tanah relatif bebas dari vegetasi sekunder, sehingga memudahkan maleo dalam menggali sarang.
Di luar habitat tempat bertelurnya, maleo lebih banyak menggunakan vegetasi sebagai tempat mengintai, berlindung, beristirahat dan melakukan
pergerakan, mengingat burung maleo tidak memiliki kemampuan terbang yang baik. Disamping itu, burung maleo datang ke lokasi peneluran terutama untuk
bertelur, bukan untuk mencari makan atau minum, walaupun tidak menutup kemungkinan apabila di sekitar tempat bertelur dijumpai makanan dan air, maleo
akan makan dan minum sebelum atau sesudah bertelur. Jika keadaan aman dan arealnya terbuka luas, lokasi peneluran juga dipergunakan sebagai arena
melakukan aktivitas sosial bersama individu lainnya.
5.4. Pola Sebaran Maleo
Pola sebaran maleo ditentukan pada jumlah unit contoh yang ditemukan pada masing-masing tipe habitat. Pada Tabel 6 tampak hasil analisis data
dengan menggunakan uji Chi-square dan uji statistik, pola sebaran maleo pada tiap tipe habitat berbentuk kelompok. Hal ini berarti untuk jumlah contoh kurang
dari 30 n30, λ
2 hit
lebih dari dan atau sama dengan λ
2 0,025
, untuk jumlah contoh lebih dari dan atau sama dengan 30 n
≥30 dengan uji statistik diperoleh d
hit
lebih dari 1,96 d1,96. Secara keseluruhan, pola sebaran maleo di Taman Nasional
Lore Lindu berbentuk kelompok. Tabel 6. Pola sebaran sarang maleo berdasarkan tipe habitat di kawasan Taman
Nasional Lore Lindu.
No Tipe
Habitat Jumlah
contoh n
Populasi ID
s
2
x
Chi- square
[IDn-1] d
hit
Nilai Tabel Pola
Sebaran ragam
s
2
rata-rata
x
λ
2 0,975
λ
2 0,025
1 HS 14 19,19 7,57 2,53
32,94 5,01
24,74 Kelompok
2 SB 21 52,23 4,86 10,75 215,06
9,59 34,17
Kelompok 3 SP 53 19,96 5,66
3,53 183,36
9,00 Kelompok
4 SS 69 22,05 4,49 4,91
333,70 14,22 Kelompok
5 TB 16 14,92 7,13 2,09
31,40 6,26
27,49 Kelompok
6 TC 9 80,78 6,44 12,53
100,28 2,18
17,54 Kelompok
Keterangan: HS=Hutan Sekunder, SB=Semak Belukar, SP=Semak dan Perdu, SS=Sempadan Sungai, TB=Tanaman Bambu, TC=Tanaman Coklat.
Hutchinson 1953 menyatakan bahwa faktor penyebab terjadinya pola sebaran adalah :
a. Faktor vektorial vectorial factors yaitu akibat dari keadaan lingkungan
eksternal seperti intensitas cahaya, aliran air dan jenis tanah.
b. Faktor reproduktif reproductive factors yaitu diakibatkan oleh cara reproduksi
dari suatu organisme seperti kloning dan regenerasi keturunan. c. Faktor sosial
social factors yaitu perilaku sifat pembawaan sejak lahir seperti perilaku teritori.
d. Faktor koaktif coactive factors yaitu disebabkan oleh interaksi inter dan intra
spesies seperti persaingan. e. Faktor stokastik
stochastic factors yaitu hasil variasi acak dari faktor-faktor sebelumnya.
Pola penyebaran berbentuk kelompok pada habitat bersarang maleo antara lain disebabkan oleh faktor reproduktif dan vektorial. Maleo melakukan
seleksi terhadap habitat yang akan digunakan sebagai lokasi bersarang, mengingat maleo di TNLL tidak mengerami telurnya sendiri tetapi menguburnya
di dalam lubang yang dilalui aktivitas geothermal sebagai sumber panas untuk
penetasan telurnya, sementara itu lokasi di TNLL yang sesuai bagi maleo untuk bersarangnya penyebarannya tidak merata. Selain itu, menurut Santoso 1990
pendengaran burung maleo kurang baik sehingga dapat didekati bila memperhatikan arah angin dan posisi burung maleo, perilaku berkelompok pada
saat bersarang diduga untuk meningkatkan respon terhadap gangguan yang tejadi saat bersarang. Maleo tidak pernah mengawasi atau mempedulikan
keadaan telurnya, setelah melakukan aktivitas bersarang mereka meninggalkan lokasi peneluran secara berpasangan. Menurut Jones
et al. 1995, tempat bertelur burung maleo bukan merupakan teritorinya dalam mencari makan
feeding territory. Maleo mencari makan di hutan tropis dataran rendah. Diduga pola penyebaran maleo di TNLL berbentuk acak, mengingat ketersediaan pakan
bagi maleo di TNLL masih cukup melimpah.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN