Di antara para pewaris Pemikiran Islamis Haji Agus Salim.

Karya Agus Salim berupa buku-buku Islam antara lain sebagai berikut: a. Dari Quran dan Sebagainya, 21 Mei 1934. b. Cerita Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW, tahun 1935, Sumber Ilmu. Jakarta c. Hukum yang Lima. 1941. Sumber Ilmu. Jakarta d. Agama dan Kebudayaan dari Majalah Kebudayaan 1953.

e. Keterangan Filsafat tentang Tauhid, Taqdir dan Tawakal. 1953. Tintamas.

Jakarta. Di samping karya-karya tersebut di atas masih banyak karya-karya lain yang antara lain meliputi bidang politik, filsafat, pengetahuan ilmiah populer sastra, serta buku-buku asing yang diterjemahkan oleh Haji Agus Salim.

B. Di antara para pewaris Pemikiran Islamis Haji Agus Salim.

Kalangan yang mewarisi pemikiran Haji Agus Salim dapat dibedakan menjadi dua yaitu berupa kelembagaan dan perorangan. Di dalam lembagaorganisasi pemikiran Haji Agus Salim yang terwariskan terutama berupa landasan-landasan lembaga seperti Anggaran Dasar dan Anggaran RumahTangga ADART, corak atau karakter organisasi, kebijakan organisasi dan lain-lain. Sedangkan warisan Haji Agus Salim yang ada di perorangan adalah berupa pola pikir, wawasan, pengetahuan dan pemahaman lebih khusus terhadap Islam yang melahirkan sikap dan tindakan Abdullah 1984:227. Sejauh ini secara fenomenal Haji Agus Salim merupakan salah satu tokoh yang berada di Puncak pengaruh dalam tubuh SI. Di antara butir-butir pemikiran Haji Agus Salim yang terpakai dalam perjalanan organisasi ini adalah keterlemparan paham komunis dari tubuh SI di tahun 1921. Ketika terjadi goncangan akibat pengaruh sosialisme-marxisme internasional yang menyelinap masuk melalui anggota-anggota SI Semarang. Penegasan garis perjuangan partai Islam secara tegas, dalam ADART Partai Sarekat Islam yang disusun Haji Agus Salim bersama Cokroaminoto, menjadi dasar pijakan perjalanan partai ini di hari kemudian Mochtar, 1984:66. Bersamaan dengan penerimaan ide-ide Haji Agus Salim oleh partai politik SI, anak-anak muda yang tergabung dalam perkumpulan Jong Islamiten Bond disingkat JIB Himpunan Pemuda Islam dan Studenten Islam Studie-Club disingkat SIS Kelompok Studi Pelajar Islam boleh dikata dengan tangan terbuka menerima transformasi, pemikiran dari Haji Agus Salim di tahun 1925 Mochtar, 1984:67. Di depan forum JIB, SIS ini Haji Agus Salim menuangkan berbagai gagasan melalui ceramah-ceramah secara periodik hingga menyebabkan kedua organisasi ini cukup menonjol berperan dalam dunia kepemudaan maupun dunia kaum intelektual Indonesia di tahun 1920-an. Di tahun 1936 Partai Penyadar juga menjadi lembaga yang mewarisi ide-ide Haji Agus Salim Saidi, 1984:249. Kustiniyati Mochtar 1984:66 memaparkan bahwa di samping organisasi yang telah tersebut di atas, terdapat lembaga lain yang pernah merasakan kehadiran gagasan Islamis dari seorang Haji Agus Salim, antara lain seperti Muhammadiyah, Al-Irsyad, Kelompok Teosofi, Majelis Islam A’la Indonesia disingkat MIAI Majelis Tinggi Islam Indonesia , Badan Penyelidik Upaya-upaya Persiapan kemerdekaan Indonesia BPUPKI dan lain-lain. Adapun kongkrisitas bentuk atau corak yang dipakai dari gagasan-gagasan Haji Agus Salim oleh beberapa perkumpulan yang terakhir tersebut masih belum kentara jelas. Berbeda dengan tiga organisasi yang pertama disebut yaitu SI, JIB dan Penyadar, terutama dari JIB inilah kemudian hari dapat dicatat muncul tokoh-tokoh muslim intelek yang kentara relevan dengan pola pemikiran Agus Salim. Tokoh-tokoh tersebut antara lain seperti Mohamad Roem, Mohammad Natsir, Kasman Singodimejo, Prawoto, Mangkusasmito, Jusuf Wibisono dan lain-lain. Relevansi pemikiran yang terlihat antara Haji Agus Salim dengan tokoh-tokoh nasional ini antara lain dalam identitas intelektualitas Islam, kejujuran, kepercayaan diri, kesetiaan terhadap perjuangan, kesederhanaan dan tanggung jawab terhadap nasib bangsa terutama nasib rakyat kecil Mochtar, 1984:67. Ada hal yang menarik bahwa Natsir dan kawan-kawan seperti juga Sjahrir pada saat negara Indonesia baru berdiri pernah disebut sebagai kelompok Haji Agus Salim Salimisten. Sebagaimana penuturan Abu Hanifah bekas tokoh Masyumi yang biasa dianggap termasuk “golongan Sukiman” kepada Taufik Abdullah 1984:227 bahwa suatu saat di tahun 1950-an elit politik di Indonesia bisa dibagi menjadi dua golongan yaitu “Salimisten” artinya murid, teman atau saudara Haji Agus Salim dan “non Salimisten”. Dalam berpolitik kedua kelompok ini terkadang bertarung dalam fitrah kecendekiaan yang moralistis. Taufik Abdullah bisa langsung menyimpulkan bahwa langsung ataupun tidak bahwa sebagian besar pemimpin Masyumi adalah murid-murid Haji Agus Salim.

C. Ihsan dalam Proyeksi Haji Agus Salim