6.00 10.00 14.00 PERBANDINGAN SIFAT FISIK KASUR DARI SEBUTRET DENGAN BUSA KARET ALAM DAN BUSA POLIURETHAN

massa tidak dijadikan parameter yang penting dalam pengambilan keputusan. Lateks dengan viskositas yang tinggi 58,90 cp, setelah menjadi kompon dengan pemeraman tiga hari maka viskositasnya akan naik dengan drastis menjadi 93,47 cp Indriati, 2004. Tingginya viskositas ini akan menyebabkan penyumbatan selama penyemprotan yang akan berakibat berkurangnya efisiensi proses penyemprotan. Hal inilah yang mengakibatkan keragaman jumlah kompon yang tersemprot.

4.2.2. Pampatan Tetap 50

Salah satu pengujian elastisitas suatu produk karet adalah dengan uji pampatan tetap. Pampatan tetap pada suhu ruang untuk vulkanisasi selama 60 menit pada suhu 95-105 o C sebesar 16,22 . Nilai ini adalah nilai tertinggi dari semua pengamatan. Hal ini dapat terjadi karena proses terbentuknya ikatan silang belum sempurna. Pada suhu vulkanisasi 95-105 o C terjadi penurunan nilai pampatan tetap pada menit ke 70 yaitu sebesar 14,60. Diduga bahwa 70 menit pada suhu 95-105 o C adalah waktu optimum vulkanisasi. Gambar 19 menunjukkan data hasil uji pampatan tetap suhu ruang.

0.00 2.00

4.00 6.00

8.00 10.00

12.00 14.00

16.00 18.00

60 70 80 90 100 W ak tu vu l k an i sasi me n i t P am p at an t e ta p Suhu vulkanis as i 9 5-10 5 C Suhu vulkanis as i 10 5-115 C Gambar 19. Pengaruh waktu dan suhu vulkanisasi terhadap pampatan tetap suhu ruang produk sebutret Sifat elastisitas suatu barang jadi karet ditimbulkan karena adanya ikatan silang antar partikel karet. Ikatan silang ini terjadi karena adanya proses vulkanisasi. Sifat pampatan tetap seharusnya dipengaruhi oleh besar suhu vulkanisasi dan lamanya vulkanisasi, karena sifat pampatan tetap 50 dipengaruhi oleh kekenyalan. Kekenyalan dipengaruhi oleh sempurna tidaknya proses vulkanisasi Aprianita et al, 1985. Hasil uji anova α=0,05 menyatakan bahwa nilai pampatan tetap pada suhu ruang produk sebutret tidak dipengaruhi oleh waktu dan suhu vulkanisasi. Seharusnya ada pengaruh waktu vulkanisasi pada sifat pampatan tetap suatu barang jadi karet ataupun lateks. Perbedaan nyata dari sifat pampatan tetap suhu ruang pada perlakuan dua faktor yaitu suhu dan waktu vulkanisasi belum dapat terlihat jelas, untuk itu dilakukan pengujian pampatan tetap pada suhu 70 o C. Kondisi vulkanisasi yang tidak tepat akan menyebabkan vulkanisat kurang matang atau lewat matang Laporan Tahunan, 1985. Pada suhu tertentu akan didapat waktu optimum proses vulkanisasi. Apabila waktu pemanasan kurang dari waktu optimum itu maka ikatan silang yang terjadi belum optimal sehingga akan mempengaruhi sifat barang jadi karet maupun lateks. Tetapi apabila waktu pemanasan yang diberikan melebihi waktu yang optimum maka akan terjadi over vulkanisasi, yaitu terputusnya ikatan silang maupun ikatan dalam polimer karet itu sendiri. Over vulkanisasi ini terlihat secara visual yaitu dengan timbulnya sifat lengket pada karet. Pada range perlakuan lama waktu yang diberikan belum menunjukkan gejala kelengketan. Nilai pampatan tetap sesudah aging pada suhu 70 o C selama 22 jam mengalami kenaikan jika dibanding nilai pampatan tetap pada suhu ruang. Hal ini merupakan indikasi penurunan elastisitas. Data hasil uji pampatan tetap suhu 70 o C dapat dilihat pada Gambar 20. 0 . 0 0 5 . 0 0 10 . 0 0 15 . 0 0 2 0 . 0 0 2 5 . 0 0 3 0 . 0 0 3 5 . 0 0 4 0 . 0 0 6 0 7 0 8 0 9 0 10 0 W ak tu Vu l k an i sasi me n i t P am p at an T e tap Suhu vulkanis as i 9 5-10 5 C Suhu vulkanis as i 10 5-115 C Gambar 20. Pengaruh Waktu Dan Suhu Vulkanisasi Terhadap Pampatan Tetap Suhu 70 o C Produk Sebutret Nilai terendah pampatan tetap sesudah aging adalah 27,72 yaitu pada pemanasan suhu 105-115 o C selama 60 menit. Pada perlakuan ini, diduga jumlah ikatan sulfida sudah optimum sehingga apabila diberi perpanjangan waktu vulkanisasi, yang terjadi adalah terputusnya ikatan silang. Nilai tertinggi adalah 37,10 yaitu pada vulkanisasi selama 90 menit suhu 95-105 o C. Nilai pampatan tetap yang tinggi diduga pada vulkanisat dengan waktu vulkanisasi yang lama terjadi reversi ikatan polisulfida yang kurang tahan terhadap proses oksidasi. Pada penelitian ini, terdapat perbedaan signifikan yang ditimbulkan oleh lama waktu vulkanisasi terhadap nilai pampatan tetap setelah aging. Perbedaan yang signifikan terjadi juga pada perlakuan suhu vulkanisasi. Kalor dari proses pemanasan diubah menjadi energi kinetik untuk menggerakkan partikel karet. Gerakan partikel karet yang cepat akan menimbulkan tumbukan antar partikel semakin sering. Bersamaan dengan berkurangnya air dalam kompon maka jarak antar partikel semakin dekat sehingga akan membuat overlap antar partikel semakin banyak. Komplek aktif sulfur juga akan dapat berdifusi kedalam partikel karet. Penggunaan suhu vulkanisasi yang tinggi menyebabkan pergerakan partikel karet dan difusi kompleks aktif sulfur ke dalam partikel karet menjadi lebih cepat. Selain itu suhu yang tinggi akan dapat membuat ikatan dalam polimer menjadi lebih renggang sehingga mempermudah terjadinya adisi bahan kimia lainnya, dalam hal ini adalah sulfur. Pada persamaan Arrhenius, konstanta laju reaksi dipengaruhi oleh adanya faktor praeksponensial A dan eksponensial e -EaRT . Faktor praeksponensial adalah ukuran laju tumbukan, terlepas dari energinya. Faktor eksponensial dapat ditafsirkan sebagai fraksi tumbukan yang mempunyai cukup energi untuk menghasilkan reaksi. Jadi hasil kali antara faktor praeksponensial dengan eksponensial menyatakan laju tumbukan yang berhasil Atkins, 1999. Kenaikan suhu terjadinya reaksi akan menyebabkan kenaikan nilai konstanta laju, yang berarti kecepatan reaksi akan bertambah. Kecepatan terjadinya reaksi pembentukan ikatan silang pada range suhu 105-115 o C lebih efektif jika dibanding pada range suhu 95-105 o C. Adanya kalor yang tinggi menyebabkan energi kinetik dari partikel karet juga semakin tinggi, sehingga kompleks aktif sulfur pencepat dapat membentuk ikatan silang lebih efektif juga.

4.2.3. Ketahanan Usang

Barang karet alam kurang tahan terhadap pengusangan Pengusangan dilakukan pada suhu tinggi 70 o C untuk mempercepat terjadinya oksidasi. Uji ini merupakan simulasi pemakaian vulkanisat dalam jangka waktu yang lama. Kemunduran nilai pampatan tetap yang terjadi sebelum dilakukan pengusangan dengan setelah dilakukan pengusangan dapat dilihat pada Gambar 21. Kemunduran terkecil terdapat pada waktu pemanasan selama 60 menit pada range suhu 105-115 o C yaitu sebesar 88,43. Sedangkan kemunduran terbesar dapat terlihat pada waktu pemanasan 80 menit pada range suhu 95-105 o C sebesar 155,15. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan pengusangan pada karet adalah oksigen, ozon, panas dan cahaya. Sebagai akibat pengusangan, kekuatan karet alam menurun. Menurunnya sifat tersebut terutama disebabkan karena terjadinya oksidasi pada karet, oksidasi tersebut dipercepat pada suhu tinggi. Pada karet alam yang telah divulkanisasi dengan belerang, selama terjadi oksidasi pada suhu tinggi kecuali rantai molekul karet alam terputus, terjadi juga pemutusan pada rantai belerang yang membentuk ikatan silang antara molekul karet. Hasil pengujian ketahanan usang menunjukkan perbedaan yang signifikan pada perlakuan suhu, sedangkan pada perlakuan waktu terdapat perbedaan yang kurang signifikan. Hal yang mungkin terjadi adalah karena rentang waktu yang diberikan kurang lebar sehingga pengaruh lama waktu vulkanisasi terhadap ketahanan usang sifat pampatan tetap produk sebutret kurang dapat terlihat. 0 . 0 0 2 0 . 0 0 4 0 . 0 0 6 0 . 0 0 8 0 . 0 0 10 0 . 0 0 12 0 . 0 0 14 0 . 0 0 16 0 . 0 0 6 0 7 0 8 0 9 0 10 0 W ak tu vu l k an i sasi me n i t K e m un dur a n pa m pa ta n te tap S uhu vulka nis a s i 95-105 C S uhu vulka nis a s i 105-115 C Gambar 21. Pengaruh waktu dan suhu vulkanisasi terhadap ketahanan usang produk sebutret Pada waktu lebih dari 60 menit, diduga terjadi proses pemutusan ikatan silang karena pemanasan yang cukup lama. Rentang waktu pemanasan yang diamati kurang terlihat perbedaannya, tetapi terdapat kecenderungan kenaikan persentase kemunduran sifat fisik. Hal ini berarti semakin lama waktu vulkanisasi maka produk sebutret semakin tidak tahan terhadap pengusangan dan apabila dipakai dalam waktu yang lama akan mengalami penurunan elastisitas yang cukup besar. Ikatan silang mono dan disulfidik lebih tahan terhadap pengusangan karena panas daripada ikatan silang polisulfidik. Selanjutnya ikatan siklik merupakan titik lemah bagi serangan oksidasi Abednego, 1983. Selain ikatan polisulfidik, ikatan rangkap dari polimer karet sendiri juga merupakan ikatan yang tidak tahan terhadap oksidasi. Pada suhu vulkanisasi yang lebih tinggi maka dimungkinkan terbentuknya ikatan silang monosulfidik menjadi lebih efektif. Persentase penurunan nilai pampatan tetap dalam uji ketahanan usang ini mengalami perbedaan antara hasil pada penelitian tahap I dan tahap II. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan ketebalan yaitu 3,3 cm pada penelitian tahap I dan 10 cm pada penelitian tahap II. Perbedaan ketebalan ini membuat panas tidak tersebar ke dalam sebutret dengan kecepatan yang sama meskipun kecepatan alir udara yang digunakan sama. Perbedaan ini akan membuat jenis ikatan pada vulkanisat juga berbeda. Diduga dengan adanya perambatan panas yang cepat maka pembentukan ikatan silang monosulfidik akan lebih efektif. Pada sit yang tipis, lebih banyak ikatan monosulfidik yang lebih tahan terhadap pengusangan. Energi aktivasi adalah energi kinetik minimum yang diperlukan untuk terjadinya tumbukan yang efektif. Semua molekul yang memiliki energi kinetik lebih besar dari energi minimum tersebut dapat melakukan reaksi. Fraksi total molekul yang memiliki energi molekul dengan energi kinetik yang cukup untuk melakukan tumbukan yang efektif akan lebih besar pada suhu yang lebih besar. Sebagai hasilnya, jumlah molekul yang melakukan reaksi naik dengan kenaikan suhu dan dengan sendirinya akan menambah kecepatan reaksinya Nur et al., 2004. Untuk mendapatkan barang jadi karet yang tahan terhadap pengusangan perlu penyesuaian sistem vulkanisasi dan ditambahkan antioksidan, antiozonan dan sebagainya, sedang bahan pengisi digunakan untuk memperkuat sifat fisik maupun memperbesar volume sehingga menekan biaya pengolahan Honggokusumo,1998. Antioksidan yang ditambahkan adalah ionol BHT.

4.2.4. Tegangan Pampat

Uji tegangan pampat merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui kekuatan suatu bahan dalam menahan beban persatuan luas. Penekanan yang diberikan hingga mencapai ketinggian tertentu dinyatakan dalam satuan kgm 2 . Hasil pengujian tegangan pampat 40 dapat dilihat pada Gambar 22. Nilai tegangan pampat 40 sampel sebutret berada pada kisaran 607,6 kg m 2 sampai 792,8 kg m 2 . Berdasarkan hasil uji anova, tegangan pampat 40 tidak dipengaruhi oleh lamanya waktu vulkanisasi dan suhunya. Perbedaan hasil uji tegangan pampat dari masing-masing taraf terutama disebabkan oleh perbedaan kerapatan massa masing-masing sampel. Penurunan kerapatan ikatan silang akan menurunkan kekerasan vulkanisat, juga dipengaruhi oleh ikatan silang dan struktur ikatan silang yang terdapat pada vulkanisat. Kekerasan akan meningkat dengan meningkatnya kerapatan ikatan silang. Sebaliknya akan menurun jika kerapatan ikatan silang menurun Juleha, 1992. 100 200 300 400 500 600 700 800 60 70 80 90 100 Wakt u vulkanisasi menit T e ga nga n pa m p a t kg m 2 S uhu vulka nis a s i 95-105 C S uhu vulka nis a s i 105-115 C Gambar 22. Pengaruh waktu dan suhu vulkanisasi terhadap tegangan pampat 40 produk sebutret Dalam barang jadi karet padat maupun lateks, kerapatan ikatan silang dapat langsung tercermin dengan peningkatan kekerasan. Sebutret merupakan produk komposit antara serat kelapa dan lateks, sehingga kekerasan dari produk ini tidak hanya dipengaruhi oleh sifat lateksnya saja tetapi juga serat yang digunakan. Nilai tegangan pampat dipengaruhi oleh komposisi bahan pengisi dan kerapatan bahan penyusunnya. Penambahan bahan pengisi akan dapat membuat barang jadi karet maupun lateks semakin keras. Di dalam kompon pembuatan sebutret pada penelitian ini, tidak ditambahkan bahan pengisi khusus. Bahan pengisi akan menyebabkan penyumbatan pada lubang saluran nozzle sehingga akan menghambat penyemprotan. Hal ini sudah dicobakan pada penelitian terdahulu. Hasil pengujian tegangan pampat 50 disajikan dalam Gambar 23. 2 0 0 4 0 0 6 0 0 8 0 0 10 0 0 12 0 0 6 0 7 0 8 0 9 0 10 0 W a kt u v ul ka ni s a s i me ni t S uhu vulka nisa si 95- 105 C S uhu vulka nisa si 105- 115 C Gambar 23. Pengaruh waktu dan suhu vulkanisasi terhadap tegangan pampat 50 produk sebutret Nilai tegangan pampat 50 sampel sebutret berada pada kisaran 827,5 kg m 2 sampai 1012,7 kg m 2 . Berdasarkan hasil uji anova, tegangan pampat 50 tidak dipengaruhi oleh waktu dan suhu vulkanisasi. Serat kelapa yang mengandung banyak selulosa dan lignin membuat sebutret mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk menahan beban. Dari hasil analisa statistik, perlakuan waktu dan suhu vulkanisasi pada berbagai taraf yang dilakukan tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada sifat tegangan pampat. Hal ini terjadi karena tegangan pampat dipengaruhi oleh kerapatan massa. Kerapatan massa yang beragam membuat nilai tegangan pampat yang dihasilkan menjadi beragam pula. Pada kisaran waktu dan suhu yang telah ditentukan dalam penelitian ini tidak sampai terjadi proses overvulkanisasi yang sampai menyebabkan karet menjadi lengket dan rusak. Apabila kisaran waktu dan suhu yang digunakan lebih lebar maka dapat diduga akan terdapat perbedaan yang signifikan terhadap sifat tegangan pampat. 4.3.PENENTUAN PERLAKUAN TERBAIK Sebutret mempunyai sifat plastis terutama disebabkan karena serat kelapa sebagai penyusunnya. Sifat plastis dari serat kelapa dapat dikurangi dengan adanya proses pengeritingan dan penambahan karet yang dapat mengikat persinggungannya. Oleh karena adanya pembebanan secara kontinyu, sifat plastis ini akan muncul dan dapat memperkecil elastisitasnya. Sifat fisik yang diuji dalam penelitian ini adalah kerapatan massa, pampatan tetap suhu ruang dan suhu 70 o C, ketahanan usang, dan tegangan pampat 40 dan 50. Dari semua sifat fisik yang diamati, hanya pampatan tetap pada suhu 70 o C dan ketahanan usang yang dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu vulkanisasi. Pengambilan keputusan mengenai kombinasi lama waktu vulkanisasi dan suhu yang tepat untuk pembuatan sebutret sebagai bahan dasar pembuatan kasur didasarkan pada kedua sifat tersebut. Waktu vulkanisasi yang tepat adalah selama 60 menit dan suhu vulkanisasi range 95-105 o C. Sifat fisik sebutret yang dihasilkan dari kombinasi waktu dan suhu ini dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Karakteristik fisik sebutret hasil kombinasi perlakuan terbaik Sifat Fisik Sebutret Nilai Kerapatan Massa kgm 3 51,19 Pampatan Tetap suhu ruang 14,70 Pampatan Tetap Suhu 70 o C 27,72 Ketahanan Usang 88,43 Tegangan Pampat 40 kgm 2 648,1 Tegangan Pampat 50 kgm 2 885,4

