Penyimpanan Karbon dalam Pohon

15 Masalahnya akan lebih kompleks jika tumbuhan yang akan dikonservasi secara ex-situ mengandung parasit atau memiliki hubungan biologis yang kompleks Thomson 1975. Seringkali upaya kebun raya atau arboretum mengalami hambatan karena kondisi tertentu yang sangat mendasar tidak diketahuhi BGCS 1989. Sebagai komunitas buatan, RTH dapat diarahkan untuk memenuhi satu atau beberapa kepentingan. Mengingat luasan RTH bersifat terbatas, untuk meningkatkan nilai konservasinya, maka komunitas RTH tersebut dapat disusun dengan tumbuhan-tumbuhan bernilai konservasi tinggi. Hasil review terhadap seratus empat puluh satu paper di Australia dan dari luar Australia, Doherty 1998 menyimpulkan bahwa studi tentang pengukuran nilai konservasi masih sangat sedikit sehingga terdapat kesenjangan pengetahuan yang sangat lebar.

2.3 Penyimpanan Karbon dalam Pohon

Karbon dioksida carbon dioxcide adalah senyawa yang terdiri atas dua unsur, karbon dan oksigen, dengan rasio satu berbanding dua; rumus molekulnya adalah CO 2 . Senyawa tersebut di atmosfer terdapat dalam jumlah yang sedikit 370 ppm dan memainkan peran penting dalam lingkungan bumi, sebagai bahan yang penting dalam siklus kehidupan tumbuhan dan hewan. Dalam proses fotosintesis tumbuhan mengasimilasi CO 2 dan melepaskan oksigen. Aktivitas antropogenik yang mengemisikan CO 2 meliputi pembakaran bahan bakar fosil dan material lain yang mengandung karbon, fermentasi senyawa organik seperti gula dan pernapasan. Source alami CO 2 , seperti aktivitas volkanik, mendominasi siklus karbon bumi. Gas CO 2 memiliki bau yang sedikit menyengat, tidak berwarna dan lebih padat dibandingkan dengan udara. Karbon dioksida CO 2 diemisikan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil, baik pembakaran berskala besar seperti pembangkit listrik maupun yang lebih kecil, sumber bergerak seperti kendaraan bermotor, dan penggunaan perabotan rumah tangga dan untuk kepentingan komersil. Emisi CO 2 juga dihasilkan oleh proses industri dan ekstraksi sumberdaya, serta pembakaran hutan pada waktu pembersihan lahan IPCC 2005. Efek rumah kaca disebabkan oleh akumulasi gas rumah kaca GRK yang meliputi uap air, karbondioksida, methane, nitrogen oksida, dan ozon di atmosfer. Walaupun dalam keadaan normal merupakan komponen atmosfer yang penting, 16 dalam konsentrasi yang tinggi CO 2 dapat membahayakan IPCC 2005. Saat ini, konsentrasi CO 2 di atmosfer 30 lebih tinggi dibanding 350 tahun yang lalu, ketika dimulainya revolusi industri Boer, Masripatin, June dan Dahlan 2001. Meningkatnya kandungan GRK di atmosfer menyebabkan efek rumah kaca meningkat sehingga terjadi perubahan iklim MoE 2001. Selama periode 1990- 2001, temperatur permukaan bumi meningkat antara 1,4 o C dan 5,8 o C IPCC 2005. Menurut MoE 2001 negara berkembang, temasuk Indonesia akan sangat rentan terhadap efek rumah kaca karena hal-hal sebagai berikut: a. Negara berkembang umumnya terletak di negara tropika yang merupakan daerah paling panas di bumi. Peningkatan suhu atmosfer akan menimbulkan dampak negatif. b. Sebagian besar negara kepulauan berlokasi di dalam atau dekat dengan wilayah tropis. Peningkatan permukaan air laut akan menimbulkan dampak yang cukup nyata. c. Ketahanan dan perkembangan ekonomi negara berkembang sangat tergantung pada sumberdaya alam, terutama pertanian dan perikanan. Ketahanan pangan negara berkembang sangat rentan terhadap perubahan iklim. d. Negara berkembang memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam menghadapi kerusakan dan dampak negtaif yang sangat mahal akibat perubahan iklim. Fiksasi CO 2 adalah imobilisasi CO 2 melalui reaksi kimia dengan material lain sehingga membentuk senyawa stabil. Carbon sink penyimpanan karbon adalah penimbunan uptake secara alami CO 2 dari atmosfer, khususnya dalam tanah, hutan, dan lautan. Pengikatan CO 2 secara alami terjadi melalui proses fotosintesis yang berlangsung dalam chlorofil. CO 2 + H 2 O C 6 H 12 O 6 + O 2 Rosot karbon sangat berperan dalam mereduksi gas rumah kaca di atmosfer. Walaupun demikian, penggunaan Rosot karbon dalam kebijakan- kebijakan yang bertujuan mereduksi emisi gas rumah kaca tersebut masih diperdebatkan. Oleh karena itu, karakterisasi lokasi dan mekanisme penyimpanan karbon secara ilmiah dan politis merupakan hal yang penting 17 Myneni et al. 2001. Rosot karbon pada lahan dalam berbagai bentuk, seperti vegetasi, detritus, tanah, residu karbon sisa kebakaran, hasil yang dapat dipanen dan lain-lain Myneni et al. 2001. Biomasa berkayu terdiri atas batang, kulit, cabang, ranting, tunggak, dan akar pohon hidup, belukar dan semak. Vegetasi sebagai penyimpan karbon mendapat karbon dari produktivitas yang tersimpan dalam komponen-komponen tersebut. Vegetasi hutan alam tropika basah selalu hijau ever green dapat menyimpan biomasa berat kering rata-rata 450 ton per ha dengan kisaran 300 – 800 ton per ha dengan produktivitas rata-rata 25-30 ton per ha per tahun, hutan Dipterocarpaceae campuran rata-rata 550 ton per ha dengan kisaran 400 – 1500 ton per ha dengan produktivitas rata-rata 30-35 ton per ha per tahun Bruenig 1996. Vegetasi mengalami kehilangan karbon akibat penuaan, kematian, pemanenan, kebakaran, penyakit, serangan serangga, dan roboh oleh angin dan lain-lain Myneni et al. 2001. Akhir-akhir ini, sebagian besar pembicaraan tentang ilmu pengetahuan, teknologi, dan politik tentang penyimpanan CO 2 terpokus pada penyimpanan CO 2 di daratan melalui penyimpanan secara biologis IPCC 2005, antara lain dengan membangun tegakan pohon atau hutan Bruenig 1996. Selanjutnya Bruenig 1996 mengemukakan bahwa pembangunan carbon sink melalui reforestation dengan pohon cepat tumbuh dapat mengakumulasikan Rosot karbon dalam jangka waktu 10 – 20 tahun. Penanaman pohon di daerah tropika baru dapat mengkompensasi sebesar 0,3 dari karbon yang dilepaskan ke atmosfer akibat penebangan dan kerusakan hutan di daerah tropika. Menurut IPCC 2005 keuntungan penyimpanan secara biologis di daratan adalah: a perubahan jumlah yang tersimpan dapat dimonitor setiap waktu, b penyimpanan dapat dilakukan di suatu tempat tertentu dengan pemilikan yang dapat diidentifikasi, dan c lamanya penyimpanan dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan. Di bawah Protokol Kyoto, reduksi GRK dapat dicapai, baik melalui reduksi sumber emisi atau dengan meningkatkan penyimpanan karbon melalui penyerapan pada ekosistem terestrial melalui penatagunaan lahan, perubahan tataguna lahan, dan kehutanan Murray 2001. Menurut Boer et al. 2001 salah satu teknologi untuk mengurangi GRK adalah meningkatkan penyimpanan karbon sink enhancement, yaitu upaya-upaya untuk 18 meningkatkan carbon stock melalui penanaman pohon, antara lain melalui pembangunan hutan kota.

2.4 Metoda Pendugaan Rosot karbon