Perencanaan Pengembangan Ekonomi Wilayah

Provinsi NTT juga mengusulkan adanya kelembagaan formal yang bertugas mengelola wilayah perbatasan sehingga dapat mengkoordinir kegiatan-kegiatan pembangunan di wilayah perbatasan. c. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sedangkan dalam RPJM Kabupaten TTU tahun 2005–2010 telah ditegaskan bahwa potensi pendapatan di Kabupaten TTU dapat diperoleh dari dibukanya pasar perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi, meskipun belum difungsikan. Selanjutnya Kabupaten TTU juga telah mengembangkan Kota Wini sebagai kota satelit yang salah satu pertimbangannya karena letak Wini yang hanya berjarak 8 km dari Oekusi sehingga Wini dapat pula dijadikan kota transito. Sebagaimana dikemukakan oleh Hamid dan Alkadri 2003 bahwa wilayah perbatasan dapat dikembangkan sebagai model pengembangan kawasan transito, kawasan agropolitan, kawasan wisata. Sedangkan strategi yang dikembangkan dapat berupa pengembangan spasial dan infrastruktur, pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan investasi, pengembangan jaringan regional dan pengembangan komoditas unggulan. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian tentang penentuan komoditas unggulan dan jaringan regional yang dapat meningkatkan interaksi spasial di wilayah perbatasan. Selain itu, pemerintah Kabupaten TTU sebagai daerah otonom merespon dengan melakukan pemekaran kecamatan dari 9 kecamatan menjadi 24 kecamatan sehingga kecamatan di wilayah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste berjumlah 5 kecamatan semula 3 kecamatan dengan maksud mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Pemekaran kecamatan juga secara ekonomi dapat dimaknai sebagai upaya pemerintah dalam hal menciptakan daerah pertumbuhan baru yang dapat meningkatkan interaksi antar sektor di wilayah tersebut sebagaimana dikatakan oleh Losch dalam Rustiadi et al.2007.

