Agropolitan Kajian Pengembangan Ekonomi Wilayah Perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara dengan District Enclave Oekusi

sebagai kawasan transito sangat dimungkinkan karena Kabupaten TTU merupakan wilayah yang dilintasi oleh diplomat asing maupun masyarakat TL yang ingin bepergian ke wilayah district Oekusi yang enclave atau sebaliknya. Pengembangan kawasan transito dilakukan dengan meningkatkan sumberdaya manusia, menyiapkan infrastruktur transito seperti perhotelan dan restoran baik internasional maupun lokal yang menyediakan komoditas-komoditas unggulan lokal yang dapat diandalkan serta kawasan tertentu untuk dijadikan tempat wisata. 4 Kawasan Wisata Kebijakan pariwisata di Indonesia adalah menjaga Indonesia sebagai tujuan wisata domestik dan mancanegara untuk berbagai tujuan. Pembangunan wisata dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan pembangunan dan memperkaya keragaman budaya nasional. Pengembangan pariwisata diharapkan dapat membangun wilayah- wilayah yang unik dan indah di Indonesia yang tidak memiliki sumberdaya lainnya. Model pengembangan wisata dimaksudkan untuk a mengintegrasikan wisata dengan konservasi; b model untuk menekan biaya pembangunan; c sarana pendidikan bagi masyarakat untuk lebih mencintai lingkungan dan budaya; d pembangunan berkelanjutan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Kabupaten TTU memiliki beberapa potensi ekowisata seperti kawasan wisata Tunbaba raya Miomafo Timur, Mutis-Timau Miomafo Barat, kawasan wisata bahari seperti Tanjung Bastian Insana Utara, dan kawasan wisata budaya seperti rumah adat Nilulat Miomafo Timur dan Mumi Tola Miomafo Barat serta kawasan wisata lainnya yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten TTU sejumlah 22 daerah tujuan wisata. Kawasan-kawasan wisata tersebut bila diberi sentuhan teknis dan manajemen yang profesional akan menjadikan Kabupaten TTU sebagai daerah tujuan wisata yang cukup menjanjikan dan akan menarik serta mendorong usaha-usaha ekonomi produktif lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan PAD.

2.9. Agropolitan

Rustiadi dan Pranoto 2007 mengatakan bahwa suatu kawasan agropolitan dicirikan oleh kegiatan masyarakat di suatu kawasan yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan terintegrasi. Penerapan konsep agropolitan harus didahului dengan mempersiapkan hal-hal berikut: 1 identifikasi potensi sumberdaya yang dimiliki suatu wilayah, 2 kemudahan transportasi sehingga hubungan interaksi dengan luar dapat berjalan dengan baik, 3 memfungsikan wilayah sebagai pusat perdagangan maupun transit bagi pihak-pihak yang melakukan perdagangan. Pada intinya, pusat-pusat wilayah perdesaan harus mampu menciptakan suatu programproyeksumber produksiinvestasisabuk ekonomi yang mampu menghidupi masyarakat wilayahnya. Kapital yang ditanam di sana, diputar, dan memberikan multiplier secara lokal. Untuk menghindari kebocoran wilayah regional leakages diperlukan adanya kemampuan kelembagaan lokal dengan difasilitasi oleh pemerintah yang mengarah kepada pembentukan struktur insentif dan disinsentif yang dapat mendukung penanaman dan terjadinya akumulasi modal di tingkat daerah atau lokal. Rustiadi dan Dardak 2008 mengatakan bahwa berdasarkan skala nilai strategisnya, agropolitan dapat diklasifikasikan menjadi 3 yakni: a agropolitan kabupaten, b agropolitan provinsi, c agropolitan nasional yang memiliki nilai strategis secara nasional karena berada pada kawasan perbatasan dan kawasan tertinggal nasional. Selanjutnya Rustiadi dan Pranoto 2007 mengatakan bahwa penetapan suatu kawasan menjadi kawasan agropolitan didasarkan pada kriteria-kriteria berikut: 1. Memiliki komoditas dan produk olahan pertanian unggulan. Komoditas pertanian unggulan yang dimaksud seperti tanaman pangan jagung, padi, hortikultura sayur-mayur, bunga, buah-buahan, perkebunan, perikanan daratlaut, peternakan. 2. Memiliki daya dukung dan potensi fisik yang baik yang berarti daya dukung lahan untuk pengembangan agropolitan harus sesuai syarat pengembangan jenis komoditi unggulan yang meliputi: kemiringan lahan, ketinggian, kesuburan lahan, dan kesesuaian lahan. 3. Luas kawasan dan jumlah penduduk yang memadai sehingga memperoleh hasil produksi yang dapat memenuhi kebutuhan pasar secara berkelanjutan dan mencapai skala ekonomi. 4. Tersedianya dukungan sarana dan prasarana pemukiman dan produksi yang memadai untuk mendukung kelancaran usahatani dan pemasaran hasil produksi. Prasarana dan sarana tersebut antara lain adalah jalan poros desa, pasar, irigasi, terminal, listrik dan sebagainya. Berkaitan dengan syarat dan kriteria pengembangan suatu kawasan menjadi kawasan agropolitan maka dapat diklasifikasikan tipologi kawasan agropolitan berdasarkan agroekosistem, potensi unggulan dan pemukiman. Perincian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3. TIPOLOGI Agroekosistem Potensi Unggulan Permukiman 1. Pesisir pantai 2. Dataran rendah 3. Dataran tinggi Komoditas primer Sistem pengolahan Distribusi dan pasar Penunjang 1. tanaman pangan 2. tanaman hortikultura 3. perkebunan 4. peternakan 5. perikanan 6. perhutani 7. wanapolitan 8. Agrowisata 1. sorting paking 2. industri olahan makanan 3. Industri olahan non makanan 1.pusat-pusat pengumpul distribusi skala kecillokal 2. pusat- pusat pengumpul skala sedang 3.Sub terminal agribisnis 1. kios toko saprotan 2. Lembaga keuangan 1. Monosentrik 2. Polisentrik 3. Network tanpa pusat Skala Agropolis 1. Desa pusat pertumbuhan 2. Pusat kegiatan lokal 3. Kota kecil menengah Komoditas primer produk olahan unggulan Gambar 3. Bagan tipologi kawasan agropolitan Rustiadi dan Pranoto, 2007 Penetapan tipologi kawasan agropolitan yang tepat diharapkan dapat mengikutsertakan pembangunan kapasitas lokal dan partisipasi masyarakat dalam suatu program yang menumbuhkan manfaat mutual bagi masyarakat perdesaan dan perkotaan Douglas dalam Rustiadi dan Pribadi, 2007. Melihat kota-desa sebagai situs utama untuk fungsi-fungsi politik dan administrasi, pengembangan agropolitan di banyak negara lebih cocok dilakukan pada skala kecamatan atau dalam beberapa kecamatan. Pengembangan kawasan agropolitan dengan luasan atau skala kecamatan akan memungkinkan hal-hal sebagai berikut: 1 akses lebih mudah bagi rumahtangga atau masyarakat perdesaan untuk menjangkau kota, 2 cukup luas untuk meningkatkan atau mengembangkan wilayah pertumbuhan ekonomi dan cukup luas dalam upaya pengembangan diversifikasi produk dalam rangka mengatasi keterbatasan-keterbatasan pemanfaatan desa sebagai unit ekonomi, 3 pengetahuan lokal mudah diinkorporasikan dalam proses perencanaan jika proses itu dekat dengan produsen perdesaan.

2.10. Sektor Basis, Sektor Unggulan dan Leading Sector