77
Udang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Anggaran dasar hanya mengatur kesepakatan teknis perseroan sebagai sebuah badan hukum untuk melakukan aktivitasnya.
Ketentuan ini, memiliki arti bahwa perselisihan yang timbul dalam aktivitas sebuah badan hukum perseroan terbatas PT, diselesaikan dengan menggunakan instrumen
anggaran dasar. Apabila terdapat perbedaan ketentuan dalam joint venture agreement dan
anggaran dasar perseroan untuk suatu persoalan yang sama, maka ketentuan anggaran dasar yang berlaku, karena kedudukan anggaran dasar lebih tinggi dari
joint venture agreement . Dengan demikian, penting bagi pihak ketiga untuk
mengetahui anggaran dasar perseroan, agar dapat mengetahui apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh pengurus menurut anggaran dasar
perseroan, untuk itu kedudukan publikasi terhadap perseroan terbatas memiliki makna penting bagi pihak ketiga.
3. Kedudukan Para Pihak dalam Joint Venture Agreement
Kerjasama antar modal asing dan modal nasional diatur secara tidak langsung dalam Pasal 5 ayat 2 dan 3 UUPM. Dalam bidang usaha yang terbuka bagi modal
asing dapat diadakan kerjasama antara modal asing dengan modal nasional. Dalam kepustakaan hukum, kerjasama ini disebut dengan joint venture agreement atau
kontrak joint venture. Dalam joint venture agreement, bentuk perjanjian kerjasamanya adalah
merupakan suatu permufakatan atau persepakatan antara pihak-pihak yang
Universitas Sumatera Utara
78
mengadakannya, dimana masing-masing pihak diikat oleh janji-janji yang telah diadakan antara masing-masing, kemudian berkembang menjadi satu kerjasama
antara masing-masing pihak untuk secara bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati.
Hubungan yang tidak seimbang antara negara maju sebagai negara pembawa modal asing dan negara berkembang sebagai negara penerima modal tersebut.
Hubungan yang tidak seimbang antara pemodal asing dan penerima modal dapat dilihat dalam masalah-masalah sebagai berikut:
95
a. Bahwa pemodal asing selalu berorientasi untuk mencari keuntungan atau profit oriented
, sedang penerima modal mengharapkan modal asing dapat membantu mencapai tujuan pembangunan nasional atau hanya sebagai
pelengkap dana pembangunan; b. Bahwa pemodal asing memiliki posisi yang lebih kuat sehingga mereka
mempunyai kemampuan berusaha dan kemampuan berunding yang mantap, dimana dalam pelaksanaan usahanya dapat bertentangan dengan kepentingan
negara penerima modal; c. Bahwa pemodal asing biasanya memiliki jaringan usaha yang kuat dan luas
karena biasanya berbentuk Multinational Coorporation yang tergabung dalam induk perusahaan, melayani kepentingan negara dan pemilik saham di
95
Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti , 2006, hal. 170.
Universitas Sumatera Utara
79
negara asal sehingga sangat sulit untuk mampu melayani kepentingan negara penerima modal.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidakseimbangan kedudukan dan kepentingan tersebut adalah hak dan kewajiban para pihak dalam joint venture
agreement yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut
terdapat suatu kedudukan yang seimbang antara pihak yang satu dengan yang lainnya. Joint venture agreement telah diikat dengan suatu ketentuan yang
didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa joint venture agreement
menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat yang
menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan perjanjian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
80
BAB III KLAUSULA-KLAUSULA DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT
A. Klausula-Klausula Pokok dalam Joint Venture Agreement
Klausula joint venture agreement harus mencerminkan hubungan yang jelas diantara para pihak dan dapat menggambarkan pengembangan hubungan tersebut
dimasa yang akan datang, sekurang-kurangnya meliputi tiga tahap penting, yaitu:
96
1. Sebelum perusahaan patungan yang baru akan dibentuk, para pihak harus menentukan langkah-langkah yang harus diambil, baik langkah informal
maupun langkah formal. 2. Penentuan kewajiban-kewajiban dan hak-hak para pihak selama proses
pembentukan perusahaan gabungan joint venture company. 3. Pada saat perusahaan baru dibentuk harus ditentukan hak dan kewajiban para
pihak di dalam perusahaan tersebut hingga perusahaan berjalan dan berkembang dalam kondisi yang stabil.
Suatu kontrak dari sudut struktur dapat dibagi dalam 3 tiga bagian
97
yaitu bagian pertama terdiri dari judul kontrak, tanggal kontrak, para pihak dalam kontrak,
kata sepakat, tujuan dibuatnya kontrak mengenai sesuatu hal dan kemudian dimulai dengan Pasal 1 mengenai definisi. Adakalanya setelah para pihak, kontrak
menyebutkan pula latar belakang dibuatnya suatu perjanjian tersebut tapi bukan
96
Pierre Lalive, International Trade Center Incorporated Joint venture Model Agreement, Geneva, UNCTADWTO, 2005, hal. 4-5.
97
Erman Radjagukguk, Op. cit, 2005, hal. 120.
80
Universitas Sumatera Utara
81
suatu unsur yang mutlak untuk sahnya suatu perjanjian. Bagian kedua, terdiri dari Pasal-Pasal yang isinya membedakan satu kontrak dengan kontrak lainnya. Bagian
ketiga, terdiri dari Pasal-Pasal yang harus ada pada kontrak yang baik yaitu Pasal- Pasal yang berkenaan dengan wanprestasi, pemberitahuan, atau peringatan,
pengakhiran perjanjian, ganti rugi, keadaan darurat, hukum yang berlaku, penyelesaian
sengketa, bahasa,
jangka waktu
perjanjian, amandemen,
dan keseluruhan perjanjian the entire agreement.
Secara umum yang menjadi isu hukum penting dalam joint venture agreement
adalah tentang kepemilikan, struktur modal, kepengurusan, pemasaran, kebijakan keuangan, hak kekayaan intelektual, bantuan teknik dan pengetahuan serta
jasa, penyelesaian sengketa, perubahan mitra dan cara-cara divestasi saham.
98
Klausula joint venture agreement yang disepakati oleh para pihak menjadi kerangka penting untuk membentuk perusahaan patungan joint venture company
sebagai wadah hukum menjalankan kesepakatan bisnis, sehingga kesepakatan di antara para pihak di dalam joint venture agreement harus dibuat sejelas mungkin dan
serinci mungkin. Klausula-klausula yang tertuang dalam joint venture agreement antara lain
meliputi:
99
98
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan terhadap Pemberlakuan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
, Jakarta: PT. Raharja Grafindo Persada, 2007, hal. 168.
99
http:www.doctsoc.comdocs8385952kedudukan-jointventure-agreement-dan anggaran- dasar-jointventure-company, diakses 5 Juli 2011.
Universitas Sumatera Utara
82
1. Ketentuan mengenai definisi kontrak contractual definitions Persetujuan yang dibuat didalam sebuah perjanjian, menggunakan beberapa
terminologi yang mempunyai arti dan maksud khusus yang hanya digunakan semata-mata didalam Pasal-Pasal perjanjian yang disetujui. Definisi tersebut
menggambarkan maksud dan pengertian yang dimengerti oleh pihak-pihak yang membuat dan menyetujuinya. Sehingga tidak akan menimbulkan
pengertian dan penafsiran yang bertolak belakang dan bertentangan. 2. Tujuan perjanjian object of the joint venture
Sangat penting bagi para pihak memberikan pertimbangan secara hati-hati terhadap objek yang diperjanjikan dalam sebuah joint venture agreement.
Pertimbangan yang diberikan tersebut merupakan gambaran lingkup usaha bersama yang menjadi acuan bagi para pemengang saham dan manajemen
joint venture company yang sekaligus merupakan bentuk perlindungan atas
hak-hak dan kewajiban para pihak. Salah satunya seperti perlindungan hak terhadap pemegang saham minoritas.
Bagaimanapun Pasal yang berkaitan dengan tujuan perjanjian tidak boleh bermaksud untuk menciptakan batasan-batasan yang tidak diinginkan atau
tidak jelas bagi perkembangan usaha joint venture company di masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
83
3. Pendirian, permodalan dan kedudukan joint venture company Struktur ketiga ini menggambarkan perhubungan dengan berbagai peraturan-
peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia sebagai tempat dimana joint venture company
tersebut akan didirikan seperti perizinan, Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Tenaga Kerja, Perpajakan, Peraturan Export Import, Peraturan Pertanahan, peraturan
Badan Koordinasi Penanaman Modal dan lain-lain. Jika para pihak telah memiliki sebuah nama untuk joint venture company,
maka sebaiknya dinyatakan secara tegas namanya. Apabila terdapat pembatasan jangka waktu berdirinya joint venture company yang disepakati
atau atas dasar adanya pembatasan peraturan perundang-undangan, misalnya perusahaan didirikan untuk jangka waktu 30 tahun, maka pembatasan
tersebut harus juga dinyatakan secara jelas, misalnya tentang pembatasan tentang tanggal berdirinya joint venture company dan tanggal berakhirnya
joint venture company tersebut.
Perjanjian yang disepakati oleh para pihak juga memuat ketentuan kebutuhan modal awal yang dibutuhkan sebuah joint venture, dan kemungkinan
pengembangan di masa yang akan datang. Ketentuan permodalan harus mengikuti UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan
Universitas Sumatera Utara
84
peraturan-peraturan lainnya, yaitu mengenai besarnya modal dan macam modal.
100
4. Pasal kontribusi para pihak terhadap joint venture company contributions Pendirian sebuah perusahaan membutuhkan kontribusi permodalan yang
perlu diatur sedemikian rupa, atas dasar kemampuan dan kesanggupan pihak yang membuat perjanjian. Kontribusi para pihak merupakan modal awal bagi
perusahaan untuk melaksanakan aktivitasnya. Kontribusi para pihak dapat ditentukan dalam beberapa bentuk, diantaranya
dalam bentuk saham-saham, kontribusi bersifat tunai, hak tanah, hak paten, keterampilan teknis, peralatan, jasa distribusi, atau penggunaan suatu merek
dagang. Pemberian kontribusi tersebut biasanya disertai perhitungan- perhitungan secara jelas dan rinci, sehingga tidak akan menyebabkan
kerugian bagi perusahaan dikemudian hari. Jika itu terjadi maka dibutuhkan jaminan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan.
Dalam sebuah joint venture agreement biasanya menerbitkan satu jenis saham dengan hak suara dan hak dividen yang sama, tetapi bisa juga disetujui
untuk menerbitkan beberapa kelas atau jenis saham yang berbeda. Saham tersebut memiliki hak suara istimewa dan hak-hak dividen yang istimewa.
100
Erman Radjagukguk, Op. cit, 2005, hal. 128.
Universitas Sumatera Utara
85
5. Penambahan permodalan joint venture company, penerbitan saham baru dan penjaminan additonal funding, issues of share and guaratees
Penambahan modal untuk joint venture company melalui penerbitan dan penjaminan saham-saham baru harus diatur dengan jelas dan dimengerti oleh
para pihak. Jika ada keharusan untuk memberikan penambahan modal bagi keberlangsungan aktivitas perusahaan, maka harus melalui mekanisme yang
disepakati. UU PT menyatakan: Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan
modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.
101
Penambahan modal dasar, jika salah satu pihak tidak ingin mengambil saham baru tersebut sesuai dengan persentase kepemilikan sahamnya, maka
tambahan saham tersebut harus ditawarkan kepada partnernya.
102
6. Pasal melakukan
langkah-langkah administrasi,
perhitungan biaya
pengeluaran sebelum pengabungan kerjasama. Dalam mendirikan joint venture company, dipastikan melewati berbagai
proses sebagai tahapan pendirian. Proses tersebut merupakan langkah- langkah umum yang dilakukan oleh para pihak untuk mewujudkan pendirian
perusahaan. Pada setiap tahap dan prosesnya membutuhkan tenaga, biaya dan pemikiran.
101
Pasal 43 ayat 1.
102
Erman Radjagukguk, Op. cit, hal. 133.
Universitas Sumatera Utara
86
Para pihak
dalam perjanjian,
harus menentukan
siapa yang
akan melaksanakan dan bertanggungjawab terhadap setiap proses yang harus
dilalui. Di dalam kondisi yang seperti itu, perlu dipikirkan oleh para pihak apakah biaya-biaya atau ongkos yang telah dikeluarkan dalam tahap-tahap
administrasi tersebut akan dibebankan kepada perusahaan yang nantinya akan terbentuk, jika dibebankan kepada perusahaan, bagaimanakah prosedur
pelaksanaanya. Dengan pemikiran yang sama, jika terdapat penyerahaan hak-hak paten,
merek, lisensi dan atau yang lain oleh pemegang saham sebelum perusahaan terbentuk, harus mendapatkan persetujuan para pihak dalam perjanjian.
7. Pasal anggaran dasar joint venture company Joint
venture company
membutuhkan instrumen
untuk menjalankan
aktivitasnya. Instrumen tersebut adalah sebuah organisasi perusahaan yang terwujud dalam anggaran dasar statute dan dokumen-dokumen legal
lainnya. Pembentukan anggaran dasar dan dokumen legal lainnya diatur di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas, wajib daftar perusahaan, dan akta pendirian yang dibuat oleh Notaris.
Sebuah anggaran dasar haruslah dipersiapkan dalam format yang konsisten dengan joint venture agreement. Pembentukan anggaran dasar sebaiknya
Universitas Sumatera Utara
87
menggunakan terminologi yang sesuai dengan joint venture agreement yang telah disepakati bersama.
8. Rapat pemegang saham Otoritas pengambilan keputusan tertinggi joint venture company dipegang
oleh Rapat Umum Pemegang Saham RUPS sebagai organ perusahaan, pada hakekatnya, para pihak dalam perjanjian adalah pemegang saham dari
perusahaan yang akan dibentuk, sehingga pertemuan atau rapat umum pemegang saham merupakan suatu kesatuan forum dengan diri mereka
sendiri. Artinya kesepakatan yang diambil atau persetujuan yang akan dicapai, telah dipahami atau dimegerti antara para pihak.
9. Dewan komisaris dan direksi Dewan komisaris dan direksi adalah organ perusahaan, dalam banyak
perusahaan, dewan
komisaris dan
direksi memiliki
tanggungjawab melakukan pengawasan dan pengurusan perusahaan. Biasanya dalam joint
venture company komisaris terdiri dari 3 tiga orang, 2 dua orang diangkat
oleh pihak asing menjadi komisaris, 1 satu orang diangkat partner lokal menjadi presiden komisaris. Sedangkan direksi terdiri dari presiden direktur
yang diangkat oleh partner lokal, dan 2 dua direktur yang diangkat oleh investor
asing.
103
103
Ibid , hal. 134.
Universitas Sumatera Utara
88
10. Auditor dan ahli independen Dalam internasional joint venture, dimana salah satu pihak datang dari negara
dan culture serta hukum yang berbeda, maka perifikasi perhitungan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen memiliki sebuah arti penting untuk
membangun kepercayaan dan perlindungan diantara para pihak. Kebutuhan auditor dan atau ahli independen untuk membantu penilaian,
pengawasan dan penelitian jalannya perusahaan joint venture company didasari atas kebutuhan para pihak yang harus diperjanjikan sebelumnya.
11. Pasal pembukuan dan pembagian keuntungaan dividends Syarat dasar yang berlaku universal dalam menjalankan sebuah usaha adalah
adanya pembukuan yang jelas, pembukuan harus dilakukan berdasarkan atas standar legal dan dikerjakan secara profesional, dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang benar good accounting practice and international accounting standards.
Dalam pembukuan joint venture company, penting untuk mendefinisikan ketentuan tahun mengenai tahun fiscal atau financial untuk tujuan akuntansi.
Auditan keuangan menjadi dasar bagi perusahaan untuk menyatakan bahwa perusahaan berhasil mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian. Jika
perusahaan mendapatkan keuntungan atas usahanya, maka dikeluarkan pembangian deviden bagi para pemegang saham. Pembayaran keuntungan
Universitas Sumatera Utara
89
bagi pemegang saham biasanya diatur dalam keputusan rapat pemegang saham.
Para pihak dalam perjanjian, memiliki keleluasaan atau akses terhadap pembukuan perusahaan dan berhak untuk mendapatkan laporan berkala atas
posisi dan keadaan finansial perusahaan. 12. Kepemimpinan leadership
Dalam joint venture company internasional, salah satu pihak dapat diminta untuk menjadi “sponsor” dan “pemimpin” untuk melakukan hubungan
hukum dengan pihak ketiga, biasanya orang yang ditunjuk tersebut adalah orang yang akan dinominasikan menjadi direktur utama. Namun dalam
beberapa keadaan, orang yang akan menjadi sponsor atau pemimpin dapat juga dinominasikan menjadi chief excecutive perusahaan seperti general
manager, deputy leader yang disetujui bersama-sama.
13. Bantuan teknis dan administrasi untuk joint venture company technical and administrative
Pasal bantuan teknis dan administratif merupakan sebuah legal frame work bagi salah satu pihak untuk melakukan kewajiban kepada joint venture
company . Pada tahap-tahap awal pendirian sebuah perusahaan, dibutuhkan
beberapa bantuan teknis manajemen, baik bersifat administratif, teknis, bantuan peralatan dan sebagainya. Akan tetapi didalam banyak kasus,
Universitas Sumatera Utara
90
bantuan teknis dan administratif ini, dibuat dalam perjanjian tersendiri dan terpisah dari perjanjian utama joint venture agreement.
14. Hak Milik Kekayaan Intelektual HAKI Pasal yang mengatur mengenai hak kekayaan intelektual seperti know-how,
paten, merek dan hak kekayaan intelektual lainnya, adalah bagian yang penting bagi sebuah joint venture company.
Jika joint venture company menggunakan merek dagang atau nama dagang salah satu pihak, maka biasanya akan dibuat perjanjian merek atau nama
dagang trademark licence agreement tersendiri, landasan yang digunakan dalam perjanjian tersebut adalah Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual
HAKI. Jika penemuan diperoleh joint venture company nya di Indonesia atau oleh
pekerja-pekerjanya, atau rekan-rekannya selama berlakunya perjanjian ini joint venture company
nya di Indonesia akan mendaftarkan paten tersebut dengan biayanya sendiri di Indonesia. Akan tetapi joint venture company
tersebut akan memperbolehkan perusahaan induknya untuk memakai paten tersebut di luar Indonesia tanpa pembayaran royalty apapun juga kepada joint
venture company nya.
104
104
Ibid , hal. 137.
Universitas Sumatera Utara
91
15. Pengalihan Saham transfer of share Saham dalam sebuah perusahaan dapat dialihkan transfer tanpa mengubah
kepemilikan hukum dan bisnis dasar perusahaan. Bagaimanapun, penjualan saham dalam joint venture company adalah umum dan tunduk kepada
ketentuan-ketentuan dan
pembatasan yang
diperlukan. Tidak
semua pengalihan saham dapat dilakukan begitu saja oleh salah satu pihak,
melainkan harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang disepakati.
Pengalihan saham secara langsung
akan mengakibatkan
berubahnya komposisi kepemilikan saham, jika saham dialihkan kepada pihak yang sudah
memiliki saham di dalam perusahaan internal transfer, maka ketentuan yang sudah ada tidak akan banyak mengalami perubahan, itupun masih
tergantung dari jumlah saham yang dialihkan. Jika jumlah saham yang dialihkan mempengaruhi dan menyebabkan penggantian kontrol perusahaan,
maka akan merubah perjanjian sebelumnya. Namun jika pengalihan saham tersebut dialihkan kepada pihak di luar
perusahaan external transfer, maka hal tersebut menyebabkan masuknya investor
baru ke perusahaan. Ketentuan masuknya investor baru atau pemegang saham baru biasanya melalui proses yang sangat ketat. Hampir
semua joint venture agreement mengandung ketentuan yang membatasi pengalihan saham.
Universitas Sumatera Utara
92
16. Masuknya pihak baruinvestor baru Joint venture agreement
harus merupakan perjanjian yang fleksible dan secara normal mengizinkan pihak yang baru untuk bergabung dalam usaha
bersama. Masuknya investor baru salah satunya adalah peralihan kepemilikan saham melalui transaksi penjualan saham kepada pihak lain di luar
perusahaan atau melalui penerbitan saham baru untuk perkembangan modal dan perluasan usaha. Masuknya pihak yang baru sebagai investor, secara
sederhana harus mendapatkan persetujuan para pihak. Para pihak tidak dapat memindahkan hak dan kewajibannya dalam perjanjian
ini secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak ketiga, tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pihak lainnya dan perpindahan itu
tidak dimungkinkan pada waktu pembangunan perusahaan ini. Andaikata pihak yang lain sudah mendapat persetujuan untuk penggantian salah satu
pihak dalam perjanjian ini, penggantian itu pun harus mendapat persetujuan Pemerintah Republik Indonesia.
105
17. Pelanggaran perjanjian, perubahan kontrol, keadaan memaksa force majeure
dan ketidakmampuan membayar hutang insolvency. Ada kemungkinan, sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, beberapa situasi
yang akhirnya menyebabkan salah satu pihak keluar dari joint venture, meskipun semua pihak tidak berharap dan tidak mau adanya situasi seperti
105
Ibid , hal. 139.
Universitas Sumatera Utara
93
itu, tetapi perlu untuk mengantisipasi jika permasalahan tersebut terjadi, beberapa penyebabnya antara lain adalah pelanggaran perjanjian, perubahan
kendali, keadaan memaksa, dan ketidakmampuan membayar hutang. 18. Penarikan diri salah satu pihak dari perjanjian withdrawal
Salah satu pihak pada suatu saat memiliki keinginan untuk menarik diri dari joint venture company
. Penarikan diri merupakan satu keadaan penting yang pengaturannya harus diatur secara jelas dalam sebuah joint venture
agreement .
19. Kematian salah satu pihak Pasal ini hanya berlaku jika salah satu pihak sebagai individu meninggal
dunia. Saham yang dimiliki dapat diwarisi oleh ahli warisnya, namun pewarisan itu harus disetujui oleh para pihak sebelumnya, jika tidak
diperbolehkan, maka perlu diatur mengenai pengembalian harga saham yang dimiliki pihak yang meninggal kepada ahli warisnya.
20. Berakhirnya joint venture termination Sangat mudah bagi para pihak untuk menyetujui bahwa tujuan dari pendirian
perusahaan bersama telah tercapai atau tidak mungkin dapat tercapai, dan salah satunya dapat menyebabkan perusahaan bersama tersebut ditutup. Jika
kemungkinan itu terjadi, perlu ditegaskan proses yang harus dilewati untuk mengakhiri kerjasama tersebut.
