Definisi dan Peranan Pemuda

kebijakan publik, 2 meningkatkan basis kepemimpinan kapital sosial, 3 memperkuat kemampuan individual kewirausahaan, 4 pemahaman visi secara bersama kapital sosial, 5 agenda masyarakat yang strategis dalam menghadapi perubahan kewirausahaan, 6 kemajuan yang konsisten dan terukur menuju tujuan kewirausahaan, 7 organisasi masyarakat dan lembaga yang efektif kapital sosial, dan 8 pemanfaatan sumberdaya yang lebih baik oleh masyarakat sumberdaya.

2.1 Definisi dan Peranan Pemuda

Peran atau peranan bisa diartikan sebagai tindakan atau kegiatan atau fungsi yang diberikan atau diharapkan dari seseorang atau kelompok. Peran juga bisa diartikan sebagai kegiatan yang biasa dilakukan oleh seseorang dalam lingkungan sosial tertentu The Free Dictionary 2006. Strieter dan Blalock 2006 mengungkapkan, supaya seseorang bisa menjalankan perannya secara lebih baik maka perlu melakukan kolaborasi. Kolaborasi adalah upaya organisasi atau manusia mencapai tujuan bersama yang tidak dapat dicapai secara efisien melalui upaya individu. Pemuda harus diyakinkan bahwa mereka masing- masing memiliki hak untuk berperan, oleh karena itu pemuda dalam kelompok yang sama harus memiliki visi yang sama dan mengembangkan rasa kepemilikan bersama. Dengan berperan serta, seseorang bisa ikut mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan seseorang dan masyarakat di sekitarnya. Ini adalah hak warga negara yang sangat fundamendal mendasar dan biasanya digunakan sebagai variabel untuk mengukur apakah ada demokrasi dalam suatu kelompok masyarakat Howard et al. 2002. Bentuk peran serta pemuda berbeda menurut lingkungan tempat tinggal dan antar kelas sosial. Misalnya, pemuda kelas atas dan menengah di Filipina berperan dalam protes kebijakan pemerintah melalui demonstrasi damai dengan cara saling tukar informasi melalui telekomunikasi modern. Sementara pemuda miskin di pedesaan menyampaikan informasi dari mulut ke mulut. Secara umum sulit untuk meningkatkan peran kelompok berusia 15 – 24 tahun yang tidak memiliki akses ke pendidikan, informasi, dan teknologi. Juga sulit meningkatkan peran pemuda jika ada prasangka buruk di kalangan generasi tua. Meningkatkan peran pemuda juga sulit dalam sistem pemerintahan otokratik dan gaya manajemen tradisional jika mereka tidak diberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat Tayo 2002. Kementerian Pemuda dan Olahraga Menpora 2005 menetapkan usia pemuda adalah 18-35 tahun. Sanit 1985 diacu dalam Rohmad 1998 memandang pemuda sebagai masa yang sentral. Ia memandang pemuda dari teori lingkaran hidup life cycle theory yang membagi suatu generasi menjadi lima masa, yakni 1 anak-anak; 2 remaja; 3 pemuda; 4 dewasa; dan 5 tua. Pemuda dapat berperan seperti orang dewasa dan mungkin juga dapat berperan seperti seorang remaja. Pemuda adalah kehidupan pada masa transisi, tetapi penting untuk memastikan bahwa pemuda mengembangkan kompetensi dan kapabilitas mereka selama masa transisi ini McCabe dan Garry 2002. Generasi tua berpendapat bahwa generasi muda umumnya: 1 kurang komitmen, 2 memuaskan diri sendiri, 3 tidak disiplin, 4 tidak tertarik dengan perencanaan jangka panjang, 5 temperamental, 6 tidak berpengalaman, dan 7 hanya ingin bersenang-senang. Sedangkan pendapat generasi muda terhadap generasi tua adalah: 1 terlalu banyak meminta, 2 tidak memberikan wilayah pribadinya, 3 kokoh pada prinsip yang dimilikinya, 4 tidak memahami tentang realita saat ini, 5 tidak terlalu tertarik akan aspek-aspek emosi atau perasaan, 6 tidak rela memberi kesempatan kepada yang lain, dan 7 membosankan Iyer 2002. Selanjutnya