Peran RTH Kota Bandar Lampung sebagai Rosot Karbon .1 Hutan Kota

78 Masyarakat maupun pemerintah Departemen dan Dinas Kehutanan tidak mempersoalkan apakah tumbuhan tersebut endemis atau eksotik. Intervensi manusia berperan dalam meningkatkan keragaman jenis pohon melalui penanaman pohon. Akan tetapi, pohon yang ditanam masyarakat merupakan spesies bernilai konservasi rendah karena merupakan pohon eksotik yang sudah biasa dibudidayakan, tidak dilindungi dan atau umumnya bersifat jamak. Bahwa spesies pilihan masyarakat tersebut merupakan spesies yang bernilai konservasi rendah sama sekali tidak disadari masyarakat maupun pemerintah, Departemen dan Dinas Kehutanan. 5.3 Peran RTH Kota Bandar Lampung sebagai Rosot Karbon 5.3.1 Hutan Kota Model pendugaan yang menggunakan lebih dari satu peubah adalah yang paling baik untuk dipergunakan dalam inventarisasi hutan. Semakin banyak peubah bebas maka koefisien determinasinya akan semakin besar, semakin banyak dapat menerangkan peubah tak bebas. Akan tetapi, pengukuran pohon untuk keperluan tersebut akan memerlukan lebih banyak waktu, biaya dan tenaga serta mempunyai banyak kesalahan sehingga kurang praktis di lapangan. Oleh karena itu, pendugaan biomassa dilakukan berdasarkan satu atau dua peubah bebas. Model pendugaan biomassa pohon dengan pendekatan non-destruktif dalam penelitian ini menggunakan model persamaan pendugaan biomasa yang dikembangkan oleh Brown 1997. Persamaan allometrik ini dikembangkan dengan menggunakan parameter atau dimensi pohon yaitu diameter setinggi dada DBH dengan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,97. Metoda ini juga telah digunakan oleh Giardina et al. 2003 dan disarankan oleh IPCC 2001 dalam menentukan rosot karbon pada vegetasi hutan. Hasil penelitian Heriansyah 2005 dalam penentuan kabon tersimpan dalam pohon dengan pendekatan destruktif menghasilkan persamaan allometrik antara diameter dengan biomasa total dengan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,9922 untuk pohon pinus dan 0,9919 untuk tanaman akasia, sehingga penggunaan metoda allometrik ini dalam pendugaan kandungan biomasa pohon dapat dipercaya. Data hasil perhitungan jumlah rosot karbon pada masing-masing spesies pohon disajikan pada Lampiran 7. 79 Hasil perhitungan dengan menggunakan metoda allometrik, diperoleh jumlah rosot karbon pada vegetasi hutan kota di Kota Bandar Lampung seperti disajikan pada Tabel 28. Data pada Tabel 28 menunjukkan bahwa rosot karbon carbon sink pada vegetasi hutan kota dengan penutupan tajuk rapat adalah 172,51 ton per ha. Dibandingkan dengan hutan alam tropika jumlah rosot karbon di hutan kota Bandar Lampung relatif kecil, karena hutan alam Dipterocarpaceae campuran di daerah tropika dapat menyimpan biomasa antara 400 – 1500 ton berat kering per ha Bruenig 1996. Jumlah ini setara dengan 714 – 2679 m 3 biomasa per ha rata-rata BJ kayu tropika = 0,56 atau setara dengan 199 -750 ton C per ha 1 m 3 biomasa ~ 0,28 ton karbon. Rendahnya jumlah rosot karbon di hutan kota Bandar Lampung tersebut disebabkan rendahnya tingkat kerapatan dan kecilnya ukuran diameter. Vegetasi jarang memiliki kerapatan 64 pohon per ha jarak antar pohon 12,5 m, vegetasi cukup 250 pohon per ha jarak antar pohon 6 m, dan vegetasi rapat 420 pohon per ha jarak antar pohon 4,8 m, masing-masing terdiri atas beragam kelas diameter diameter maksimum 50 cm. Sementara di suatu hutan alam tropika Dipterocarpaceae campuran di Sabah Sarawak ditemukan 694 pohon per ha jarak antar pohon 3,7 m dengan diameter maksimum mencapai 80 cm. Artinya, jumlah rosot karbon pada areal hutan Kota Bandar Lampung dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kerapatan dan memberi kesempatan kepada pohon yang ada dalam komunitas tersebut dapat tumbuh hingga mencapai diameter maksimum atau komposisi pohon yang berdiameter besar lebih banyak. Peningkatan kerapatan dapat dilakukan melalui penanaman pengayaan dan kesempatan pohon mencapai diameter maksimum antara lain dapat dilakukan melalui upaya mencegah terjadinya penebangan. Secara teoritis, spesies lokal seperti Pterospermum javanicum, Lagerstroemia speciosa, Casuarina equisetifolia, Casia siamea, Peronema canescens, dan Spathodea campanulata dapat mencapai diameter 80 cm. Seperti terlihat pada Tabel 28, jumlah rosot karbon di hutan kota Bandar Lampung menurun dengan menurunnya persen penutupan tajuk. Menurunnya penutupan tajuk merepresentasikan jumlah atau kerapatan pohon yang semakin berkurang sehingga bukaan tajuknya semakin meningkat. Makin besar bukaan tajuk, kesempatan tumbuh bagi tumbuhan bawah semakin besar, sehingga semakin besar bukaan tajuk, jumlah rosot karbon pada tumbuhan bawah semakin meningkat. Walaupun demikian, proporsi rosot karbon dalam tumbuhan 80 bawah relatif sangat kecil, baik pada vegetasi dengan penutupan tajuk rapat, cukup maupun jarang. Tabel 28 Jumlah rosot karbon pada pohon dan tumbuhan bawah di beberapa hutan kota pada penutupan tajuk yang berbeda Rosot karbon Ton CHa Vegetasi Rapat Vegetasi Cukup Vegetasi Jarang No Hutan Kota Pohon TB Pohon TB Pohon TB 1 Bukit Sukajawa 135,49 0,78 61,84 0,90 5,29 1,84 2 Way Halim 252,71 1,17 116,19 2,13 38,23 3,57 3 Bukit Langgar 256,82 0,54 164,15 0,96 3,91 2,59 4 Gunung Kucing 161,24 0,61 66,30 0,96 6,29 1,76 5 Bukit Kelutum 56,27 0,28 65,80 0,90 9,43 1,90 Rata-rata 172,51 0,68 94,86 1,17 12,63 2,33 Keterangan: TB = Tumbuhan Bawah Pada vegetasi dengan penutupan tajuk rapat rosot karbon pada tumbuhan bawah adalah 0,68 ton C per ha dengan kontribusi 0,39, vegetasi cukup 1,17 ton C per ha dengan kontribusi 1,22, dan vegetasi jarang 2,33 ton C per ha dengan kontribusi 15,57 dari jumlah keseluruhan rosot karbon pada tipe vegetasi yang bersangkutan. Jumlah total rosot karbon pada berbagai penutupan tajuk dapat dilihat pada Tabel 29, sedangkan perubahan jumlah rosot karbon pada pohon dan tumbuhan bawah dengan berubahnya penutupan tajuk dapat dilihat pada Gambar 9. Tabel 29 Jumlah total pohon + tumbuhan bawah rosot karbon pada vegetasi hutan kota Bandar Lampung pada penutupan tajuk yang berbeda Rosot karbon Ton Cha No Hutan Kota Vegetasi Rapat Vegetasi Cukup Vegetasi Jarang 1 Bukit Sukajawa 136,272 62,744 7,133 2 Way Halim 253,880 118,318 41,802 3 Bukit Langgar 257,365 165,107 5,710 4 Gunung Kucing 161,848 67,263 8,053 5 Bukit Kelutum 56,550 66,697 11,332 Rata-rata 173,183 96,026 14,806 Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa berkurangnya penutupan tajuk dapat meningkatkan kontribusi tumbuhan bawah terhadap penambahan jumlah total Rosot karbon, akan tetapi besarnya kontribusi tersebut tidak sebanding dengan pengurangan jumlah total rosot karbon. Grafik a dan b memperlihatkan bahwa menurunnya penutupan tajuk menyebabkan peningkatan proporsi rosot karbon dalam tumbuhan bawah meningkat dari 0,39 pada vegetasi rapat 81 menjadi 18,45 pada vegetasi terbuka. Akan tetapi, jumlah total rosot karbon pada vegetasi menurun secara drastis, dari 173,18 ton C per ha pada vegetasi rapat menjadi 14,81 ton C per ha pada vegetasi jarang atau penurunan sebesar 91,45. Gambar 9 Perubahan kandungan rosot karbon dalam vegetasi dengan berubahnya penutupan tajuk. Keterangan : a Penurunan jumlah rosot karbon pada pohon dihitung berdasarkan kontribusinya pada masing-masing tipe penutupan tajuk. b Kenaikan jumlah rosot karbon pada tumbuhan bawah dihitung berdasarkan kontribusinya pada masing-masing tipe penutupan tajuk. c Penurunan jumlah rosot karbon pada vegetasi pohon + tumbuhan bawah dengan pembanding rosot karbon pada vegetasi rapat. Hasil penelitian Retnowati 1998, hutan tanaman Eucalyptus grandis berumur empat tahun dengan jarak tanam 2 m x 3 m ≈ kerapatan 1660 pohon per ha di Sumatera Utara dapat menyimpan karbon 258,117 ton CO 2 per ha yang setara dengan 70 ton C per ha. Pada kerapatan pohon yang sama, dalam umur satu tahun, jumlah tumbuhan bawah tersimpan sebesar 0,02 ton CO 2 per ha setara dengan 0,005 ton C per ha dan pada umur empat tahun meningkat menjadi 0,04 ton ton CO 2 per ha setara dengan 0,01 ton C per ha. Rendahnya kandungan karbon pada tumbuhan bawah, menurut Retnowati 1998 disebabkan oleh adanya penyiangan yang dilakukan dua kali setahun. Hasil penelitian Shearer and Kempf 1999, total biomasa tumbuhan bawah tegakan 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 Rapat Cukup Jarang Pohon Tumbuhan Bawah Total a b c 82 hutan yang telah tua rata-rata 5,044 ton per ha yang berarti jumlah rosot karbon 2,5 ton C per ha. Pertumbuhan tumbuhan bawah tersebut cepat pada 2-4 tahun pertama kemudian menurun hingga mendekati kondisi yang terdapat pada hutan tua. Dengan demikian, meningkatnya jumlah rosot karbon pada areal penelitian Retnowati 1998 karena pengamatan dilakukan hanya sampai tegakan yang berumur 4 tahun, sehingga tumbuhan bawah tersebut masih dalam tahap pertumbuhan. Sementara di RTH Kota Bandar Lampung, tumbuhan bawah tersebut tumbuh secara alami, tidak dilakukan penyiangan. Berkurangnya tumbuhan bawah dengan meningkatnya penutupan tajuk, disebabkan oleh sifat tumbuhan bawah pada umumnya yang memerlukan cahaya intoleran terhadap