasan bertipologi wilayah perekonomian menengah (RI–PNG); c) program pengembangan wilayah perbatasan berorientasi freeport zones (RI–Singapura dan RI- Filipina); d) program pengembangan wilayah perbatasan inisiatif baru (RI–RDTL).


(1)

Lampiran 22. Lanjutan

Kode 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0562 0,0718

2 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0160 0,0016

3 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0007 0,0003

4 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0207 0,0006

5 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0087 0,0002

6 0,0001 0,0002 0,0003 0,0089 0,0005 0,0001 0,0009 0,0000 0,0001

7 0,0089 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000

8 0,0000 0,1278 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

9 0,0000 0,0000 0,0167 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

10 0,0000 0,0000 0,0000 0,0108 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

11 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0476 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0037 0,0000 0,0000 0,0000

13 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0878 0,0000 0,0000

14 0,1109 0,0069 0,0052 0,0207 0,0836 0,0153 0,0547 0,0398 0,0000

15 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0051

16 0,0002 0,0001 0,0001 0,0006 0,0001 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000

17 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

18 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

19 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

20 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0196 0,0805

21 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

22 0,0001 0,0001 0,0004 0,0001 0,0001 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000

23 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001

24 0,0307 0,0289 0,0054 0,0126 0,0334 0,0086 0,0693 0,0009 0,0006

25 0,0039 0,0097 0,0038 0,0035 0,0028 0,0006 0,0211 0,0084 0,0178

26 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

27 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

28 0,0035 0,0082 0,0034 0,0030 0,0027 0,0006 0,0184 0,0071 0,0150

29 0,0007 0,0019 0,0008 0,0007 0,0007 0,0001 0,0039 0,0092 0,0033

30 0,0005 0,0014 0,0005 0,0005 0,0004 0,0001 0,0029 0,0012 0,0025

31 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000

32 0,0060 0,0065 0,0033 0,0093 0,0088 0,0023 0,0183 0,0011 0,0006

33 0,0001 0,0000 0,0004 0,0001 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000

34 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

35 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0007 0,0010

36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

37 0,0019 0,0008 0,0005 0,0004 0,0002 0,0001 0,0004 0,0000 0,0001

190 0,1675 0,1924 0,0409 0,0713 0,1810 0,0315 0,2787 0,1906 0,2011

200 0,0051 0,0012 0,0023 0,0332 0,0054 0,0011 0,0062 0,0184 0,0672

201 0,1264 0,1227 0,2468 0,3475 0,1314 0,0368 0,3171 0,2010 0,2581

202 0,6967 0,6362 0,7051 0,5434 0,6748 0,9285 0,3802 0,5563 0,4564

203 0,0028 0,0328 0,0045 0,0030 0,0050 0,0014 0,0121 0,0220 0,0113

204 0,0015 0,0147 0,0006 0,0016 0,0024 0,0007 0,0057 0,0117 0,0060

205 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

209 0,8274 0,8063 0,9569 0,8955 0,8136 0,9674 0,7151 0,7910 0,7317


(2)

Lampiran 22. Lanjutan

Kode 16 17 18 19 20 21 22 23 24

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,5355 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0051 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

3 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

4 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0009 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

5 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0637 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

6 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0031 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

7 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0190 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

8 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0821 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0045 0,0000 0,0004 0,0000 0,0000

10 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0050 0,0000 0,0000

11 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0010 0,0000 0,0021 0,0000 0,0000

12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

13 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0011 0,0000 0,0381 0,0000 0,0000

14 0,1392 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0400 0,0000 0,0000

15 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0015 0,0000 0,0020 0,0000 0,0000

16 0,0000 0,0019 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0248 0,0000 0,0186

17 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0060 0,0000 0,0043

18 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0157 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000

19 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0034 0,0000 0,0000 0,0000 0,0773

20 0,0000 0,0000 0,0000 0,0418 0,0026 0,0000 0,0789 0,0000 0,0000

21 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,2018 0,0181 0,0000 0,0000

22 0,0000 0,0006 0,0015 0,0000 0,0000 0,0002 0,0054 0,0031 0,0138

23 0,0000 0,0000 0,0002 0,0001 0,0016 0,0005 0,0127 0,0082 0,0022

24 0,0000 0,0173 0,0897 0,0013 0,0000 0,0008 0,0189 0,0899 0,0815

25 0,0035 0,0032 0,0078 0,0085 0,0338 0,0452 0,0591 0,0167 0,0800

26 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0015 0,0000

27 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000

28 0,0029 0,0037 0,0082 0,0636 0,0284 0,0382 0,0571 0,0197 0,0712

29 0,0007 0,0008 0,0015 0,0023 0,0063 0,0085 0,0110 0,0031 0,0149

30 0,0005 0,0006 0,0011 0,0020 0,0047 0,0064 0,0083 0,0023 0,0112

31 0,0000 0,0002 0,0005 0,0000 0,0000 0,0003 0,0075 0,0167 0,0052

32 0,0001 0,0198 0,0065 0,0031 0,0002 0,0070 0,0501 0,0072 0,0188

33 0,0000 0,0000 0,0006 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0715 0,0081

34 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

35 0,0002 0,0197 0,0000 0,0014 0,0000 0,0083 0,0137 0,0726 0,0380

36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

37 0,0000 0,0124 0,0001 0,0001 0,0000 0,0002 0,0054 0,0390 0,0010

190 0,1472 0,0804 0,1179 0,1245 0,8146 0,3174 0,4650 0,3518 0,4462

200 0,0059 0,0021 0,0035 0,0348 0,0159 0,0004 0,0803 0,0073 0,0327

201 0,0308 0,1588 0,2033 0,1459 0,0670 0,2369 0,1180 0,1327 0,2121

202 0,8121 0,6776 0,6527 0,6545 0,0986 0,4353 0,3080 0,2815 0,2750

203 0,0005 0,0640 0,0223 0,0322 0,0019 0,0072 0,0136 0,2178 0,0216

204 0,0035 0,0171 0,0003 0,0081 0,0020 0,0027 0,0151 0,0089 0,0124

205 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

209 0,8470 0,9174 0,8786 0,8407 0,1695 0,6822 0,4547 0,6409 0,5211


(3)

Lampiran 22. Lanjutan

Kode 25 26 27 28 29 30 31 32

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 0,0000 0,0001 0,0003 0,0005 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

3 0,0000 0,0002 0,0007 0,0004 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

4 0,0000 0,0087 0,0362 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

5 0,0000 0,0746 0,0923 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

6 0,0000 0,0107 0,0146 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

7 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

8 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

9 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

10 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

11 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

12 0,0000 0,0005 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

13 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

14 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

15 0,0000 0,0206 0,0375 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

16 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

17 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

18 0,0000 0,0135 0,0283 0,0000 0,0057 0,0000 0,0000 0,0000

19 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

20 0,0007 0,2368 0,1644 0,0038 0,0522 0,0001 0,0020 0,0001

21 0,0063 0,0011 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002

22 0,0002 0,0000 0,0000 0,0008 0,0004 0,0002 0,0002 0,0007

23 0,0024 0,0025 0,0002 0,0008 0,0008 0,0053 0,0056 0,0007

24 0,0159 0,0021 0,0007 0,0011 0,0003 0,1128 0,1555 0,0208

25 0,0025 0,0605 0,0585 0,0052 0,0164 0,0012 0,0013 0,0037

26 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

27 0,0000 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

28 0,0157 0,0510 0,0492 0,0061 0,0138 0,0012 0,0022 0,0037

29 0,0007 0,0113 0,0109 0,0010 0,0031 0,0003 0,0010 0,0007

30 0,0006 0,0085 0,0082 0,0013 0,0030 0,0066 0,0005 0,0005

31 0,0070 0,0008 0,0001 0,0022 0,0005 0,0084 0,0321 0,0051

32 0,0143 0,0002 0,0002 0,0112 0,0011 0,0061 0,0004 0,0907

33 0,0015 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0569 0,0090

34 0,0000 0,0039 0,0030 0,2433 0,0062 0,0890 0,0654 0,0733

35 0,0015 0,0018 0,0005 0,0094 0,0001 0,0191 0,0004 0,0294

36 0,0000 0,0024 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

37 0,0001 0,0001 0,0001 0,0881 0,0000 0,0048 0,0033 0,0025

190 0,0694 0,5122 0,5069 0,3757 0,1037 0,2551 0,3268 0,2411

200 0,0011 0,2383 0,1929 0,0052 0,0445 0,0006 0,0020 0,0017

201 0,1807 0,0755 0,1007 0,1273 0,2465 0,1751 0,3035 0,2856

202 0,6499 0,1433 0,1584 0,3890 0,4020 0,4709 0,3157 0,4349

203 0,0484 0,0139 0,0185 0,0934 0,1772 0,0911 0,0434 0,0296

204 0,0506 0,0169 0,0225 0,0093 0,0260 0,0073 0,0087 0,0071

205 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

209 0,9295 0,2495 0,3002 0,6191 0,8518 0,7443 0,6712 0,7572


(4)

Lampiran 22. Lanjutan

Kode 33 34 35 36 37 180

1 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0280

2 0,0000 0,0000 0,0021 0,0000 0,0007 0,0090

3 0,0000 0,0000 0,0009 0,0000 0,0003 0,0009

4 0,0000 0,0000 0,0242 0,0000 0,0038 0,0075

5 0,0000 0,0000 0,1867 0,0000 0,0633 0,0260

6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0006

7 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000 0,0001 0,0007

8 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0037

9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002

10 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0006 0,0001

11 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0006 0,0001

12 0,0000 0,0000 0,0185 0,0000 0,0048 0,0015

13 0,0000 0,0000 0,0020 0,0000 0,0142 0,0009

14 0,0000 0,0002 0,0073 0,0002 0,0029 0,0082

15 0,0000 0,0000 0,0006 0,0000 0,0013 0,0014

16 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0018

17 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004

18 0,0000 0,0000 0,0032 0,0000 0,0011 0,0016

19 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0070

20 0,0138 0,0000 0,0262 0,0000 0,0386 0,0140

21 0,0013 0,0072 0,0049 0,0086 0,0017 0,0031

22 0,0003 0,0028 0,0122 0,0016 0,0038 0,0029

23 0,0007 0,0029 0,0009 0,0035 0,0003 0,0013

24 0,1259 0,0978 0,0186 0,1176 0,0063 0,0341

25 0,0044 0,0167 0,0818 0,0103 0,0341 0,0237

26 0,0001 0,0033 0,0001 0,0026 0,0000 0,0006

27 0,0000 0,0014 0,0000 0,0017 0,0000 0,0003

28 0,0044 0,0161 0,0689 0,0112 0,0287 0,0220

29 0,0008 0,0032 0,0153 0,0027 0,0064 0,0052

30 0,0007 0,0025 0,0114 0,0026 0,0048 0,0035

31 0,0032 0,0063 0,0008 0,0039 0,0003 0,0028

32 0,0448 0,0256 0,0088 0,0308 0,0032 0,0118

33 0,0001 0,0057 0,0052 0,0072 0,0020 0,0036

34 0,0418 0,3377 0,0206 0,1053 0,0000 0,0765

35 0,0183 0,0198 0,0814 0,0155 0,0596 0,0168

36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

37 0,0108 0,0014 0,0063 0,0017 0,0021 0,0061

190 0,2712 0,5507 0,6099 0,3269 0,2858 0,3278

200 0,0121 0,0067 0,0581 0,0039 0,0436 0,0219

201 0,1225 0,3954 0,2049 0,6157 0,3235 0,2311

202 0,4974 0,0142 0,0804 0,0214 0,3141 0,379785

203 0,0583 0,0331 0,0394 0,0320 0,0278 0,03006

204 0,0385 0,0000 0,0072 0,0000 0,0051 0.009398

205 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0

209 0,7167 0,4426 0,3319 0,6692 0,6706 0,65031


(5)

Lampiran 22. Lanjutan

Kode 301 302 303 304 305 (LN) 305 (AP) 309 310 1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0280

2 0,1727 0,0000 0,0000 0,0161 0,0000 0,0515 0,1144 0,0859

3 0,0095 0,0000 0,0000 0,0236 0,0000 0,0650 0,0143 0,0105

4 0,0464 0,0000 0,0000 0,3288 0,0000 0,0035 0,0304 0,0279

5 0,0870 0,0000 0,0000 0,0255 0,0368 0,0205 0,0571 0,0644

6 0,0003 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0002 0,0007

7 0,0054 0,0000 0,0000 0,1769 0,0000 0,0529 0,0106 0,0078

8 0,0093 0,0000 0,0000 0,0349 0,0000 0,0036 0,0064 0,0080

9 0,0013 0,0000 0,0000 0,0022 0,0000 0,0000 0,0008 0,0007

10 0,0002 0,0000 0,0000 -0,0023 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001

11 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0116 0,0015 0,0011

12 0,0112 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0070 0,0062

13 0,0028 0,0000 0,0000 0,0382 0,0000 0,0012 0,0020 0,0022

14 0,0628 0,0000 0,1735 0,1373 0,0000 0,6242 0,1387 0,1014

15 0,0663 0,0000 0,0003 0,0041 0,0000 0,0000 0,0414 0,0293

16 0,0008 0,0000 0,0000 0,0018 0,0000 0,0000 0,0005 0,0021

17 0,0017 0,0000 0,0000 0,0041 0,1860 0,0085 0,0028 0,0023

18 0,0177 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0208 0,0137 0,0108

19 0,0001 0,0000 0,0000 0,0007 0,0000 0,0002 0,0001 0,0071

20 0,0416 0,0000 0,0000 0,0520 0,0000 0,0097 0,0273 0,0323

21 0,0036 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0060 0,0030 0,0051

22 0.0001 0,0000 0,0081 0,0009 0,1568 0,0052 0,0021 0,0044

23 0,0166 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0104 0,0082

24 0.0000 0,0000 0,7143 0,0000 0,0000 0,0000 0,0814 0.0888

25 0,0347 0,0000 0,0479 0,0713 0,2632 0,0498 0,0345 0,0469

26 0,0044 0,0000 0,0000 0,0000 0,0013 0,0001 0,0028 0,0025

27 0,0649 0,0000 0,0000 0,0000 0,0009 0,0001 0,0405 0,0275

28 0,0534 0,0000 0,0403 0,0599 0,2213 0,0419 0,0441 0,0516

29 0,0065 0,0000 0,0089 0,0133 0,0491 0,0093 0,0065 0,0096

30 0,0064 0,0000 0,0067 0,0100 0,0368 0,0070 0,0058 0,0073

31 0.0172 0,0000 0,0000 0,0000 0,0477 0,0074 0,0118 0,0108

32 0,0236 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0148 0,0218

33 0,0223 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0139 0,0130

34 0,0247 1,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,1441 0,1733

35 0,1409 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0880 0.0760

36 0,0039 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0025 0,0017

37 0,0398 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0248 0,0228


(6)

Lampiran 23. Hasil analisa

skalogram

sumber daya buatan per kecamatan di Kabupaten TTU tahun 2006

Infrastruktur pendidikan Infrastruktur kesehatan Infratruktur ekonomi

Kecamatan

TK SD SLTP SLTA SMK PPr Pnpr PPb BP PK Posyandu To Pasar Pdg K Bank

Miomafo Barat V V V V 0 V V V V V V 0 V V V V 14

Miomafo Timur V V V V 0 0 V V 0 V V 0 V V V 0 11

Noemuti 0 V V 0 0 0 V V V V V 0 V V V 0 10

Kota Kefa V V V V V 0 V V V V V V V V V V 15

Insana V V V V V 0 V V V V V 0 V V V V 14

Insana Utara V V V 0 V V 0 V V V V 0 V V V V 13

Biboki Selatan V V V V 0 V V V V V V 0 V V V 0 13

Biboki Utara V V V V 0 V 0 V 0 V V 0 V V V V 12

Biboki Anleu V V V 0 0 V 0 V 0 V V 0 V V V 0 9

Sumber : Data Podes TTU (2006)

Keterangan : PPr = Puskesmas perawatan Pnpr = Puskesmas nonperawatan PPb = Puskesmas Pembantu BP = Balai Pengobatan PK = Puskesmas keliling To = Toko obat

Pdg = Perdagangan K = Koperasi

V = Ada 0 = Tidak ada