Penentuan Nilai Konservasi Komunitas

25 wilayah penelitian yang dalam satu marganya hanya ditemui satu spesies; marga jamak adalah marga yang dalam satu familinya ditemukan lebih dari satu marga, sedagkan spesies jamak adalah spesies yang dalam satu marganya ditemukan lebih dari satu spesies. 9 Spesies pohon budidaya adalah spesies yang sudah biasa dibudidayakan dan atau teknik pembiakannya sudah dikuasai, sedangkan spesies non- budidaya adalah spesies yang belum biasa dibudidayakan liar. 10 Spesies pohon endemik adalah spesies endemik Sumatera sebagaimana terdaftar dalam Tree Flora of Indonesia Check List for Sumatera Whitmore dan Tantra 1986, sedangkan spesies non endemik adalah spesies yang tidak termasuk dalam dalam daftar sebagai spesies endemik Sumatera. 11 Spesies pohon dilindungi adalah spesies pohon yang dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 54KptsUm1972, Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 261Kpts-IV1990, dan atau Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999.

3.4 Penentuan Nilai Konservasi Komunitas

Seperti telah dijelaskan, pengertian konservasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengertian yang sempit, yaitu perlindungan suatu spesies pohon dari kepunahan. Meffe and Carroll 1994 menyatakan bahwa secara konseptual spesies merupakan salah satu faktor yang memainkan peran penting dalam konservasi. Perlindungan tersebut dilakukan dengan melakukan pengembangbiakan di luar habitat aslinya, dalam hal ini di areal RTH kota. Perlindungan difokuskan pada spesies pohon endemis dan kelestariannya terancam. Spesies tersebut dianggap bernilai konservasi tinggi sehingga perlu mendapatkan prioritas untuk ditanam dan dikembangbiakan. Kumpulan spesies yang ditanam di areal RTH kota akan membentuk dan menentukan nilai konservasi komunitas tumbuhan vegetasi RTH kota tersebut. Dalam penelitian ini, nilai konservasi komunitas RTH kota diukur dengan pendekatan nilai indeks yang menunjukkan tingkat kepentingan relatif suatu komunitas ditinjau dari aspek konservasi. Nilai indeks tersebut didasarkan pada endemisme endemis atau non-endemis, dan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap laju kepunahan spesies, yaitu status dilindungi atau tidak dilindungi, sifat tunggal atau jamak, dan keliaran budidaya atau non-budidaya spesies penyusun vegetasi tersebut. Nilai tersebut selanjutnya disebut indeks konservasi I k . 26 Makin tinggi nilai indeks konservasi suatu komunitas menunjukkan makin banyaknya spesies penyusun komunitas tersebut yang merupakan spesies prioritas untuk dilindungi atau dalam komunitas tersebut terdapat spesies yang bernilai konservasi tinggi. Indeks konservasi ini akan relevan jika digunakan untuk menilai vegetasi buatan, dalam hal ini RTH kota, karena komunitas alami umumnya terdiri atas spesies endemis dan non-budidaya. Endemisme spesies Spesies endemis adalah spesies yang ditemukan di suatu wilayah dan tidak ditemukan di wilayah yang lain Meffe and Carroll 1994. Walaupun demikian, lebih lanjut Meffe and Carroll 1994 menyatakan bahwa batasan wilayah tersebut belum terdefinisi dengan baik. Sebagai contoh, semua spesies mahluk hidup endemis di bumi. Shukla and Chandel 1982 menyakatan bahwa berdasarkan distribusinya, suatu spesies mungkin bersifat endemis benua, negara, propinsi, regional atau lokal terbatas pada lembah, bukit, pulau dll. Menurut Krcmar-Nozic et al. 2000 tekanan antropogenik yang meliputi pertumbuhan penduduk, pencermaran udara, perubahan iklim, modifikasi habitat, dan fragmentasi ekosistem akibat pembukaan lahan terus menekan keberadaan spesies endemis. Selain itu, tekanan terhadap spesies endemis yang juga sangat penting berasal dari invasi spesies eksotik Van Houten et al., 2000. Manusia telah banyak membantu invasi spesies eksotik dengan mengatasi berbagai hambatan fisik yang secara alami sulit ditembus Krcmar-Nozic et al., 2000 terutama oleh tumbuhan. Oleh karena itu, dalam penentuan spesies yang akan dikonservasi, spesies asli endemis harus lebih mendapat prioritas dibandingkan dengan spesies non endemis MacKinnon et al. 1993 dan menurut UNEP 1993 salah satu cara perlindungan spesies flora adalah dengan mengendalikan spesies eksotik. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan spesies endemis adalah spesies endemis pulau Sumatera Whitmore and Tantra, 1986 Lampiran 2. Ditinjau dari aspek endemisme nilai spesies dikategorikan kedalam dua kelompok, yaitu spesies endemis nilai 2 dan spesies non endemis nilai 1. Indeks konservasi komunitas berdasarkan endemise merupakan total Log Natural LN nilai masing-masing spesies tersebut dibagi dengan total terbesar LN nilai yang mungkin terjadi, yaitu jumlah spesies N kali LN2 NLN2. Dalam 27 rumus matematika sederhana indeks nilai komunitas berdasarkan endemisme spesies dapat dinyatakan sebagai berikut: 2 N End N N 1 i i End LN LN ∑ = = dalam hal ini: N End = Nilai relatif komuitas berdasarkan endemisme spesies End i = nilai endemisme spesies ke i N = jumlah spesies yang menjadi anggota komunitas LN = log natural Status Spesies Akibat berbagai aktivitas manusia, populasi beberapa jenis pohon telah mengalami kelangkaan, bahkan beberapa jenis pohon sudah terancam punah. Di Indonesia, upaya menjaga keberadaan atau kelestarian suatu jenis pohon antara lain adalah dengan sistem perlindungan. Sampai saat ini di Indonesia terdapat setidaknya 47 spesies 23 Family pohon dilindungi. Sistim perlindungan yang dilakukan adalah dengan membatasi diameter minimum yang boleh ditebang. Pembatasan ini dimaksudkan agar pohon yang ditebang dapat dijamin telah beregenerasi atau menghasilkan keturunan. Daftar jenis-jenis pohon yang dilindungi di Indonesia disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan statusnya, nilai konservasi spesies pohon dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu dilindungi nilai 2 dan tidak dilindungi nilai 1. Indeks konservasi komunitas berdasarkan status merupakan total LN nilai masing-masing spesies tersebut dibagi dengan total terbesar LN nilai yang mungkin terjadi, yaitu jumlah spesies N kali LN2 NLN2. Dalam rumus matematika sederhana indeks nilai komunitas berdasarkan status spesies dapat dinyatakan sebagai berikut: 2 N Sts N N 1 i i Sts LN LN ∑ = = dalam hal ini: N Sts = Nilai relatif komunitas berdasarkan status spesies Sts i = nilai status spesies ke i N = jumlah spesies yang menjadi anggota komunitas LN = log natural 28 Tabel 2. Jenis-jenis pohon dilindungi di Indonesia Spesies Family Dilarang menebang pohon Afzalia bijuga 1 PAPILIONACEAE Diameter 60 cm Agathis labilladieri 1 ARAUCARIACEAE Diameter 50 cm Aleurites triloba 1 EUPHORBIACEAE Diameter 50 cm Arenga pinnata 1 ARACACEAE Diameter 40 cm Azadirachta indica 1 MELIACEAE Diameter 50 cm Caesalpinia sappan 1 CAESALPINIACEAE Diameter 10 cm Cinnamomum burmanii 1 LAURACEAE Diameter 25 cm Cinnamomum culilawan 1 LAURACEAE Diameter 25 cm Cordia subcordata 1 BORRAGINACEAE Diameter 50 cm Cudrania conchinchinensis 1 EUPHORBIACEAE Diameter 10 cm Dalbergia latifolia 1 PAPILIONACEAE Diameter 50 cm Diospyros celebica 1 EBENACEAE Diameter 60 cm Dipterocarpus spp 1 DIPTEROCARPACEAE Diameter 50 cm Dryobalanops aromatica 1 DIPTEROCARPACEAE Diameter 60 cm Duabanga moluccana 1 SONERATIACEAE Diameter 60 cm Durio zibethinus 1 BOMBACACEAE Diameter 60 cm Dyera costulata 1 APOCYNACEAE Diameter 60 cm Eucalyptus alba 1 MYRTACEAE Diameter 40 cm Eucalyptus deglupta 1 MYRTACEAE Diameter 40 cm Eusideroxylon zwageri 1 LAURACEAE Diameter 60 cm Exoecaria agalocha 1 EUPHORBIACEAE Diameter 25 cm Fragarea fragrans 1 LOGANIACEAE Diameter 50 cm Ganua motleyana 1 SAPOTACEAE Diameter 30 cm Manilcara cauki 1 SAPOTACEAE Diameter 45 cm Myristica argentea 1 MYRISTICACEAE Diameter 30 cm Palaquium burckii 1 SAPOTACEAE Diameter 30 cm Palaquium gutta 1 SAPOTACEAE Diameter 50 cm Palaquium leicarpum 1 SAPOTACEAE Diameter 30 cm Palaquium walsuraefolium 1 SAPOTACEAE Diameter 40 cm Protium javanicum 1 BURCERACEAE Diameter 60 cm Pterospermum celebicum 1 STERCULIACEAE Diameter 30 cm Santalum album 1 SANTALACEAE Diameter 50 cm Scorodocarpus bornnensis 1 OLACACEAE Diameter 50 cm Shorea beccariana 2,3 DIPTEROCARPACEAE Shorea lepidota 2,3 DIPTEROCARPACEAE Shorea macrantha 2,3 DIPTEROCARPACEAE Shorea macrophylla 2,3 DIPTEROCARPACEAE Shorea mexistopteryx 2,3 DIPTEROCARPACEAE Shorea Palembanica 2,3 DIPTEROCARPACEAE Shorea pinanga 2,3 DIPTEROCARPACEAE Shorea seminis 2,3 DIPTEROCARPACEAE Shorea singkawang 2,3 DIPTEROCARPACEAE Shorea splendida ,3 DIPTEROCARPACEAE Shorea stenoptera 2,3 DIPTEROCARPACEAE Styrax bemzoin 1 STYRACACEAE Diameter 30 cm Timonius sericeus 1 RUABIACEAE Diameter 40 cm Keterangan: 1 Dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 54KptsUm1972 2 Dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 261Kpts-IV1990 3 Dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Sumber: Noerdjito M dan Maryanto I. Eds.. 2001 29 Sifat Spesies Tunggal atau Jamak Secara teori, semakin kecil suatu marga atau family, semakin besar kesenjangan antar suku tersebut dengan suku terdekatnya, sehingga makin berbeda pula kelompok spesies tersebut dengan kelompok spesies lainnya. Oleh karena itu, spesies yang merupakan satu-satunya wakil dalam family tersebut monotipyc harus mendapat prioritas untuk dilindungi dibanding spesies yang merupakan bukan satu-satunya atau spesies politipyc MacKinnon et al, 1993. Dalam Ensiklopedia Wikipedia http:en.wikipedia.orgwikiMonotypic tanggal kunjungan 20 September 2006 dinyatakan bahwa Monotipyc adalah suatu sifat yang mengacu pada kelompok taksonomi yang hanya memiliki satu tipe. Dalam bidang Botani monotipyc berarti taksa yang hanya memiliki satu spesies; Ginkgo adalah genus monotypic, sementara Ginkgoaceae adalah famili monotypic. Oleh karena itu, famili Ginkgoceae dan genus Ginkgo ini memiliki nilai konservasi yang tinggi. Mengacu pada pengertian tersebut, dalam penelitian ini digunakan istilah spesies atau genus tunggal dan spesies atau genus jamak. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan marga dan atau spesies tunggal adalah marga atau spesies yang ditemui di wilayah penelitian yang merupakan anggota satu-satunya dari suatu famili, sedangkan marga dan atau spesies jamak adalah marga dan atau spesies yang bukan merupakan anggota satu-satunya dari suatu famili. Marga dan spesies tunggal memiliki nilai konservasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan marga dan spesies jamak. Berdasarkan sifat ini, nilai suatu spesies dikategorikan kedalam spesies tunggal jika famili yang ditemui hanya memiliki satu marga dan dalam satu marga tersebut hanya ditemui satu spesies; spesies ini diberi nilai dua 2. Spesies jamak dibagi menjadi dua kategori, yaitu 1 jika famili yang ditemui beranggotakan lebih dari satu marga dan marga yang bersangkutan memiliki satu spesies, spesies tersebut diberi nilai 1,5; dan 2 jika famili yang ditemui memiliki lebih dari satu marga dan marga yang bersangkutan memiliki lebih dari satu spesies, spesies tersebut diberi nilai. Indeks konservasi komunitas berdasarkan sifat merupakan total LN nilai masing-masing spesies tersebut dibagi dengan total terbesar LN nilai yang mungkin terjadi, yaitu jumlah spesies N kali LN2 NLN2. Dalam rumus matematika sederhana indeks nilai komunitas berdasarkan sifat spesies dapat dinyatakan sebagai berikut: 30 2 N Sft N N 1 i i Sft LN LN ∑ = = dalam hal ini: N Sft = Nilai relatif komunitas berdasarkan sifat spesies Sft i = nilai sifat spesies ke i N = jumlah spesies yang menjadi anggota komunitas LN = log natural Keliaran Wilderness Spesies Pada umumnya, spesies yang telah dibudidayakan kelestariannya lebih dapat dijamin dibanding dengan spesies yang masih liar. Manusia membudidayakan suatu spesies pohon umumnya karena telah mengetahui dan atau merasakan manfaatnya atau mengharapkan suatu manfaat yang dapat diperoleh dari spesies tersebut, misalnya manfaat ekonomi, lingkungan ekologis, atau keindahan psikologis. Oleh karena itu, spesies yang telah dibudidayakan umumnya mudah ditemukan dimana-mana. Sedangkan spesies liar pada umumnya manfaatnya atau teknik budidayanya belum diketahui, karenanya masyarakat umum belum membudidayakannya dan jarang ditemukan. Olfield 1989 menyatakan bahwa upaya konservasi ex-situ perlu diprioritaskan pada spesies yang dalam beberapa generasi tidak dapat survive tanpa bantuan dari manusia. Berdasarkan pertimbangan tersebut, nilai konservasi spesies berdasarkan keliarannya dikategorikan kedalam spesies non- budidaya nilai 2 dan spesies budidaya nilai 1. Penentuan spesies berdasarkan keliarannya didasarkan pada Nailola 1986 dan pengetahuan penulis berdasarkan pengalaman dan pengamatan . Indeks konservasi komunitas berdasarkan status merupakan total LN nilai masing-masing spesies tersebut dibagi dengan total terbesar LN nilai yang mungkin terjadi, yaitu jumlah spesies N kali LN2 NLN2. Dalam rumus matematika sederhana indeks nilai komunitas berdasarkan keliaran spesies dapat dinyatakan sebagai berikut: 2 N Kl NKl N 1 i i r LN LN ∑ = = dalam hal ini: N Klr = Nilai relatif komunitas berdasarkan keliaran spesies Klr i = nilai keliaran spesies ke i N = jumlah spesies yang menjadi anggota komunitas LN = log natural 31 Masing-masing faktor penentu nilai tersebut Endemisme, Status, Sifat, dan Keliaran tentu memiliki bobot yang berbeda terhadap indeks konservasi I k . Oleh karena itu diperlukan penentuan bobot yang proporsional, tergantung pada nilai pentingnya. Penentuan bobot didasarkan pada prinsip bahwa, makin langka atau makin jarang ditemui spesies tersebut makin penting untuk dilindungi untuk menjaga kelestariannya dengan cara menanam atau mengembangkannya di kawasan RTH. Di dalam komunitas, hal ini ditunjukkan oleh jumlah nilai faktor penentu nilai konservasi Endemisme, Status, Sifat, dan Keliaran, makin kecil jumlah nilai menunjukan jumlah spesies yang bernilai 2 semakin sedikit sehingga dalam memilih jenis yang akan dikonservasi perlu mendapatkan prioritas. Secara rinci, cara penentuan bobot bagi masing-masing faktor penentu nilai konservasi disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan cara penentuan seperti yang disajikan pada Lampiran 3, diperoleh bobot masing-masing faktor adalah sebagai berikut: Endemisme 0,3, Status 0,3, Sifat 0,2, dan Keliaran 0,2. Selanjutnya indek konservasi komunitas adalah 4 Kl 2 , Sft 2 , Sts 3 , End 3 , N 1 i i i N 1 i i i N 1 i i i N 1 i i i ∑ ∑ ∑ ∑ = = = = + + + LN LN LN LN dengan kisaran antara 0 nol s.d. 1 satu. Nilai indeks tersebut selanjutnya dibagi menjadi empat kategori yaitu 0 ≤ I k ≤ 0,25 rendah, 0,26 I k ≤ 0,50 sedang, 0,51 I k ≤ 0,75 tinggi, dan 0,76 ≤ I k sangat tinggi.

3.5 Data yang Dikumpulkan dan Metoda Pengumpulan dan Pengolahannya