Ketiga, Haji Agus Salim menyatakan bahwa pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah dikarenakan ada kepentingan praktis, berkaitan dengan persatuan
bangsa Arab yang semula terpecah-pecah, kemudian setelah rasul meninggal, keadaan tersebut harus teruskan oleh suatu kepemimpinan lanjutan, bagi bangsa
Arab yang telah bersatu tersebut. Maksud Haji Agus Salim bahwa persatuan umat Islam di seluruh dunia yang utama adalah persatuan dalam ikatan keyakinan yang
sama-sama tunduk pada perintah Allah dan Rasul yang satu, sebagaimana yang tertuang dalam pernyataan sebagai berikut:
.... tidak ada sesuatu apa di dalam segala kejadian pergantian khalifah Islam dalam sejarah itu, yang boleh dikatakan dengan tegas menghubungkan agama
dengan urusan khalifah, melainkan nyata sekali urusan khalifah itu semata- mata urusan negara dan urusan kekuasaan semata-mata. Maka umat Islam
harus tumbuh dan diperteguh antara bangsa-bangsa Islam satu dengan lain, dan tidak bergantung kepada persatuan kerajaan Islam di bawah perintah
seorang khalifah... Islam membawa perintah : “Tunduk kepada perintah Allah dan tunduk kepada perintah pesuruh-Nya dan orang-orang yang beroleh
kekuasaan pemerintahan dari pada kamu” ... Perintah inilah yang mengandung hikmah persatuan hukum dan aturan untuk umat Islam dalam seluruh dunia,
inilah tujuan yang dicari dan harus dicapai. Itulah azas persatuan yang teguh, yang tidak disangkutkan kepada raja-raja berebut kekuasan dan kemegahan.
Salim, 1939: 103
b. Perang dan Jihad dalam sorotan Haji Agus Salim
Jihad dibahas H. Agus Salim dalam ceramah XXVI di Universitas Cornell AS Rahman, 2004:48. Di kalangan orang Barat, jihad selalu diasosiasikan
dengan terorisme. Terdapat latar belakang historis di balik anggapan ini, antara lain bahwa hanya sistem budaya Islam-lah satu-satunya yang pernah hampir
mengalahkan Eropa sama sekali. Di abad pertengahan kekuasan Eropa hanya tinggal di tengah, sementara sebelah barat Eropa yaitu sepanjang semenanjung
Liberia meliputi Spanyol dan Portugis ada ditangan orang Islam dan sebagian dari Eropa Timur juga berada dalam kekuasan orang Islam Depag, 1998:43.
Karena itu, dalam proses yang berjalan ratusan tahun tumbuh suatu gambaran yang sangat negatif di kalangan orang-orang Barat mengenai Islam, seakan-akan
Islam mewakili suatu kekuatan jahat. Sehingga terdapat sebuah anggapan bahwa Nabi Muhammad sebagai Dajjal yang anti Kristus Rahman, 2004:49. Di dalam
suasana psikologis sepert ini, yang masih terasa sampai baru-baru ini, memang menarik bahwa Haji Agus Salim memberikan sebagian besar perkuliahan di
Universitas Cornell mengenai sejarah Nabi Muhammad dengan ilustrasi berbagai ajaran Islam dan itu terjadi di tahun 1954. Karena itu sampai sekarang pikiran-
pikiran mengenai nilai-nilai yang bagi orang Islam sangat positif, menjadi negatif dalam pikiran orang Barat. Salah satu nilai itu ialah jihad. Dalam ceramah
tersebut Haji Agus Salim memberikan penjelasan mendalam, sekaligus mengkritik pengertian stereotip tentang jihad Rachman, 2004:49.
Bila merujuk kepada Al-Qur’an, menurut Haji Agus Salim jihad tidak hanya berarti perjuangan yang bersifat fisik, namun ada tiga kata yang satu rumpun
dengan kata jihad. Pertama Juhd-un yang lebih mengarah kepada pengertian kerja keras, yakni kerja keras untuk membela kebenaran, yang dalam proses sejarah
kemudian lebih banyak mengandung pengertian kerja keras dalam arti fisik, lalu berkembang menjadi perang. Kata kedua yang serumpun dengan jihad adalah
Ijtihad yang lebih merujuk kepada kesungguhan dari segi pemikiran atau intelektualitas. Istilah ijtihad tidak ditemukan dalam Al-Quran, tetapi ditemukan
di dalam Al-hadist. Meskipun demikian, banyak sekali firman-firman Allah dalam Al-Quran yang mengarah kepada dorongan agar orang melakukan ijtihad, yakni
kerja keras dari segi pemikiran atau intelektualitas untuk memecahkan persoalan. Hal ini sangat ditekankan Haji Agus Salim dalam ceramah XXVIII Rachman,
2004:50. Menurut Haji Agus Salim, ijtihad merupakan satu etos yang sangat kuat
dalam agama Islam, dan dikaitkan dalam sebuah hadist yang sangat populer yaitu; “Barangsiapa berijtihad dan menghasilkan kesimpulan yang benar maka dia
mendapatkan dua pahala, sedangkan kalau kesimpulannya keliru dia masih dapat satu pahala” H.R Bukhori-Muslim. Karena itu ijtihad yang tulus tidak
mengandung resiko, tegas Haji Agus Salim. Kata ketiga yang masih seakar dengan jihad ialah mujahadah yang lebih mengarah kepada spiritual exercise
pengalaman spiritual, yang merupakan olah rohani yang sungguh-sungguh. Hal ini biasa dilakukan oleh kalangan sufi Rachman, 2004:50.
Menurut Budhy Munawar Rachman 2004:51 Haji Agus Salim lebih setuju memaknai jihad sebagai kerja keras untuk membela kebenaran. Sebab jihad
merupakan pertahanan diri dan pembelaan diri, bukan untuk agresi atau menyerang. Kalau dipulangkan pada makna asal dalam sebuah hadist yang dikutip
Haji Agus Salim, bahwa Nabi Muhammad SAW ketika pulang dari perang bersabda, “Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad besar”, ini berarti
bahwa Jihad fisik oleh Nabi disebut jihad kecil karena mudah dibedakan antara kawan dan lawan, akan tetapi jihad melawan diri sendiri, yaitu melawan hawa
nafsu, disebut jihad besar karena sulit sekali mengenali siapa lawan kita dalam diri kita sendiri, karena kita menyatu dengan kepentingan kita sendiri, demikian
paparan Haji Agus Salim.
Menurut hemat penulis bahwa dalam memaknai sabda Nabi Muhammad SAW tersebut harus benar-benar cermat, karena bagaimana mungkin bisa
menyebut perang fisik adalah jihad kecil, bila sebelum berangkat perang orang harus bisa mengalahkan nafsu terlebih dahulu seperti meninggalkan rumah, harta,
keluarga dan merelakan tubuh menderita, bukankah kalau tidak sanggup melakukan itu semua maka perang fisik tidak akan terlaksana. Jadi dengan
demikian perang melawan hawa nafsu dengan perang fisik merupkan dua hal yang tak bisa dipisahkan.
Haji Agus Salim memaparkan sejarah Nabi Muhammad SAW yang mengandung berbagai kasus jihad ketika Nabi tersebut ikut terlibat sebagai
komandan dalam berbagai peperangan. Di dalam pemaparan tersebut jelas sekali bahwa Nabi Muhammad melakukan semua pertempuran sebagai upaya untuk
pertahanan diri, dan bukan agresi. Memang benar bahwa Makkah kemudian diserbu oleh kaum muslimin dan kemudian terjadi fath-u pembebasan Makkah
ceramah XXXI, namun itu terjadi karena permusuhan yang sudah lama, selama itu pula orang Makkah selalu menyerang Madinah. Begitu juga ekspedisi ke
Khaibar yang digambarkan Haji Agus Salim, dilakukan karena orang-orang Khaibar lebih dahulu berbuat sesuatu yang tidak bisa diterima oleh Nabi, yaitu
pengkhianatan Rachman, 2004:51 . Bentuk jihad sebagai perang yang kemudian memang melekat sekali kepada
istilah itu dimulai dengan pernyataan dari Tuhan bahwa orang-orang Islam sekarang diizinkan untuk berperang. Pernyataan itulah yang harus kita kaji dalam
rangka memahami apa itu jihad. Itulah yang disebutkan dalam Al-Quran Surat 22
Ayat 38-40, yakni: “Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman, sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi
mengingkari nikmat”. Di situ sudah ada warning peringatan kepada kelompok- kelompok yang berkhianat dan agresi, jadi pernyataan bahwa Nabi Muhammad
SAW diizinkan berperang dimulai dengan pola pikir seperti ini. Kemudian pernyatan Al-Quran tentang boleh berperang adalah: “Telah diizinkan berperang
bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya dan diperlakukan tidak adil”. Inilah pernyataan Allah bahwa orang Islam boleh
berperang. Sebelum turun ayat itu Nabi Muhammad SAW selalu berusaha menahan kaum muslimin agar tidak berperang, demikian pernyataan Haji Agus
Salim Rachman, 2004:51. Apa bukti bahwa mereka diperlakukan secara tidak adil sehingga boleh
berperang? Haji Agus Salim menunjukkan dalam firman Allah: “Mereka yang diusir dari negeri-negeri mereka.” Dalam kasus ini Nabi Muhammad SAW dan
para sahabatnya diusir dari Makkah tanpa alasan yang benar, terlebih hanya karena mereka membuat pernyataan bahwa “Tuhan kami adalah Allah SWT.”
Artinya, hanya karena masalah kepercayaan, tidak ada masalah ekonomi dan tidak ada masalah politik kekuasaan Rachman, 2004:52.
Satu hal yang menarik dari ceramah Haji Agus Salim, sehingga perlu rekonstruksi atau membangun kembali pengertian, ialah tentang bagaimana para
sahabat dulu berperang. Sebagai contoh Abu bakar atau Umar Ibn Khatab setiap kali mengirim ekspedisi selalu berpesan bahwa kalau nanti mereka bertemu
dengan orang tua, perempuan, anak-anak, gereja-gereja, sinagoge-sinagoge dengan orang-orang yang sedang beribadat di situ, jangan sekali-kali diganggu.
Maka dari itu, orang Islam dulu tidak pernah menggunakan istilah penaklukan qabr akan tetapi pembebasan fath, hal ini terutama yang ditekankan oleh Haji
Agus Salim. Karena itu, dalam sejarah Islam tidak ada qabr-u Misr penakulukan Mesir tetapi fath-u Misr pembebasan Mesir, yakni membebaskan suatu bangsa
dari penganiayaan penguasa yang tidak adil serta memberikan kebebasan beragama Rachman, 2004: 53.
4. Pandangan Islamis Haji Agus Salim Terhadap Beberapa Masalah Sosial Masyarakat.