I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Luas perkebunan karet secara nasional tahun 2005 adalah 3,3 juta hektar, dan 85 persen diantaranya merupakan perkebunan rakyat. Sisanya 15
persen merupakan perkebunan besar. Jumlah produksi sekitar 1,9 juta ton T.Kustoeb, 2006. Perkembangan luas areal dan produksi perkebunan karet
Indonesia disajikan pada tabel 1. Pada tahun 1999, areal tanaman kelapa di Indonesia tercatat seluas 3,712 juta ha, didominasi oleh perkebunan rakyat
96,6 dan oleh perusahaan perkebunan besar 3,4. Tabel 2 menyajikan perkembangan luas areal dan produksi perkebunan kelapa di Indonesia.
Tabel 1. Luas areal dan produksi perkebunan karet seluruh Indonesia menurut pengusahaan
Luas Areal Ha Produksi ton
Tahun
PR PBN PBS
total PR PBN PBS
total 2003 2.772.490
241.625 275.997 3.290.112 1.396.244 1 91.699 204.405 1.792.348
2004 2.747.899 239.118 275.250 3.262.267 1.662.016 1
96.088 207.713 2.065.817 2005 2.767.021
237.612 274.758 3.279.391 1.838.670 2 09.837 222.384 2.270.891
2006 2.796.251 237.869 275.352 3.309.472 1.916.538
2 18.724 231.802 2.367.064
2007 2.840.991 241.675 279.758 3.362.424 1.986.382 226.695 240.250 2.453.32
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2007 Keterangan : angka sementara
angka sangat sementara
Potensi ketersediaan serat sabut kelapa untuk dikonversi menjadi produk komersial cukup besar. Dari produksi buah kelapa nasional rata-rata
sebanyak 15,5 milyar butir pertahun, dapat diperoleh serat sabut kelapa sekitar 1,8 juta ton Allorerung et al., 2005 dalam Martini, 2007. Sejauh ini, industri
rakyat masih memanfaatkan sabut kelapa untuk membuat keset, tali, sapu, anyaman, dan bahan bakar.
Oleh karena sebagian perkebunan karet dan kelapa merupakan perkebunan rakyat maka perlu digalakkan suatu usahatani yang mampu
meningkatkan pendapatan petani rakyat. Usahatani merupakan tumpuan
sebagian besar petani di Indonesia. Namun hingga saat ini kegiatan ini belum mampu meningkatkan pendapatan petani secara riil. Dalam keseluruhan mata
rantai kegiatan ekonomi di sektor pertanian dan perkebunan, kegiatan usahatani memiliki nilai tambah yang paling kecil. Karena itu dalam upaya
meningkatkan pendapatan petani sekaligus meningkatkan kesempatan kerja dan ekspor, maka perlu pengalihan pandangan dalam pembangunan pertanian
dan perkebunan dengan menempatkan kegiatan hilir, yaitu agroindustri pengolahan dan perdagangan pemasaran sebagai penggerak ekonomi
pertanian dan perkebunan. Tabel 2. Luas areal dan produksi perkebunan kelapa seluruh indonesia menurut
pengusahaan
Luas Areal Ha Produksi ton
Tahun
PR PBN PBS
total PR PBN
PBS total
2003 3.785.343 5.838 121.949 3.913.130 3.136.360 2.629 115.865 3.254.854
2004 3.723.879 4.883 68.242 3.797.004 3.000.839 4.489 49.183 3.054.511
2005 3.735.838 6.127 61.649 3.803.614 3.052.461 3.659 40.724 3.096.845
2006 3.749.844 6.148 61.804 3.817.796 3.112.040 3.672 41.164 3.156.876
2007 3.763.472 6.170 62.029 3.831.671 3.162.655 3.731 41.834 3.208.220
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2007 Keterangan : angka sementara
angka sangat sementara PR : perkebunan Rakyat
PBN : perusahaan besar Negara PBS : perusahaan besar swasta
Pemberian bekal pengetahuan praktis untuk mengolah hasil perkebunan kepada para petani bermanfaat untuk meningkatkan penghasilan
petani sekaligus menggerakkan perekonomian. Salah satu proses pengolahan sumber daya alam yang dapat ditawarkan oleh lembaga penelitian dan telah
siap dikomersialkan adalah pengolahan serat sabut kelapa berkaret.
Kombinasi bahan baku karet dan sabut kelapa dapat memberikan nilai tambah bagi kedua komoditas tersebut. Serat sabut kelapa berkaret berfungsi
sebagai bahan berpegas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif lain dari busa karet alam maupun busa sintetis. Sebutret yang merupakan sebutan
lain dari serat sabut kelapa berkaret, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan jok kursi dan kasur pada industri furniture dan industri mobil.
Keunggulan sebutret dibandingkan dengan busa karet alam maupun busa sintetis adalah relatif ringan, bersifat sejuk dan dingin karena terbuat dari
bahan alami dengan rongga yang lebih besar. Kelebihan lainnya yaitu tahan terhadap air dan bakteri karena serat-serat yang membentuk jaringan, diikat
dan dibalut lapisan karet, tidak banyak menampung debu, tidak berisik karena mampu meredam bunyi, mempunyai elastisitas kepegasan yang baik, dan
kerapatan densitasnya dapat divariasi Sinurat, 2003. Sebutret ini juga lebih ramah terhadap lingkungan dibandingkan dengan busa sintetis yang dapat
menghasilkan gas berbahaya isosianat untuk kesehatan Maspanger, et al., 2005.
Salah satu pemanfaatan sebutret adalah sebagai bahan baku produksi kasur. Karet bukan penghantar panas yang baik, sehingga waktu vulkanisasi
optimum tergantung pula pada ketebalan barang yang divulkanisasi. Oleh sebab itu, waktu vulkanisasi optimum perlu ditetapkan untuk ketebalan
vulkanisat tertentu Kusnata, 1976. Proses vulkanisasi merupakan salah satu tahapan proses penting dalam
pembuatan sebutret. Vulkanisasi merupakan reaksi kimia antara karet dengan belerang sehingga membentuk ikatan silang dan menghasilkan struktur tiga
dimensi Bhuana, 1990. Kondisi vulkanisasi yang tidak tepat akan menyebabkan vulkanisat kurang matang atau lewat matang Laporan tahunan,
1985. Proses vulkanisasi dilakukan untuk memperbaiki sifat karet agar barang yang dihasilkan lebih elastis dan lebih kuat.
Beberapa parameter yang berhubungan dengan proses vulkanisasi adalah suhu dan waktu. Sebutret merupakan produk komposit antara karet dan
serat kelapa. Karet yang digunakan untuk produk ini lebih dari 50 bobot keseluruhan produk. Perlu adanya suatu penelitian yang mengkaji pengaruh
suhu dan waktu vulkanisasi pada pembuatan produk sebutret, terutama untuk produk yang tebal seperti kasur. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
menjadi acuan untuk proses pembuatan sebutret yang tebal dalam skala industri.
1.2. TUJUAN