2.5. Perencanaan Pengembangan Ekonomi Wilayah

Pembangunan wilayah perbatasan sebagai suatu proses perubahan tidak akan bisa lepas dari perencanaan yang merupakan suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik material maupun non fisik mental dan spiritual, dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik Riyadi dan Bratakusumah, 2003. Selanjutnya dikatakan bahwa perencanaan pembangunan wilayah dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungan dalam wilayahdaerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumberdaya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang menyeluruh, lengkap tetapi berpegang pada azas prioritas. Perencanaan pembangunan terdiri dari empat tahapan, yakni: a perencanaan, b organizing, c pelaksanaan rencana, d pengendalian pelaksanaan rencana dan evaluasi pelaksanaan rencana. Suatu perencanaan pembangunan yang baik harus didasarkan pada data dan fakta yang tepat sehingga dapat menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan. Kondisi wilayah perbatasan sebagai bagian dari wilayah NKRI memiliki keunikan karena selalu dipengaruhi oleh wilayah negara lainnya sebagai dampak dari interaksi dengan wilayah negara lainnya baik legal maupun ilegal dengan berbagai tantangan pengembangan seperti aspek geografis, demografis, SDA, sosial budaya, ekonomi, ideologi, politik dan hankam. Wilayah perbatasan umumnya termarginalkan dan masih terbelakang sehingga berdampak pada kesenjangan pembangunan dan kemiskinan di wilayah perbatasan yang diakibatkan oleh minimnya infrastruktur wilayah perbatasan, buruknya kinerja agribisnis akibat terbatasnya perkembangan sektor off-farm. Kesenjangan pembangunan merupakan suatu kondisi ketidakberimbangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah. Ketidakberimbangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah lazim ditunjukkan dengan perbedaan pertumbuhan antar wilayah. Kesenjangan pertumbuhan antar wilayah tersebut sangat tergantung pada perkembangan struktur ekonomi dan struktur wilayah yakni perkembangan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi seperti sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi, telekomunikasi, air bersih, penerangan serta keterkaitan antar sektor dan antar wilayah yang didukung oleh kualitas sumberdaya manusia yang memadai serta kelembagaan yang baik Rustiadi et al., 2007. Sedangkan definisi dan kriteria kemiskinan secara nasional masih sangat sulit ditentukan, diperlukan kajian yang dapat mengakomodasikan berbagai permasalahan kemiskinan yang kompleks baik dari segi ekonomi, budaya, sosial, psikologik, dan geografik yang sangat bervariasi di Indonesia. Namun demikian, beberapa ukuran kemiskinan yang dikembangkan dan digunakan di Indonesia, yakni: 1 Biro Pusat Statistik BPS yang mengukur tingkat kemiskinan berdasarkan jumlah rupiah yang dikeluarkan rumahtangga untuk konsumsi, yakni berupa konsumsi makanan kurang dari 2.100 kalori per orang per hari dan konsumsi non makanan. 2 Bank Dunia mengukur kemiskinan didasarkan pada pendapatan seseorang kurang dari US1 per hari 3 Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN yang mengukur kemiskinan berdasarkan kriteria keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I. 4 UNDP memperkenalkan pendekatan human development index indeks pembangunan manusia yang mencakup dimensi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan UNDP et al., 2004. Kesenjangan pembangunan dan kemiskinan tidaklah terjadi dengan sendirinya tetapi disebabkan oleh berbagai faktor, sebagaimana dikemukakan oleh Tambunan 2003 antara lain: a konsentrasi kegiatan ekonomi hanya berada pada wilayah tertentu, b alokasi investasi yang terkonsentrasi pada wilayah tertentu, c mobilitas faktor produksi yang rendah, d perbedaan sumberdaya alam pada setiap daerah, e perbedaan kondisi demografisSDM antar wilayah, f perdagangan output yang terhambat. Sedangkan penyebab kemiskinan menurut USAID 2005 adalah karena a adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya dalam kuantitas dan kualitas, b adanya perbedaan kualitas sumberdaya manusia sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas, c adanya perbedaan akses terhadap modal. Merujuk pada hal tersebut, penyebab kesenjangan pembangunan dan kemiskinan di wilayah perbatasan adalah karena sumber daya pembangunan yang terbatas, dalam arti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya sosial dan sumberdaya buatan yang terbatas. Selain itu, belum dikelolanya sumberdaya pembangunan dengan tepat karena perencanaan pembangunan yang kurang tepat. Perencanaan pengembangan ekonomi wilayah mengandung dimensi pengendalian ekonomi untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu. Variabel yang dikendalikan adalah berupa pertumbuhan penduduk, pengangguran, produksi, inflasi, dan lain sebagainya. Variabel-variabel tersebut dikendalikan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan pembangunan. Namun demikian, masalah umum yang sering dipertanyakan berkaitan dengan perencanaan pengembangan ekonomi wilayah adalah bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah terhadap tingkat produksi dan distribusi pendapatan. Hal ini menjadi tugas dari analis pengembangan wilayah untuk membantu merumuskan kebijakan pengembangan ekonomi wilayah secara tepat. Pembangunan wilayah perbatasan merupakan upaya spesifik dalam rangka mendorong pemanfaatan seluruh potensi wilayah yang ada. Oleh karena itu, dibutuhkan pembangunan infrastruktur di perdesaan yang memungkinkan bisnis di perdesaan mudah mengakses pasar input dan pasar output dengan biaya transaksi yang lebih rendah sehingga dapat meningkatkan perkembangan ekonomi. Selanjutnya melalui pembangunan infrastruktur juga dapat mengoptimumkan pemanfaatan dan mobilisasi sumberdaya sebagai wujud distribusi sumberdaya sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Selain itu, dapat pula meningkatkan pemerataan, keberimbangan, keadilan, dan keberlanjutan maka dibutuhkan penataan ruang Rustiadi et al., 2007. Selanjutnya dikatakan bahwa setidaknya terdapat dua unsur penataan ruang, yakni unsur pertama terkait dengan proses penataan fisik ruang dan unsur kedua adalah unsur institusionalkelembagaan penataan ruang non fisik. Unsur fisik penataan ruang mencakup: 1 penataan pemanfaatan ruang; 2 penataan strukturhirarki pusat-pusat wilayah aktivitas sosial ekonomi; 3 pengembangan jaringan keterkaitan antar pusat- pusat aktivitas; dan 4 pengembangan infrastruktur. Sedangkan unsur non fisik mencakup aspek-aspek organisasi penataan ruang dan aspek-aspek mengenai aturan- aturan main penataan ruang.

2.6. Perencanaan Partisipatif