Rohmad 1998 menyimpulkan bahwa secara garis besar, pengertian pemuda adalah: 1 memiliki identitas ego yang stabil; 2 dapat berpikir secara sistematis; 3 memiliki minat tertentu; 4 mampu menyesuaikan diri dengan nilai, norma dan harapan masyarakat; 5 perkembangan moralnya mencapai tahap konvensional; 6 terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan di daerahnya; dan 7 secara umum diakui keberadaan dan eksistensinya dalam program pembangunan masyarakat. Selain itu, pemuda dicirikan dengan kebiasaannya yang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan yang merupakan manifestasi dari sifat yang energik, original, spontan dan ideal. Timbulnya peran adalah apabila ada harapan, baik dari pemegang peran maupun dari lingkungan yang memberi peran kepadanya Pareek dan Udai 1985 diacu dalam Rohmad 1998. Peran adalah sekumpulan fungsi yang dilakukan oleh seseorang sebagai tanggapan terhadap harapan dari para anggota dalam sistem sosial yang bersangkutan dan harapan sendiri dari jabatan posisi yang ia duduki dalam sistem sosial itu. Dengan demikian peran adalah perilaku yang diharapkan sesuai dengan fungsi atau kedudukannya Rohmad 1998. Pada awalnya teori peran hanya berfungsi sebagai sistem yang memberikan gambaran-gambaran alternatif tentang gejala sosial yang dikaji oleh para pakar sosial yang bersifat teori. Pada dekade terakhir ini, sosiologi dan psikologi sosial menunjukkan beberapa perubahan pandangan yang mendorong munculnya teori-teori tersebut. Seiring dengan munculnya minat pada model- model struktur sosial, maka teori peran juga turut berkembang, teori pengambilan hati ingratitation theory pertama kali diajukan oleh Jones 1990 diacu dalam Rohmad 1998. Teori ini untuk mempelajari strategi interpersonal yang digunakan individu untuk memberikan kesan positif bagi orang lain, teori ini menggunakan strategi dan taktik dengan memberi imbalan insentif agar orang berperilaku seperti yang diharapkan. Teori lainnya adalah teori cermin looking glasses theory yang dikembangkan oleh Dewey, Mead dan Goffman 1929, 1934 dan 1959 diacu dalam Rohmad 1998. Inti teori cermin adalah individu dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Bagaikan seseorang bercermin di depan kaca, maka ia tampak seperti apa yang dilihatnya di dalam kaca. Berdasarkan hal tersebut, kedirian pemuda dapat terlihat dari respon atau tanggapan yang diterima dari lingkungannya. Pareek dan Udai 1985 diacu dalam Rohmad 1998 menyatakan bahwa peran tidak dapat ditentukan tanpa harapan- harapan dari para pengirim peran. Pengirim peran adalah orang-orang penting di dalam sistem terlibatnya pemegang peran. Setiap peran mempunyai sistem, terdiri dari pemegang peran dan mereka yang mempunyai hubungan langsung dengan pemegang peran dan sejumlah harapan dari peran itu. Para pengirim peran bukan hanya keluarga, tetapi juga masyarakat, maka tidak cukup hanya berbekal sosialisasi di dalam keluarga saja. Tendensi pemuda meleburkan diri pada kelompok pemuda dalam semua masyarakat sebenarnya adalah berakar pada kenyataan tersebut. Partisipasi dalam keluarga belum cukup untuk pengembangan kematangan sosial dan pembentukan identitas diri secara penuh. Dengan kata lain, peran yang dipelajari dalam keluarga kurang membentuk dasar yang cukup untuk pengembangan identitas dan partisipasi pemuda dalam bermasyarakat. Di masyarakat, kelo mpok pemuda mencari kerangka untuk pengembangan dan kristalisasi dari identitasnya untuk mencapai otonomi pribadi dan untuk transisinya yang efektif ke dalam dunia dewasa Rogers dan Dorothy 1977 diacu dalam Rohmad 1998.

2.2 Pemuda dan Kebijakan Publik