Tinjauan Penelitian Terdahulu Kajian Pengembangan Ekonomi Wilayah Perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara dengan District Enclave Oekusi

dalam penggunaan lahan, perubahan struktur ruang, perubahan pergerakan arus orang dan barang. Sedangkan pendekatan regional saja juga tidak cukup karena analisisnya akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup detil untuk membahas sektor per sektor apalagi komoditas per komoditas, misalnya komoditas apa yang dikembangkan luas, pasar, input, perilaku pesaing.

2.12. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan wilayah perbatasan di Indonesia masih sedikit karena berbagai pertimbangan diantaranya tidak menarik untuk diteliti karena kurang memberikan kontribusi terhadap perekonomian negara, penyediaan data wilayah perbatasan yang terbatas dan resiko kegagalan penelitian yang tinggi karena wilayah perbatasan umumnya kurang kondusif. Belum lagi sumberdaya manusia wilayah perbatasan yang rendah sehingga tidak mampu memperjuangkan hak-hak mereka untuk memperoleh perlakuan yang sama sebagai anak kandung ibu pertiwi. Namun demikian, ada beberapa penelitian di wilayah perbatasan yang dapat dijadikan rujukan. Rustiadi dan Pribadi 2006 mengatakan bahwa dalam perspektif keterkaitan wilayah, kemiskinan di suatu tempat misalnya: di wilayah perbatasan akan sangat berbahaya bagi wilayah lainnya, oleh karenanya kesejahteraan di suatu tempat harus didistribusikan secara berkeadilan ke seluruh wilayah. Kinerja pembangunan wilayah perbatasan, umumnya belum dapat diukur secara komprehensif mengingat adanya keterbatasan informasi mengenai wilayah perbatasan. Namun berdasarkan data PDRB 20 kabupaten wilayah perbatasan diketahui bahwa sumbangan PDRB 20 kabupaten tersebut sebesar 2,22 dari total PDRB nasional. Umumnya masyarakat di 20 kabupaten wilayah perbatasan bekerja di sektor pertanian dimana 82,17 rumahtangga bekerja di sektor pertanian yang umumnya didominasi oleh rumahtangga prasejahtera sebanyak 55,18 dan rumahtangga miskin sebanyak 39,21 dari total rumahtangga di wilayah perbatasan. Yagung 2006 dalam penelitiannya yang berjudul Alternatif Pembangunan Wilayah Perbatasan Kalimantan Timur Studi Kasus Kecamatan Krayan menyatakan bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia melalui pendidikan formal dan informal dengan sumber dana yang diperoleh dari kegiatan ekonomi yang memanfaatkan sumber daya alam di daerah perbatasan yang dapat meningkatkan produksi komoditi unggulan antara lain: perkebunan, tanaman bahan makanan, peternakan dan jasa pariwisata serta pentingnya peningkatan mutu infrastruktur transportasi sebagai pendukung sehingga kesejahteraan masyarakat akan mengalami peningkatan. Penelitian dengan tema yang sama yang dilakukan oleh Apdyllah 2006 di perbatasan Indonesia - Malaysia Studi Kasus Pulau Karimun Kecil, Kepulauan Riau menyatakan bahwa kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar memerlukan perangkat hukum dan kelembagaan yang kuat guna menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemanfaatannya. Selanjutnya, strategi pengelolaan Pulau Karimun Kecil sebagai pulau terluar adalah sebagai berikut: 1 pengembangan pulau untuk konservasi dan pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan tangkap, 2 penegasan batas laut Indonesia dan Malaysia yang belum jelas di Selat Malaka, 3 Pembangunan pos dan penetapan petugas keamanan perairan di pulau Karimun Kecil, 4 pembangunan sarana pelabuhan laut dan perhubungan laut. Samudra 2005 dalam penelitiannya mengenai kajian pengelolaan Pulau Sebatik sebagai pulau kecil perbatasan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur secara terpadu, berkelanjutan dan berbasis masyarakat menyatakan bahwa alternatif strategi pengelolaan sumberdaya Pulau Sebatik berdasarkan analisis SWOT meliputi 9 komponen utama yakni: 1 panduan pembangunan dan penyusunan tata ruang, 2 optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan 6 mil laut, 3 pengembangan kapasitas SDM lokal, 4 keberpihakan pemerintah pusat dan daerah, 5 peningkatan koordinasi dan kerjasama secara terpadu, 6 pengawasan perairan dan penegakan hukum, 7 pengembangan Pulau Sebatik sebagai pulau kecil perbatasan dalam kerangka NKRI, 8 pemanfaatan sumberdaya pascapanen, 9 pengembangan mata pencaharian alternatif. Penelitian dengan tema yang sama pada kawasan perbatasan dilakukan oleh Suryansyah 2005 menyatakan bahwa teknologi perikanan dan kelautan yang akan digunakan untuk pengembangan pulau kecil perbatasan memiliki kriteria: 1 harus ada tenaga terampil yang dapat mengoperasikan teknologi, 2 dapat diterima masyarakat setempat dan tidak bertentangan dengan adat–istiadat atau peraturan desa, 3 hemat energi, 4 adanya ketersediaan bahan baku lokal atau minimal dapat diakses, 5 ramah lingkungan, 6 umur teknis teknologi panjang, 7 sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal, 8 adanya manajemen teknologi, 9 pemeliharaan teknologi dapat dilakukan secara lokal, 10 adanya kebijakanperaturan lokal dalam pemanfaatan teknologi, 11 transportasi dan teknologi. Penelitian yang dilakukan oleh Haba dan Siburian LIPI, 2006 mengenai potensi ekonomi, sosial budaya masyarakat perbatasan RI dan RDTL sebagai pengembangan standar hidup, menyatakan bahwa pembangunan wilayah perbatasan harus berorientasi ke dalam dan luar negeri sehingga tidak menimbulkan kecemburuan tetapi sebaliknya kedua wilayah dapat mengambil manfaat dari pembangunan wilayah perbatasan dengan memanfaatkan potensi ekonomi lokal dan sumberdaya manusia. Selanjutnya dikatakan bahwa pengembangan wilayah perbatasan membutuhkan organisasi pelaksana yang menangani pengembangan wilayah perbatasan dengan melaksanakan program–program intervensi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan. Semua kegiatan yang mengarah pada peningkatan ekonomi harus didukung oleh fasilitas, aksesibilitas dan kelembagaan serta kebijakan yang kondusif bagi pengembangan usaha. Oleh karena itu, pemerintah perlu menentukan komoditi unggulan yang patut dikembangkan agar dapat menjawab kebutuhan pasar di wilayah perbatasan sehingga dapat berdampak positif terhadap perkembangan ekonomi wilayah perbatasan. Selanjutnya dikatakan bahwa beberapa langkah yang dapat dilaksanakan adalah: 1 penguatan pusat pertumbuhan sebagai pendukung kebutuhan pasar perbatasan, 2 penguatan kota-kota atau wilayah-wilayah penghasil komoditi yang dapat menjamin distribusi, 3 pengembangan berbagai fasilitas yang diperlukan seperti lembaga keuangan, informasi pasar, jasa teknologi, kelembagaan ekonomi dan transportasi, 4 kajian kebutuhan pasar di Timor Leste maupun di wilayah NTT, 5 penguatan pasar lokal sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi lokal Savitri, dkk dalam LIPI, 2006. Oleh karena itu, penelitian yang relevan untuk mendukung dan mempertajam hasil-hasil penelitian terdahulu serta dapat dijadikan sebagai rekomendasi dalam pengambilan kebijakan adalah berkaitan dengan pengembangan ekonomi wilayah perbatasan. Penelitian ini menekankan pada persepsi stakeholder berkaitan dengan penentuan prioritas pembangunan yang dipadukan dengan analisis keterkaitan antar sektor tanpa mengesampingkan interaksi dengan district enclave Oekusi dengan memanfaatkan sumberdaya pembangunan wilayah perbatasan dalam rangka memberikan solusi terhadap kesenjangan pembangunan dan kemiskinan di wilayah perbatasan. III METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran