3.2. Percobaan Translokasi Karbon Pada Dua Varietas Kacang Tanah Menggunakan Penjejak Isotop 13C
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan adanya perbedaan translokasi karbon pada varietas kacang tanah dengan kapasitas dan
aktivitas source dan sink yang berbeda. Percobaan ini termasuk percobaan untuk mengamati translokasi asimilat pada kacang tanah. Kadar karbon tanaman
diamati dengan menggunakan penjejak isotop karbon 13
13
C.
3.2.1. Waktu dan Lokasi Percobaan
Tanaman dikecambahkan pada 19 Juni 2009 dan feeding dilakukan 30-31 Agustus 2009 di kebun percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor.
Pengukuran kandungan isotop
13
C dilakukan pada bulan Nopember 2009 di Laboratorium Pengujian Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN,
Jakarta. Kandungan kadar karbon dalam bagian tanaman di lakukan di
Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Faperta IPB. 3.2.2. Bahan dan Alat
Sebagai sumber isotop
13
C digunakan Barium karbonat Ba
13
CO3 mengandung 98 isotop
13
C. Sebagai tempat feeding digunakan kotak bersungkup plastik berukuran 120cm x 60 cm x 80 cm Gambar 2 yang
kemudian direndam dalam kolam berisi air untuk mencegah bocornya
13
CO
2
. Bahan tanaman menggunakan varietas Sima dan Jerapah. Peralatan tanam
yang digunakan mencakup bak semai dan pot plastik. Ke dalam pot plastik diisikan campuran tanah dan kompos dengan perbandingan berat 1:1 sebanyak
± 4 kg. Dolomit sebanyak 20 grampot dan 5 gram pupuk majemuk NPK
ditambahkan pula ke dalam pot sebagai tambahan hara. Untuk mengukur suhu udara dan kelembaban digunakan termometer bola
basah dan bola kering yang digantungkan di dalam rak plastic Gambar 2. Kipas plastik, yang digantungkan ditengah kotak feeding, digunakan untuk menyebarkan
13
C pada saat feeding. Photosynthetic Active Radiation PAR dan Carbon Exchange Rate
CER diukur menggunakan LICOR-6400XT pada beberapa tanaman contoh.
Gambar 2 Rak tempat feeding dengan isotop
13
C.
3.2.3. Pelaksanaan
Benih kacang tanah sebelumnya direndam dalam larutan fungisida kemudian disemai terlebih dahulu dalam kotak semai berisi kompos. Metode ini
digunakan untuk menyeragamkan umur tanaman yang akan diberi label
13
C. Setelah berumur 5 hari dipilih tanaman-tanaman dari kedua varietas yang
berkecambah pada hari yang sama dan pertumbuhannya relatif seragam. Didapat 12 tanaman dari masing-masing varietas yang pertumbuhannya relatif seragam.
Bibit kemudian dipindahkan ke pot dengan dua bibit per pot yang kemudian dijarangkan menjadi satu bibit pada minggu berikutnya. Didapat 12 tanaman dari
masing-masing varietas yang pertumbuhannya relatif seragam. Ke dalam setiap pot dicampurkan kapur Dolomit sebanyak 20
grampot dan 5 gram pupuk majemuk NPK. Pot-pot berisi bibit kemudian diletakkan di tempat terbuka dan
dijaga pertumbuhannya hingga siap diberi label isotop
13
C. Sebanyak 6 tanaman dari masing-masing varietas akan digunakan dalam penelitian sedangkan sisanya
sebagai cadangan. Tanaman dipelihara dalam pot hingga berumur 10 MST, yaitu fase pengisian biji.
Pada umur 10 minggu setelah transplanting, masing-masing 3 pot dari tiap varietas dipindahkan ke dalam rak plastik. Rak kemudian ditutup dengan sungkup
plastik Gambar 2. Di dalam sungkup plastik itu 10 gram Ba
13
CO
3
dicampur dengan H
2
SO
4
pekat sehingga menghasilkan gas
13
CO
2
. Feeding atau pelabelan dengan isotop
13
C berjalan selama 90 menit. Agar gas
13
CO
2
menyebar merata
digunakan kipas angin kecil yang digantungkan diatas sungkup plastik. Setelah 90 menit pot dikeluarkan dari sungkup dan dipindahkan ketempat semula.
Pengukuran Photosynthetic Active Radiation PAR dan CER dilakukan pada tanaman contoh yang tidak di feeding. Pengukuran dilakukan di
laboratorium fisiologi tanaman Biotrop Bogor. Tanaman dari tiap varietas didestruksi pada 1, 2 dan 4 hari setelah feeding.
Tanaman dibongkar dari dalam pot, dicuci dan dikeringanginkan selama ± 24jam. Tanaman dipisahkan menjadi batang, daun, akar dan polong. Masing-masing
bagian kemudian dimasukkan dalam kantong kertas dan dikeringkan dalam oven bersuhu 70
o
C selama tiga hari dan dihaluskan. Sebagian contoh kemudian diukur kandungan karbon dalam tiap bagian tanaman. Sebagian contoh lagi 10 mg
dibawa ke laboratorium Badan Tenaga Atom Nasional BATAN untuk dilakukan analisis kandungan isotop
13
C dengan menggunakan metode mass spektrofotometri.
Pengukuran kandungan isotop adalah dengan mengukur pengayaan
13
C
13
C- enrichment =
δ
13
C pada tanaman. Pengukuran δ
13
C menggunakan rumus yang tercantum dalam Zhang et al. 2009 yaitu :
δ
13
C = R sample – 1 X 1000 ‰
Rstandard
Keterangan: R sample = rasio
13
C
12
C pada sample ; R standar = rasio
13
C
12
C standar batu kapur PDB South Carolina
Persentase
13
C atom excess diukur dengan menggunakan formula dari Inanagi dan Yoshihara 1997 yaitu :
13
C atom excesss =
13
C atom -
13
C dalam atmosfir 1,106 Kadar
13
C dalam bagian tanaman diukur dengan formula : Kadar
13
C bagian tanaman g =
13
C atom x kadar karbon bagian tanaman, g 1 +
13
C atom
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman
Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan
total bobot bahan kering tanaman pada saat panen. Nilai indeks panen tinggi
menunjukkan varietas mampu mendistribusikan asimilat lebih banyak ke dalam polong. Nilai indeks panen berbeda nyata antar varietas yang diteliti pada MT-
2007 Tabel 6. Varietas Garuda 3, Gajah dan Jerapah tampak mempunyai nilai indeks panen lebih tinggi dibandingkan Pelanduk, Sima, Turangga dan Kidang.
Nilai indeks panen rendah yang ditunjukkan Pelanduk, Sima, Turangga dan Kidang menunjukkan bahwa varietas-varietas ini lebih banyak mengakumulasikan
bahan keringnya dalam tajuk dibandingkan dalam polong. Tabel 6. Nilai indeks panen kacang tanah pada dua musim tanam
Varietas MT-2007 MT-2010 Badak 0.50 bc
0.34 Gajah 0.53 ab
0.32 Garuda3 0.61 a
0.31 Jerapah 0.54 ab
0.25 Kancil 0.47 bc
0.32 Kelinci 0.50 bc
0.24 Kidang 0.37 d
0.23 Mahesa 0.49 bc
0.25 Panter 0.49 bc
0.32 Pelanduk 0.41 cd
0.24 Sima 0.40 cd
0.25 Turangga
0.40 cd 0.25 KK 11.90
26.89
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5
Pada MT-2010, nilai indeks panen tidak berbeda antar varietas dan nilainya juga lebih rendah daripada MT-2007. Pada MT-2010, kondisi cuaca
lebih basah dan lama penyinaran lebih sedikit Tabel 3, populasi dan jarak tanam yang digunakan lebih rapat 250 000 tanamanha dibandingkan pada MT-2007
125 000 tanamanha. Populasi yang lebih rapat ditambah kondisi cuaca yang basah ini tampaknya mendorong persaingan tajuk antar tanaman untuk
mendapatkan cahaya sehingga asimilat lebih banyak diakumulasikan ke tajuk. Hasil uji ragam gabungan dua lokasi pada karakter Indeks Panen menunjukkan
pengaruh genetik varietas lebih kuat daripada pengaruh lingkungan Lampiran 6.
Walaupun terdapat perbedaan dalam pendistribusian bahan kering tetapi berdasarkan hasil sidik ragam tidak ditemukan adanya perbedaan produktivitas
polong dan biji antar varietas-varietas kacang tanah yang diuji baik pada MT-2007 dan 2010 Tabel 7. Perbedaan tidak ditemukan, baik pada hasil polong dan biji
per tanaman maupun dugaan produktivitasnya, yang merupakan konversi hasil ubinan ke dalam hasil per hektar.
Tabel 7. Hasil polong dan biji kacang tanah berdasarkan bobot keringnya pada MT-2007 dan MT-2010
Varietas MT-2007 MT-2010
Polong Biji Polong
Biji Polong Biji Polong Biji
…tha… ..per tanaman..
…tha… ..per tanaman..
Badak 2.33 1.35 14.96 10.08 3.82 1.57
20.52 8.41 Gajah
2.25 1.43 17.39 11.07 2.56 1.71 13.06 8.43
Garuda3 1.69 1.16 13.51 9.25 2.44 1.66 13.02 9.17
Jerapah 2.20 1.49 16.77 11.39 2.23 1.48 11.01 7.25
Kancil 2.35 1.63 18.82 13.02 3.15 2.05
14.69 9.58 Kelinci 2.03 1.41 16.24 11.23 2.58 1.61
12.66 7.95 Kidang 2.18 1.20 17.47 9.63 1.86 1.21
10.39 6.74 Mahesa 2.05 1.27 16.44 10.15 2.22 1.34
11.17 6.77 Panter 1.92
1.20 14.94
9.29 3.06
2.07 17.65
11.86 Pelanduk 2.22 1.42 17.72 11.34 2.30 1.40
17.75 10.80 Sima 2.10
1.32 16.82
10.58 3.19
1.94 17.08
10.37 Turangga 1.87 1.27 14.96 10.14 2.31 1.52
12.32 8.16 KK 31.2
36.9 30.8
36.2 35.2
18.6 15.7
16.9 Produktivitas tanaman merupakan puncak dari berbagai proses yang terjadi
dalam siklus hidup tanaman Khanna-Chopra 2000. Setiap fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman berpengaruh terhadap produksi. Berikut ini disajikan
kapasitas dan aktivitas source dan sink tanaman untuk mendapatkan gambaran mengenai karakter-karakter yang mempengaruhi hasil polong dan pengisian biji
kacang tanah.
4.2. Source
Source merupakan bagian tanaman yang berkontribusi dalam menyediakan
asimilat untuk pengisian biji. Varietas-varietas kacang tanah yang diuji dibandingkan kapasitas dan aktivitas sourcenya selama fase pengisian biji. Secara
umum, data menunjukkan adanya perbedaan antara varietas kacang tanah dalam kapasitas source tetapi tidak dalam aktivitasnya.
4.2.1. Kapasitas Source
Pengamatan kapasitas
source meliputi nilai Indeks Luas Daun, bobot
kering tajuk, yang terdiri dari bobot batang dan daun, kandungan klorofil, kerapatan stomata serta tinggi batang utama dan percabangan. Tinggi batang
utama dan percabangan termasuk kedalam kapasitas source karena selain batang dan cabang dapat berfungsi sebagai sink temporal pada pengisian biji juga dapat
mempengaruhi pertambahan luas daun dan efektifitas fotosintesis kanopi.
4.2.1.1. Indeks Luas Daun ILD
Daun merupakan source utama tanaman penghasil asimilat. Luasan daun dapat menggambarkan besarnya kapasitas source tanaman. Luas daun
merefleksikan kapasitas fotosintesis dan produksi bahan kering El Hafid et al. 1998; Anyia and Herzog 2004. Luas daun per unit luas area dimana tanaman
tumbuh dikenal dengan istilah Indeks Luas Daun ILD. ILD, laju fotosintesis kanopi dan sudut daun merupakan penentu produksi bahan kering Yoshida
1972. Tabel 8 menyajikan data rata-rata Indeks Luas Daun kacang tanah tiap fase
tumbuh pada MT-2007 dan MT-2010. Hasil uji ragam MT-2007 menunjukkan adanya perbedaan antar varietas pada luasan daun per unit area tumbuh hanya
pada periode lanjut menjelang panen 91 HST, sedangkan pada MT-2010 perbedaan antar varietas ditemukan pada periode awal pembentukan ginofor
42 HST. Kondisi ini diduga karena pertanaman hanya diberi pestisida hingga 70 HST sehingga setelah 70 HST nilai ILD bertumpu pada ketahanan varietas
terhadap serangan hama penyakit. Kondisi agroklimat pada MT-2011 lebih basah daripada MT-2007 dengan tingkat keawanan tinggi dan lama penyinaran yang
lebih rendah diduga mempengaruhi pertumbuhan tajuk. Nilai ILD pada MT-2007
lebih kecil daripada MT-2010, hal ini diduga karena perbedaan dalam metode pengukuran luas daun. Pada MT-2007, pengukuran ILD menggunakan 20 daun
contoh, sedangkan pada MT-2010 pengukuran menggunakan seluruh daun yang ada dalam tanaman. Dugaan nilai ILD yang diperoleh pada MT-2007 diduga
lebih kecil dari nilai ILD sesungguhnya, sedangkan nilai ILD pada MT-2010 diduga lebih mendekati nilai sesungguhnya.
Tabel 8. Rata-rata Indeks Luas Daun kacang tanah tiap fase tumbuh pada MT-2007 dan MT-2010
Varietas MT-2007 MT-2010
ILD 42 HST
ILD 70 HST
ILD 91 HST
ILD 42 HST
ILD 56 HST
ILD 70 HST
ILD 84 HST
Badak
0.59 1.70 1.74
bcd 1.45
bc 4.69 5.60 5.79
Gajah
0.78 2.55 1.07
bcd 3.27
ab 5.18 5.79 4.08
Garuda3
0.78 1.58 0.43
d 3.79 a 4.96 4.83 3.49
Jerapah
0.80 1.95 0.99
cd 3.10
ab 6.77 9.39 5.88
Kancil
0.87 2.12 1.14
cd 2.96
abc 5.73 5.50 6.61
Kelinci
0.76 2.81 1.74
bcd 1.27
c 4.09 5.86 6.49
Kidang
1.08 2.61 2.42
abc 2.83
abc 6.49 8.07 7.74
Mahesa
0.84 1.67 1.52
bcd 2.72
abc 5.81 8.22 7.76
Panter
0.86 2.96 2.16
a-d 1.88
bc 4.30 4.98 6.19
Pelanduk
0.65 2.03 1.71
bcd 2.94
abc 6.03 10.61 9.23
Sima
1.08 3.44 3.62
a 2.11 abc
5.76 7.67 10.92
Turangga
1.08 3.10 3.07
ab 1.88
bc 4.82 7.49 7.12
KK
29.7 32.6 18.8 37.0 31.7 39.6 17.4
Keterangan:angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5
Tanaman kacang tanah akan dapat menerima 95 sinar matahari apabila tanaman mempunyai ILD melebihi nilai kritisnya yang berkisar 3 – 4 McCloud et
al. 1980. Kiniry et al. 2005 menemukan bahwa nilai ILD antara 5-6 dan nilai
k 0,60-0,65 merupakan nilai yang lebih tepat untuk kacang tanah. Dari Tabel 8,
pada MT-2010 tampak bahwa nilai ILD Badak, Kelinci, Panter dan Turangga pada periode awal pembentukan polong 42 HST belum mencapai atau baru
mendekati nilai 3. Kelinci dan Panter pada awal pengisian polong 56 HST rataan indeks luas daunnya juga belum mencapai nilai 5.
Dari hasil uji korelasi Pearson pada MT-2010 Lampiran 9 didapatkan bahwa ILD tidak berkorelasi dengan hasilbobot polong, akan tetapi ILD pada 42
dan 56 HST nyata berkorelasi positif dengan kualitas polong persentase polong penuh dengan nilai r masing-masing 0,66 dan 0.62. Pada 70, 84 dan 91 HST,
ILD nyata berkorelasi negatif dengan persentase polong penuh dan Indeks Panen Lampiran 8 dan 9. Adanya korelasi ini mengindikasikan bahwa luas daun pada
fase awal pertumbuhan merupakan hal penting yang menentukan pengisian dan kualitas polong kacang tanah, sedangkan luasan daun hijau yang tinggi pada
periode setelah puncak pengisian polong cenderung mengurangi kualitas polong.
4.2.1.2. Bobot Kering Tajuk
Tabel 9 dan 10 menyajikan bobot kering batang dan daun pada MT-2007 dan 2010. Berdasarkan hasil uji ragam didapatkan adanya perbedaan kemampuan
akumulasi bahan kering dan pembagiannya antar varietas-varietas kacang tanah. Pada MT-2007, beberapa varietas secara statistik menunjukkan perbedaan
kemampuan akumulasi bahan kering dalam batang dan daun pada periode pembentukan polong 42 HST, pengisian polong 70 HST dan pemasakan biji
91 HST. Setelah fase pengisian biji 70 – 91 HST, rata-rata bobot kering daun pada sebagian besar varietas menurun, sedangkan bobot kering batang konstan
dan bobot kering polong terus meningkat. Pada Sima, Turangga dan Kidang, rata- rata bobot kering daun setelah periode pengisian biji hingga menjelang panen
masih lebih baik daripada varietas lain. Hal ini menunjukkan masih banyak daun hijau pada saat menjelang panen.
Pada MT-2010, perbedaan akumulasi bahan kering dalam batang didapatkan berbeda antar varietas hanya pada 84 HST, yang merupakan akhir
periode pengisian biji dan awal periode pemasakan biji. Perbedaan akumulasi bahan kering dalam daun berbeda antar varietas pada 42 HST, 70 HST dan
84 HST. Akumulasi bahan kering dalam polong pada 70 HST nyata berbeda antar
varietas pada MT-2007, akan tetapi menjelang panen 91 HST bahan kering dalam polong tidak berbeda antar varietas. Pada MT-2010, akumulasi bahan
kering dalam polong tidak ditemukan berbeda antar varietas pada semua periode tumbuh Tabel 9 dan 10.