4.4. PERBANDINGAN SIFAT FISIK KASUR DARI SEBUTRET DENGAN BUSA KARET ALAM DAN BUSA POLIURETHAN

Kasur dari serat sabut kelapa berkaret belum dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Penelitian ini selain dapat digunakan untuk mengetahui kondisi proses vulkanisasi yang tepat dalam pembuatan kasur sebutret, karakteristik sebutret sebagai bahan baku pembuatan kasur juga dapat diketahui. Standar sifat fisik untuk kasur sebutret secara umum belum ada, sehingga yang dapat dilakukan adalah membandingkan dengan bahan lain. Bahan dasar kasur yang digunakan sebagai pembanding adalah busa karet alam dan busa sintetis poliurethan yang ada di pasaran. Perbandingan sifat sebutret terbaik dengan busa karet alam dan busa sintetis komersial hasil pengujian laboratorium disajikan pada Tabel 15. Busa sintetis yang diuji termasuk busa kelas IV. Busa ini di pasaran termasuk kelas soft sehingga digunakan untuk membandingkan sebutret kelas soft juga. Busa karet alam yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah busa yang khusus digunakan untuk kasur busa, bukan kasur pegas. Tabel 15. Perbandingan sebutret dengan busa karet alam dan busa sintetis komersial sebagai bahan dasar pembuatan kasur Sifat Fisik Sebutret Busa Karet Alam Busa Karet Sintetis Kerapatan Massa kgm 3 51,19 161,09 13,05 Pampatan Tetap suhu ruang 14,70 1,94 11,63 Pampatan Tetap Suhu 70 o C 27,72 3,23 17,39 Ketahanan Usang 88,43 66,49 49,53 Tegangan Pampat 40 kgm 2 648,1 1545,1 607,6 Tegangan Pampat 50 kgm 2 885,4 2326,4 677,1 Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa kelebihan sebutret jika dibandingkan dengan busa karet alam adalah kerapatan massa yang lebih kecil. Kerapatan massa yang lebih kecil menyebabkan sebutret menjadi lebih ringan. Sifat ini merupakan salah satu kelebihan sebutret jika dibandingkan dengan busa karet alam. Sebutret masih lebih berat jika dibandingkan dengan busa sintetik. Sifat keelastisan sebutret yang ditandai dengan pengujian sifat pampatan tetap masih jauh di bawah busa karet alam dan busa sintetis. Elastisitas sebutret selain dipengaruhi oleh banyaknya karet yang mengikat serat, juga dipengaruhi oleh serat itu sendiri. Serat kelapa mempunyai keplastisan yang tinggi. Bentuk serat keriting dapat meningkatkan elastisitas bahan. Jumlah karet yang ditingkatkan akan memperbaiki sifat elastisitas sebutret, tetapi akan membuat biaya produksi meningkat. Sifat ketahanan usang yang dinyatakan dalam persentase kemunduran sifat pampatan tetap sebutret juga berada dibawah bahan yang lain. Tegangan pampat yang merupakan salah satu uji kekuatan bahan menahan beban, busa karet alam jauh lebih unggul jika dibandingkan sebutret. Tetapi apabila dibandingkan dengan busa sintetis, sebutret lebih baik. Peningkatan kekuatan dan kekerasan sebutret dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kerapatan massa. V. KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Sifat fisik yang dipengaruhi oleh pengeringan awal adalah sifat pampatan tetap pada suhu 70 o C. Sifat fisik lainnya seperti kerapatan massa, ketahanan usang dan tegangan pampat tidak dipengaruhi oleh lamanya proses pengeringan awal. Waktu pengeringan awal yang tepat adalah 15 menit pada suhu 100- 110 o C. Pada pengeringan awal selama 15 menit, sifat pampatan tetap pada suhu 70 o C adalah 26,09. Proses vulkanisasi mempengaruhi sifat pampatan tetap pada suhu 70 o C dan ketahanan usang. Sifat-sifat fisik lainnya seperti kerapatan massa, pampatan tetap pada suhu ruang, tegangan pampat 40 dan 50 tidak dipengaruhi oleh waktu dan suhu vulkanisasi. Kombinasi suhu dan waktu vulkanisasi sebutret yang dapat menghasilkan sifat fisik sebutret terbaik adalah pemanasan pada suhu 105-115 o C selama 60 menit. Karakteristik sebutret yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kasur adalah kerapatan massa 51,19 kgm 3 , pampatan tetap suhu ruang 14,70, pampatan tetap suhu 70 o C 27,72, ketahanan usang 88,43, tegangan pampat 40 648,1 kgm 2 , dan tegangan pampat 50 885,4 kgm 2 .

B. SARAN

1. Perlu dijajaki penggunaan sistem vulkanisasi yang semiefisien dengan mencampur bahan pemvulkanisasi dalam jumlah sedikit dan bahan pencepat jumlah banyak. 2. Pada aplikasi industri kecil dengan menggunakan oven vulkanisasi hasil penelitian Sinurat 2003, perlu adanya penambahan kipas angin untuk memperbesar kecepatan alir udara masuk kedalam lapisan sebutret yang lebih tebal dan mengeluarkan udara lembab dari ruang vulkanisasi 3. Perlu dilakukan penyusunan standar mutu dan metode pengujian untuk produk sebutret, sehingga dalam aplikasinya sebutret mempunyai kualitas yang terjamin DAFTAR PUSTAKA Abednego, J. G. 1983. Penelitian Pembuatan Karet Tahan Usang karena Panas. Menara Perkebunan. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Bogor. Abednego, J. G. 1990. Pembuatan Kompon Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Di dalam Indriati, T. 2004. Pengaruh Kadar Karet Kering dan Umur Pemeraman Kompon Lateks Sentrifusi terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret. Skripsi. TIN IPB. Bogor. Abednego, J. G. 1993. Pengetahuan Lateks. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Aprianita, N., dan Sudibyo, A. 1987. Penelitian dan Pengembangan Pembuatan Sabut Berkaret dari sabut Kelapa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Bogor. Allorerung, D. Z., et al. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Di dalam. Martini, T. 2007. Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut Kelapa dan Jumlah Karet terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret Sebutret. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Atkins, P. W. 1999. Kimia Fisika. Edisi ke empat.Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Awang, S. A. 1991. Kelapa, Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta. Balai Penelitian Tanaman Karet. 2003. Jok Sebutret, Produk Alternatif yang Prospektif. www. Depperin. co. id. Baron, H. 1948. Modern Rubber Chemistry. D. Van Nostrand Co. Inc. New York. P321. Bhuana, K. S. 1990. Teori Vulkanisasi Karet. Pusat Penelitian Perkebunan. Bogor. Di dalam Indriati, T. 2004. Pengaruh Kadar Karet Kering dan Umur Pemeraman Kompon Lateks Sentrifusi terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret. Skripsi. TIN IPB. Bogor. Blackley, D. C. 2000. Polymer Lactices Their Science and Technology. Applied Science Publ. LTD. London. Bras, J. L.1968. Introduction to Rubber Revised edition. Maclaren and Sons Ltd. London. Coran, A. Y. 1978. Vulcanization in Science and Technology of Rubber ed. Eirich, F.R.. Academic Press. New York. Craig, A. S. 1970. Concise Encyclopaedic Dictionary of Rubber Technology. Elsevier Publ. Co. Amsterdam, Netherlands. Direktorat Jendral Perkebunan. 2007. Statistik Pertanian. 2007. Jakarta. Djatmiko, B., Goutara, dan Irawadi. Pengolahan Kelapa I. FATETA IPB. Bogor. Goutara, Bambang Djatmiko, dan Wachjuddin Tjiptadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet. Agroindustri Press. Jurusan Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB. Bogor. Handoko, B. 2002. Proses Pembuatan Barang Jadi dari Lateks. Di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi dari Lateks. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Handoko, B. 2003. Pengolahan Lateks Pekat. Di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi dari Lateks. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Ho, C. C. 2000. A Reapprasial of The Prevulcanisation Mechanism of Natural Rubber Latex, An AFM Study. Departemen of Chemistry, University of Malaysia. Kuala Lumpur. Di dalam Prihanto, S. 2000. Kajian Pengaruh Suhu Pravulkanisasi dan post vulkanisasi terhadap Sifat Fisik Vulkanisat DPNR Deproteinized Natural Rubber. TIN IPB. Bogor. Honggokusumo, S. 1998. Disain Kompon. Di dalam Kumpulan Makalah Kursus Teknologi Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Honggokusumo, S. 1998. Kimia dan Teknologi Vulkanisasi. Di dalam Kumpulan Makalah Kursus Teknologi Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Honggokusumo, S. 1985. Pengetahuan Lateks. Departemen Perdagangan dan Koperasi. Jakarta. Di dalam Indriati, T. 2004. Pengaruh Kadar Karet Kering dan Umur Pemeraman Kompon Lateks Sentrifusi terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret. Skripsi. TIN IPB. Bogor. Honggokusumo, S. 1994. Sistem Vulkanisasi, Kursus Pengolahan Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Di dalam Indriati, T. 2004. Pengaruh Kadar Karet Kering dan Umur Pemeraman Kompon Lateks Sentrifusi terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret. Skripsi. TIN IPB. Bogor. Indriati, T. 2004. Pengaruh Kadar Karet Kering dan Umur Pemeraman Kompon Lateks Sentrifusi terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret. Skripsi. TIN IPB. Bogor. Irawan, G dan B. D. Mardana. 2003. Kasur-kasur yang ”Meninabobokan”. http:www.sinarharapan.co.idfeatureritel20030318rit01.html. 020807 Joseph, G. H., dan J. G. Kindangen. 1993. Potensi dan Peluang Pengembangan Tempurung, Sabut, dan Batang Kelapa. Di dalam Proceeding Konferensi Nasional Kelapa III Yogyakarta, 20-23 Juli 1993. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Jakarta. Juleha, S.E. 1992. Analisis Tingkat Swelling Vulkanisat Karet Alam dengan Berbagai Sistem Vulkanisasi. TIN IPB. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga. 2001. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Jakarta. Kusnata, T. 1976. Pengujian Fisik pada Karet. Pedoman Praktek. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Laporan Tahunan. 1985. Pengujian Tingkat Kematangan Barang Jadi Karet Alam dengan Metode Dekstruksi Refluks. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Bogor. Martini, T. 2007. Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut Kelapa dan Jumlah Karet terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret Sebutret. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Maspanger, D., M. Sinurat, dan B. Drajat. 2005. Mengenal Lebih Jauh Teknologi Pembuatan Barang Jadi Karet. Di dalam. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 27 no. 1. Bogor. Morton, M. 1987. Rubber Technology. Reinhold Publ. Co. New York. Nazaruddin dan F. B.Paimin. 1998. Karet, Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan Pengolahan. Penebar Semangat. Jakarta. Nur, A., Zaenal A. M., Suminar S. A., Purwantiningsih, et al. 2004. Kimia Dasar 2. Departemen Kimia FMIPA IPB. Bogor. Palungkun, R. 1992. Aneka Produk Pengolahan Kelapa. Penebar Semangat. Jakarta. Pole, E. G. 1959. Improved Processing for Rubber or Fiber Pads. Rubber Development. The Natural Rubber Development Board. London. Polhamus, L. G. 1962. Rubber : Botany, Production, and Utilization. Interscience Publ, Inc. Newyork. Pudjaatmaka, A. H. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas. Edisi ke enam jilid 1. Erlangga. Jakarta. Sinurat, M., Handoko, B., Arizal, R., Santosa, A. M., dan Suparto, D. 2001. Peningkatan Mutu Serat Sabut Kelapa Berkaret dengan Memperbaiki Sistem Vulkanisasi. Laporan Akhir Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Sinurat, M. 2003. Rancang Bangun Prototipe Alat Vulkanisasi Serat Sabut Kelapa Berkaret Sebutret Berskala Besar. Laporan Akhir Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Sinurat, M. 2003. Teknologi Pembuatan Jok dari Serat Sabut Kelapa Berkaret. Di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Lateks 2003. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Soedijanto dan R.R.M. Sianipar. 1985. Kelapa. CV. Yasaguna. Jakarta. Staf pengajar nimia dasar. 2004. Diktat Kuliah Nimia Dasar 2. Departemen Nimia FMIPA IPB. Bogor. Suparto, D. 2002. Pengetahuan tentang Lateks Hevea. Di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Lateks 2002. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. T.Kustoeb. 2006. Presiden : Produksi Kelapa Sawit Indonesia Akan Lampaui Malaysia. Selasa, 19 Des. 2006, 16:22 WIB. http:www.depkominfo.go.id?action=viewpid=news_acehid=2828 . Van-Dam, JEG. 1997. Prospect of Coir Technology and Market Development. Di dalam Evironment friendly Coconut and Coconut Product. Proceeding of the XXXIV Cocotech Meeting. Manila, Philipines, July 14-18. Warisno. 1998. Budidaya Kelapa Kopyor. Kanisius. Yogyakarta. Webster, C. C., dan W. J. Baulkwill. 1989. Rubber. John Willey and Sons, Inc. New York. Wijayanti, E. D. 2005. Kajian Suhu Pravulkanisasi dan Post Vulkanisasi terhadap Sifat Fisik Barang Jadi Lateks. Skripsi. FATETA IPB. Bogor. http:en.wikipedia.orgwikiVulcanization. 020807 Lampiran 1. Metode Analisa Serat Kelapa Lurus 1. Uji Kadar Air Serat SNI 12-6094-1999 Prinsip : kadar air ditetapkan berdasarkan jumlah berat zat yang menguap dalam masing-masing bagian contoh pada pemanasan 103±2 o C selama 2 jam. Sejumlah contoh uji dipotong-potong sepanjang 1-2 cm dengan menggunakan gunting. Timbang dengan teliti sebanyak kira-kira 1-3 gram ke dalam pinggan yang telah diketahui bobotnya. Panaskan dalam oven yang suhunya telah konstan 105 o C. Setelah dua jam, pinggan diangkat dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang hingga bobot tetap. Bobot zat menguap Kadar air = x 100 Bobot awal

