Semula masyarakat hidup dalam kelompok kecil yang sering berperang dan melakukan perladangan berpindah. Pada akhir abad ke-17, sistem
menanam padi di sawah yang dialiri mulai dikenal, hingga saat ini kebanyakan penduduk melaksanakan pola pertanian menetap pada lahan rata di lembah-
lembah. Pengenalan sistem bersawah yang sangat produktif diperkirakan telah menyelamatkan habitat-habitat alam pegunungan dari perambahan untuk
perluasan pertanian ekstensif. Pada umumnya masyarakat sekitar kawasan taman nasional memiliki ketergantungan terhadap hutan dan menganggap
wilayah mereka sebagai warisan leluhur yang harus dikelola secara arif dan berkelanjutan seperti yang telah dilakukan oleh generasi sebelumnya.
3.5. Obyek Wisata
Kawasan TNLL memiliki beberapa jenis obyek wisata yang khas, antara lain: pemandian air panas di Kadidia; situs megalit yang tersebar di lembah
Besoa; sejumlah air terjun dengan ketinggian antara 50-150 m di Kulawi, Kamarora dan Wuasa; jalur pendakian menuju puncak Nokilalaki 2355 mdpl
dan TokosaRorekatimbu 2610 mdpl; pemanfaatan Sungai Lariang untuk arung jeram; panorama danau Lindu dan Tambing; penangkaran kupu-kupu di
Kamarora; penetasan tradisional telur maleo di Saluki dan pengobatan tradisional di Pakuli yang dilakukan oleh Sando dukun menggunakan tumbuhan obat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi
Burung maleo Macrocephalon maleo Sal Muller 1846 oleh Grzimek
1972 diklasifikasikan ke dalam: Klas Aves, Sub Klas Neonirthes, Ordo Galliformes, Sub Ordo Galli, Famili Megapodidae, Sub Famili Crocoide, Genus
Macrocephalon, spesies Macrocephalon maleo Sal Muller 1846. Menurut Jones
et al. 1995, PPA 1994 dan del Hoyo et al. 1994, burung maleo dikenal dengan nama daerah senkawor, sengkawur, songkel, maleosan Minahasa,
saungke Bintauna, tuanggoi Bolaang Mongondow, tuangoho Bolaang Itang, bagoho Suwawa, mumungo, panua Gorontalo, molo Sulawesi Tenggara.
Jenis ini dikenal pula dengan nama asing megapode maleo Perancis, hammerhuhn Jerman, talegalo maleo Spanyol, maleo fowl, gray’s brush
turkey Inggris.
2.2. Morfologi
Jones et al. 1995 menyatakan bahwa maleo adalah hewan yang berjalan
seperti ayam, lebih banyak di darat tidak terbang seperti kebanyakan burung lain, bila sedang terbang gerakan sayapnya keras. Hal ini disebabkan bobot
tubuhnya yang cukup besar dibandingkan dengan lebar sayap, sehingga untuk mencapai jarak relatif pendek harus hinggap dulu pada cabang-cabang pohon
yang satu ke cabang pohon lainnya. Burung maleo termasuk spesies
burrow nester, yaitu burung pembuat lubang atau liang. Besarnya hampir sama dengan ayam betina piaraan, berbobot
1,6 kg, dengan panjang sayap jantan 292 mm dan betina 302 mm PPA 1994 Anak maleo yang baru menetas mempunyai berat 109-169 gram Argelo 1991.
Dinyatakan juga umur burung maleo bisa mencapai 25-30 tahun dan mencapai usia dewasa produktivitas setelah 4 tahun. Menurut Dekker 1990, di dalam
penangkaran, maleo dapat mencapai umur 20 tahun lebih. Warna burung maleo dewasa, baik jantan maupun betina umumnya sama,
yaitu mengkilap di bagian sayap dan ekor. Pada bagian dada berwarna kuning bercampur putih, bila dilihat dari dekat dada betina berwarna sawo matang. Pada
bagian kepalanya terdapat benjolan besar menyerupai helm mahkota berwarna kelabu kehitam-hitaman. Mahkota pada jantan lebih besar dibandingkan dengan
mahkota betina.