KAROTENOID 1. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN SAWIT

ukuran besar-besar 25-50, kadang-kadang 100 μm dan berkelompok. Kestabilan beta intermediet ada diantara alfa dan beta, bentuk seperti jarum halus dengan ukuran 1 μm Winarno, 1997. Proses kristalisasi mempunyai tahap yang berlanjut secara simultan. Tahap pertama adalah pembentukan partikel kecil, yang disebut dengan inti nucleid. Pembentukan inti terjadi saat beberapa molekul lemak berkumpul membentuk agregat dan energi potensialnya turun sampai nilai minimum. Tahap kedua dalam proses kristalisasi adalah pertumbuhan inti. Inti kristal dapat tumbuh menjadi kristal bila probabilitas molekul lemak untuk teradsorpsi di permukaan inti kristal cukup besar. Semakin besar agregat yang terbentuk, semakin rendah energi potensialnya dan probabilitas untuk mengadsorpsi molekul lemak semakin besar. Minyak yang mengalami kristalisasi membentuk molekul yang rigid, beraturan, dan berbentuk tiga dimensi Coulson dan Ricardson, 1955; Nawar, 1995; dan Fardiaz et al., 1992. Pendinginan yang relatif cepat akan menghasilkan kristal yang transparan, rapuh, dan pipih. Keadaan ini akan menghasilkan polimorfis bentuk alfa. Pendinginan yang terlalu lama akan memperlambat pembentukan kristal yang disebabkan oleh penurunan energi potensial yang tidak secara tiba-tiba. Bentuk kristal yang dihasilkan adalah bentuk seperti jarum halus dengan bentuk polimorfis beta intermediet Oh, et al., 1990. Kristal yang terlalu halus dan terlalu kecil dapat mengakibatkan pemisahan tidak efisien Tirtaux, 1990.

E. KAROTENOID 1.

Karakteristik Karotenoid Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah jingga serta larut dalam minyak. Karena itulah, karotenoid sering dibuat menjadi konsentrat yang dimanfaatkan sebagai pewarna makanan yang aman dan alami sekaligus menjadi suplemen provitamin A. Karotenoid terdapat dalam kloroplas 0.5 bersama-sama dengan klorofil 9.3 terutama pada bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel palisade Winarno, 1997. Karena warnanya mempunyai kisaran dari kuning sampai merah, maka deteksi panjang gelombangnya diperkirakan antara 430 – 480 nm Schwartz dan Elbe, 1996. Komponen karotenoid memiliki sifat penyerapan panjang gelombang tertentu. Pada pelarut yang berbeda, karotenoid akan menyerap panjang gelombang yang berbeda secara maksimum. Sifat penyerapan ini dijadikan dasar untuk menentukan jumlah karotenoid secara spektrofotometri Simpson et al., 1987. PORIM 1995 telah menguji bahwa karotenoid minyak sawit yang dilarutkan pada heksana mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 446 nm. Menurut Meyer 1966, karotenoid dibagi atas empat golongan, yaitu: 1 karotenoid hidrokarbon, C 40 H 56 seperti α, , dan karoten dan likopen; 2 xantofil dan derivat karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil antara lain kriptosantin, C 40 H 55 OH dan lutein, C 40 H 54 OH 2 ; 3 asam karotenoid yang mengandung gugus karboksil; dan 4 ester xantofil asam lemak, misalnya zeasantin. Karotenoid termasuk senyawa lipida yang tidak tersabunkan, larut dengan baik dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air Ranganna, 1979. Menurut Meyer 1966 sifat fisika dan kimia karotenoid adalah larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, larut dalam kloroform, benzena, karbon disulfida dan petroleum eter, tidak larut dalam dalam etanol dan metanol dingin, tahan terhadap panas apabila dalam keadaan vakum, peka terhadap oksidasi, autooksidasi dan cahaya, dan mempunyai ciri khas absorpsi cahaya. Reaksi oksidasi dapat menyebabkan hilangnya warna karotenoid dalam makanan Schwartz dan Elbe, 1996. Reaksi oksidasi karotenoid juga dipicu oleh suhu yang relatif tinggi. Karotenoid mengalami kerusakan oleh pemanasan pada suhu di atas 60 o C Naibahi, 1983. Ikatan ganda pada karotenoid menyebabkan percepatan laju oksidasi karena sinar dan katalis logam, seperti tembaga, besi dan mangan Walfford, 1980. Karotenoid lebih tahan disimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh jika dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh, karena asam lemak lebih mudah menerima radikal bebas dibandingkan dengan karotenoid. Sehingga apabila ada faktor yang menyebabkan oksidasi, asam lemak akan teroksidasi terlebih dahulu dan karotenoid akan terlindungi lebih lama Chichester et al., 1970. Karotenoid merupakan sumber vitamin A yang berasal dari tanaman, sedangkan yang berasal dari hewan berbentuk vitamin A. Beberapa jenis karotenoid dalam tanaman dan aktivitas provitamin A-nya disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Beberapa jenis karotenoid dalam tanaman dan aktivitas provitamin A-nya a Jenis Karotenoid Aktivitas provitamin A β-karoten 100 α-karoten 50-54 γ-karoten 42-50 β-zeakaroten 20-40 β-karoten-5,6-monoepoksida 21 3,4 dehidro- β-karoten 75 a Hasanah 2006 β-karoten sering juga disebut anti xerophtalmia karena defisiensi β- karoten dapat menimbulkan gejala rabun mata. β-karoten dalam minyak sawit selain merupakan provitamin A juga dapat mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, meningkatkan imunitas tubuh, dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif Muhilal, 1991; Murakoshi et al., 1989. Struktur β-karoten dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur β-karoten 1 2 4 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 14’ 12’ 10’ 8’ 15’ 13’ 11’ 7’ 9’ 4’ 5’ 1’ 6’ 2’ 3’ Gambar 2. Struktur β-karoten 1 2 4 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 14’ 12’ 10’ 8’ 15’ 13’ 11’ 7’ 9’ 4’ 5’ 1’ 6’ 2’ 3’ Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar -karoten menjadi vitamin A retinal, sehingga -karoten ini disebut provitamin A. Mengkonsumsi -karoten jauh lebih aman daripada mengkonsumsi vitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencegah defisiensi vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi -karoten dosis tinggi dilakukan pada diet intake Winarno, 1997. 2. Pemekatan Karotenoid Menurut Gross 1991, belum terdapat metode standar untuk ekstraksi karotenoid. Namun untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebaiknya digunakan bahan yang segar, tidak rusak, dan contoh yang digunakan harus terwakili. Selain itu, ekstraksi dilakukan secepat mungkin untuk mencegah kerusakan akibat oksidasi. Karena itulah dicoba dilakukan ekstraksi sederhana dengan menggunakan teknik fraksinasi. Banyak metode lain yang sudah dilakukan untuk memperoleh konsentrat karotenoid dari minyak kelapa sawit. Diantaranya disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Metode ekstraksi dan pemekatan karotenoid Metode Keterangan Capaian Peneliti Penyabunan Pada CPO Pemekatan 22 kali Rahayu 1996 Pada CPO, skala digandakan Pemekatan 54.31 kali Sanjaya 1996 Ekstraksi pelarut Pada tomat, wortel, bayam Taungbodithan 1998 Pada Brassica oleraceae Kurilich et al. 1999 Pada brokoli, cantaloupe, wortel, jeruk, peach, bayam, ubi jalar, tomat Lessin, Catigani dan Schwartz 1997 Pada buah dan sayuran Konings dan Roomans 1997 Pada cabe merah, paprika dengan aseton, oleoresin Ittah et al. 1993 Dengan pelarut heksana-aseton- metanol 80:10:10 vvv Burdick dan Fletcher 1985 Tabel 4. Metode ekstraksi dan pemekatan karotenoid lanjutan Metode Keterangan Capaian Peneliti Ekstraksi pelarut Pada jaringan tanaman, dengan pelarut aseton- heksana 1:9 vv Schwartz dan Patroni 1985 Pada limbah serat sawit, dengan pelarut heksana- aseton 10:1 vv Konsentrasi produk 1283 µgg Masni 2004 Pada sawit, dengan pelarut isopropanol 6:1 vb CPO Meningkatkan konsentrasi dari 498 µgg menjadi 744 µgg Hasanah 2006 Adsorpsi Pada sawit, adsorben resin sintetis Diaion HP- 20 Tingkat recovery 40-65 Baharin et al. 1998 Pada sawit, adsorben bentonit:alumina 4:1 Tingkat recovery 79 Desai dan Dubash 1994 Pada buah segar dan olahan, adsorben polimer sintetis Lessin et al. 1997 Pada sawit, adsorben MgO 2 :AlO 3 1:1 Tingkat recovery 82.41 Sahidin et al. 2001 Pada sawit, adsorben abu sekam padi Pemekatan 6 kali, tingkat recovery 86 Masni 2004 Adsorpsi berulang dengan adsorben abu sekam padi dan silika gel Pemekatan 7.44 kali, tingkat recovery 28.8 Zulkipli 2007 CME sawit, adsorben abu sekam padi dan silika gel Pemekatan 6 kali, tingkat recovery 70.25 Widayanto 2007 Pada sawit Pemekatan 15 kali, tingkat recovery 49 Hasanah 2006 Tabel 4. Metode ekstraksi dan pemekatan karotenoid lanjutan Metode Keterangan Capaian Peneliti Destilasi Molekuler Pada metil ester Kemurnian dan hasil tinggi Masni 2004 Bahan baku di- metanolisis, 2 tahap destilasi molekuler Kemurnian 75 Ooi et al. 1994 Fluida Superkritik T 40 C, 3000-5000 psi, 4 jam Penurunan total karotenoid 26.8 Muchtadi 1992 Pada metil ester sawit Pemekatan 39 kali, tingkat recovery 42 Sulaswatty 1998

F. FRAKSINASI