2. Pengukuran Kadar Panjang Serat SNI 12-6094-1999

Prinsip : panjang serat diukur dengan menggunakan alat ukur standar atau terkalibrasi.dengan hati-hati dan sekali genggam ambil sejumlah contoh uji dan setelah ditimbang, diletakkan di atas wadah. Pisahkan masing-masing ukuran serta impuritis yang masih melekat pada serat. Timbang berat masing-masing ukuran contoh uji tersebut. Penghitungan berat masing-masing ukuran : Berat ukuran a Ukuran a 10 cm = x 100 Berat contoh uji Penghitungan di atas juga dilakukan pada ukuran b 5-10 cm dan ukuran c 2-5 cm.

3. Pengukuran Kadar Impuritis SNI 12-6094-1999

Impuritis adalah debu atau serbuk sabut, baik yang telah terpisah maupun yang masih melekat pada serat sabut kelapa, termasuk serat yang panjangnya kurang dari 2 cm serta benda-benda asing lainnya. Prinsipnya adalah kadar impuritis dihitung sebagai selisih dari 100 dengan jumlah kadar ukuran panjang serat. Lampiran 2. Metode Analisa Lateks Pekat 1. Penetapan Kadar Karet Kering ASTM D 1076, 1997 Timbang ±10 gram lateks pekat dalam cawan alumunium. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan botol timbang, bobot lateks dan bobot botol timbang awal dikurangi bobot lateks sisa dan bobot botol timbang akhir. Setelah itu lateks ditambahkan dengan asam asetat 0,5 sebanyak 250 ml sambil diaduk perlahan hingga menggumpal. Masukkan dalam penangas air suhu 90±5 o C tanpa diganggu selama 15-30 menit hingga tercipta serum yang jernih dan koagulum karet. Koagulum yang terbentuk digiling menjadi lembaran dengan tebal dengan tebal 2 mm kemudian dicuci pada air mengalir. Lapisan lateks yang telah digiling dikeringkan dengan alat pengering pada suhu 70±2 o C hingga beratnya konstan. Hitung bobot akhir dan dibandingkan dengan bobot awal lateks sebelum diencerkan sehingga didapatkan nilai kadar karet keringnya. Pengujian dilakukan secara duplo, dengan perbedaan tidak boleh lebih dari 0,2. Hasil Kadar Karet Kering merupakan rata-rata dari keduanya.

2. Uji Kadar Jumlah Padatan ASTM D 1076, 1997

Lateks W1 sebanyak ±2,5 gr dituang ke dalam cawan alumunium yang diketahui bobotnya W2, kemudian diratakan. Penimbangan lateks dilakukan seperti penimbangan pada pengujian kadar karet kering. Lateks dalam cawan alumunium ditambahkan 1 ml air suling, kemudian dimasukkan dalam penangas air sampai terbentuk film. Cawan dan film dikeringkan dalam oven dengan suhu 100±2 o C selama 2 jam. Cawan dan film didinginkan dalam desikator sampai bobot konstan W3. Perhitungan KJP adalah : KJP = W1W3-W2 x 100

3. Uji Kadar Amonia Alkalinitas ASTM D 1076, 1997

Sampel sebanyak ±2,5 gram dimasukkan dalam botol timbang 10 cm 3 , kemudian ditimbang a. Lateks dituangkan ke dalam gelas piala yang telah berisi 100 cm 3 air suling, kemudian ditimbang kembali b. Selisih a dan b adalah bobot sampel w. Latek diukur pHnya dengan pH meter. HCl 0,1 N ditambahkan perlahan ke dalam lateks sampai pH mencapai 6 V. Kadar amoniak dihitung sebagai gram NH 3 pada 100 gr lateks. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan titrasi dengan penambahan indikator MM metil merah. Titrasi dilakukan dengan HCl 0,1 N hingga terbentuk warna merah. Perhitungan kadar amonia adalah seperti di bawah ini : NH 3 = 1,7 x V x N W Keterangan : N = normalitas HCl 0,1 N

4. Uji Waktu Kemantapan Mekanik ASTM D 1076, 1997

Contoh sebanyak 100 gram ditimbang dan diencerkan hingga KJP 55 menggunakan amoniak 0,6. Sampel dipanaskan di penangas air hingga suhu 36-37 o C. Lateks disaring dengan penyaring 180 μm sampai diperoleh 80 gr saringan, kemudian ditempatkan pada klaxon bersuhu 35 o C. Sampel diputar dengan mixer Klaxon 14000±2 rpm dan stop watch dihidupkan. Setiap 15 menit pada saat pengadukan contoh diambil dengan menyentuhkan ujung kaca pengaduk ke dalam petridish berisi air, keadaan lateks tersebut diamati. Pengamatan dihentikan jika flokulan telah terbentuk, berupa bintik-bintik putih yang tidak pecah oleh goyangan. WKM dinyatakan sebagai waktu yang ditunjukkan oleh stopwatch pada saat akhir pengamatan detik.

5. Uji Bilangan KOH ASTM D 1076, 1997

Lateks setara dengan 50 gr padatan ditimbang dalam gelas piala 400 ml W, dan diukur pHnya. Formaldehide ditambahkan sampai kadar amonia 0,5 terhadap fasa air Vf. Air suling ditambahkan sampai KJP menjadi 30 Va. Pengukuran pH diulangi setiap penambahan 1 ml KOH. Penambahan KOH dihentikan sampai perubahan pH maksimum. Penghitungannya adalah : - penimbangan lateks W = 100 x 50 KJP - volume formaldehide yang diperlukan Vf = {[0,5 x KJP + 100 x NH 3 – 50] W + 189} x W - volume air suling Va = 100 x 50 30 – W + Vf - Bilangan KOH Bil KOH = 561 x V x N W x KJP

6. Uji Bilangan Asam Lemak Eteris ALE ASTM D 1076, 1997

Timbang sampel lateks sebanyak 50±0,2 gr dalam gelas piala 250 ml. Tambahkan 50 ml larutan amonium sulfat, aduk hingga merata. Panaskan dalam penangas air 70 o C, 3-5 menit hingga gumpalan sempurna. Saring serum yang ada ke dalam erlenmeyer 50 ml. Pipet saringan serum sebanyak 25 ml ke dalam erlenmeyer 25 ml yang telah berisi 5 ml asam sulfat 2+5, lalu diaduk. Pipet 10 ml campuran tadi masukkan dalam tabung penyuling markham. Tambahkan satu tetes silikon antibusa. Tutup penyuling markham kemudian alirkan uap air 100 o C dari pembangkit uap air ke dalam tabung markham. Sulingan ditampung dalam erlenmeyer. Penyulingan dihentikan setelah dicapai volume sulingan 100 ml. Tambahkan 1 tetes BTB dan titrasi dengan larutan BaOH 2 , hingga warna berubah menjadi biru muda dan tidak berubah selama 10-20 detik. Kerjakan pada blanko dengan substitusi 20 ml air suling ke dalam semua pereaksi yang digunakan. Lampiran 3. Metode Analisa Sifat Fisik Serat Sabut Kelapa Berkaret 1. Uji Kerapatan Massa SNI 06-0999-1989 Potong cuplikan dengan ukuran 12 cm x 12 cm, dengan ketebalan tertentu. Hitung volumenya. Timbang cuplikan dengan timbangan analitis yang mempunyai ketelitian sampai dengan 0,01 gr. Massa cuplikan Pengujian : D = kg m 3 Volume cuplikan

2. Uji Pampatan Tetap ASTM D 395, 1994

Sampel ditekan dengan beban spesifik dan dijaga dalam kondisi ini dalam waktu dan suhu tertentu. Perubahan dari sampel diukur setelah 30 menit sesudah dilepaskan dari peralatan penekan. Uji pampatan tetap dimaksudkan untuk mengukur kemampuan vulkanisat karet yang dapat kembali kebentuk semula sifat elastis setelah penekanan dalam jangka panjang. Uji pampatan tetap dianggap sebagai uji yang dapat mewakili kondisi yang menggunakan tekanan statis. Uji ini sering dikondisikan pada suhu yang ditinggikan. Suhu yang digunakan adalah suhu ruang berdasar penelitian sebelumnya pada penekanan 24 jam, dan suhu 70 o C selama 22 jam berdasar standar mutu karet busa SNI 06-0999-1989. Sampel sebutret diambil dengan bentuk lingkaran yang berdiameter 4,5 cm, kemudian diukur ketebalan awalnya x. Setelah ditekan pada suhu dan waktu tertentu sampel dilepaskan dari alat pampatan dan diukur ketebalan akhir y. Masing-masing sampel diuji tiga kali diambil nilai tengahnya. x – y Pampatan tetap = x 100 x

3. Uji Tegangan Pampat ASTM D 395, 1997

Tegangan pampat diukur dengan menggunakan alat tensometer. Sampel dipotong dan dihitung luas permukaan yang akan kontak dengan plat penekan. Sampel diletakkan pada plat dalam tensometer. Sampel ditekan perlahan dengan plat yang telah dibebani sampai ketinggiannya 60 tegangan pamapat 40 dan 50 tegangan pampat 50 dari ketinggian semula. Beban penekanan tercatat dalam kertas grafik. Tegangan pampat diukur sebagai massa beban penekan dibagi dengan luas sampel gr cm 2 .

4. Uji Ketahanan Usang ASTM 573-1994

Pengusangan adalah suatu perlakuan yang bertujuan untuk mengetahui sifat karet setelah jangka waktu lama. Pengusangan dilakukan pada suhu 70 o C. Dengan cara membandingkan nilai hasil uji tersebut dengan nilainya tanpa pengusangan, dapat diketahui apakah terdapat perubahan sifat fisikanya. Atau dengan kata lain dapat diketahui ketahanan barang jadi tersebut jika digunakan dalam jangka waktu lama. Perubahan sifat fisika vulkanisat dapat dihitung dengan menggunakan rumus : A-O P = X 100 O P = persentase perubahan sifat O = sifat fisik awal A = hasil pengujian setelah pengusangan Lampiran 4. Data Hasil Penelitian Tahap I Sifat Fisik Waktu Pengeringan Awal dan Suhu Ulangan Kerapatan Massa kgm 3 Pampatan Tetap 50 suhu ruang Pampatan tetap 50 suhu 70 o C Ketahanan Usang kemunduran pampatan tetap Tegangan Pampat 40 kgm 2 Tegangan Pampat 50 kgm 2 1 48,98 21,28 28,57 34,26 602,48 774,62 2 47,20 19,15 30,00 56,66 588,13 860,68 5 menit, 100-110 o C 3 48,00 19,15 30,00 56,66 588,13 875,03 1 47,28 19,23 28,13 46,28 559,44 631,17 2 48,17 20,00 28,57 42,85 588,13 731,58 10 menit, 100-110 o C 3 48,46 19,15 30,00 49,19 602,48 803,31 1 47,33 17,31 26,67 54,07 573,79 817,65 2 48,09 17,86 25,81 44,51 616,82 975,44 15 menit, 100-110 o C 3 48,94 18,52 25,81 39,36 602,48 803,31 1 48,44 18,52 27,27 47,25 631,17 903,72 2 47,71 18,75 30,00 60,00 602.48 903,72 20 menit, 100-110 o C 3 48,58 20,75 28,57 37,69 645,51 918,06 1 48,93 18,42 29,03 57,60 674,20 975,44 2 48,54 20,51 33,33 62,51 631,17 961,10 120 menit, 30-32 o C suhu ruang 3 47,52 21,57 28,57 32,45 602,48 803,31 Lampiran 5. Data Hasil Penelitian Tahap II Sifat Fisik Waktu dan Suhu Vulkanisasi Ulangan Kerapatan Massa kgm 3 Pampatan Tetap 50 suhu ruang Pampatan tetap 50 suhu 70 o C Ketahanan Usang kemunduran pampatan tetap Tegangan Pampat 40 kgm 2 Tegangan Pampat 50 kgm 2 1 49,50 17,39 37,78 117,25 607,64 798,61 2 50,25 15,38 33,33 116,71 694,44 972,22 60 menit, 95-105 o C 3 48,15 15,87 34,85 119,60 520,83 781,25 1 48,74 15,22 33,90 122,73 520,83 746,53 2 51,94 15,87 33,33 110,02 763,89 989,58 70 menit, 95-105 o C 3 49,62 12,70 28,33 123,07 572,92 763,89 1 44,81 15,52 37,50 141,62 642,36 833,33 2 56,65 12,28 38,33 212,13 902,78 1163,19 80 menit, 95-105 o C 3 53,21 16,67 35,29 111,70 833,33 1041,67 1 47,50 16,98 38,18 124,85 659,72 833,33 2 50,96 12,07 36,76 204,56 625,00 850,69 90 menit, 95-105 o C 3 50,83 16,00 37,04 131,50 642,36 868,06 1 48,07 16,67 36,76 120,52 416,67 625,00 2 49,24 14,75 35,94 143,66 538,19 781,25 100 menit, 95-105 o C 3 51,03 14,04 35,48 152,71 555,56 781,25 Sifat Fisik Waktu dan Suhu Vulkanisasi Ulangan Kerapatan Massa kgm 3 Pampatan Tetap 50 suhu ruang Pampatan tetap 50 suhu 70 o C Ketahanan Usang kemunduran pampatan tetap Tegangan Pampat 40 kgm 2 Tegangan Pampat 50 kgm 2 1 51,50 14,81 27,14 83,25 711,81 989,58 2 54,71 14,29 25,86 80,97 659,72 885,42 60 menit, 105-115 o C 3 47,37 15,00 30,16 101,07 572,92 781,25 1 47,13 14,75 29,45 99,66 590,28 850,69 2 51,20 12,90 29,03 125,04 677,08 902,78 70 menit, 105-115 o C 3 55,36 16,67 31,82 90,88 694,44 920,14 1 50,64 15,79 32,09 103,23 694,44 815,97 2 53,74 13,43 29,31 118,24 694,44 954,86 80 menit, 105-115 o C 3 50,46 15,15 31,67 109,04 555,56 711,81 1 46,6 14,52 30,16 107,71 520,83 885,42 2 54,26 14,49 32,35 123,26 746,53 920,14 90 menit, 105-115 o C 3 53,63 14,75 33,33 125,97 659,72 885,42 1 53,77 12,50 28,33 126,64 677,08 920,14 2 59,55 14,52 31,82 119,15 694,44 989,58 100 menit, 105-115 o C 3 52,65 15,79 31,03 96,52 520,83 781,25 Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Hasil Penelitian Tahap I

1. Daftar Sidik Ragam Kerapatan Massa

Sumber Ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung F-Tabel Α=0,05 Kesimpulan antar perlakuan 4 0.25 0.06 0.12 3.48 tidak berbeda nyata galat 10 5.14 0.51 Total 14 5.39

2. Daftar Sidik Ragam Pampatan Tetap Suhu Ruang

Sumber Ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung F-Tabel Α=0,05 Kesimpulan antar perlakuan 4 9.18 2.29 1.86 3.48 tidak berbeda nyata galat 10 12.36 1.24 Total 14 21.54

3. a. Daftar Sidik Ragam Pampatan Tetap Suhu 70

o C Sumber Ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung F-Tabel Α=0,05 Kesimpulan antar perlakuan 4 30.36 7.59 3.57 3.48 berbeda nyata galat 10 21.28 2.13 Total 14 51.64

b. Uji lanjut Duncan Pampatan Tetap Suhu 70

o C Subset Waktu N 1 2 15.00 3 26.0967 20.00 3 28.6133 28.6133 10.00 3 28.9000 5.00 3 29.5233 120.00 3 30.3100 Sig. .061 .213

4. Daftar Sidik Ragam Ketahanan Usang

Sumber Ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung F-Tabel Α=0,05 Kesimpulan antar perlakuan 4 51.87 12.97 0.10 3.48 tidak berbeda nyata galat 10 1236.73 123.67 Total 14 1288.59

5. Daftar Sidik Ragam Tegangan Pampat 40

sumber ragam derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F- hitung F-tabel α=0,05 Kesimpulan antar perlakuan 4 7848.31 1962.08 3.30 3.48 tidak berbeda nyata galat 10 5937.35 593.73 Total 14 13785.66

6. Daftar Sidik Ragam Tegamgan Pampat 50

sumber ragam derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F- hitung F-tabel α=0,05 Kesimpulan antar perlakuan 4 72650.58 18162.64 3.16 3.48 tidak berbeda nyata galat 10 57476.45 5747.64 Total 14 130127.02