Implikasi Kebijakan Peningkatan peran pemuda dalam pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat

Tabel 24 Korelasi antar faktor yang mempengaruhi peran pemuda di Kabupaten Sukabumi 2006 Faktor Penentu X 1 Kewirausahaan X 2 Kebijakan Publik X 3 Sumberdaya X 4 Kapital Sosial X 1 Kewirausahaan 1,0000 0,3716 0,5496 0,5188 X 2 Kebijakan Publik 0,3716 1,0000 0,4187 TBN X 3 Sumberdaya 0,5496 0,4187 1,0000 TBN X 4 Kapital Sosial 0,5188 TBN TBN 1,0000 Catatan: TBN tidak berbeda nyata

5.4 Implikasi Kebijakan

Hasil penelitian ini merupakan basis empiris untuk merumuskan kebijakan publik. Setidaknya ada tiga kelompok kebijakan yang dapat dirumuskan yaitu: 1 kebijakan bentuk peran pemuda, 2 kebijakan tentang determinan peran pemuda, dan 3 kebijakan komprehensif. Bentuk kebijakan sebagai implikasi penelitian ini diuraikan pada bagian berikut.

5.4.1 Kebijakan bentuk peran pemuda

Berdasarkan identifikasi bentuk-bentuk peran pemuda dalam pembangunan kelautan dan perikanan di daerah penelitian, ditemukan bahwa pemuda umumnya lebih berperan dalam bidang kegiatan produksi atau pemanfaatan sumb erdaya pesisir dan laut dibandingkan dengan bidang kegiatan perencanaan pembangunan, monitoring dan evaluasi sumberdaya, serta keikutsertaan dalam lembaga organisasi kelautan dan perikanan. Karena kegiatan produksi lebih berorientasi dan beralaskan pada kepentingan ekonomi maka dapat dikatakan bahwa pemuda cenderung menempatkan kepentingan ekonomi di atas kepentingan lainnya dalam menentukan bagaimana dan dimana mereka harus berperan dalam pembangunan. Dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut, kegiatan perencanaan yang bertujuan untuk memperoleh cara terbaik dalam pemanfaataan sumberdaya tersebut serta kegiatan monitoring dan evaluasi pada hakekatnya sangat penting. Perencanaan yang keliru dalam pemanfaatan sumberdaya akan diikuti oleh pemanfaatan yang salah dan berakhir pada kerusakan sumberdaya. Demikian pula monitoring dan evaluasi yang tidak dilakukan dengan baik akan tidak memberikan umpan balik yang benar bagi perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya. Monitoring dan evaluasi sumberdaya adalah juga tahapan dimana koreksi bisa dilakukan selagi sumberdaya yang dimaksudkan sedang dalam proses pemanfaatan. Dengan dasar argumentasi seperti ini maka dapat dikatakan bahwa peran pemuda pada bidang kegiatan ekonomi memang seharusnya sebanding dengan peran mereka pada bidang perencanaan serta monitoring dan evaluasi. Rendahnya peran pemuda dalam bidang perencanaan serta monitoring dan evaluasi bisa disebabkan karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan mereka untuk dapat berperan sebagaimana seharusnya. Pendidikan yang relatif rendah bisa merupakan justifikasi tentang hal ini. Sampel pemuda pada penelitian ini berpendidikan formal rata-rata tujuh tahun atau setingkat kelas 1 SMP. Dengan rata-rata tingkat pendidikan seperti ini maka hal tersebut bisa merupakan kendala bagi keikutsertaan mereka dalam kegiatan- kegiatan yang bukan menyangkut langsung pemanfaatan sumberdaya alam yang membutuhkan kemampuan nalar dan intelektual yang lebih tinggi. Pemuda juga seharusnya bisa berperan dalam organisasi sosial ekonomi seperti koperasi, asosiasi, dan kelompok nelayan. Dengan berperan, setidaknya sebagai anggota, mereka dapat memiliki akses ke berbagai informasi dan sekaligus memperbesar kapital sosial yang dimiliki yang pada akhirnya dapat digunakan dalam mendukung perannya pada kegiatan produksi. Akan tetapi hasil empiris penelitian ini menunjukkan bahwa peran pemuda dalam hal ini masih sangat rendah. Hanya 10 pemuda sebagai anggota koperasi, 16 partisipasi dalam program pemerintah dan 25 sebagai anggota asosiasi nelayan. Bentuk-bentuk peran pemuda seperti yang terjadi di daerah penelitian meskipun bukan sesuatu yang ideal, yang menuntut mereka bisa berperan di semua bidang secara merata, tetapi sesungguhnya tidak bisa disalahkan. Bila peran seseorang merupakan ekspresi dari kebutuhan hidupnya maka bentuk- bentuk peran pemuda yang terjadi di daerah penelitian ini adalah sesuai dengan status dan kondisi ekonomi yang memang relatif miskin dan rendah pendapatannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Schoorl 1981 yang mengatakan bahwa karena alasan kemiskinan serta dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup maka pada masyarakat pedesaan dan agraria, seseorang cenderung lebih berperan dalam kegiatan produksi dibandingkan dengan perannya pada bidang lain. Tahapan selanjutnya, dia dapat berperan dalam kegiatan lainnya manakala kebutuhan dasar telah terpenuhi. Karena di satu sisi diharapkan bahwa pemuda dapat berperan secara merata di bidang perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan sumberdaya, namun di sisi lain harapan tersebut belum bisa diwujudkan manakala peran pemuda masih dikungkungi oleh sifat-sifat pedesaan dan agraris termasuk perikanan maka ke depan intervensi kebijakan perlu dilakukan dalam mencari dan mengembangkan bentuk kebijakan pemuda yang lebih dapat diterima bagi pembangunan kelautan dan perikanan secara khusus serta pembangunan pedesaan pesisir secara umum. Kebijakan untuk mendorong peran pemuda dalam kegiatan ekonomi masih harus terus dilakukan. Kebijakan tersebut patut diarahkan agar supaya pemuda dapat me miliki aset produksi dan tidak sekedar menjadi pelaku atau tenaga kerja pada usaha yang dimiliki orang lain. Dengan kata lain kebijakan patut diarahkan agar pemuda dapat usaha secara mandiri dan sekaligus mempersiapkannya untuk bisa menciptakan lapangan kerja baru. Selain kebijakan untuk mendorong kemandiran pemuda dalam aktivitas ekonomi, perlu juga dilakukan intervensi kebijakan yang melaluinya pemuda dapat lebih berperan dalam perencanaan pemanfaatan serta pengawasan sumberdaya. Dalam upaya untuk mewuj udkan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan maka konsep pengelolaan bersama co- management perlu diperkenalkan di daerah penelitian. Co-management adalah kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya perikanan. Dengan pendekatan co-management, maka akan ada ruang dan peluang bagi pemuda untuk berperan serta berpartisipasi dalam program dan kegiatan yang diinisiasikan oleh pemerintah. Pemuda juga perlu ditingkatkan peranannya dalam berorganisasi yang merupakan wadah bagi mereka meningkatkan kapital sosial dan kemampuan individu. Untuk itu pula pemerintah patut memiliki kebijakan yang mendorong organisasi pemuda di daerah, bukan hanya organisasi masyarakat dan organisasi politik tetapi utamanya adalah organisasi ekonomi. Koperasi atau bentuk organisasi usaha lainnya yang mendorong pelibatan dan peran pemuda perlu didorong pembentukannya dan diberikan lingkungan yang kondusif bagi perkembangannya.

5.4.2 Kebijakan tentang faktor determinan peran pemuda

Sudah dijelaskan sebelumnya tentang faktor- faktor penentu determinan peran pemuda di daerah penelitian. Determinan tersebut adalah kebijakan publik, jiwa kewirausahaan pemuda, pemilikan kapital sosial, serta pemilikan sumberdaya lainnya oleh pemuda. Dengan manipulasi determinan-determinan ini maka peran pemuda dapat lebih ditingkatkan. Kebijakan publik yang mempengaruhi peran pemuda adalah : 1 adanya kegiatan penyuluhan serta 2 adanya kredit yang dapat digunakan pemuda sebagai modal usaha dan modal kerja. Semakin banyak intensitas penyuluhan semakin besar peran pemuda. Penyuluhan yaitu penyampaian informasi kepada pemuda agar mereka menggunakan informasi tersebut untuk perubahan. Karena itu maka penyuluhan adalah peubah penting dalam pembangunan. Kebijakan penyuluhan di dalam bidang kelautan dan perikanan mengalami mati suri sejak dimulai era otonomi daerah. Sebelumnya, kegiatan penyuluhan kelautan dan perikanan adalah bagian dari penyuluhan pertanian, baik organisasi, sumberdaya manusia tenaga penyuluh maupun programnya. Namun dengan diserahkannya kegiatan penyuluhan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, kegiatan penyuluhan dalam bidang kelautan dan perikanan cenderung tidak berjalan. Menyadari pentingnya penyuluhan kepada masyarakat pedesaan, pemerintah baru saja menetapkan Undang-Undang UU No. 16 Tahun 2006 tentang penyuluhan. Namun demikian pada saat penelitian ini dilakukan, implementasi UU No.162006 ini belum ada di lapangan. Oleh karena itu, mengingat pentingnya kegiatan penyuluhan yang diantaranya dapat meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan di pedesaan maka UU ini harus segera diimplementasikan. Pentingnya peubah penyuluhan dalam meningkatkan peran pemuda dapat juga menjadi alasan untuk menempatkan pemuda sebagai kelompok sasaran target group dalam pembangunan pedesaan. Dinamika pemuda, meskipun ada banyak kelemahan yang dimiliki mereka seperti tingkat pendidikan yang rendah dan pengalaman yang kurang, dapat digunakan untuk menyebarkan program pemerintah kepada masyarakat pedesaan secara keseluruhan. Dalam hubungan ini, pemuda dapat dijadikan kelompok early adaptor yaitu mereka yang lebih dulu menerima pembaruan yang dari luar. Selanjutnya adalah tanggung jawab early adaptor ini untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung, secara sistematis maupun tanpa perencanaan. Determinan kredit kepada pemuda juga merupakan aspek penting. Semakin besar kredit usaha, baik untuk modal investasi maupun modal kerja, yang dapat dimanfaatkan pemuda semakin besar peranan mereka dalam pembangunan. Dengan alasan itu pemerintah perlu memiliki kebijakan untuk membuka akses pemuda kepada sumber kredit usaha. Selain itu program bantuan modal usaha dalam bentuk bantuan modal, bantuan sosial, baik untuk kelompok maupun individu patut digalakkan. Karena akses yang mudah ke sumber permodalan akan meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan maka pemerintah pun harus memiliki kebijakan untuk membangun lembaga permodalan di tingkat pedesaan. Adanya beberapa bank yang dapat menyalurkan kredit usaha kepada pemuda adalah situasi ideal. Namun sebagai alternatif, pemerintah perlu mendorong terbentuknya lembaga keuangan non bank, koperasi simpan pinjam, atau bentuk lembaga permodalan lainnya yang dapat melayani pemuda di pedesaan pesisir. Dikaitkan dengan program pemerintah yang sedang dijalankan saat ini, khususnya oleh Departemen Kelautan dan Perikanan, maka program pemberdayaan masyarakat pesisir yang di dalamnya termasuk pendirian lembaga keuangan non-bank, penyediaan cash collateral sebagai jaminan agunan kepada perbankan, serta pelayanan usaha mikro dan kecil melalui fasilitasi Konsultan Keuangan Mitra Bank KKMB perlu dipertahankan bahkan dikembangkan lebih jauh untuk menjangkau lebih banyak orang khususnya pemuda di pedesaan pesisir. Determinan lain yang menentukan peran pemuda yaitu membaca dan mendengar berita. Semakin sering seorang pemuda membaca dan mendengar berita, semakin besar peranannya dalam pembanguna n kelautan dan perikanan, khususnya dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Determinan ini dianggap sebagai faktor yang menentukan seseorang mengembangkan jiwa kewirausahaan. Asumsinya yaitu dengan mendengar dan membaca berita, khususnya yang berkenaan dengan usaha kelautan dan perikanan, maka seseorang akan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang besar yang menentukannya dalam berperan sebagai seorang pemuda. Implikasi dari fakta ini yaitu bahwa pemerintah perlu mengembangkan program penyampaian informasi kepada pemuda di pedesaan. Program penyuluhan melalui media cetak dan media elektronik radio dan televisi perlu dikembangkan. Selain itu program radio, televisi, atau koran yang khusus tentang pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut perlu ditingkatkan. Disamping program penyampaian berita melalui radio, televisi, dan koran, maka pemerintah juga patut mendiseminasikan teknologi dan informasi yang diperoleh melalui kegiatan riset, penelitian, dan pengembangan yang dilakukan secara internal. Selain itu, teknologi dan informasi yang mungkin diperoleh secara eksternal dari sumber lain perlu disampaikan juga kepada pemuda pedesaan dalam bahan cetakan atau audio- visual. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa jiwa kewirausahaan dapat dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman berusaha. Semakin tinggi pendidikan serta semakin banyak pengalaman maka semakin besar peran pemuda dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Dengan fakta bahwa pendidikan di daerah penelitian masih cukup rendah maka hal ini merupakan justifikasi yang kuat bahwa pendidikan perlu ditingkatkan. Pendidikan yang diukur sebagai determinan peran pemuda dalam penelitian ini tentu saja terbatas pada pendidikan formal. Faktanya, seseorang memiliki pengetahuan dan ketrampilan tidak saja melalui pendidikan formal tetapi juga pendidikan non- formal yaitu pelatihan di luar sekolah. Karena itu bagi peningkatan peran pemuda dalam pembangunan maka perlu dilakukan pendidikan non- formal atau pendidikan luar sekolah yang dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka. Karena usaha perikanan mensyaratkan kemampuan seseorang dalam hal teknis dan manajerial maka pendidikan formal yang diprogramkan pemerintah patut meliputi kedua aspek ini. Kelompok determinan kapital sosial yaitu : 1 jumlah mitra bisnis, 2 keikutsertaan dalam organisasi masa dan politik, 3 keikutsertaan dalam organisasi agama, dan 4 kekayaan keluarga mempenga ruhi peran pemuda secara positif. Determinan kapital sosial ini memang sulit diintervensi atau dimanipulasi pemerintah dalam rangka meningkatkan peran pemuda. Adanya dan kepemilkan kapital sosial lebih banyak tergantung pada pemuda itu sendiri. Kendati demikian, pemerintah dapat mengembangkan kebijakan dalam hal mendorong dan memfasilitasi lahir dan berkembangnya organisasi masa, politik, dan agama di pedesaan. Bagaimana mekanisme pengaruh kapital sosial terhadap peran pemuda adalah sesuatu yang sulit dideskripsikan. Mungkin saja dengan memiliki kapital sosial seperti ini seseorang pemuda memiliki wawasan dan cara pandang terhadap usaha bisnis yang makin luas sehingga memampukan dia melihat peluang- peluang bisnis yang bisa dikembangkan. Mungkin juga pemilikan kapital sosial seperti ini membuat seseorang pemuda dengan lebih mudah dapat berhubungan dengan orang yang lain. Yang jelas, bahwa kapital sosial sangat tipis batasnya dengan kolusi dan nepotisme. Namun dengan adanya koneksi seseorang pemuda dengan orang lain yang terbangun sebagai kapital sosial akan memperbesar peluang pemuda tersebut dalam bekerja dan berusaha. Kelompok determinan kepemilikan sumberdaya berupa : 1 kepemilikan tabungan, 2 kepemilikan lahan non-perikanan, 3 kepemilikan aset usaha, dan 4 kepemilikan tenaga kerja dalam keluarga berpengaruh positif terhadap peran pemuda. Semakin besar sumberdaya yang dimiliki, semakin besar peran pemuda. Pemilikan tabungan oleh pemuda adalah aspek menarik yang patut menjadi perhatian mengingat stigma masyarakat nelayan yang boros, tidak berhemat, dan tidak menabung. Sifat usaha perikanan tangkap yang mengejar ikan yang hidup secara natural ikut membentuk sifat ini. Akan tetapi penelitian ini mengungkapkan bahwa rata-rata responden memiliki tabungan saat ini. Semakin besar tabungan yang dimiliki pemuda semakin besar perannya dalam pembangunan. Mengingat bahwa tabungan yang dimaksud ini tidak hanya tabungan di bank tetapi justru lebih banyak tabungan di rumah atau disimpan oleh orang lain maka sudah saatnya kebiasaan menabung di bank ditingkatkan di kalangan pemuda. Sejalan dengan rekomendasi kebijakan sebelumnya untuk membangun bank atau lembaga simpan pinjam di pedesaan maka apabila hal itu diwujudkan akan lebih banyak pemuda menabung dan lebih mudah akses mereka ke sumber permodalan.

5.4.3 Kebijakan komprehensif

Penelitian ini mengungkapkan bahwa kelompok determinan peran pemuda saling berkorelasi secara positif. Jiwa kewirausahaan pemuda berkorelasi dengan kebijakan publik, kepemilikan sumberdaya, dan kepemilikan kapital sosial. Kebijakan publik selain berkorelasi dengan jiwa kewirausahaan juga berkorelasi dengan kepemilikan sumberdaya. Kelompok determinan kepemilikan kapital sosial berkorelasi juga kelompok determinan kebijakan publik. Dengan adanya saling keterkaitan antara kelompok determinan peranan pemuda ini maka kebijakan yang diambil haruslah kebijakan yang komprehensif yang menyangkut peubah yang dibahas sebelumnya. Dengan kata lain peran pemuda akan meningkat hanya bila ada kebijakan secara komprehensif. Kebijakan komprehensif tersebut menyangkut : 1 kebijakan penyediaan modal usaha, 2 kebijakan peningkatan penyuluhan, 3 kebijakan penyediaan berita melalui media cetak dan audio-visual, 4 kebijakan peningkatan pendidikan luar sekolah dan pelatihan, serta 5 kebijakan pengembangan organisasi usaha, organisasi masa dan organisasi sosial politik di pedesaan. Dengan dilakukan kebijakan ini secara bersama maka pemuda akan lebih memiliki peluang dan kesempatan untuk meningkatkan peranan mereka dalam pembangunan kelautan dan perikanan di pedesaan pesisir. 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 1