Kepadatan maleo pada setiap tipe habitat sangat dipengaruhi oleh luasan dan kondisi areal peneluran. Kepadatan populasi maleo tertinggi terdapat pada
lokasi peneluran dengan tipe habitat hutan sekunder sebesar 252,38 ± 32,32
ekorha dan terendah terdapat pada lokasi peneluran dengan tipe habitat sempadan sungai sebesar 149,76
± 14,46 ekorha. Dari hasil pengamatan di lapangan, luas dan kondisi habitat hutan sekunder yang digunakan maleo
sebagai lokasi peneluran semakin terancam dengan adanya usaha masyarakat memperluas areal perkebunan, keadaan ini diperburuk dengan mudahnya akses
menuju kawasan peneluran maleo yang secara langsung mengganggu usaha maleo dalam membuat sarang untuk meletakkan telurnya. Tingginya kepadatan
sarang maleo di habitat hutan sekunder kemungkinan terjadi karena habitat tersebut dianggap sesuai dan memenuhi syarat sebagai areal bersarang bagi
maleo untuk meletakkan telur, sementara luas areal yang tersedia terbatas.
5.3. Preferensi Habitat Peneluran Maleo
Berdasarkan hasil pengujian terhadap enam tipe habitat yang digunakan maleo sebagai lokasi peneluran, ternyata burung maleo memiliki preferensi
terhadap tipe habitat tertentu. Dari Tabel 4, tampak bahwa masing-masing tipe habitat memiliki nilai indeks pemilihan habitat yang berbeda. Menurut Bibby et al.
1998 jika nilai indeks pemilihan habitat lebih dari 1 w1, maka tipe habitat yang bersangkutan disukai, sebaliknya jika kurang dari 1 w1 maka tipe habitat
tersebut akan dihindari. Tabel 4. Proporsi luas areal pengamatan, jumlah sarang yang ditemukan dan
indeks pemilihan habitat peneluran maleo
No .
Tipe Habitat
Proporsi luas areal
pengamatan p
i
Jml. Sarang
n
i
Proporsi Jml Sarang
Ditemukan u
i
Indeks Pemilihan
Habitat w
i
Indeks Pemilihan
Habitat yang Distandarkan
B
i
Harapan Jumlah
Sarang N.p
i
1 HS 0,08
53 0,11
1,34 0,20
39,6 2 SB
0,11 51
0,10 0,94
0,14 54,45
3 SP 0,29
150 0,30
1,04 0,16
143,55 4 SS
0,38 155
0,31 0,82
0,12 188,1
5 TB 0,09
57 0,12
1,28 0,19
44,55 6 TC
0,05 29
0,06 1,17
0,18 24,75
Total 1 495 1 6,60 1 495
Keterangan: HS=Hutan Sekunder, SB=Semak Belukar, SP=Semak dan Perdu, SS=Sempadan Sungai, TB=Tanaman Bambu, TC=Tanaman Coklat.
Bila diurutkan menurut besarnya nilai indeks pemilihan habitat, tipe habitat yang paling disukai oleh burung maleo di kawasan TNLL berturut-turut adalah
tipe habitat hutan sekunder, tanaman bambu, tanaman coklat, semak dan perdu, semak belukar serta sempadan sungai.
Pengujian terhadap indeks pemilihan habitat perlu dilakukan menggunakan uji chi-square
λ
2 hit
dengan tujuan untuk mengetahui kebenaran akan ada tidaknya pemilihan atas tipe habitat tertentu. Kriteria uji yang digunakan adalah
jika λ
2 hit
≤ λ
2 0,05
, maka tidak terdapat pemilihan habitat dan jika λ
2 hit
λ
2 0,05
, maka terdapat pemilihan habitat. Berdasarkan Tabel 5, hasil pengujian menunjukkan
nilai λ
2 hit
sebesar 15,076 dan λ
2 0,05
sebesar 11,071, maka terdapat pemilihan terhadap tipe habitat tertentu bagi maleo untuk digunakan sebagai lokasi
peneluran. Dari hasil yang tersebut, diketahui bahwa burung maleo melakukan seleksi terhadap tipe habitat yang akan digunakan sebagai tempat bertelur.
Seleksi tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi yang optimal bagi telur agar dapat menetas dan aman dari predator.
Tabel 5. Jumlah sarang teramati dan harapan sarang maleo
No Tipe
Habitat Jumlah
Sarang n
i
= O
i
Proporsi luas areal
pengamatan p
i
Harapan Jumlah Sarang
∑n
i
.p
i
=E
i
O
i
– E
i
O
i
– E
i 2
E
i
1 HS 53
0,08 39,6
13,4 4,534
2 SB 51
0,11 54,45
-3,45 0,219
3 SP 150
0,29 143,55
6,45 0,290
4 SS 155
0,38 188,1
-33,1 5,825
5 TB 57
0,09 44,55
12,45 3,479
6 TC 29
0,05 24,75
4,25 0,730
Total 495 1
495 15,076
Keterangan: HS=Hutan Sekunder, SB=Semak Belukar, SP=Semak dan Perdu, SS=Sempadan Sungai, TB=Tanaman Bambu, TC=Tanaman Coklat.
Berdasarkan pengamatan, rendahnya nilai indeks pada tipe habitat semak dan perdu serta semak belukar disebabkan karena sebagian besar permukaan
tanahnya tertutup oleh tumbuhan bawah. Gunawan 2000 menyatakan bahwa penutupan permukaan tanah oleh tumbuhan bawah atau vegetasi sekunder
lainnya di tempat bertelur dengan sumber panas geothermal akan menyulitkan maleo dalam menggali sarang dan mengurangi areal sarang. Ancaman dari
luapan air sungai pada saat pasang kemungkinan memberikan andil terhadap kurangnya preferensi maleo pada habitat sempadan sungai untuk digunakan
sebagai lokasi peneluran. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan oleh petani pada habitat tanaman bambu dan tanaman coklat mengakibatkan permukaan
tanah relatif bebas dari vegetasi sekunder, sehingga memudahkan maleo dalam menggali sarang.
Di luar habitat tempat bertelurnya, maleo lebih banyak menggunakan vegetasi sebagai tempat mengintai, berlindung, beristirahat dan melakukan
pergerakan, mengingat burung maleo tidak memiliki kemampuan terbang yang baik. Disamping itu, burung maleo datang ke lokasi peneluran terutama untuk
bertelur, bukan untuk mencari makan atau minum, walaupun tidak menutup kemungkinan apabila di sekitar tempat bertelur dijumpai makanan dan air, maleo
akan makan dan minum sebelum atau sesudah bertelur. Jika keadaan aman dan arealnya terbuka luas, lokasi peneluran juga dipergunakan sebagai arena
melakukan aktivitas sosial bersama individu lainnya.
5.4. Pola Sebaran Maleo