MINYAK KELAPA SAWIT TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN SAWIT

buah dengan kadar minyak sekitar 34-40, sedangkan biji buah sawit kurang lebih 20 dari total buah sawit Ketaren, 1986. Gambar 1. Pohon dan buah sawit Buah sawit dapat diolah menjadi berbagai macam produk. Produk mentahnya biasanya dalam bentuk CPO crude palm oil dan PKO palm kernel oil . Produk setengah jadinya biasanya dalam bentuk oleokimia, seperti asam lemak dan gliserin serta dalam bentuk oleopangan, seperti minyak goreng, margarin, dan shortening. Sedangkan produk jadi yang biasa ditemui adalah sabun dan kosmetik Ketaren, 1986.

B. MINYAK KELAPA SAWIT

Minyak kelapa sawit berasal dari buah tanaman kelapa sawit yang diperoleh dengan cara mengekstrak buah sawit. Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak yang berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut mesokarp yang disebut dengan Crude Palm Oil atau CPO, dan minyak yang berasal dari inti kernel yang disebut Palm Kernel Oil atau PKO Somaatmadja, 1981. Perbedaan minyak sawit dengan minyak inti sawit adalah adanya pigmen karotenoid yang berwarna kuning merah pada minyak sawit. Perbedaan lainnya yaitu dalam kandungan asam lemaknya. Pada minyak inti sawit terdapat adanya asam kaproat dan asam kaprilat yang tidak terdapat dalam minyak sawit Muchtadi, 1992. a b c d e f Keterangan a. pohon sawit b. tandan sawit c. epikarpium d. mesokarpium c dan d perikarpium e. endosperm f. endokarpium CPO mengandung lebih kurang 1 komponen minor yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol-sterol, fosfolipid dan glikolipid, terpen dan gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa trace element lainnya. Komponen terbesar dari karotenoid adalah -karoten dan α-karoten yang mencapai 90 dari total karotenoid yang terdiri dari 13 jenis Ong et al .,1990. Kandungan karotenoid pada CPO sekitar 500-700 ppm Ketaren, 1986 Ketaren 1986 menggambarkan pengolahan minyak sawit secara umum dengan beberapa tahap, yaitu ekstraksi, pemurnian, dan winterisasi fraksinasi. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi yaitu rendering, mechanical expresion, dan solvent extraction. Tujuan utama dari proses pemurnian adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut: 1 pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming dan pencucian dengan asam; 2 pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi; 3 dekolorisasi dengan pemucatan; 4 deodorisasi; dan 5 pemisahan gliserida jenuh stearin dengan cara pendinginan chilling. C. ASAM LEMAK MINYAK KELAPA SAWIT Minyak kelapa sawit kasar mengandung asam lemak dalam jumlah cukup besar. Asam lemak tersebut berikatan dengan gliserol membentuk gliserida Corley, 1979. Karena asam-asam lemak terdapat 95 dari berat total molekul gliserida dan asam-asam lemak tersebut terdiri dari bagian yang reaktif, maka asam-asam lemak sangat mempengaruhi karakteristik minyak Moolayil, 1977. Asam lemak pada minyak kelapa sawit ada yang mempunyai rantai dengan ikatan tunggal saturatedasam lemak jenuh dan ada yang mempunyai rantai dengan ikatan rangkap unsaturatedasam lemak tidak jenuh. Campuran asam lemak jenuh dan tidak jenuh tersebut dapat dipisahkan dengan cara fraksinasi. Komposisi asam lemak CPO, olein dan stearin minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit a Asam lemak CPO Olein Stearin C 12 : 0 0.1 0.1 - 0.5 0.1 - 0.6 C 14 : 0 1 0.9 - 1.4 1.1 - 1.9 C 16 : 0 43.7 37.9 - 41.7 47.2 - 73.8 C 18 : 0 4.4 4.0 - 4.8 4.4 - 5.6 C 20 : 0 0.3 0.2 - 0.5 0.1 - 0.6 C 16 : 1 0.1 0.1 - 0.4 0.05 - 0.2 C 18 : 1 39.9 40.7 - 43.9 15.6 - 37 C 18 : 2 10.3 10.4 - 13.4 3.2 - 9.8 C 18 : 3 - 0.1 - 0.6 0.1 - 0.6 a Bailey 1994 Sifat fisik asam lemak tergantung pada berat molekul dan jenis ikatannya. Salah satu sifat fisik pada asam lemak adalah titik cair. Setiap asam lemak mempunyai titik cair yang berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi titik cair asam lemak, antara lain panjang rantai karbon, jumlah ikatan rangkap, stereoisomerisasi ikatan rangkap, posisi ikatan rangkap, percabangan asam lemak bebas, posisi asam lemak bebas dalam trigliserida, bentuk asimetrik, dan asam lemak dengan jumlah atom karbon ganjil Walstra, 1987. Selain itu, kombinasi asam lemak dalam bentuk monogliserida, digliserida, maupun trigliserida serta isomer-isomernya juga menyebabkan variasi titik cair dari asam lemak tersebut Ketaren, 1986. Titik cair asam lemak pada umumnya naik dengan semakin panjangnya rantai karbon, tetapi kenaikannya tidak linier. Titik cair asam lemak turun jika ketidakjenuhannya meningkat. Hal ini dikarenakan ikatan antarmolekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat akibat rantai pada ikatan rangkap tidak lurus. Semakin banyak ikatan rangkap, ikatan semakin lemah sehingga titik cairnya semakin rendah Winarno, 1997 dan Ketaren, 1986. Dibandingkan dengan asam lemak berkonfigurasi trans, bentuk cis pada umumnya mempunyai titik cair yang lebih rendah. Hal ini disebabkan secara geometris, bentuk cis lebih mengubah bentuk keseluruhan asam lemak dari bentuk rantai lurus sehingga tidak mudah tersusun membentuk kristal Fardiaz et al., 1992 Minyak sawit memiliki dua komponen asam lemak yang terbesar yaitu asam palmitat dan asam oleat. Asam palmitat merupakan asam lemak rantai panjang yang memiliki titik cair melting point yang tinggi, yaitu 64°C. Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi ketengikan dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan panjang rantai C 18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding asam palmitat yaitu 14°C Ketaren, 1986. Beberapa jenis asam lemak dan titik cairnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Beberapa jenis asam lemak dan titik cairnya. Jenis Atom Karbon Titik cair dalam berbagai bentuk °C asam lemak a mono- gliserida b 1,3-di gliserida b Tri- gliserida b Butyric Acid C 4 : 0 -7.9 - - - Caproic Acid C 6 : 0 -3 - - - Caprylic Acid C 8 : 0 16-17 - - - Capric Acid C 10 : 0 31 - - - Lauric Acid C 12 : 0 44-46 63 57.8 46.4 Myristic Acid C 14 : 0 58.8 70.5 66.8 57 Palmitic Acid C 16 : 0 63-64 77 76.3 63.5 Stearic Acid C 18 : 0 69-70 81.5 79.4 73.1 Oleic acid C 18 : 1 13-14 35.2 21.5 5.5 Linoleic acid C 18 : 2 -6.5 12.3 -2.6 -13.1 Linolenic acid C 18 : 3 -12.8 15.7 -12.3 -24.2 Arachidic Acid C 20 : 0 75.5 - - - Behenic Acid C 22 : 0 74-78 - - - Erucic acid C 22 : 1 33.8 - - - Olein c - 18-20 - - - Stearin c - 48-50 - - - a Anonim 2007 b Johnson dan Davenport 1971 c Gunstone dan Norris 1983 Sifat lain dari asam lemak adalah kelarutan. Asam lemak yang berantai pendek dapat larut dalam air. Akan tetapi, semakin panjang rantai karbon asam-asam lemak, semakin kurang daya kelarutannya dalam air. Asam lemak dalam bentuk gliserida umumnya tidak larut dalam pelarut yang mengandung air. Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas yang sama. Karena gliserida bersifat nonpolar, maka akan lebih mudah larut dalam pelarut organik yang non polar, seperti benzena, eter, kloroform, atau heksana. Asam-asam lemak tidak jenuh lebih mudah larut dalam pelarut organik dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Sifat kelarutan ini dapat digunakan sebagai dasar pemisahan asam lemak dengan proses kristalisasi Fardiaz et al., 1992 dan Ketaren, 1986.

D. KRISTALISASI MINYAK