Pergaulan Pria dan Wanita dalam sorotan Haji Agus Salim

banyak yang serba bebas terbuka bahkan tanpa jilbab. Sedangkan pakai jilbab ini justru yang diwajibkan oleh ajaran Islam Salim dalam Tanzil, 1984:314. Contoh lain ketika menonton sandiwara, permpuan sama sekali tidak duduk terpisah atau kerkucil dari laki-laki. Adapun hikmah perempuan diperintah menutup tubuh serta keberadaan batas pergaulan lain jenis, merupakan syarat mutlak untuk menjaga kesopanan, kesusilaan dan keluhuran moral. Inilah sebagai bukti betapa Islam sangat memperhatikan ketertiban dan aturan-aturan lahiriah untuk membina keteraturan batin. Menurut Haji Agus Salim dalam Tanzil, 1984:314 bahwa dalam Al-Quran tidak terdapat aturan untuk mengucilkan wanita dari pergaulan. Ayat yang berkenaan dengan persoalan tabir ini adalah Q.S. An-Nur ayat 30-31. Di dalam ayat tersebut sama sekali tidak disebutkan kewajiban untuk menutup muka bercadar bagi wanita kecuali tidak menampakkan “perhiasan” atau “kecantikan kelamin wanita”. Juga tak terdapat pula disebut dalam QS. Al-Ahzab ayat 31 – 34.

c. Pergaulan Pria dan Wanita dalam sorotan Haji Agus Salim

Isi pidato tentang “Cadar dan Harem” disadur Haji Agus Salim dalam majalah Het licht, tahun II 1926. Dalam pemaparan tersebut Haji Agus Salim banyak menyinggung anggapan-anggapan yang keliru tentang pergaulan atau hubungan manusia yang berbeda jenis. Di antara anggapan yang keliru itu menurut Haji Agus Salim yakni “kewajiban kaum pria menjadi pelindung kesusilaan wanita”. Hal ini kurang tepat karena pria dan wanita mempunyai kewajiban serupa untuk melindungi kesusilaan masing-masing. Kedua, keliru sekali bila anggapan kesucian wanita diserahkan kepada kaum pria. Karena justru wanita harus menjaga kesucian mereka terhadap kaum pria. Kemudiam Haji Agus Salim dalam Tanzil, 1984:317 menerangkan bahwa pacaran sebelum menikah yang bertujuan untuk mengenal dengan sempurna pasangan dengan jalan “hubungan mesra”, ini merupakan “kebohongan besar”, karena saling mengenal yang sejati hanya akan didapat dari hidup berkeluarga, kerukunan dan keserasian sempurna hanya diperoleh setelah hidup bersuami-istri bertahun-tahun lamanya. Hidup bersama dalam wakru yang lama merupakan kesempatan yang wajar untuk menjalin hubungan mesra diantara seorang pria dan seorang wanita dalam suasana pergaulan yang tenang. Setiap suami-istri yang jujur menurut Haji Agus Salim pasti akan mengakui bahwa mereka baru sungguh-sungguh saling mengenal setelah menikah. Haji Agus Salim memaparkan bahwa untuk mencapai kerukunan dan keserasian sejati itu lebih besar bila tidak terdapat harapan yang berlebih- lebihan pada awal perkenalan, dan bila masing-masing tidak mempunyai gambaran atau harapan yang terlampau muluk-muluk mengenai diri bakal calon pasangan masing-masing. Gambaran dan pandangan yang terlampau muluk terhadap calon pasangan, besar memungkinkan akan timbul karena rangsangan dan ketegangan yang tak dapat dihindarkan ketika bergaul, merayu dan bercumbu. Keadaan pasangan tersebut akan bertambah gawat bilamana ketegangan itu berlanjut lama, dan pernikahan ditangguhkan semakin lama Salim dalam Tanzil, 1984: 318.

d. Pandangan Islamis Haji Agus Salim terhadap konsep pendidikan