Universitas Sumatera Utara
94
Suatu perjanjian dapat berakhir karena diputuskan oleh salah satu pihak karena pihak lain tidak dapat melaksanakannya, atau karena masa berlakunya
perjanjian tersebut sudah berakhir. Biasanya perpanjangan suatu perjanjian dapat dilakukan dengan jangka waktu tertentu sebelum perjanjian itu
berakhir, tentu dengan persetujuan tertulis pihak lainnya. Jika persetujuan itu tidak diperoleh maka perjanjian tersebut berakhir dengan sendirinya.
106
21. Kerahasiaan confidentiality Sangat penting bagi setiap pihak dalam joint venture untuk berkomitmen dan
bertanggung jawab terhadap kerahasiaan informasi aktivitas joint venture company
yang didirikan. Kewajiban menjaga rahasia penting perusahaan tidak terbatas sampai waktu tertentu saja, bahkan setelah kerjasama berakhir
kerahasiaan tetap harus dijaga oleh para pihak. 22. Itikad baik, konsultasi, non kompetitif dan kewajiban mempromosikan tujuan
joint venture company .
Pasal ini menggambarkan prinsip universal yang berlaku dalam sebuah joint venture
agreement, yaitu
itikad baik,
mengedepankan kepercayaan,
keyakinan untuk mencapai tujuan terbaik bagi perusahaan. Di dalam joint venture agreement, perlu dirinci secara tegas batasan
mengenai aktivitas persaingan yang tidak diperbolehkan antara para pihak dengan joint venture company competing.
106
Ibid , hal. 150.
Universitas Sumatera Utara
95
Para pihak tidak boleh bekerjasama dengan pihak lain untuk membuka joint venture company
yang lain yang memproduksi barang-barang yang sama atau yang bersaing di Indonesia. Bahkan para pihak tidak boleh memiliki saham
dari perusahaan lain yang go public dalam batas persentase tertentu. Hal ini untuk mencegah para pihak tidak dapat memusatkan perhatiannya pada joint
venture company yang mereka dirikan, bahkan bisa menjadi saingannya.
107
23. Evaluasi dan perubahan amendments Perubahan situasi dan keadaan memungkinkan perjanjian yang dibuat untuk
dilakukan evaluasi, landasan utama dalam Pasal yang mengatur tentang evaluasi adalah itikad baik dari para pihak.
Apabila dalam sebuah evaluasi yang dilakukan, terdapat kententuan perjanjian yang perlu dirubah untuk kepentingan bersama, maka perubahan
yang akan diputuskan tersebut diambil dengan cara-cara yang telah disetujui dan disepakati. Perubahan yang diambil hanya dilakukan untuk tujuan yang
lebih baik bagi perkembangan perusahaan. 24. Keadaan darurat force majeur
Pasal force majeur adalah klausula yang selalu digunakan dalam kontrak internasional. Dalam Pasal force majeur mengantisipasi kemungkinan yang
akan terjadi dan menyebabkan ketentuan dalam perjanjian tidak dapat laksanakan oleh salah satu pihak. Penyebabnya adalah keadaan memaksa
107
Ibid , hal. 138.
Universitas Sumatera Utara
96
diluar kemampuannya. Seperti bencana alam, peperangan, kebijakan pemerintah dan lain-lain yang dipertegaskan secara rinci dalam perjanjian.
25. Keadaan-keadaan tertentu partial invalidity Merupakan ketetapan standar dalam perjanjian untuk memperjelas jika dalam
perjanjian ditemukan ketetapan yang tidak sah, hal itu tidak akan membawa efek bagi keseluruhan perjanjian, atau tidak terpenuhinya kewajiban tertentu,
bukan berarti tidak berlakunya semua ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian.
26. Pemberitahuan notices Merupakan ketentuan standar dalam pelayanan formal, tetapi menjadi penting
bagi para pihak
untuk selalu memperhatikannya.
Seperti ketentuan
pemanggilan rapat pemegang saham diumumkan melalui surat kabar. 27. Amandemen
Amandemen terhadap perjanjian hanya efektif jika ditandatangani oleh para pihak, dan melalui proses-proses yang telah ditentukan berdasarkan
kesepakatan. 28. No assignment
Pasal ini membuat jelas bahwa hak dan kewajiban berdasarkan perjanjian tidak bisa dialihkan begitu saja kepada pihak lain. Peralihan akan
memberikan pengaruh kepada hak dan kewajiban di dalam joint venture company
.
Universitas Sumatera Utara
97
29. Pilihan hukum applicable law Ini merupakan ketentuan yang harus benar-benar dipertimbangkan secara
mendalam dan spesifik mengenai pilihan hukum dalam perjanjian. Biasanya pilihan hukum diambil dari pertimbangan dimana nantinya joint venture
company akan didirikan dan melakukan operasinya.
Para pihak mungkin akan setuju dengan pilihan hukum lain yang dirasakan sudah dipahami dan dikenal familiar. Menurut Erman Radjagukguk, pilihan
hukum ini hanya dapat dibatasi oleh ketentuan-ketentuan memaksa yang terdapat dalam hukum nasional mengenai perjanjian tertentu, misalnya
ketentuan Pasal 2 Algemene Bepalingen yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang menyangkut pekerjaan yang dilakukan di Indonesia harus
berdasarkan hukum Indonesia.
108
30. Penyeseleaian sengketa resolustion of disputes Para pihak perlu menentukan dan memperkenalkan cara-cara yang dapat
dipergunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah utama yang timbul dan mampu untuk dicari jalan keluarnya problem solving, termasuk pada saat
tidak adanya titik temu antara para pihak ketika pengambilan sebuah keputusan dalam sebuah Rapat Umum Pemegang Saham RUPS atau rapat-
rapat dewan direksi.
108
Ibid , hal. 146.
Universitas Sumatera Utara
98
31. Penandatangan dan pengesahan perjanjian Setelah tercapainya kesepakatan antara para pihak mengenai Pasal-Pasal dan
ketentuan yang dituangkan dalam perjanjian, maka kesepakatan tersebut harus ditandatangani oleh para pihak dan dibuat dalam beberapa rangkap,
baik untuk kepentingan para pihak yang menandatangani maupun pihak ketiga yang terkait, seperti Badan Kordinasi Penanaman Modal BKPM,
Departemen Hukum dan HAM RI dan atau departemen terkait lainnya. Walaupun standar joint venture agreement tidak ada namun adanya elemen-
elemen umum tersebut yang didapati dalam hubungan joint venture sangat mendorong
untuk menyusun
kerangka agar
masing-masing pihak
dalam merundingkan joint venture agreement memperoleh satu struktur pengaturan yang
dapat digunakan secara harmonis untuk mencapai tujuan bersama.
B. Perbandingan Joint Venture Agreement dengan Anggaran Dasar
Tidak semua ketentuan yang ada dalam joint venture agreement dapat dijabarkan dalam anggaran dasar perseroan terbatas. Hanya kesepakatan-kesepakatan
tertentu, namun ketentuan yang harus ada dalam anggaran dasar diantaranya:
109
1. Pasal maksud dan tujuan object of the joint venture dari joint venture agreement
, Pasal ini biasanya langsung diadopsi dalam pembuatan anggaran
109
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Pasal 15 ayat 1 huruf b.
Universitas Sumatera Utara
99
dasar perseroan terbatas, dimana dalam anggaran dasar perseroan harus menetapkan tujuan didirikannya perseroan terbatas.
2. Pasal mengatur pendirian, permodalan dan kedudukan joint venture company, dalam Pasal ini beberapa ketentuan dapat dimasukkan kedalam anggaran
dasar perseroan terbatas, dan menjadi kesepakatan para pihak yang telah tercapai sebelum anggaran dasar dibuat, yaitu mengenai jumlah modal dan
penyertaan saham masing-masing pihak. 3. Pengalihan saham transfer of share, UUPT mengatur hal yang sama dalam
pengalihan saham serta melakukan beberapa pembatasan yang telah diatur dalam Bab III mengenai modal dan saham.
4. Rapat pemegang saham shareholders meeting, rapat pemegang saham merupakan mekanisme pengambilan keputusan yang diperjanjikan dalam
joint venture agreement dan disepakati oleh para pihak, biasanya mengatur
cara pelaksanaanya,
tempat, pemanggilan
dan waktu.
Ketentuan pelaksanaannya harus diatur dan tercantum dalam anggaran dasar.
5. Pasal dewan komisaris dan direksi, dalam joint venture agreement para pihak memperjanjikan komposisi serta jumlah dewan komisaris dan direksi.
Kewenangan menentukan komposisi dan jumlah dewan komisaris dan direksi biasanya ditentukan oleh besar kecilnya saham yang dimiliki para pihak.
6. Pembagian deviden dan rugi distribution of profit and losses, pembagian deviden dan resiko kerugian yang diperjanjikan dalam joint venture
Universitas Sumatera Utara
100
agreement biasanya didasari atas presentase kepemilikan saham. Pembagian
deviden ini dipersyaratkan oleh Pasal 15 ayat 1 huruf i UUPT yang menyatakan bahwa dalam anggaran dasar sekurang-kurangnya memuat cara
penggunaan laba dan pembagian deviden. 7. Pasal yang berkaitan dengan jangka waktu berdirinya joint venture company,
jangka waktu berdirinya joint venture jika diperjanjikan oleh para pihak dapat dimasukkan dalam anggaran dasar perseroan terbatas untuk menentukan
jangka waktu berdirinya perusahaan perseroan. Pasal 15 ayat 1 huruf c UUPT menjelaskan, dalam anggaran dasar setidaknya memuat jangka waktu
berdirinya perseroan. Di dalam joint venture agreement ada beberapa ketentuan yang biasanya
tidak dimuat dalam anggaran dasar perseroan, salah satu penyebabnya adalah joint venture agreement
mengatur hak dan kewajiban para pihak lebih rinci dan luas, sedangkan anggaran dasar mengikuti standar-standar yang telah ditetapkan.
Walaupun pada dasarnya, UUPT membuka kemungkinan para pihak untuk memasukan ketentuan-ketentuan lain yang disepakati asal tidak saling bertentangan
dengan UUPT, sebagaimana diperbolehkan dalam Pasal 15 ayat 2 UUPT. Beberapa kesepakatan yang biasanya tidak dimasukan di dalam anggaran
dasar di antaranya:
110
110
Rai Widjaya, “Merancang Suatu Kontrak”, Edisi Revisi Jakarta: Kesaint Blanc, 2007, hal. 121-142.
Universitas Sumatera Utara
101
1. Definisi contractual definitions; 2. Klausula yang berkaitan dengan pengaturan kekayaan intelektual HAKI;
3. Klausula yang berkaitan dengan langkah-langkah administratif sebagai upaya untuk mendirikan perusahaan joint venture;
4. Force majeur, anggaran dasar perseroan terbatas tidak memuat klausula force majeur
yang selalu diperjanjikan dalam setiap joint venture agreement, baik yang bersifat nasional maupun internasional;
5. Pengakhiran sebagai akibat kelalaian events of default; 6. Hukum yang berlaku applicable law;
7. Penyeseleaian sengketa resolustion of disputes; 8. Pasal-Pasal lainnya, isi joint venture agreement dibuat secara rinci dan
komprehensif dengan tujuan mempermudah para pihak menjalankan joint venture company.
Misalnya Pasal Entirety keseluruhan, severability, Assignability, confidentiality, disclaimer of agency, miscellaneous.
Joint venture agreement seringkali diikuti oleh perjanjian lainnya yang
mendukung joint venture agreement, perjanjian itu sangat penting bagi sebuah joint venture company
. Perjanjian-perjanjian pendukung tersebut juga tidak bisa dimasukan dalam anggaran dasar perseroan terbatas diantaranya:
111
1. License agreement and use of trademark; 2. Technical agreement;
111
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
102
3. Assistance agreement; 4. Loan agreement;
5. Agency agreement; 6. Distribution agreement.
C. Peranan BKPM dan Notaris dalam Pembentukkan Joint Venture Agreement
Keberadaan lembaga yang mengkoordinasikan penanaman investasi di Indonesia mempunyai peranan yang sangat strategis, karena dengan adanya lembaga
tersebut akan menentukan tinggi rendahnya investasi yang dilakukan oleh investor, baik asing maupun domestik. Semakin baik dan cepatnya pelayanan yang diberikan
kepada calon investor, akan memberikan daya tarik tersendiri bagi investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia.
Sebelum adanya Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam Rangka Penanaman Modal Asing PMA
dan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN, badan penyelenggaraan berwenang mengkoordinasikan pelaksanaan investasi di tingkat pusat adalah Menteri Negara
InvestasiKepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, sedangkan tingkat daerah, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pelayanan penanaman modal melalui
Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP berdasarkan Perpres No. 27 tahun 2009 dimana kewenangan perizinan dan non perizinan kembali menjadi kewenangan
Universitas Sumatera Utara
103
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota sebagai pelaksanaan UU No. 25 tahun 2007 dan PP No. 38 Tahun 2007.
Setelah adanya Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam Rangka Penanaman Modal Asing PMA
dan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN, maka pejabat yang berwenang untuk melaksanakan koordinasi adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM.
112
BKPM adalah instansi pemerintah non departemen yang menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka PMDN dan PMA.
Pelayanan satu atap melalui BKPM merupakan strategi untuk mempercepat dalam memberikan pelayanan kepada calon investor dibandingkan dengan cara
sebelumnya.
83
Pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN dilaksanakan oleh BKPM yang berdasarkan
perlimpahan kewenangan
dari MenteriKepala
Lembaga Pemerintahan
Non Departemen
yang membina
bidang-bidang usaha
penanaman modal
yang bersangkutan melalui sistem pelayanan satu atap. Kewenangan BKPM diperkuat
oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal UUPM, Pasal 27 sampai dengan Pasal 30 UUPM menerangkan bahwa koordinasi
pelaksanaan kebijakan penanaman modal dilakukan oleh BKPM.
112
Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam Rangka Penanaman Modal Asing PMA dan Penanaman Modal dalam Negeri PMDN, Pasal
2 dan 3.
Universitas Sumatera Utara
104
Setelah memperoleh surat persetujuan dari BKPM, para pihak menghadap Notaris untuk menuangkan perjanjian mereka kedalam suatu akta pendirian. Bagi
usaha patungan antara modal nasional dengan modal asing, para pihak telah membuat suatu perjanjian yang umum dikenal sebagai joint venture agreement. Joint
venture agreement tersebut akan dituangkan dalam akta pendirian dalam hal ini
anggaran dasar, sehingga ketentuan-ketentuan yang dikehendaki para pihak dalam joint venture agreement
akan dituangkan dalam anggaran dasar. Tidak semua ketentuan dalam joint venture agreement dapat dituangkan
kedalam akta pendirian, UUPT Pasal 12 telah menetapkan ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam anggaran dasar suatu perseroan terbatas dan yang lebih lanjut
diberikan acuan berupa standar model yang dikeluarkan oleh Departemen Hukum dan HAM RI.
Notaris mempunyai kewajiban untuk memberikan nasihat hukum mengenai undang-undang kepada para pihak para pendiri terutama mengenai akta yang akan
dibuat oleh Notaris. Notaris harus memberikan penjelasan dan kepada para pendiri mengenai peraturan yang berlaku mengenai akta pendirian perseroan terbatas
penanaman modal asing yang akan dibuatnya. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris, Pasal 15 ayat 2 huruf b yang menyebutkan
bahwa: “Notaris berwenang pula memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta”.
Universitas Sumatera Utara
105
Notaris memiliki tugas membuat akta-akta otentik, notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensyahkan waarmarken dan legaliseren surat-
surat akta-akta yang dibuat di bawah tangan. Notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak yang
bersangkutan. Notaris memperoleh kekuasaannya langsung dari kekuasaan eksekutif, artinya notaris melakukan sebagian dari kekuasaan eksekutif. Memperoleh
kekuasaannya langsung dari kekuasaan eksekutif adalah bahwa notaris adalah seorang yang dengan kedinasannya dengan koperasi umum, yaitu provinsi Daerah
Kotapraja dan lain-lain, Daerah Otonomi, mewakili badan-badan tersebut dalam melakasanakan kewajiban-kewajiban dan melaksanakan tugas-tugas yang ada pada
kedinasannya.
113
Notaris harus mencocokkan joint venture agreement dengan akta pendirian anggaran dasar perseroan terbatas penanaman modal asing sehingga tidak
bertentangan dengan
peraturan-peraturan yang berlaku.
Notaris mempunyai tanggung jawab agar suatu akta pendirian perseroan terbatas penanaman modal asing
dapat memperoleh pengesahan Menteri Hukum dan HAM RI. Dalam praktek sering terjadi para pendiri menghendaki agar akta pendirian
memuat ketentuan-ketentuan yang lebih rinci mengenai kewenangan organ-organ perseroan terbatas yang mereka dirikan. Para pendiri dapat merumuskan pembatasan
terhadap kewenangan direksi dalam akta pendirian dengan cara mengatur
113
Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 2006, hal. 86
Universitas Sumatera Utara
106
ketentuannya dalam akta pendirian, misalnya melakukan perbuatan hukum tertentu harus mendapat persetujuan tertulis dari Komisaris atau RUPS. Para pendiri dapat
pula menentukan korum lebih tinggi dalam RUPS dalam memutuskan hal-hal yang dianggap penting untuk dibatasi.
Dalam hal ini menjadi kewajiban Notaris untuk mengarahkan kehendak para pihak agar tidak sampai melanggar peraturan-peraturan yang berlaku terhadap
pembuatan akta pendirian perseroan terbatas penanaman modal asing. Notaris harus dapat mempertemukan kehendak para pihak dengan peraturan-peraturan yang
berlaku sehingga di satu sisi para pendiri dapat ditampung kehendaknya dan di sisi lain peraturan-peraturan yang ada tidak disimpangi.
Dengan memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM RI merupakan saat lahirnya status badan hukum suatu perseroan terbatas sekaligus
mempunyai arti bahwa berdirinya perseroan terbatas telah sesuai dengan Undang- Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Penanaman Modal.
Universitas Sumatera Utara
107
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA PARA PIHAK
DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT
Bab XV Pasal 32 Undang-Undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 mengatur mengenai penyelesaian sengketa. Dalam ketentuan tersebut diuraikan
bagaimana cara penyelesaian sengketa yang digunakan apabila terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal. Cara
penyelesaian sengketa tersebut dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah
dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat;
2. Dalam hal penyelesaian sengketa secara musyawarah dan mufakat tidak tercapai, penyelesaian sengketa dilakukan melalui arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan
sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak. Jika penyelesaian secara arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut
akan dilakukan di pengadilan;
107
Universitas Sumatera Utara
108
4. Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa
tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. Dari ketentuan Pasal 32 tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyelesaian
sengketa antara pemerintah dengan penanam modal dilakukan melalui cara: 1. Musyawarah dan mufakat;
2. Arbitrase; 3. Pengadilan;
4. ADR. 5. Khusus untuk sengketa antara pemerintah dengan penanam modal dalam
negeri, sengketa diselesaikan melalui arbitrase atau melalui pengadilan; dan 6. Khusus untuk sengketa antara pemerintah dengan penanam modal asing
sengketa diselesaikan melalui arbitrase internasional yang telah disepakati. Cara-cara
penyelesaian sengketa
yang dianut
oleh Undang-Undang
Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 tersebut merupakan cara-cara penyelesaian yang berlaku secara umum dan banyak berlaku di beberapa negara. Umumnya cara-
cara penyelesaian sengketa dalam penanaman modal adalah berbentuk penyelesaian sengketa dengan cara sebagai berikut:
A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Dengan dilakukannya
kerjasama patungan
maka akan
memudahkan hubungan dengan pemerintah dan masyarakat lokal. Dasar dibentuknya kerjasama
Universitas Sumatera Utara
109
patungan adalah rasa percaya dan timbal balik antara mitra. Akan tetapi, selalu ada kemungkinan
terjadinya permasalahan
diantara investor
. Apabila
terjadi permasalahan maka dibuatlah kesepakatan yang mengikat para pihak melalui
negoisasi. Apabila kesepakatan dalam negoisasi tidak dapat diselesaikan maka perselisihan dapat diselesaikan melalui arbitrase atau pengadilan. Kerjasama
patungan dibuat berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Dan hubungan antara perusahaan patungan dengan masing-masing harus menjunjung
tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas. Untuk menghindari permasalahan yang timbul maka perlu dilaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik
atau Good Corporate Governance dalam perusahaan yang meliputi Transparancy atau keterbukaan, Fairnes atau keadilan, dan Responsibility atau pertanggung-
jawaban.
114
Dalam kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam kontrak patungan di bidang penanaman modal terdapat klausul cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan
setempat jika cara musyawarah untuk penyelesaian sengketa tidak tercapai. Secara konvensional di negara manapun di dunia ini telah tersedia lembaga penyelesaian
sengketa yakni lembaga peradilan, yang dalam hukum ketatanegaraan dikenal sebagai lembaga yudikatif. Namun, jika penyelesaian sengketa antara investor
dengan negara tuan rumah diselesaikan lewat lembaga peradilan ada keraguan dikalangan investor asing. Secara teoritis keberadaan lembaga yudikatif lembaga
114
Budiman Ginting, Hukum Investasi Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing
Medan: Pustaka Bangsa, 2007, hal. 290.
Universitas Sumatera Utara
110
peradilan adalah independen. Artinya lembaga ini tidak dapat dipengaruhi oleh lembaga lainnya eksekutif dan legislatif. Namun, dalam penyelesaian sengketa
antara investor asing dengan negara penerima modal asing host state, tentu factor subyektifitas lembaga peradilan atau tepatnya hakim akan sulit dihindari mengingat
hakim adalah warga negara dari negara tuan rumah. Investor asing selalu berupaya untuk melepaskan diri dari negara berkembang karena merasa tidak mengenal hukum
setempat yang berlainan dengan sistem hukum negaranya sendiri. Selain itu ada keraguan bahwa peradlian setempat akan bersikap tidak objektif. Padahal lembaga
pengadilan merupakan katub penekan atas pelanggaran hukum dalam masyarakat, di mana lembaga pengadilan merupakan institusi yang istimewa yang dapat
memberikan putusan. Selain itu, lembaga pengadilan merupakan lembaga yang mempunyai fungsi dan kewenangan di antaranya:
115
1. Sebagai penjaga kemerdekaan masyarakat in guarding the freedom of society
; 2. Sebagai wali masyarakat are regarding as custodian of society;
3. Sebagai pelaksana penegakan hukum judiciary as the up holders of the rule of law
. Telah banyak kritik yang dilontarkan kepada lembaga pengadilan yang
mengakibatkan ketidakpercayaan investor dalam penyelesaian sengketa penanaman
115
M. Yahya Harahap, “Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa”,
Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 151-152.
Universitas Sumatera Utara
111
modal. Atas dasar hal tersebut, para pelaku bisnis khususnya investor menganggap penyelesaian sengketa melalui lembaga pengadilan di Indonesia:
1. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dengan cara litigasi sangat lambat, yaitu bahwa penyelesaian sengketa tidak cepatlambat dan formalistik.
Jangankan untuk memperoleh putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap inkracht van gewidjze, untuk memulai pemeriksaan pun harus
menunggu waktu yang lama; 2. Biaya perkara mahal, yaitu mahalnya biaya perkara dalam penyelesaian
perkara melalui pengadilan yang sudah menjadi masalah yang klasik yang terjadi di mana-mana;
3. Peradilan umumnya tidak responsif, yaitu: a. Bahwa peradilan kurang atau tidak tanggap terhadap kepentingan umum
dan sering kali mengabaikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat banyak sehingga pengadilan dianggap tidak fair atau tidak adil;
b. Peradilan kurang tanggap melayani kepentingan rakyat miskin; c. Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah karena tidak ada
putusan pengadilan yang mengantar pihak yang bersengketa ke arah penyelesaian masalah;
d. Kemampuan para hakim yang bersifat generalis. Dalam masa dan era globalisasi saat ini dibutuhkan hakim yang mempunyai
keahlian yang kompleks dan mempunyai pengetahuan yang luas serta mempunyai
Universitas Sumatera Utara
112
kualitas yang menyeluruh atas masalah yang kompleks tersebut. Namun, hakim yang ada saat ini hanya mempunyai pengetahuan yang generalis saja.
116
Atas kondisi pengadilan yang demikian, para pelaku bisnis khususnya investor
cenderung memilih cara penyelesaian sengketa yang lain yang dirasakan lebih efektif, cepat dan dapat memberi kepastian hukum bagi mereka.
B. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
Para pihak perlu menentukan dan memperkenal cara-cara yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah utama yang timbul dan mampu
untuk dicari jalan keluarnya problem solving, termasuk pada saat tidak adanya titik temu antara para pihak ketika pengambilan sebuah keputusan dalam sebuah rapat
umum pemegang saham RUPS atau rapat-rapat dewan direksi. Cara penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal melalui arbitrase
merupakan cara penyelesaian sengketa yang popular di bidang penanaman modal dan hampir di semua negara memilih cara penyelesaian sengketa penanaman modal
melalui lembaga arbitrase. Disamping itu dalam dunia perdagangan internasional, kecendrungan yang terlihat adalah liberalisasi peraturanundang-undang arbitrase
untuk lebih mendorong penggunaan arbitrase daripada penyelesaian sengketa melalui peradilan umum. Arbitrase memiliki kelebihan atau keunggulan yang tidak dimiliki
oleh peradilan umum, yaitu sebagai berikut:
117
116
Ibid.
117
Dhaniswara K. Harjono, Op. cit, hal. 268.
Universitas Sumatera Utara
113
1. Kebebasan, kepercayaan dan keamanan, yaitu memberikan kebebasan otonomi yang sangat luas kepada para pelaku bisnis pihak yang bersengketa
dan memberikan rasa aman terhadap keadaan tidak menentu kepastian berkenaan dengan sistem hukum yang berbeda serta terhadap kemungkinan
putusan yang berat sebelah; 2. Keahlian arbiter, yaitu para arbiter merupakan orang-orang yang mempunyai
keahlian besar mengenai permasalahan yang disengketakan; 3. Cepat dan hemat biaya, yaitu proses pengambilan keputusannya cepat, tidak
terlalu formal dan putusannya bersifat final dan binding. Permasalahan baru muncul jika pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan arbitrase
secara sukarela; 4. Bersifat Confidential, yaitu arbitrase bersifat rahasia dan tertutup, oleh
karenanya pemeriksaan
dilakukan dalam
sidang tertutup
termasuk pengucapan putusannya;
5. Bersifat non preseden, artinya putusan arbitrase tidak mempunyai preseden. Maka mungkin saja dengan masalah yang sama dihasilkan putusan arbitrase
yang berbeda di masa datang; 6. Independen, artinya pemeriksaan arbitrase dilakukan oleh para arbiter yang
dipilih oleh kedua belah pihak dan dalam memberikan putusannya arbiter tidak dipengaruhi oleh pihak luar termasuk pemerintah;
Universitas Sumatera Utara
114
7. Final dan binding, artinya putusan arbitrase merupakan putusan terakhir yang mengikat para pihak dan mempunyai kekuatan hukum tetap, dimana atas
putusan tersebut tidak dapat dibanding; 8. Kepekaan arbiter, artinya arbiter menerapkan hukum yang berlaku dalam
menyelesaikan perkara dan akan lebih memberikan perhatian khusus terhadap keinginan, realitas, dan praktik dagang para pihak.
Cara penyelesaian melalui arbitrase dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI, arbitrase ad hoc maupun arbitrase asing. Arbitrase asing
yang biasa dipilih dalam penyelesaian sengketa penanaman modal antara lain seperti: ICSID International Center for Settlement of Investment Disputes dan ICC
International Chamber of Commerce. Berkaitan dengan arbitrase asing tersebut,
Indonesia telah meratifikasi New York Convention on Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award of 1958.
118
Indonesia juga memiliki arbitrase nasional, yaitu BANI Badan Arbitrase Nasional. Selain itu, penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga dapat dilakukan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Menurut Yahya Harahap, Arbitrase merupakan
salah satu metode penyelesaian sengketa, di mana sengketa yang harus diselesaikan tersebut berasal dari sengketa atas sebuah kontrak dalam bentuk:
119
118
Ibid.
119
Munir Fuady, Arbitrase Nasional: Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 11-12.
Universitas Sumatera Utara
115
1. Perbedaan penafsiran disputer mengenai pelaksanaan perjanjian berupa kontraversi pendapat, kesalahan pengertian dan ketidaksepakatan;
2. Pelanggaran perjanjian breach of contract termasuk di dalamnya adalah sah atau tidaknya kontrak dan berlaku atau tidaknya kontrak;
3. Pengakhiran kontrak termination of contract; 4. Klaim mengenai ganti rugi atas wanprestasi atau perbuatan melawan hukum.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 memberikan definisi tersendiri mengenai arbitrase yang merupakan karakteristik yuridis dari arbitrase. Ketentuan
Pasal 1 ayat 1 mengatakan bahwa arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dari definisi UU No. 30 Tahun 1999 ini, dapat ditemukan tujuh karakteristik
yuridis arbitrase, yaitu sebagai berikut:
120
1. Adanya kontroversi di antara para pihak; 2. Kontroversi tersebut diajukan kepada arbiter;
3. Arbiter diajukan oleh para pihak atau ditunjuk oleh badan tertentu; 4. Arbiter adalah pihak di luar badan peradilan umum;
5. Dasar pengajuan sengketa ke arbitrase adalah perjanjian; 6. Arbiter melakukan pemeriksaan perkara;
120
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, LN No. 138 tahun 1999, TLN No. 3872, Pasal 1 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
116
7. Setelah memeriksa perkara, arbiter akan memberikan putusan arbitrase tersebut dan mengikat para pihak.
Dari berbagai batasan tersebut di atas, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa arbitrase merupakan suatu proses penyelesaian suatu sengketa berdasarkan
hukum oleh arbiter-arbiter yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa, yang keputusannya diakui sebagai terakhir dan mengikat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat 9 UU No. 30 Tahun 1999 putusan arbitrase internasional adalah putusan yang dijatuhkan di suatu lembaga arbitrase
atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik
Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.
121
Suatu putusan arbiter asing hanya dapat dilaksanakan di Indonesia apabila telah memperoleh pengakuan di Indonesia. Secara internasional, pengaturan
pelaksanaan dan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing diatur dalam Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan putusan arbitrase
asing. Konvensi ini telah dirativikasi oleh Pemerintah RI dengan Keppres No. 34 Tahun 1991 jo Perma No. 1 Tahun 1990 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Asing.
121
Ibid , Pasal 1 ayat 9.
Universitas Sumatera Utara
117
C. Penyelesaian Sengketa Melalui Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Alternatif Alternative Dispute Resolution
Cara-cara penyelesaian lainnya yang saat ini semakin popular serta dianut dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal adalah cara
penyelesaian melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa ADR yang juga dianut dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. ADR atau Alternative Dispute Resolution diartikan sebagai alternative to
litigation dan alternative to adjudication. Kedua pengertian tersebut menimbulkan
implikasi yang berbeda. Dari pengertian pertama, seluruh penyelesaian sengketa di luar pengadilan termasuk arbitrase merupakan bagian dari ADR. Namun, apabila
menggunakan pengertian kedua, pengertian ADR dapat meliputi mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif, seperti halnya
negosiasi, mediasi dan negosiasi.
122
Pengertian alternatif penyelesaian sengketa menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilain ahli. Menurut
Dhaniswara, cara penyelesaian melalui ADR mempunyai daya tarik khusus, yaitu sebagai berikut:
123
122
Dhaniswara K. Harjono, Op. cit, hal. 276.
123
Ibid , hal. 276-279.
Universitas Sumatera Utara
118
1. Sifat kesukarelaan dalam proses Para pihak percaya bahwa ADR memberikan jalan keluar yang potensial
untuk menyelesaikan masalah dengan lebih baik dibandingkan dengan prosedur litigasi dan prosedur lainnya yang melibatkan para pembuat keputusan dari pihak
ketiga. Secara umum, tidak seorang pun dipaksa untuk menggunakan prosedur- prosedur ADR.
2. Prosedur cepat Karena prosedur ADR bersifat informal, para pihak yang terlibat mampu
untuk menegosiasikan syarat-syarat penggunaannya. Hal ini mencegah terjadinya penundaan dan mempercepat proses penyelesaian.
3. Keputusan non yudisial Wewenang untuk membuat keputusan tetap berada pada pihak-pihak yang
terlibat atau tidak didelegasikan kepada pembuat keputusan dari pihak ketiga. Hal ini berarti bahwa pihak-pihak yang terlibat mempunyai lebih banyak kontrol terhadap
hasil-hasil sengketa dan mampu meramalkan. 4. Kontrol tentang kebutuhan organisasi
Prosedur ADR menempatkan keputusan ditangan orang yang mempunyai posisi tertentu penting, baik untuk menafsirkan tujuan-tujuan jangka panjang dan
jangka pendek dari organisasi yang terlibat maupun menafsirkan dampak-dampak positif dan negatif dari setiap pilihan penyelesaian masalah tertentu. Pihak ketiga
Universitas Sumatera Utara
119
dalam membuat keputusan yang mengikat suatu isu sering kali meminta bantuan seorang hakim, juri atau arbiter.
5. Prosedur rahasia confidential Prosedur ADR memberikan jaminan kerahasiaan bagi para pihak dengan
porsi yang sama. Pihak-pihak dapat menjajaki pilihan-pilihan sengketa yang potensial dan hak-hak mereka dalam mempresentasikan data untuk menyerang balik
tetap dilindungi. 6. Fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah
Prosedur memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi pa-rameter- parameter isu yang sedang didiskusikan dan cakupan dari penyelesaian masalah. Di
samping itu,
memungkinkan pengembangan
cara penyelesaian
yang lebih
komprehensif untuk membahas penyebab persengketaan. Prosedur ini dapat menghindari kendala prosedur yudisial yang sangat terbatas pada pembuatan
keputusan pengadilan yang didasarkan pada titik sempit hukum, seperti apakah prosedur yang resmi sudah diikuti atau belum.
7. Hemat waktu Selama ini proses penyelesaian masalah sering mengalami kelambatan yang
cukup berarti dalam menunggu kepastian tanggal persidangan. Prosedur ADR menawarkan kesempatan lebih cepat untuk menyelesaikan sengketa tanpa harus
menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk melakukan litigasi. Dalam banyak hal, waktu adalah uang dan penundaan penyelesaian masalah memerlukan biaya yang
Universitas Sumatera Utara
120
sangat mahal. Penyelesaian sengketa yang dikembangkan melalui penggunaan prosedur ADR merupakan alternatif penyelesaian masalah yang tepat.
8. Hemat biaya Besarnya biaya biasanya ditentukan oleh lamanya waktu yang dipergunakan.
Pihak ketiga yang netral rata-rata memasang tarif yang lebih rendah untuk mengganli waktu mereka dibandingkan apabila membayar para pengacara hukum.
9. Pemeliharaan hubungan ADR menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang dinego-siasikan dengan
memerhatikan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang terlibat. Atau dengan kata lain, ADR mampu mempertahankan hubungan-hubungan kerja yang sedang berjalan
maupun untuk masa datang. 10. Tinggi kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan
Dalam ADR, para pihak yang mencapai kesepakatan cenderung untuk memenuhi syarat-syarat atau isi kesepakatan yang telah ditentukan oleh pengambil
keputusan pihak ketiga. Faktor ini membantu para pihak yang terlibat untuk menghindari litigasi yang tidak efektif.
11. Kontrol dan lebih mudah memperkirakan hasilnya Pihak-pihak
yang menegosiasikan
sendiri penyelesaian
sengketanya mempunyai lebih banyak kontrol terhadap hasil-hasil penyelesaian sengketa. Cara
penyelesaian melalui
negosiasi atau
mediasi lebih
mudah memperkirakan
Universitas Sumatera Utara
121
keuntungan dan kerugian dibandingkan jika kasus tersebut diselesaikan melalui arbitrase atau di depan hakim.
12. Keputusan bertahan sepanjang waktu Keputusan penyelesaian sengketa dengan prosedur ADR cenderung bertahan
sepanjang waktu. Jika di kemudian hari persengketaan itu menimbulkan masalah, pihak-pihak yang terlibat lebih memanfaatkan bentuk pemecahan masalah yang
kooperatif dibandingkan penerapan pendekatan adversial atau pertentangan.
124
ADR merupakan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan ordinary court yang
dilakukan melalui proses negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.
D. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Internasional
Keputusan arbitrase internasional tidak selalu dapat diterima oleh salah satu pihak yang bersengketa, permasalahannya meskipun pada awalnya para pihak setuju
untuk menyerahkan sengketa mereka untuk diadili oleh arbitrase internasional, namun terdapat upaya yang dilakukan oleh pihak yang bersengketa terhadap
keputusan arbitrase internasional yaitu melakukan pembatalan keputusan arbitrase internasional. Sedangkan untuk pelaksanaan keputusan arbitrase internasional,
terdapat permasalahan yaitu bagaimana mengeksekusi hasil keputusan arbitrase internasional tersebut. Pada tesis ini penulis mencoba untuk membahas mengenai
124
Ibid , hal. 279.
Universitas Sumatera Utara
122
pembatalan keputusan arbitrase internasional serta pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase internasional.
1. Gugatan Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional