Pengaruh Perbandingan Pelarut Terhadap Rendemen Fraksi

20 15 10 5 -5 -10 1:2 1:4 1:6 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Rendemen fraksi padat Suhu fraksinasi °C Rasio CPO : heksana 1:2 1:3 1:4 1:5 1:6

e. Pengaruh Perbandingan Pelarut Terhadap Rendemen Fraksi

Padat Gambar 21. menunjukkan pengaruh perlakuan perbandingan pelarut terhadap rendemen fraksi padat di masing-masing suhu fraksinasi. Yang dimaksud dengan fraksi padat adalah hasil fraksinasi minyak yang berupa kristal minyak yang dipisahkan pada setiap suhu fraksinasi. Sedangkan yang dimaksud dengan rendemen fraksi padat adalah akumulasi perolehan fraksi padat minyak di akhir proses fraksinasi dibandingkan dengan jumlah minyak pada awal fraksinasi. Sama halnya dengan rendemen fraksi cair, rendemen fraksi padat juga menunjukkan efektivitas proses fraksinasi. Bila rendemen fraksi padat tinggi, maka proses fraksinasi efisien karena dapat memisahkan fraksi cair dan fraksi padat sesuai dengan yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu menghasilkan konsentrat karotenoid dengan sesedikit mungkin minyak yang terdapat pada konsentrat. Minyak diharapkan mengkristal dan terpisah sabagai fraksi padat, sehingga jumlah fraksi padat diharapkan besar. Rendemen fraksi padat sampel menunjukkan kecenderungan menurun dengan bertambahnya jumlah pelarut heksana yang Gambar 21. Pengaruh perbandingan pelarut terhadap rendemen fraksi padat konsentrat pada setiap suhu fraksinasi digunakan. Rendemen fraksi padat terbesar dihasilkan oleh sampel yang difraksinasi hingga suhu -10°C dengan perbandingan CPO : heksana = 1 : 2, yaitu 88.17 . Semakin banyak jumlah pelarut, kristalisasi semakin lambat dan membutuhkan suhu yang semakin rendah untuk dapat memulai mekanisme kristalisasi. Akibatnya, pada sampel dengan jumlah heksana lebih banyak, jumlah minyak yang mengkristal masih sedikit, masih banyak terdapat pada fraksi cairnya, dan rendemen fraksi padatnya menjadi lebih rendah. Penurunan suhu fraksinasi memberikan pengaruh terhadap rendemen fraksi padat yang diperoleh. Rendemen fraksi padat semakin bertambah dengan semakin rendahnya suhu fraksinasi. Semakin rendah suhu fraksinasi, jumlah minyak yang mengkristal semakin banyak sehingga jumlah fraksi padat semakin bertambah dan rendemen fraksi padat yang diperoleh semakin meningkat. Bila jumlah fraksi padat yang terbentuk pada setiap suhu fraksinasi dibandingkan, diperoleh hasil bahwa fraksi padat yang terbentuk pada suhu awal fraksinasi jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan jumlah fraksi padat yang terbentuk pada suhu fraksinasi yang lebih rendah. Trigliserida jenuh mempunyai titik cair yang tinggi sehingga pada suhu awal fraksinasi mudah membentuk kristal. Pada suhu fraksinasi yang lebih rendah, jumlah minyak pada sampel yang difraksinasi semakin berkurang dan komposisi trigliserida yang ada di dalamnya juga berbeda. Akibatnya, untuk mencapai kondisi yang dapat mendorong terjadinya kristalisasi minyak menjadi lebih sulit, membutuhkan waktu yang lebih lama, dan suhu yang lebih rendah lagi. Namun secara akumulasi, semakin rendah suhu fraksinasi, jumlah fraksi padat yang diperoleh semakin meningkat. Terdapat hubungan yang berkebalikan antara rendemen fraksi cair dan fraksi padat. Semakin rendah suhu fraksinasi, rendemen fraksi cair semakin menurun, sedangkan rendemen fraksi padat semakin meningkat Gambar 20. dan Gambar 21.. Perolehan fraksi padat dan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 -10 -5 5 10 15 20 suhu fraksinasi °C fr a k si p a d a t mi n y a k 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 fr a k si c a ir min y a k fraksi padat 1 : 2 fraksi padat 1 : 3 fraksi padat 1 : 4 fraksi padat 1 : 5 fraksi padat 1 : 6 fraksi cair 1 : 2 fraksi cair 1 : 3 fraksi cair 1 : 4 fraksi cair 1 : 5 fraksi cair 1 : 6 fraksi cair yang menunjukkan kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22. menunjukkan bahwa persentase fraksi padat mempunyai kecenderungan meningkat dengan semakin menurunnya suhu fraksinasi, sedangkan persentase fraksi cair mempunyai kecenderungan menurun. Rendemen fraksi padat dan fraksi cair sampel dengan perbandingan CPO : heksana 1 : 6 dan 1: 5 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Begitu pula dengan fraksi padat dan fraksi cair sampel dengan perbandingan CPO : heksana 1 : 3 dan 1: 4. Rendemen fraksi padat sampel dengan perbandingan CPO : heksana 1 : 2 memberikan hasil yang lebih tinggi pada setiap suhu fraksinasi, sedangkan rendemen fraksi cair sampel dengan perbandingan CPO : heksana 1 : 2 memberikan hasil yang lebih rendah pada setiap suhu fraksinasi. Sampel dengan konsentrasi karotenoid tertinggi dianalisis komposisi asam lemaknya untuk mengetahui jenis asam lemak yang terdapat di dalamnya Lampiran 8.. Komposisi asam lemak fraksi cair pada sampel dengan perbandingan CPO : heksana 1 :2 pada fraksinasi suhu -10°C dapat dilihat pada Tabel 9. Gambar 22. Grafik hubungan antara suhu fraksinasi dengan persentase fraksi cair dan fraksi padat yang diperoleh Tabel 9. Kadar asam lemak konsentrat karotenoid hasil fraksinasi bertahap pada perbandingan CPO : heksana = 1 : 2 dibandingkan dengan literatur. Jenis Asam Lemak Satuan Sampel Literatur a Asam Kaprilat C 8:0 0.01 - Asam Kaprat C 10:0 0.01 - Asam Laurat C 12:0 0.18 0.1 - 0.5 Asam Miristat C 14:0 0.97 0.9 - 1.4 Asam Palmitat C 16:0 30.03 37.9 - 41.7 Asam Stearat C 18:0 10.77 4.0 - 4.8 Asam Arakhidat C 20:0 0.22 0.2 - 0.5 Total Asam Lemak Jenuh 42.18 - Asam Oleat C 18:1, n-9 36.48 40.7 - 43.9 Asam Linoleat C 18:2, n-6 19.53 10.4 - 13.4 Asam Linolenat C 18:3, n-3 0.7 0.1 - 0.6 Total Asam Lemak Tidak Jenuh 56.7 - Asam Lemak Tidak Dikenal 0.08 - Total Asam Lemak 98.96 - a Bailey 1994 Bila komposisi asam lemak CPO dan konsentrat karotenoid yang dihasilkan dari penelitian ini dibandingkan, jenis asam lemak jenuh yang terdapat pada konsentrat karotenoid lebih banyak dibandingkan jenis asam lemak CPO Tabel 7.. Hal ini kemungkinan terjadi karena minyak mengalami proses kimia, seperti oksidasi dan hidrolisis, pada saat fraksinasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh rantai pendek lain pada konsentrat karotenoid. Persentase minyak yang terdapat pada CPO sebesar 84.34. Sisanya yang mencapai 15.66 adalah bahan lain, seperti gum, kotoran, dan air. Persentase minyak yang terdapat pada konsentrat karotenoid jumlahnya mencapai 98.96. Itu artinya, proses fraksinasi juga dapat membuang bahan yang tidak diinginkan dalam minyak, sehingga minyak menjadi lebih murni. Persentase asam palmitat CPO yang merupakan asam lemak jenuh yang paling dominan pada minyak sawit sebesar 34.47, sedangkan persentase asam palmitat konsentrat karotenoid sebesar 30.03. Hal ini menunjukkan, proses fraksinasi dapat mengeluarkan sebagian asam lemak jenuh dari konsentrat karotenoid. Asam lemak jenuh cenderung berbentuk padat karena titik cairnya yang tinggi. Konsentrat karotenoid yang berbentuk cair ternyata masih mengandung asam lemak jenuh. Asam lemak yang terkandung di dalam minyak dapat berbentuk asam lemak bebas, monogliserida, digliserida dan trigliserida. Variasi bentuk ini menyebabkan variasi titik cair dari asam lemak sehingga tidak setiap asam lemak yang sama dapat mengkristal pada suhu yang sama pada saat fraksinasi. Kristalisasi asam lemak dipengaruhi oleh bentuk asam lemak di dalam minyak. Oleh karena itu, kemungkinan asam lemak jenuh yang terdapat pada konsentrat karotenoid mempunyai variasi bentuk yang menyebabkan asam lemak tersebut belum mengalami kristalisasi pada saat fraksinasi suhu rendah. Persentase asam lemak tidak jenuh pada CPO lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh pada konsentrat karotenoid. Persentase asam lemak tidak jenuh pada CPO sebesar 46.87, sedangkan pada konsentrat karotenoid sebesar 56.70 dengan asam lemak dominan adalah asam oleat dan asam linoleat. Persentase asam lemak tidak jenuh pada konsentrat karotenoid dapat meningkat karena sebagian asam lemak jenuh dan bahan pengotor pada minyak sudah dikeluarkan.

4. Perbandingan Metode Pengambilan Fraksi Cair