cahaya. Jenis tumbuhan bawah yang banyak ditemui di bawah tegakan rapat adalah jenis paku-pakuan, yaitu Dryopteris sp, Nephrolepis exaltata, dan Centella asiatica yang termasuk ke dalam famili Polypodiaceae dan Umbelliferacae. Secara fisiologis jenis-jenis tumbuhan bawah ini cenderung membentuk daun yang lebih luas untuk dapat mengintersepsi cahaya matahari lebih banyak. Hal ini diduga yang menyebabkan jenis-jenis ini memiliki luas daun spesifik LDS yang sangat rendah. Luas daun spesifik tanaman akan bernilai tinggi dengan adanya peningkatan berat kering total tanaman Sitompul dan Guritno, 1995. Karena tumbuhan bawah di bawah vegetasi rapat jarang ditemui tumbuhan semak berkayu, maka berat kering totalnya rendah. Dengan demikian, jumlah rosot karbon pada tumbuhan bawah pada tipe vegetasi rapat sangat rendah. Tumbuhan bawah yang mendominasi vegetasi jarang umumnya dari golongan rumput, semak, dan herba. Golongan rumput yang umumnya termasuk ke dalam famili Gramineae terdiri dari Imperata cylindrica, Paspalum conjugatum, dan Eleusine indica., sedangkan golongan semak seperti Melastoma malabathricum dan Lantana camara termasuk ke dalam famili Verbenaceae dan Melastomataceae. Jenis-jenis tumbuhan bawah tersebut dapat tumbuh di tempat terbuka dan agak terlindung serta umumnya memiliki kemampuan berkompetisi yang tinggi. Jenis tumbuhan bawah yang termasuk ke dalam famili Gramineae tersebut umumnya memiliki bentuk daun lanset atau garis memanjang dan berkedudukan tegak membentuk rumpun. Menurut Jumin 1989, total intersepsi cahaya akan lebih besar pada tanaman berdaun tegak daripada yang berdaun horizontal karena cahaya matahari yang diterima lapisan daun bagian bawah menjadi lebih banyak. 83 Golongan semak umumnya memiliki struktur daun yang sempit dan tebal serta banyak diantaranya yang memiliki bentuk daun bulat telur yang menggulung. Hal ini diduga sebagai bentuk adaptasi dalam mengintersepsi cahaya matahari yang diterima oleh setiap helaian daunnya untuk mengurangi penguapan. Morfologi daun seperti ini memungkinkan tingginya total berat kering yang dihasilkan tanaman tersebut. Dengan demikian, produksi biomassa tumbuhan bawah pada tipe vegetasi terbuka sangat tinggi sehingga jumlah rosot karbon dalam tumbuhan bawah pada vegetasi jarang relatif besar dibandingkan vegetasi tertutup. Pada umumnya jumlah rosot karbon pada pohon akan menurun dengan menurunnya penutupan tajuk, karena penutupan tajuk berkorelasi positif dengan kerapatan pohon. Pada contoh tersebut terdapat kekecualian di Bukit Kelutum, yaitu pada perubahan dari vegetasi dengan penutupan tajuk rapat ke cukup. Hal ini disebabkan vegetasi rapat di Bukit Kelutum memiliki kerapatan pohon 1300 per ha tetapi pohon-pohonnya berdiameter kecil, rata-rata 12,44 cm dengan kisaran 5,41 cm s.d. 24 cm dan pada vegetasi cukup kerapatan pohonnya 933 pohon per ha tetapi diameter batangnya relatif besar, rata-rata 14,09 cm dengan kisaran 5,23 cm s.d. 39 cm. Salah satu kendala dalam penelitian ini adalah tidak adanya informasi mengenai umur tegakan sehingga tidak dapat mengetahui pertumbuhan dan riap tegakan dari tahun ke tahun. Selain itu, struktur tegakan berdasarkan kelas umur tidak dapat diketahui. Akan tetapi, sesuatu yang tumbuh seperti pohon dapat dipastikan bahwa diameter batangnya akan berkorelasi positif dengan umur. Hasil penelitian Clark et al. 2003 di Stasiun Penelitian La Selva, Costarica yang melakukan pengamatan secara periodik dari tahun 1984-2000 menunjukkan bahwa diameter batang mengalami pertumbuhan rata-rata 148 dari diameter awal. Oleh karena itu, struktur tegakan berdasarkan umur pohon dapat didekati dengan struktur umur menurut kelas diameter. Grafik hubungan antara kelas diameter dengan jumlah pohon pada masing-masing tipe penutupan lahan di hutan kota Bandar Lampung disajikan pada Gambar 10. Grafik pada Gambar 10 menunjukkan bahwa pola penyebaran jumlah pohon dengan kelas diameter batang ukuran pohon di hutan Kota Bandar Lampung memiliki pola yang relatif sama dengan hutan di areal HPH yang merupakan hutan alam Indrawan 2000. Ditinjau dari aspek ekologis, hal ini menunjukkan bahwa secara agregat, di dalam areal RTH kota Bandar Lampung memunginkan terjadinya proses suksesi. 84 Untuk menggantikan pohon-pohon dewasa apabila pohon tersebut ditebang telah tersedia tumbuhan dalam tingat pancang dan tiang yang akan menggantikannya. Gambar 10 Grafik hubungan antara kelas umur diameter batang dengan jumlah pohon di hutan kota Bandar Lampung dan vegetasi pembanding di areal HPH Indrawan 2000.

5.3.2 Jalur Hijau

Hasil perhitungan rata-rata rosot karbon di masing-masing jalur hijau jalan di Kota Bandar Lampung dengan menggunakan model Allometrik Brown, 1997 disajikan pada Tabel 30. Dari hasil pengambilan sampel di 7 tujuh ruas jalan di Kota Bandar Lampung ditemukan 44 spesies pohon dengan jumlah mencapai 757 batang berbagai ukuran diameter. Rata-rata jumlah rosot karbon sebesar 103,3 ton C per ha. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan dengan rosot karbon pada vegetasi dengan penutupan tajuk cukup 96,026 ton C per ha, walaupun masih lebih kecil dibandingkan dengan vegetasi dengan penutupan tajuk rapat 173,183 ton C per ha. Hal ini menunjukkan bahwa jalur hijau memiliki peran cukup besar sebagai rosot karbon. Data pada Tabel 30 menunjukkan bawa jumlah rosot karbon pada jalur jalan bervariasi sangat besar, yang terkecil di Jalan Teuku Cik Ditiro 30,396 ton C per ha dan terbesar di Jalan Gatot Subroto 238,671 ton per ha. Selain ukuran pohon, faktor yang Hubungan Jumlah Pohon dengan Kelas Umur Lima Tahun Setelah Penebangan di Areal PT Indexim Utama Co. Kaltim y = 1552,5x 2 - 10201x + 16530 R 2 = 0,9322 -2000 2000 4000 6000 8000 10000 semai pancang tiang pohon Hubungan Jumlah Pohon dengan Kelas Umur Sebulan Setelah Penebangan di Areal PT Indexim Utama Co. Kaltim y = 556,67x 2 - 3730,3x + 6342 R 2 = 0,8863 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 semai pancang tiang pohon Hubungan Jumlah Pohon dengan Kelas Umur Lima Tahun Setelah Penebangan di Areal PT Indexim Utama Co. Kaltim y = 1552,5x 2 - 10201x + 16530 R 2 = 0,9322 -2000 2000 4000 6000 8000 10000 semai pancang tiang pohon J u m la h Indiv idu b at a ng Tingkatan Pertumbuhan Pohon J u m lah Ind iv idu bata n g Hubungan Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter Batang pada Vegetasi Jarang y = 0,8636x 2 - 12,179x + 40,133 R 2 = 0,8052 -5 5 10 15 20 25 30 35 10 s .d 14 c m 15 s .d 19 c m 20 s. d.2 4 c m 25 s .d 29 c m 30 s. d 34 c m 35 s .d 39 c m 40 s .d 44 c m 45 s. d 4 9 c m Hubungan Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter Batang pada Vegetasi Sedang y = 1,5152x 2 - 25,164x + 105,07 R 2 = 0,9612 10 20 30 40 50 60 70 80 90 10 s .d 14 c m 15 s. d 1 9 c m 20 s .d.2 4 c m 25 s. d 2 9 c m 30 s .d 3 4 c m 35 s .d 3 9 c m 40 s .d 4 4 c m 45 s .d 4 9 cm Hubungan Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter Batang pada Vegetasi Rapat y = 2,0227x 2 - 36,068x + 162,5 R 2 = 0,9336 20 40 60 80 100 120 140 10 s .d 14 c m 15 s .d 1 9 cm 20 s .d.2 4 c m 25 s.d 29 cm 30 s .d 3 4 c m 35 s .d 3 9 c m 40 s .d 4 4 c m 45 s .d 49 c m Tingkatan Pertumbuhan Pohon Hubungan Jumlah Pohon dengan Kelas Umur Lima Tahun Setelah Penebangan di Areal PT Indexim Utama Co. Kaltim y = 1552,5x 2 - 10201x + 16530 R 2 = 0,9322 -2000 2000 4000 6000 8000 10000 semai pancang tiang pohon Hubungan Jumlah Pohon dengan Kelas Umur Sebulan Setelah Penebangan di Areal PT Indexim Utama Co. Kaltim y = 556,67x 2 - 3730,3x + 6342 R 2 = 0,8863 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 semai pancang tiang pohon Hubungan Jumlah Pohon dengan Kelas Umur Lima Tahun Setelah Penebangan di Areal PT Indexim Utama Co. Kaltim y = 1552,5x 2 - 10201x + 16530 R 2 = 0,9322 -2000 2000 4000 6000 8000 10000 semai pancang tiang pohon J u m la h Indiv idu b at a ng Tingkatan Pertumbuhan Pohon J u m lah Ind iv idu bata n g Hubungan Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter Batang pada Vegetasi Jarang y = 0,8636x 2 - 12,179x + 40,133 R 2 = 0,8052 -5 5 10 15 20 25 30 35 10 s .d 14 c m 15 s .d 19 c m 20 s. d.2 4 c m 25 s .d 29 c m 30 s. d 34 c m 35 s .d 39 c m 40 s .d 44 c m 45 s. d 4 9 c m Hubungan Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter Batang pada Vegetasi Sedang y = 1,5152x 2 - 25,164x + 105,07 R 2 = 0,9612 10 20 30 40 50 60 70 80 90 10 s .d 14 c m 15 s. d 1 9 c m 20 s .d.2 4 c m 25 s. d 2 9 c m 30 s .d 3 4 c m 35 s .d 3 9 c m 40 s .d 4 4 c m 45 s .d 4 9 cm Hubungan Jumlah Pohon dengan Kelas Diameter Batang pada Vegetasi Rapat y = 2,0227x 2 - 36,068x + 162,5 R 2 = 0,9336 20 40 60 80 100 120 140 10 s .d 14 c m 15 s .d 1 9 cm 20 s .d.2 4 c m 25 s.d 29 cm 30 s .d 3 4 c m 35 s .d 3 9 c m 40 s .d 4 4 c m 45 s .d 49 c m Tingkatan Pertumbuhan Pohon 85 sangat berpengaruh terhadap jumlah rosot karbon adalah kerapatan. Dalam hal ini, jumlah pohon yang ditemui per satuan panjang ruas jalan. Tabel 30 Jumlah rosot karbon pada masing-masing jalur hijau jalan di Kota Bandar Lampung Nama Jalan Jumlah pohon Jumlah Spesies Jumlah rosot karbon Ton Cha Teuku Cikditiro 86 17 30,396 Gatot Subroto 109 23 238,671 Laksamana Malahayati 28 6 53,107 M Noer 146 19 60,909 Raden Intan 24 2 232,920 Soekarno Hatta 152 19 68,836 Sultan Agung 212 19 39,997 Rata-rata 108,14 44 103,300 Apabila dilihat dari spesies penyusunnya, Tabel 31 menunjukkan bahwa 5 lima spesies pertama yang paling banyak menyimpan karbon di jalur hijau jalan adalah Pterocarpus indicus, Roystone regia, Delonix regia, Acacia auriculiformis, dan Leucaena leucocephala. Pterocarpus indicus banyak ditanam sebagai tanaman peneduh karena disamping pertumbuhannya cepat penanamannya pun mudah dilakukan. Angsana dapat ditanam dengan menggunakan stek batang. Selain itu, dari segi lingkungan juga cukup baik karena efektif sebagai penyerap timbal dari udara. Selain kerapatan relatif KR dan frekuensi relatif FR jenis pohon ini juga memiliki nilai doiminansi relatif yang paling tinggi. Artinya, jenis ini jumlahnya paling banyak, penyebarannya paling luas, dan diameternya besar. Sebaliknya, Roystone regia banyak ditanam pada median jalan dan di areal tepi jalan trotoar. Selain pertumbuhannya cepat, perakarannya tidak merusak trotoar atau badan jalan dan serasahnya tidak mengotori jalan. Delonix regia banyak ditanam karena tajuk dan bunganya menghasilkan nilai estetika yang tinggi, sedangkan Acacia auriculiformis dan Leucaena leucocephala banyak digunakan sebagai tanaman reboisasi melalui pembangunan Hutan Tanaman Industri HTI sehingga bibitnya cukup tersedia dengan mudah. 86 Tabel 31 Jumlah rosot karbon pada masing-masing spesies yang ditemui di jalur hijau jalan Kota Bandar Lampung Famili Nama Ilmiah KR FR DR INP Potensi Rata-rata tonha Sterculiaceae Pterocarpus indicus 18,96 7,00 24,04 49,99 24,829 Arecaceae Roystone regia 5,47 3,00 22,42 30,89 23,155 Fabaceae Delonix regia 1,87 1,00 20,37 23,24 21,046 Fabaceae Acacia auriculiformis 6,01 5,00 4,94 15,95 5,108 Fabaceae Leucaena leucocephala 7,34 5,00 4,79 17,13 4,945 Meliaceae Swietenia macrophylla 8,68 6,00 3,52 18,20 3,637 Anacardiaceae Spondias pinnata 3,60 2,00 3,13 8,73 3,230 Fabaceae Dalbergia latifolia 6,81 3,00 2,68 12,49 2,772 Verbenaceae Tectona grandis 4,94 5,00 2,53 12,47 2,610 Euphorbiaceae Jatropha gossyfolia 1,87 4,00 1,58 7,45 1,634 Mimosaceae Paraserianthes falcataria 1,87 2,00 1,41 5,28 1,458 Palmae Palm 1,07 2,00 1,11 4,18 1,147 Palmae Cocos nucifera 1,34 2,00 0,78 4,12 0,811 Fabaceae Acacia mangium 1,34 4,00 0,75 6,08 0,774 Leguminosae Enterolobium cylocarpum 0,93 2,00 0,72 3,66 0,747 Bombacaceae Durio zibethinus 0,27 1,00 0,72 1,98 0,741 Moraceae Arthocarpus integra 1,74 1,00 0,68 3,42 0,706 Moraceae Ficus benjamina 0,40 2,00 0,53 2,93 0,548 Anacardiaceae Mangifera indica 0,93 4,00 0,48 5,41 0,496 Malvaceae Ceiba pentandra 0,53 1,00 0,43 1,97 0,446 Lythraceae Lagerstroemia speciosa 1,87 4,00 0,35 6,22 0,363 Sterculiaceae Pterospermum javanicum 5,34 3,00 0,32 8,66 0,331 Leguminosae Bauhinia purpurea 2,27 2,00 0,30 4,57 0,315 Myrtaceae Eugenia aquea 0,40 2,00 0,21 2,61 0,221 Moraceae Arthocarpus communis 0,53 1,00 0,17 1,70 0,175 Myrtaceae Psidium guajava 0,93 2,00 0,16 3,09 0,164 Mimosaceae Perkia speciosa 0,53 3,00 0,12 3,65 0,122 Sapindaceae Nephelium lapaceum 0,13 1,00 0,12 1,25 0,120 Euphorbiaceae Hevea brasiliensis 0,40 1,00 0,11 1,51 0,113 Combretaceae Terminalia cattapa 0,13 1,00 0,10 1,23 0,101 Casuarinaceae Casuarina equisetifolia 1,74 2,00 0,08 3,81 0,078 Fabaceae Intsia bijuga 2,94 1,00 0,06 4,00 0,065 Sapotaceae Mimusop elengi 0,80 1,00 0,06 1,86 0,060 Fabaceae Tamarindus indica 0,27 1,00 0,05 1,32 0,055 Gnetaceae Gnetum gnemon 0,40 1,00 0,03 1,44 0,036 Verbenacea Gmelina arborea 0,13 1,00 0,03 1,16 0,027 Sterculiaceae Theobroma cacao 0,53 2,00 0,02 2,55 0,022 Fabaceae Casia siamea 1,74 2,00 0,02 3,76 0,020 Meliaceae Toona sureni 1,07 1,00 0,02 2,09 0,018 Lauraceae Persea americana 0,13 1,00 0,02 1,15 0,018 Fabaceae Leucaena glauca 0,40 1,00 0,01 1,41 0,013 Rutaceae Morinda citrifolia 0,40 1,00 0,01 1,41 0,012 Arecaceae Areca catechu 0,80 2,00 0,01 2,81 0,010 Myrtaceae Eugenia aromatica 0,13 1,00 0,00 1,14 0,004 100,00 100,00 100,00 300,00 103,300 Keterangan: KR : Kerapatan Relatif FR : Frekuensi Relatif DR : Dominansi Relatif INP : Indeks Nilai Penting 87 Data hasil inventarisasi dan perhitungan jumlah rosot karbon pada masing- masing jalur hijau sungai dan masing-masing spesies yang ditemui di jalur hijau sungai secara berturut-turut disajikan pada Tabel 32 dan Tabel 33. Tabel 32 Jumlah rosot karbon pada masing-masing jalur hijau sungai di Kota Bandar Lampung Sungai Jumlah Pohon Jumlah Spesies Jumlah karbon tonha Way Halim 155 24 35,601 Way Kuripan 125 17 50,521 Way Simpur 71 21 30,651 Way Sukoharjo 156 23 527,112 Jumlah 126,75 38 160,971 Data pada Tabel 32 menunjukkan bahwa jumlah rosot karbon di jalur hijau Way Sukoharjo menunjukkan perbedaan yang mencolok, dibandingkan dengan sungai lainnya. Way Sukoharjo melintasi areal yang permukimannya relatif masih jarang, sedangkan ketiga sungai lainnya melintasi permukiman yang relatif padat. Dilihat dari jumlah pohon dan jumlah spesies, antara Way Halim dan Way Sukoharjo relatif sama. Akan tetapi, pepohonan yang terdapat di jalur hijau Way Halim umumnya berdiameter relait kecil. Di jalur hijau Way Sukoharjo terdapat Ceiba pentandra dan Gnetum gnemon dengan INP besar yang di jalur hijau Way Halim dan sungai lainnya tidak ditemui. Apabila dilihat dari spesies penyusunnya, Tabel 33 menunjukkan bahwa limaspesies pertama yang paling banyak menyimpan karbon di jalur hijau sungai adalah Cocos nucifera, Gnetum gnemon, Ceiba pentandra, dan Mangifera indica. Semua spesies tersebut merupakan penghasil buah yang telah biasa dibudidayakan dan tiga di antaranya, Cocos nucifera, Gnetum gnemon, dan Ceiba pentandra bernilai ekonomi relatif tinggi dibanding dengan jenis pohon lainnya. 88 Tabel 33 Jumlah rosot karbon pada masing-masing spesies yang ditemui di jalur hijau sungai Kota Bandar Lampung Nama Daerah Frekuensi KR FR DR INP Rata-rata rosot karbon tonha Palmae Cocos nucifera 31,76 4,76 41,28 77,80 66.455 Gnetaceae Gnetum gnemon 8,88 3,57 11,70 24,15 18.837 Malvaceae Ceiba pentandra 1,18 2,38 15,23 18,79 24.512 Anacardiaceae Spondias pinnata 6,11 3,57 5,68 15,37 9.146 Anacardiaceae Mangifera indica 5,72 4,76 4,02 14,50 6.466 Malvaceae Hibiscus tiliaceus 7,69 4,76 1,10 13,56 1.773 Moraceae Arthocarpus integra 3,94 4,76 1,57 10,27 2.521 Sterculiaceae Pterocarpus indicus 3,16 3,57 1,85 8,58 2.982 Moraceae Arthocarpus communis 3,35 4,76 0,39 8,51 0.629 Euphorbiaceae Jatropha gossyfolia 0,59 2,38 5,51 8,48 8.865 Combretaceae Terminalia cattapa 2,56 3,57 1,11 7,25 1.790 Arecaceae Arenga pinnata 1,58 3,57 2,08 7,23 3.343 Euphorbiaceae Hevea brasiliensis 2,76 3,57 0,63 6,96 1.014 Arecaceae Roystone regia 3,35 2,38 0,85 6,58 1.360 Arecaceae Areca catechu 1,78 2,38 1,79 5,95 2.885 Mimosaceae Acacia auriculiformis 0,99 3,57 0,84 5,40 1.351 Mimosaceae Leucaena leucocephala 1,58 3,57 0,13 5,28 0.214 Lythraceae Lagerstroemia speciosa 0,79 3,57 0,68 5,04 1.099 Myrtaceae Eugenia aquea 0,99 3,57 0,41 4,97 0.656 Myrtaceae Eugenia aromatica 1,58 2,38 0,80 4,76 1.291 Rutaceae Morinda citrifolia 0,59 3,57 0,22 4,38 0.349 Leguminosae Bauhinia purpurea 2,17 1,19 0,17 3,53 0.279 Lauraceae Persea americana 0,79 2,38 0,22 3,39 0.355 Annonaceae Annona muricata 0,79 2,38 0,13 3,30 0.204 Verbenaceae Tectona grandis 0,79 2,38 0,13 3,30 0.204 Fabaceae Tamarindus indica 0,39 2,38 0,07 2,84 0.111 Verbenaceae Gmelina arborea 0,39 1,19 0,60 2,18 0.963 Fabaceae Parkia speciosa 0,79 1,19 0,11 2,09 0.172 Bombacaceae Durio zibethinus 0,39 1,19 0,28 1,86 0.446 Sterculiaceae Pterospermum javanicum 0,59 1,19 0,04 1,82 0.065 Mimosaceae Paraserinthes falcataria 0,39 1,19 0,05 1,64 0.087 Fabaceae Casia siamea 0,39 1,19 0,05 1,63 0.078 Sapindaceae Nephelium lapaceum 0,20 1,19 0,11 1,50 0.184 Moraceae Ficus benjamina 0,20 1,19 0,09 1,48 0.142 Rutaceae Aegle marmelos 0,20 1,19 0,05 1,44 0.087 Meliaceae Melia azedarach 0,20 1,19 0,02 1,40 0.028 Annonaceae Annona squamosa 0,20 1,19 0,01 1,40 0.015 Oxalidaceae Averhoa bilimbi 0,20 1,19 0,01 1,40 0.012 Jumlah 100.00 100,00 100,00 300,00 160,971 Keterangan: KR : Kerapatan Relatif FR : Frekuensi Relatif DR : Dominansi Relatif INP : Indeks Nilai Penting Data hasil inventarisasi dan perhitungan jumlah rosot karbon pada masing- masing jalur hijau sungai dan masing-masing spesies yang ditemui di jalur hijau pantai secara berturut-turut disajikan pada Tabel 34 dan Tabel 35. 89 Tabel 34 Jumlah rosot karbon pada masing-masing jalur hijau pantai di Kota Bandar Lampung Lokasi Jumlah pohon Jumlah Spesies Jumlah rosot karbon tonha Pantai Lempasing 135 10 11,171 Pantai Panjang 54 6 104,685 Rata-rata 94,5 57,928 Data pada Tabel 34 menunjukkan bahwa Pantai Lempasing memiliki jumlah spesies dan jumlah individu pohon yang lebih besar, tetapi jumlah rosot karbon justru jauh lebih kecil dibandingkan dengan Pantai Panjang. Pantai Lempasing merupakan areal yang relatif baru berkembang dibandingkan dengan Pantai Panjang. Pantai Lempasing merupakan areal timbunan areal baru yang menjorok ke laut yang berkembang menjadi areal permukiman. Tumbuhan yang ditemui di daerah ini relatif masih muda. Hal ini dapat dilihat dari diameter batangnya yang masih kecil tingkat sapling. Selain itu, jenis pohon yang tumbuh di Pantai Lempasing, dari 10 spesies yang ditemui, delapan spesies di antaranya bukan merupakan tumbuhan pantai. Tabel 35 Jumlah rosot karbon pada masing-masing spesies yang ditemui di jalur hijau pantai Kota Bandar Lampung Nama Daerah Nama Ilmiah KR FR DR INP Rata-rata jumlah rosot karbon tonha Palmae Cocos nucifera 5,29 6,25 48,22 59,76 27.932 Fabaceae Acacia auriculiformis 7,41 12,50 16,05 35,95 9.295 Combretaceae Terminalia cattapa 14,81 12,50 13,25 40,56 7.673 Malvaceae Hibiscus tiliaceus 12,70 12,50 9,34 34,54 5.413 Fabaceae Leucaena leucocephalla 11,64 12,50 6,15 30,29 3.564 Fabaceae Acacia mangium 16,93 6,25 2,59 25,78 1.503 Fabaceae Casia siamea 16,93 6,25 1,32 24,50 0.763 Meliaceae Toona sureni 4,76 6,25 1,27 12,28 0.734 Casuarinaceae Casuarina equisetifolia 2,65 6,25 1,25 10,14 0.722 Mimosaceae Paracerianthes falcataria 4,76 6,25 0,24 11,25 0.139 Moraceae Ficus benjamina 1,06 6,25 0,21 7,52 0.121 Arecaceae Roystone regia 1,06 6,25 0,12 7,43 0.068 Jumlah 100.00 100,00 100,00 300,00 57,928 Keterangan: KR : Kerapatan Relatif FR : Frekuensi Relatif DR : Dominansi Relatif INP : Indeks Nilai Penting 90 Dilihat dari spesies penyusunnya, Tabel 35 menunjukkan bahwa lima spesies dominan yang ditemui di jalur hijau pantai adalah Cocos nucifera, Acacia auriculiformis, Terminalia cattapa, Hibiscus tiliaceus, dan Leucaena leucocephalla. Ketapang dan Waru laut merupakan spesies yang memliki kerapatan dan penyebaran relatif tinggi. Hal ini disebabkan kedua spesies tersebut merupakan tumbuhan yang adaptif terhadap kondisi maritim dan menyebar secara alami melalui media arus atau gelombang laut laut. Tiga spesies lainnya, yaitu Cocos nucifera, Acacia auriculiformis, dan Leucaena leucocephala tumbuh dan dominan di daerah tersebut karena ditanam atau dipelihara. Acacia auriculiformis dan Leucaena leucocephala ditanam sebagai tanaman penghijauan dengan fungsi utama sebagai peneduh, sedangkan kelapa dipelihara sebagai tanaman penghasil buah yang bernilai ekonomi. Kondisi ini menunjukkan bahwa manusia sangat berperan dalam menentukan komposisi spesies dalam suatu komunitas. Tabel 36 Karbon total dan rata-rata tersimpan di jalur hijau Kota Bandar Lampung Potensi karbon ton Cha 4 No. Jalur Hijau Luas ha Kisaran Rata- rata Total Ton C 1. Jalan 159,21 1 30,396 – 238,671 103,300 16.446,393 2. Sungai 1.215,70 2 30,651 – 527,112 160,971 195.692,445 3. Pantai 50,00 3 11,171 – 104,685 57,928 2.896,400 Jumlah 1.424,91 322,199 215.035,238 Keterangan: 1 Pemerintah Kota Bandar Lampung 2003 Hasil analisis 2 Potensi dugaan, mengacu pada Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 3 Proyeksi kebutuhan sempadan pantai sampai tahun 2027 Damai, 2003 4 Asumsi 1 ton biomasa = 0,45 ton Karbon IPCC, 1995 Data pada Tabel 36 menunjukkan bahwa jumlah rosot karbon paling banyak pada jalur hijau sungai. Selain karena pembobot luas yang besar, besarnya rosot karbon pada jalur hijau sungai juga dikarenakan kerapatannya lebih tinggi dibanding dengan pada jalur hijau jalan dan pantai. Rata-rata jumlah pohon pada jalur hijau sungai adalah 127 pohonha, jalur hijau jalan 108 pohonha, dan jalur hijau pantai 95 pohonha. Ekosistem RTH hutan kota berfungsi sebagai Carbon Sink dengan mentransformasi karbon dioksida CO 2 di atmosfer menjadi komponen pohon, 91 akar, potongan-potongan kayu, vegetasi lainnya, serasah, dan tanah yang tersimpan. Akan tetapi Karbon yang tersimpan dalam hutan dapat dilepaskan melalui kerusakan, baik yang bersifat alami atau karena aktivitas manusia. Pelepasan karbon tersebut dapat terjadi secara cepat karena konversi lahan. Gas-gas lain seperti CH 4 dan N 2 O dapat dipengaruhi oleh pembukaan hutan. Akan tetapi, pengaruhnya sangat kompleks, sulit dimonitor dan kurang penting dibanding pertukaran CO 2 .

5.4 Hubungan Keragaman Jenis Pohon dengan Jumlah Rosot Karbon