Pengaruh Konsentrasi Pelarut Heksana Terhadap Konsentrasi Pengaruh Konsentrasi Pelarut Heksana Terhadap Recovery

Tabel 8. Waktu inkubasi sampel pada berbagai konsentrasi heksana pada suhu kamar Konsentrasi heksana Waktu inkubasi hari 0 60 20 14 40 7 50 2 55 2 60 2 65 2 70 2 75 2 Sampel dengan konsentrasi heksana 0, 20, dan 40 memerlukan waktu inkubasi fraksinasi yang lebih lama. Sampel diinkubasi pada suhu ruang sehingga laju pembentukan kristalnya hampir sama di setiap konsentrasi. Karena jumlah minyak yang digunakan lebih banyak, maka semakin banyak pula stearin yang harus diendapkan dan semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi pemisahan yang optimal. Pada tahap ini, diamati kecenderungan perubahan konsentrasi karotenoid dan recovery karotenoid sampel karena pengaruh penambahan pelarut. Dengan demikian dapat diperoleh konsentrasi penambahan heksana minimum yang dapat memberikan konsentrasi karotenoid dan recovery karotenoid yang tinggi.

a. Pengaruh Konsentrasi Pelarut Heksana Terhadap Konsentrasi

Karotenoid Berdasarkan Gambar 12, konsentrasi karotenoid fraksi cair yang dihasilkan dari proses fraksinasi cenderung menurun dengan bertambahnya konsentrasi pelarut heksana. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Uji statistik menyatakan bahwa penambahan konsentrasi heksana berpengaruh nyata terhadap perolehan konsentrasi karotenoid pada selang kepercayaan p0.05 Lampiran 6. a i b c d e f g h 170 220 270 320 370 420 470 520 570 20 40 50 55 60 65 70 75 penambahan heksana [k ar ot e n ] p p m Akan tetapi, nilai konsentrasi ini tidak digunakan sebagai acuan pemilihan konsentrasi pelarut. Nilai konsentrasi ini hanya menunjukkan jumlah karotenoid pada fraksi cair yang masih bercampur dengan pelarut heksana.

b. Pengaruh Konsentrasi Pelarut Heksana Terhadap Recovery

Karotenoid Recovery karotenoid dari fraksi cair yang tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan heksana sebesar 70, yaitu 99.79. Gambar 13 memperlihatkan kecenderungan kenaikan recovery karotenoid dalam fraksi cair yang dihasilkan dengan bertambahnya jumlah heksana. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Peningkatan recovery karotenoid yang meningkat seiring dengan penambahan heksana dipengaruhi oleh kelarutan sampel CPO dalam pelarut heksana. Pada perlakuan tanpa pelarut, konsentrasi fraksi cair yang diperoleh besar, tetapi masih banyak fraksi cair dan karotenoid yang terjerap pada kristal-kristal fraksi padat sehingga recovery yang dihasilkan menurun. Gambar 12. Konsentrasi karotenoid fraksi cair pada berbagai konsentrasi penambahan heksana Keterangan : huruf pada diagram menunjukkan berbeda nyata e e a b c d d d,e d,e 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 20 40 50 55 60 65 70 75 penambahan heksana re co v ery Pada sampel dengan konsentrasi heksana yang rendah, jumlah heksana yang ditambahkan tidak sebanding dengan jumlah sampel CPO. Pelarutan fraksi cair oleh heksana tidak maksimal sehingga masih ada fraksi cair dan karotenoid yang terperangkap dalam kristal- kristal fraksi padat. Hal ini ditunjukkan oleh endapan fraksi yang berwarna jingga yang ditunjukkan oleh Gambar 14. Gambar 13. Recovery karotenoid fraksi cair pada berbagai konsentrasi penambahan heksana Keterangan : huruf yang sama pada diagram menunjukkan tidak berbeda nyata Keterangan : kanan-kiri : konsentrasi heksana 0, 20, 40, 50, 55, 60, 65, 70 Gambar 14. Fraksi padat hasil fraksinasi Jumlah heksana yang semakin besar, akan meningkatkan kelarutan sampel CPO. Dengan demikian, semakin banyak pula fraksi cair dan karotenoid yang berinteraksi dengan heksana. Pada saat pembentukan kristal fraksi padat endapan, jumlah fraksi cair yang terperangkap dalam struktur kristal semakin sedikit. Meskipun konsentrasi fraksi cairnya rendah karena masih bercampur dengan pelarut, jumlah fraksi cair yang diperoleh besar sehingga recovery karotenoidnya mengalami peningkatan. Secara visual, fraksi padat yang diperoleh pada fraksinasi dengan jumlah pelarut yang semakin besar Gambar 14., memiliki warna yang lebih terang kuning terang. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi cair dan karotenoid yang terjerap dalam kristal fraksi padat rendah. Uji statistik memberikan hasil bahwa penambahan konsentrasi heksana berpengaruh nyata terhadap recovery karotenoid pada selang kepercayaan p0.05 Lampiran 7.. Konsentrasi penambahan heksana 50 tidak berbeda nyata dengan konsentrasi penambahan heksana 60 dan 65. Sedangkan konsentrasi penambahan heksana 60 dan 65 tidak berbeda nyata dengan konsentrasi penambahan heksana 70 dan 75. Sehingga konsentrasi penambahan heksana 50 dianggap mewakili konsentrasi penambahan heksana yang terbaik. 3. Fraksinasi Bertahap pada Beberapa Suhu Pada tahap yang sebelumnya, diperoleh konsentrasi penambahan heksana yang terpilih adalah 50 CPO : heksana = 1 : 1. Awalnya, dilakukan fraksinasi bertahap dengan perbandingan tersebut. Sampel difraksinasi pada suhu kamar selama 2 hari kemudian diambil fraksi cairnya. Fraksi cair yang diperoleh kemudian difraksinasi pada suhu 20°C dengan waktu pengamatan selama 24 jam. Ternyata dalam selang waktu tersebut, seluruh bagian fraksi cair yang disimpan mengalami pembekuan dan tidak menunjukkan tanda-tanda pemisahan. Hal ini disebabkan jumlah heksana yang digunakan sebagai pelarut belum cukup. Fraksi cair yang masih mengandung banyak gliserida tersebar di seluruh bagian sampel dan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap titik cair sampel dibandingkan dengan pelarut. Pengurangan waktu inkubasi juga tidak memberikan pengaruh yang nyata. Fraksi cair dengan penambahan 50 heksana tersebut membeku secara serentak di seluruh bagian dan tidak mengalami pengendapan. Sebelumnya, Hasanah 2006 melakukan ekstraksi karotenoid pada CPO dengan pelarut isopropanol dengan perbandingan CPO : pelarut = 1 : 2, 1 : 4, 1 : 6, 1 : 8, dan 1 : 10 bv. Oleh karena itu, dilakukan perubahan dengan menggunakan pelarut dengan perbandingan yang lebih besar, yaitu 1 : 2, 1 : 3, 1 : 4, 1 : 5, dan 1 : 6. Suhu fraksinasi setelah pengadukan tidak melalui suhu kamar terlebih dahulu, tetapi langsung pada suhu 20°C. Hal ini dikarenakan, pada suhu kamar tidak terjadi pengendapan yang cukup baik selain pada sampel dengan perbandingan 1 : 2. Jumlah pelarut yang cukup besar melarutkan sampel CPO dengan sempurna dan mempengaruhi titik cair gliserida di dalamnya. Oleh karena itu, fraksinasi awal dilakukan pada suhu 20°C. Waktu fraksinasi juga bervariasi berdasarkan perbandingan jumlah pelarut yang digunakan. Perbandingan 1 : 2 dan 1: 3 memerlukan waktu kurang dari 24 jam untuk mencapai kondisi jumlah fraksi padat konstan pada suhu 20°C , yaitu sekitar 16 jam. Pada perlakuan suhu yang selanjutnya, waktu untuk mencapai kondisi jumlah fraksi padat konstan untuk semua perbandingan relatif sama, yaitu selama 4-5 hari. Gliserida tidak jenuh mempunyai titik cair rendah sehingga cenderung berbentuk cair, sedangkan gliserida jenuh cenderung berbentuk padat karena titik cairnya yang tinggi. CPO mengandung 39-45 gliserida tidak jenuh dalam bentuk asam oleat sehingga CPO mempunyai fraksi cair Ketaren, 1986. Karotenoid lebih cenderung mudah larut dalam fraksi cair yang banyak mengandung gliserida tidak jenuh. Oleh karena itu, prinsip pemisahan ini dapat diaplikasikan pula untuk memekatkan karotenoid dari CPO ke dalam fraksi cairnya. a. Pengaruh Perbandingan Pelarut terhadap Konsentrasi Karotenoid pada Setiap Suhu Fraksinasi Gambar 15. menunjukkan pengaruh perlakuan perbandingan pelarut pada fraksinasi bertahap terhadap konsentrasi karotenoid 20 15 10 5 -5 -10 1:2 1:3 1:4 1:5 1:6 100 200 300 400 500 600 700 800 Kons entrasi karotenoid ppm Suhu fraksinasi °C Rasio CPO:heksana 1:2 1:3 1:4 1:5 1:6 sampel pada setiap suhu fraksinasi. Pada kondisi suhu yang sama, konsentrasi karotenoid cenderung menurun dengan bertambahnya jumlah pelarut heksana yang digunakan. Konsentrasi karotenoid tertinggi dihasilkan oleh sampel yang difraksinasi hingga suhu -10°C dengan perbandingan CPO : heksana = 1 : 2, yaitu 719.93 ppm. Sedangkan konsentrasi karotenoid terendah dihasilkan oleh sampel yang difraksinasi hingga suhu 20°C dengan perbandingan CPO : heksana = 1 : 5 sebesar 428.07 ppm. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada saat pengadukan dengan shaker, sampel CPO terpecah-pecah menjadi droplet-droplet yang berukuran lebih kecil, begitu pula dengan heksana sehingga terbentuk larutancampuran yang homogen. Sampel dengan perbandingan CPO : heksana = 1 : 2 yang mengandung lebih sedikit heksana mempunyai kemungkinan ukuran droplet minyak yang terbentuk lebih besar dibandingkan dengan perbandingan lain yang jumlah heksananya lebih banyak. Akibatnya, gliserida pada sampel lebih mudah membentuk kristal. Kandungan gliserida dalam Gambar 15. Pengaruh perbandingan pelarut terhadap konsentrasi karotenoid sampel pada setiap suhu fraksinasi fraksi cair berkurang dan konsentrasi karotenoidnya dapat meningkat. Sebaliknya, pada sampel dengan jumlah heksana lebih banyak, kristalisasi lebih sulit dicapai karena ukuran droplet minyak yang kecil membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai jarak yang dapat menimbulkan gaya Van der Waalls antar droplet minyak. Sehingga jumlah gliserida yang terdapat pada sampel masih banyak dan peningkatan konsentrasi karotenoidnya tidak besar. Minyak yang merupakan senyawa non polar dan heksana yang merupakan pelarut non polar mempunyai interaksi Van der Waalls Casiday dan Frey, 2001. Droplet-droplet minyak akan dikelilingi oleh droplet heksana yang jumlahnya lebih banyak dalam campuran. Ketika campuran minyak dan heksana disimpan dalam suhu rendah, mekanisme pembentukan kristal terjadi. Ketika suhu diturunkan, gerakan termal molekul dalam campuran melambat sehingga jarak antar molekul menjadi lebih kecil Winarno, 1997. Droplet heksana yang mengelilingi droplet minyak saling mendekat satu sama lain. Sehingga mengakibatkan jarak droplet minyak yang satu dengan yang lain juga semakin dekat. Droplet minyak yang ukurannya lebih besar akan lebih mudah bergabung dengan droplet minyak yang lain karena gaya tarik menarik antarmolekul gaya Van der Waalls lebih mudah timbul dan lebih mudah membentuk kristal. Pada perbandingan pelarut yang digunakan dalam perlakuan, konsentrasi karotenoid sampel menunjukkan kecenderungan yang meningkat dengan menurunnya suhu fraksinasi. Terdapat perbedaan laju kristalisasi yang terjadi pada masing- masing suhu. Pada suhu 20°C laju kristalisasi lambat, sehingga kristal yang terbentuk strukturnya halus. Semakin rendah suhu, laju kristalisasi semakin cepat dan kristal yang terbentuk ukurannya semakin besar. Hal ini menguntungkan dalam fraksinasi bertahap karena dapat mempercepat proses fraksinasi. Bila sampel difraksinasi langsung pada suhu yang rendah tanpa adanya penurunan suhu secara bertahap, laju kristalisasi yang cepat 20 15 10 5 -5 -10 1:2 1:3 1:4 1:5 1:6 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Re cove ry karote noid Suhu fraksinasi °C Rasio CPO:he ksana 1:2 1:3 1:4 1:5 1:6 akan membuat sampel membeku dan tidak menunjukkan pemisahan yang baik. Pada penelitian ini, sebelumnya pernah dilakukan uji coba dengan menyimpan sampel langsung pada suhu rendah yang akan diuji. Sampel tersebut mengalami pembekuan dan tidak terjadi fraksinasi. Bila sampel difraksinasi secara bertahap, gliserida dengan titik cair tinggi akan mengendap pada suhu awal. Bila suhu fraksinasi diturunkan maka akan diikuti oleh pengendapan gliserida lain yang titik didihnya lebih rendah, begitu seterusnya sehingga kandungan gliserida dalam fraksi cair semakin rendah dan karotenoid yang terlarut dalam heksana semakin pekat.

b. Pengaruh Perbandingan Pelarut terhadap Recovery Karotenoid